Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan
Simpang siur statistik kehutanan terus menggelayuti pengelolaan hutan di Kalimantan Tengah. Selama
periode 2001-2002, terjadi perbedaan yang cukup mencolok terkait jumlah produksi kayu yang berasal dari
Kalimantan Tengah. Produksi kayu bulat periode 2001-2002 berdasarkan data Dinas Kehutanan Kalimantan
Tengah berjumlah tiga kali lipat dibandingkan data yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Kalimantan Tengah tahun 2006, menunjukkan
bahwa Dispenda Kalimantan Tengah tidak punya data yang valid mengenai penetapan bagi hasil yang dibuat
oleh Dinas Kehutanan.
Jika pembagian Dana Alokasi Khusus yang diterima Kalimantan Tengah berdasarkan data dari
Departemen Kehutanan, maka tentu saja akan merugikan daerah penghasil kayu. Di samping itu,
kesimpangsiuran data tersebut juga akan menyulitkan pendeteksian illegal logging.
Untuk mengatasi permalahan di atas, perlu dilakukan pengelolaan hutan terpadu di Kaliamantan
Tengah. Pengelolaan Hutan Terpadu (PHT) adalah pengelolaan hutan dengan fokus kepada transparansi dan
akuntabilitas data hutan; profil perusahaan kehutanan; dan pendapatan negara dari hutan. Dengan adanya
pengelolaan hutan terpadu, pemerintah daerah dapat menelusuri berapa jumlah Dana Alokasi Khusus didapat
dari Dana Reboisasi dan Provisi Sumber Daya Hutan.
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 1
Kalimantan Tengah Terletak di jantung Kalimantan. Secara geografis wilayah Propinsi Kalimantan
Tengah memiliki kekhususan tersendiri yakni berada di 2 (dua) Garis Lintang atau dengan kata lain “dibelah”
oleh equator, di sepanjang 0°45 LU, 3°30 LS, 111 ° BT dan 116° BT.1 Menurut data BPS Kalimantan Tengah,
luas wilayahnya mencapai 153.564 m2 dan terdiri dari 14 Kabupaten/Kota. Secara administratif pemerintahan,
Kalimantan Tengah beribukota di Palangka Raya. Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun
2005 berjumlah 1.934.545 jiwa.
1 http://www.kalteng.go.id/INDO/informasi_umum_kalimantan_tengah.htm
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 2
Wilayah Kalimantan Tengah terdapat banyak sungai yang membelah Kabupaten dan Kota. Di dalam praktek
illegal logging, keberadan sungai-sungai tersebut sering dijadikan sarana transportasi untuk mempermudah
pengiriman kayu bulat.
Kalteng juga terkenal akan kekayaan alamnya. Kekayaan alam ini merupakan salah satu nilai yang
sangat menarik bagi para investor untuk menanamkan modalnya baik itu di sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, perindustrian dan perdagangan, pertambangan, dan sebagainya. Meski kaya dengan berbagai
potensi alam, ternyata jumlah kemiskinanan cukup besar. Jumlah keluarga miskin di Propinsi ini berjumlah
212.800 atau sekitar 11 % dari jumlah penduduk.
Propinsi Kalimantan Tengah memiliki luas kawasan hutan terluas ke-3 di Indonesia setelah Papua dan
Kalimantan Timur. Kawasan Hutan Propinsi Kalimantan Tengah yang ditetapkan berdasarkan hasil paduserasi
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 3
TGHK dan RTRWP pada Oktober 1999 adalah seluas 10.735.935 ha.2 Luas kawasan hutan ini mencakup 69,9
% dari luas Kalimantan Tengah.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi 1999, bentang alam wilayah Kalimantan Tengah
ditunjukkan table di bawah ini.
