You are on page 1of 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Pengertian Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang obyektif (Robbins, 2006). Menurut Daviddof, persepsi adalah suatu proses yang dilalui oleh suatu stimulus yang diterima panca indera yang kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu menyadari yang diinderanya itu. Atkinson dan Hilgard mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Anonim, 2009). Menurut Walgito, proses terjadinya persepsi tergantung dari pengalaman masa lalu dan pendidikan yang diperoleh individu. Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi

Universitas Sumatera Utara

dengan interpretation, begitu juga berinteraksi dengan closure. Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting

dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh (Anonim, 2009). Menurut Notoatmodjo (2005), ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus masuk dalam rentang perhatian seseorang. Faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut. 1. Faktor Eksternal a. Kontras Cara termudah dalam menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik warna, ukuran, bentuk atau gerakan. b. Perubahan Intensitas Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian seseorang. c. Pengulangan (repetition) Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus tersebut tidak termasuk dalam rentang perhatian kita, maka akan mendapat perhatian kita. d. Sesuatu yang baru (novelty)

Universitas Sumatera Utara

Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita ketahui. e. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian seseorang. 2. Faktor Internal a. Pengalaman atau pengetahuan Pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang kita peroleh. Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi. b. Harapan (expectation) Harapan terhadap sesuatu akan mempengaruhi persepsi terhadap stimulus. c. Kebutuhan Kebutuhan akan menyebabkan seseorang menginterpretasikan stimulus secara berbeda. Misalnya seseorang yang mendapatkan undian sebesar 25 juta akan merasa banyak sekali jika ia hanya ingin membeli sepeda motor, tetapi ia akan merasa sangat sedikit ketika ia ingin membeli rumah. d. Motivasi Motivasi akan mempengaruhi persepsi seseorang. Seseorang yang termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan menginterpretasikan rokok sebagai sesuatu yang negatif.

Universitas Sumatera Utara

e. Emosi Emosi seseorang akan mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus yang ada. Misalnya seseorang yang sedang jatuh cinta akan mempersepsikan semuanya serba indah. f. Budaya Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan

mempersepsikan orang-orang di luar kelompoknya sebagai sama saja. 2.2 Perilaku Hidup Sehat Menurut Becker yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya dimana perilaku ini mencakup antara lain: 1. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet). Menu seimbang adalah dalam arti kualitas mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan kuantitas menyatakan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. 2. Olahraga teratur yang mencakup kualitas dan kuantitas dalam arti frekuensi dan waktu yang digunakan untuk olahraga.

Universitas Sumatera Utara

3. Tidak merokok. Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Perilaku merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif bagi kesehatan manusia. 4. Tidak minum-minuman keras dan narkoba. Kebiasaan minum miras dan menggunakan narkoba akhir-akhir ini cenderung meningkat. Sekitar 1% penduduk Indonesia dewasa diperkirakan sudah mempunyai kebiasan sendiri. 5. Istirahat cukup, dengan meningkatnya kebutuhan hidup akibat tuntutan dan penyesuaian dengan lingkungan modern mengharuskan orang untuk bekerja keras dan berlebihan sehingga kurang waktu istirahat. 6. Mengendalikan stres. Stress akan terjadi pada siapa saja, apalagi akibat tuntutan hidup yang keras. Kecenderungan stres akan meningkat pada setiap orang. Stres tidak dapat dihindari yang penting agar stres tidak mengganggu kesehatan, dengan cara mengendalikan dan mengelola stres dengan kegiatan-kegiatan positif. 7. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya tidak bergantiganti pasangan, penyesuaian diri dengan lingkungan. 2.3 Teori yang Memengaruhi Persepsi 2.3.1 Health Belief Model Menurut Edberg (2007), Health Belief Model (HBM) merupakan teori yang paling luas digunakan. HBM dicetuskan pada tahun 1950-an berkat penelitian psikolog sosial dari U.S Public Health Service (USPHS) yakni Godfrey Houchbaum, Irwin Rosenstock, dan Stephen Kegeles.