2 Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan, Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah,
Sampai tahun 2007, hutan konservasi yang telah ditunjuk dan ditetapkan sejumlah 4 unit Cagar Alam, 2
Unit Taman Nasional dan 2 unit Taman Wisata:4
Tabel 2.4. Hutan Konservasi di Kalimantan Tengah
No Nama Kawasan Kabupaten Fungsi Luas (Ha) SK Penetapan
1. Bukit Tangkling Palangkaraya Cagar Alam 2.061 46/Kpts/Um/1/1977
2. Pararaen I/II Barito Utara Cagar Alam 6.200 705/Kpts/Um/1979
3. Bukit Sapat Hawung Cagar Alam 239.000 174/Kpts/Um/3/1983
4. Lamandau Cagar Alam 76.110 162/KptsII/1998
5. Tanjung Putting Kotawaringin Taman Nasional 415.040 687/KptsII/1996
Barat/Timur
6. Sebangau Katingan,Pulang Pisau, Taman Nasional 568.700 SK No.423/Menhut-
Palangkaraya II/2004
4 Diolah dari Buku Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah dan ditambah data terbaru terkait
Karena sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah berhutan, maka sektor kehutanan menjadi
primadona dalam mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah. Sektor ini merupakan salah satu sektor andalan
Kalimantan Tengah yang dapat mendongkrak pendapatan daerah. Dari tahun ke tahun, produksi kayu bulat di
Kalimantan termasuk penyumbang terbesar produksi kayu nasional. Misalnya, Menurut Buku Eksekutif Data
Strategis Kehutanan Tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, produksi kayu bulat secara
nasional pada tahun 2005 berjumlah 24.222.638 m3.5 Dari jumlah tersebut, Kalimantan Tengah memberikan
kontribusi kayu bulat sebesar 4.213.751 m3 atau sekitar 17,4 % dari produksi nasional. Sedangkan tahun 2006,
Kalimantan Tengah memproduksi kayu bulat sebesar 1.499.699 m3 dari produksi nasional sebesar 21.792.144
m36.
4,500,000
4,000,000
3,500,000
3,000,000
2,500,000
2,000,000
1,500,000
1,000,000
500,000
-
1999/2000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Produksi Kayu Bulat 4,198,99 1,281,43 593,499 602,676 1,594,81 1,096,63 4,213,751 1,499,69
Departmen Kehutanan, Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2007, dapat diakses secara online di
5
http://www.dephut.go.id/Halaman/Buku-buku/2007/strategis07/IV3.pdf
6 Ibid
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 6
Data yang terdapat dalam situs Pemerintah Provinsi Kalteng7 terkait produksi kayu bulat berbeda jauh
dengan data Departemen Kehutanan. Misalnya pada tahun 2001, Dephut mencatat bahwa produksi kayu bulat
berjumlah 593.499 m3. Menurut catatan Pemprov Kalteng, produksi kayu bulat yang berasal dari areal HPH
seluruhnya berjumlah 1.743.753,96 m3 atau 3 kali lipat dari catatan Dephut untuk kayu bulat.8 Kayu bulat yang
berasal dari areal Izin Pemanfaatan Kayu berjumlah 29.961 m3.9 Total keseluruhan kayu bulat untuk tahun 2001
yang dihimpun Dinas Kehutanan sebesar 1.773.714,96 m3.
Selain itu berdasarkan data yang ada pada Kantor Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah,
untuk tahun pengusahaan 2002, total produksi kayu bulat (Log) yang berasal dari areal HPH seluruhnya
sebanyak 1.479.322,32 M3.10 Sedangkan khusus untuk produksi kayu bulat (log) yang berasal dari areal Izin
Pemanfaatan Kayu, total produksinya pada tahun 2002 sebesar 429.444,48 M3 terdiri dari IPK HTI sebesar
110.469,98 M3 dan IPK selain HTI sebesar 318.974,5 M3.11 Data total kayu bulat dari HPH dan IPK yang
dihimpun oleh Dinas Kehutanan Kalteng berjumlah 1.908.766,7 m3. Padahal jumlah produksi kayu bulat yang
dihimpun oleh Departemen Kehutanan untuk wilayah Kalimantan Tengah tahun 2002 berjumlah 602.676 m3.
Berdasarkan data yang ada pada Kantor Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah, untuk tahun
pengusahaan 2003, total produksi kayu bulat (Log) yang berasal dari areal HPH seluruhnya sebanyak
1.624.094,55 m3.12 Sedangkan khusus untuk produksi kayu bulat (log) yang berasal dari areal Izin Pemanfaatan
Kayu, total produksinya pada tahun 2003 sebesar 607.046,84 m3. Jadi total kayu bulat untuk tahun 2003
berjumlah 2.231.141,39 m3. Padahal menurut catatan Departemen Kehutanan, total kayu bulat untuk tahun
2003 berjumlah 1.594.811 m3.
Tabel 2.5. Perbandingan Data Produksi Kayu yang Dikeluarkan Departemen Kehutanan dengan
Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah
Instansi 2001 2002 2003
Dephut 593.449,00 m3 602.676,00 m3 1.594.811 m3
Dinas Kehutanan 1.773.714,96 m3 1.908.766,7 m3 2.231.141,39 m3
Sumber: Departemen Kehutanan dan Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah
http://www.kalteng.go.id
7
8Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Kehutanan Kalimantan Tengah Tahun 2001, diakses di
http://www.kalteng.go.id/indo/Kehutanan2.htm
9 Ibid
10 Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Resume Kehutanan Tahun 2002, diakses di
http://www.kalteng.go.id/indo/Kehutanan2002.htm
11 Ibid
12 Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Resume Kehutanan Tahun 2003, diakses di
http://www.kalteng.go.id/indo/Kehutanan2003.htm
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 7
Versi lain terkait data kayu bulat di Kalimantan Tengah juga dimiliki oleh Badan Pusat Statistik
Kalimantan Tengah. Menurut catatan BPS Kalteng, Produksi kayu bulat dari IUPHHK13 pada tahun 2002
berjumlah 1.338.236,71 m3.14 Sedangkan untuk tahun 2003 berjumlah 2.008.338,02 m3.15 Padahal menurut
klaim pihak BPS Kalteng, data itu bersumber dari Seksi Rencana Pengusahaan Hutan Sub Dina BUK dan Seksi
Peredaran Hasil Hutan Sub Dinas PHH.
Tabel 2.6. Produksi Kayu Bulat Kalteng dari IUPHHK Menurut BPS
Produksi kayu bulat Kalimantan Tengah disokong oleh perusahaan-perusahaan pemilik Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri (HTI), Izin Lainnya
yang Sah (ILS). Sampai dengan bulan Juli 2001 terdapat 63 unit perusahaan IUPHHK Hutan Alam (dulu disebut
HPH) dengan total luas 5.203.256 ha. Pada bulan Agustus 2006, pemilik IUPHHK Hutan Alam menurun menjadi
62 perusahaan dengan luas hutan 4.603.723 ha. Sedangkan untuk perusahaan pemilik IUPHHK HTI berjumlah
22 dengan total luas 525.639 ha (Data Dephut Sampai Agustus 2006). Kontribusi kayu bulat dari hutan alam
menyumbang cukup besar dari total keseluruhan kayu bulat yang diambil dari hutan Kalimantan Tengah.
13 Belum bisa dipastikan apakah data kayu bulat yang dihimpun BPS Kalteng berasal dari IUPHHK Hutan Alam saja
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 8
Menurut Dinas Kehutanan Kalteng, kapasitas terpasang Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) di
Kalimantan Tengah untuk tahun 2001 sebesar 1.004.775 m3/tahun.16 Kayu olahan yang dihasilkan sebesar
201.832 m3 dengan jenis produk berupa plywood, kayu gergajian, moulding/dowel, vener, block board dan
lumber core. Untuk tahun 2002 tidak ada perbedaan terkait kapasitas terpasang IPKH. Jumlah perusahaan IPKH
yakni 164 unit.17 Sedangkan untuk produksi kayu olahan Propinsi Kalimantan Tengah Tahun 2002 sampai
dengan bulan November 2002, berdasarkan daftar Gabungan Produksi Kayu Olahan (DGLPKO) sebesar
337.871 M3 dengan jenis Produk berupa Plywood, Kayu Gergajian, Moulding/Dowel, Veneer, Block Board dan
Lumber Core.
Pada tahun 2003, kapasitas terpasang Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) di Kalimantan Tengah
menurun menjadi 479.145 m3/tahun dengan jumlah IPKH 115 Unit.18 Untuk produksi kayu olahan Propinsi
Kalimantan Tengah Tahun 2003 sampai dengan bulan Nopember 2003, berdasarkan Daftar Gabungan Produksi
Kayu Olahan (DGLPKO) sebesar 348.014,95 m3 dengan jenis Produk berupa Plywood, Kayu Gergaji-an,
Moulding/Dowel, Veneer, Block Board dan Lumber Core.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Kehutanan Kalimantan Tengah Tahun 2001, diakses di
16
http://www.kalteng.go.id/indo/Kehutanan2.htm
http://www.kalteng.go.id/indo/Kehutanan2003.htm
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 9
Seperti yang dijelaskan di atas, sebagian besar kondisi geografis Kalimantan Tengah terdiri dari hutan.
Namun, dalam kurun waktu 2001 hingga 2007 terjadi deforestasi besar-besaran di wilayah Kalimantan Tengah.
Menurut penelitian yang dilakukan ELSDA Institute, dalam kurun waktu 6 tahun terjadi deforestasi 780.200,3 ha.
Wilayah deforestasi yang paling parah terjadi di daerah luar konsesi yakni sebesar 534.893,1 ha. Praktek
penebangan di luar konsesi mengakibatkan kerugian negara yang besar. Pemerintah pusat dan daerah
kehilangan pendapatan dari DR PSDH akibat praktek illegal logging.
Untuk mengetahui siapa saja yang menampung kayu illegal logging sebenarnya dapat dilakukan
dengan instrumen pengelolaan hutan terpadu. Instrumen pengelolaan hutan terpadu bertujuan untuk
memetakan kondisi hutan, profil perusahaan kehutanan dan produksi kayu tiap tahun yang diambil dari
Kalimantan Tengah. Dengan adanya pemetaan tersebut, kita dapat mengetahui kondisi pengelolaan hutan di
Kalimantan Tengah. Pemetaan kondisi hutan digunakan untuk mengetahui kualitas hutan secara riil. Pemetaan
ini dilakukan dengan menggunakan Geographic Information System (GIS). Luasan hutan yang terkini dapat
diketahui dengan GIS. Lokasi deforestasi dan perusahaan kehutanan yang tidak melakukan pengelolaan hutan
lestari juga bisa dianalisis dengan GIS. Para pihak yang bertanggung jawab atas setiap kerusakan hutan dapat
dilihat dari analisis GIS.
Setelah mengetahui kondisi hutan di lapangan, langkah selanjutnya melakukan pembuatan profil
perusahaan kehutanan. Pembuatan profil ini penting dalam rangka menertibkan pasokan kayu illegal logging.
Salah satu penyebab terjadinya illegal logging yakni ketimpangan pasokan dan permintaan kayu. Untuk itulah,
perusahaan / industri kehutanan yang tidak mempunyai pasokan kayu yang jelas, izinnya harus dicabut.
Penertiban ini sangat penting dalam rangka menyeimbangkan pasokan dan permintaan kayu.
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 10
Dalam rangka mendukung pengelolaan hutan terpadu di Kalimantan Tengah, maka perlu dibentuk
Kelompok Kerja yang tediri atas:
Untuk tahap awal pembentukan Kelompok Kerja Pengelolaan Hutan Terpadu, perlu dilaksanakan
lokakarya dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait. Tujuan dilaksanakan lokakarya yakni untuk menyatukan
persepsi tentang pentingnya monitoring profil perusahaan kehutanan. Di dalam lokakarya tersebut, masing-
masing instansi akan memaparkan tentang peranan dan kinerja mereka dalam Kelompok Kerja Pengelolaan
Hutan Terpadu.
Di samping itu perlu dijelaskan bahwa pemberantasan illegal logging membutuhkan kerja sama intens,
tukar menukar informasi atau data supaya dapat menutupi kelemahan dari masing-masing instansi.
Pengungkapan kejahatan kehutanan membutuhkan sarana/prasarana dan teknologi yang memadai. Aparat
penegak hukum tidak dapat sendirian dalam mengungkap kasus.
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 11
3.1. Memetakan Data dan Kondisi Hutan di Kalteng
Di dalam pemetaan data dan kondisi hutan di Kalteng ada tiga kegiatan yang dilakukan.
Pertama, digitasi tutupan lahan. Dalam hal sistem informasi data hutan, sepertinya Indonesia kurang
akurat dalam menginventarisasi. Ada banyak versi data yang terkait tentang hutan Indonesia.
Departemen Kehutanan menganut faham bahwa data hutan yang benar adalah data hutan yang
ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan. Padahal data hutan yang
dikeluarkan Departemen Kehutanan tidak update dan tidak mengikuti perkembangan waktu.
Untuk itulah digitasi tutupan lahan sangat penting untuk mengetahui perkembangan hutan
secara riil. Digitasi lahan harus dilakukan secara per periodik misalnya tiap 3 bulan atau 6 bulan. Data
hasil digitasi harus dipublikasikan kepada masyarakat supaya masyarakat bisa tahu tentang kondisi
hutan yang dimilikinya. Berdasarkan data GIS tutupan lahan yang diolah ELSDA Institute, wilayah hutan
yang riil tahun 2007 jauh berbeda dengan peta RTRWP Kalimantan Tengah Tahun 1999.
Gambar 4.2. Peta Deforestasi Kalimantan Tengah 2001‐2007
Kedua, analisis deforestasi. Analisis deforestasi sangat penting untuk mengetahui sejauh
mana, pemerintah dan perusahaan dalam mengelola hutan. Analisis ini membantu mendeteksi
perusahaan yang over eksploitasi dalam menebang hutan dan mengetahui terjadinya illegal logging di
Kawasan Konservasi. Indikator terjadinya deforestasi dapat menjadi petunjuk kepada penegak hukum
untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada perusahaan yang bersangkutan. Dephut juga
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 12
harus menerapkan sanksi administrasi bila melanggar ketentuan Peraturan Menteri Kehutanan.
Dijatuhkannnya sanksi administrasi tidak menutup kemungkinan dilanjutkannya proses pidana karena
telah merusak lingkungan. Analisis deforestasi juga dapat dapat digunakan mengetahui ada atau
tidaknya kerusakan hutan secara dini di kawasan konservasi.
Berdasarkan data GIS, Kabupaten di Kalimantan Tengah yang mengalami banyak deforestasi
yakni Kabupaten Barito Utara. Tingginya tingkat deforestasi menunjukkan bahwa pemerintah dan
perusahaan tidak melakukan pengelolaan hutan secara lestari.
Ketiga, analisis jatah tebang lestari. Analisis untuk mengetahui ketaatan perusahaan dalam
menerapkan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (bagi perusahan IUPHHK Hutan Alam). Indikator ini
berguna dalam mengukur dan menganalisis keberlanjutan hutan di Kalimantan Tengah. Dengan
indikator ini, maka kita dapat menilai apakah Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang diajukan perusahaan
tidak over eksploitasi. Realisasi hasil penebangan juga perlu dibandingkan indikator jatah tebang lestari.
3.2. Membuat Profil Perusahaan Kehutanan
Profil perusahaan kehutanan sangat penting untuk mendukung penerapan instrumen anti
pencucian uang. Penyebab minimnya hasil analisis transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan
PPATK dan perbankan terkait dengan kasus illegal logging, karena PPATK belum memiliki profil
perusahaan kehutanan. Dengan tidak adanya data profil perusahaan yang komprehensif, maka akan
menyulitkan PPATK untuk menganalisis transaksi dari perusahaan kehutanan apakah merupakan
transaksi yang normal atau mencurigakan.
Di samping mempermudah PPATK untuk analisis transaksi mencurigakan, profil tersebut juga
dapat diberikan kepada bank-bank maupun Penyedia Jasa Keuangan lainnya untuk menerapkan
prinsip kehati-hatian. Profil perusahaan kehutanan akan menjadi acuan terkait transaksi keuangan yang
normal.
Dalam praktek illegal logging, sistem keuangan merupakan media vital kejahatan pencucian
uang. Sistem keuangan juga memungkinkan bandar kayu mentransfer dananya untuk menyuap
pegawai kehutanan, aparat militer dan polisi, membayar perusahaan jasa angkutan, serta melakukan
transaksi pembayaran dengan pembeli kayu di dalam maupun luar negeri. Bank dan Penyedia Jasa
Keuangan tidak hanya berperan sebagai perantara keuangan untuk transaksi kehutanan yang legal,
tapi juga dapat terlibat sebagai perantara transaksi kehutanan yang ilegal. Jika Penyedia Jasa
Keuangan mendeteksi transaksi di luar normal, maka mereka harus melaporkan ke PPATK. PPATK
akan melakukan analisis perihal dugaan terjadinya pencucian uang.
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 13
Pemilik
Perizinan
Aset dan Modal
Kapasitas Produksi
Analisis Arus Uang
Analisis PNBP
Track Record dalam Kejahatan
Profil perusahaan kayu dapat dilihat dari kapasitas terpasang industrinya. Contoh dari redflags
yang dapat digunakan untuk perusahaan HPH dan HTI adalah:19
Rasio jumlah pendapatan (omzet) dengan rencana produksi kayu tahunan atau RKT
Rasio jumlah pembayaran DR dan PSDH dengan RKT
Frekuensi dan nilai transaksi
Sedangkan contoh redflags untuk perusahaan industri kayu (sawmill, plywood, dan pulp) adalah: 20
3.3. Analisis Data PNBP dengan Produksi Kayu
Seperti yang dipaparkan bagian 2.3 data jumlah kayu bulat yang diproduksi di Kalimantan
Tengah ada banyak versi. Data yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan sangat jauh berbeda
dengan data dari Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah. Jika memang telah terjadi perbedaan data kayu
bulat, tentu saja ada pihak-pihak yang membantu penggelapan DR-PSDH. Bisa saja, perusahaan yang
melakukan manipulasi pembayaran DR-PSDH dan dibantu oleh oknum pemerintah.
BPK dapat melakukan audit PNBP. Mereka dapat membandingkan dan melakukan verifikasi
data dari dua instansi tersebut. Jika memang ada kesengajaan dari pejabat pemerintah dalam
manipulasi DR-PSDH, BPK dapat menyerahkan hasil investigasinya ke KPK atau Kepolisian.
19 Bambang Setiono, “Analisis Kasus Illegal logging di Kabupaten Katingan….”, hlm 33
20 Ibid
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 14
Di Kalimantan Tengah, total Penerimaan negara dari sektor kehutanan untuk tahun 20001
(periode Januari 2001 s/d Nopember 2001), menurut data yang ada pada kantor Dinas Kehutanan
Propinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data penerbitan dokumen, PSDH sebesar Rp.
81.166.726.203,23 dan DR sebesar US$. 19.757.298,29. Jika kita menggunakan asumsi bahwa
PSDH yang dibayarkan untuk tiap meter kubik kayu sebesar Rp 64.000,-(Harga kayu meranti untuk
tahun 2001 = Rp 640.000/m3), maka seharusnya jumlah kayu bulat yang ditebang sejumlah
1.268.230,097 m3. Padahal jumlah kayu bulat menurut data Dinas Kehutanan untuk tahun 2001
sebesar 1.773.714,96 m3 dan menurut data Dephut sebesar 593.449,00 m3.
Sedangkan untuk tahun 2002 (periode Januari 2002 s/d Desember 2002), menurut data yang
ada pada kantor Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data penerbitan dokumen,
jumlah PSDH sebesar Rp. 106.438.402.625,52 dan DR sebesar US$. 14.816.651,01,- dan Rp.
11.159.290.677,-. Pada tahun 2002, harga kayu meranti untuk semester I sebesar Rp 640.000 dan
Semester II sebesar Rp 500.000, maka rata-rata harga kayu meranti Rp 570.000,- per meter kubik. Jika
kita menggunakan asumsi PSDH yang dibayarkan untuk tiap meter kubik sebesar Rp 57.000, maka
seharusnya jumlah kayu bulat yang ditebang sejumlah 1.867.340,39 m3. Menurut data Dinas
Kehutanan, jumlah produksi kayu 2002 sebesar 1.908.766,7 m3, sedangkan data Departemen
Kehutanan sejumlah 602.676,00 m3.
Untuk tahun 2003 (periode Januari 2003 s/d Desember 2003), menurut data yang ada pada
kantor Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah berdasarkan data penerbitan dokumen, PSDH
sebesar Rp.103.355.218.978,88 dan DR sebesar US$. 28.214.771,12,- dan Rp.34.113.422.346,40,-.
Untuk tahun 2002, PSDH yang dibayarkan untuk kayu meranti sebesar Rp 50.000,-. Karena itu kayu
yang ditebang seharusnya berjumlah 2.067.104,38 m3. Padahal menurut Dinas Kehutanan, produksi
kayu untuk tahun 2003 berjumlah 2.231.141,39 m3 dan Departemen Kehutanan sebesar 1.594.811 m3.
3.4. Analisis Perizinan Kehutanan
P ROSEDURAL P ERIZINAN
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 15
Salah satu cara mempermasalahkan izin tersebut yakni dengan menggunakan instrumen anti
korupsi.
Metode ini diterapkan terhadap Waskito (Mantan Dirjen PHP Dephutbun) dalam
kasus sejuta hektar kelapa sawit. Dalam kasus tersebut, Waskito selaku Dirjen PHP
menerbitkan 10 Izin Prinsip Izin Pemanfaatan Kayu yang tidak memenuhi ketentuan
penerbitan persetujuan prinsip, sesuai yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan No. 538/Kpts-II/1999, tanggal 12 Juli 1999 tentang Izin
Pemanfaatan Kayu karena:
Menurut Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 538 Tahun 1999,
Waskito memang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan IPK. Namun, yang
dipermasalahkan dari keluarnya PK tersebut yakni prosedur peizinannya bermasalah.
Karena prosedur menyalahi aturan dan merugikan keuangan negara, maka perbuatan
Waskito merupakan tindak pidana korupsi.
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 16
S UBSTANSI P ERIZINAN
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 17
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 18
GAMBAR 4.3.
Sedangkan PT Borneo Prima dan PT Maruwai Coal masih dalam tahap pengajuan
permohonan izin pertambangan di hutan lindung. Ketiga perusahaan tidak termasuk daftar perusahaan
pertambangan yang mendapat izin di hutan lindung.
a. Pengelolaan hutan di Kalimantan Tengah masih belum dilaksanakan secara terpadu. Hal ini dapat
dilihat dari simpang siurnya data kehutanan dan kurang transparansinya data tersebut disajikan ke
publik. Dengan minimnya integrasi data tersebut, maka tidak ada data valid mengenai jumlah kayu yang
diambil dari Kalimantan Tengah. Tentu saja, hal ini akan menyulitkan pendeteksian illegal logging sulit
dilakukan.
b. Untuk mengetahui siapa saja yang menampung kayu illegal logging sebenarnya dapat dilakukan
dengan instrumen pengelolaan hutan terpadu. Instrumen pengelolaan hutan terpadu bertujuan untuk
memetakan kondisi hutan, profil perusahaan kehutanan dan produksi kayu tiap tahun yang diambil dari
Kalimantan Tengah.
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 19
4.2. Saran
Kertas Kerja No. 2/AH‐2/04/2008 ELSDA Institute Page 20