Universitas Sumatera Utara

HBM dalam promosi kesehatan harus memperhatikan komponen-komponen atau konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang mempengaruhi perilaku. Komponen-komponen model hubungan kesehatan dengan kepercayaan (HBM) adalah: 1. Persepsi kerentanan. Derajat risiko yang dirasakan seseorang terhadap masalah kesehatan. 2. Persepsi keparahan. Tingkat kepercayaan seseorang bahwa konsekuensi masalah kesehatan yang akan menjadi semakin parah. 3. Persepsi manfaat. Hasil positif yang dipercaya seseorang sebagai hasil dari tindakan. 4. 5. Persepsi hambatan. Hasil negatif yang dipercayai sebagai hasil dari tindakan. Petunjuk untuk bertindak. Peristiwa eksternal yang memotivasi seseorang untuk bertindak. 6. Efikasi diri. Kepercayaan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan tindakan. 2.3.2 Teori Stimulus-Organisme-Respon Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas dan kepemimpinan akan berpengaruh pada perubahan perilaku seseorang atau sekelompok orang. Menurut Hosland, et al (1953) dalam Notoatmodjo (2003)

Universitas Sumatera Utara

mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar yang terdiri dari: 1. Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Jika stimulus ditolak maka stimulus tersebut tidak efektif. Tetapi bila stimulus diterima maka ada perhatian dan stimulus efektif. 2. Apabila stimulus mendapat perhatian maka stimulus akan dilanjutkan pada proses selanjutnya. 3. Setelah organisme mengolah stimulus tersebut hingga kesediaan untuk bertindak akan diterima (bersikap) 4. Adanya dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan adanya efek tindakan (perubahan perilaku). Pada penelitian ini lebih dibahas mengenai tahap terbentuknya sebuah komitmen dan dukungan kebijakan yang siap untuk direalisasikan. 2.4. Perilaku Merokok dan Alasan Merokok

2.4.1. Perilaku Merokok Perilaku merokok merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya dilakukan oleh orang tua, perilaku merokok juga dilakukan oleh remaja bahkan anak kecil, baik itu dilakukan secara sembunyisembunyi maupun terang-terangan. Perilaku merokok merupakan aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya yang diukur melalui intensitas merokok, tempat merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya perilaku merokok merupakan sebuah perilaku yang kompleks yang melibatkan beberapa tahap. Perilaku merokok pada remaja umumnya melalui serangkaian tahapan yang ditandai oleh frekuensi dan intensitas merokok yang berbeda pada setiap tahapnya dan seringkali puncaknya adalah menjadi tergantung pada nikotin. Menurut Leventhal & Cleary (1980) yang dikutip oleh Tarigan (2008), terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga seorang individu benar-benar menjadi perokok, yaitu: 1. Tahap Preparation Pada tahap ini, seorang individu mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok. Anak-anak mengembangkan sikap terhadap rokok dan sebelum mencobanya mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa merokok itu. Sikap ini merupakan sesuatu yang penting dalam perkembangan kebiasaan merokok nantinya. Dalam sebuah penelitian, pernyataan yang dimaksudkan untuk mencoba rokok terbukti menjadi prediktor terbaik bagi terbentuknya perilaku merokok selanjutnya. Tahap persiapan (prepatory stage) melibatkan persepsi tentang apa yang dilibatkan dalam merokok dan apa fungsi merokok. 2. Tahap Initiation Tahap initiation adalah tahap ketika seseorang benar-benar merokok untuk pertama kalinya. Tahap ini merupakan tahap kritis bagi seseorang untuk menuju tahap becoming a smoker. Pada tahap ini, seorang individu akan memutuskan untuk melanjutkan percobaannya atau tidak. Meskipun rasa serak yang timbul ketika pertama kali mencoba rokok merupakan faktor penting yang mendasari keputusan ini, tampaknya tidak mungkin bahwa perbedaan individu dalam hal

Universitas Sumatera Utara

respon fisiologis terhadap rokok dan terhadap rasa panas dapat dipandang sebagai alasan utama bagi mereka yang ingin berhenti dan tidak

menginginkannya. Hal tersebut memainkan peran penting dalam adaptasi perilaku merokok. 3. Tahap Becoming a Smoker Merokok empat batang rokok sudah cukup membuat orang untuk merokok pada masa dewasa dan dapat membuat mereka jadi tergantung melalui percobaan berulang dan pemakaian secara teratur. Dibutuhkan 2 tahun atau lebih untuk menjadi seorang perokok berat (yang terus-menerus merokok) dihitung dari waktu pertama kali merokok atau hanya kadang-kadang mencoba rokok, ini adalah tahap becoming a smoker. 4. Tahap Maintenance of Smoking Pada tahap ini merokok sudah menjadi bagian dari cara pengaturan diri (selfregulating) seseorang dalam berbagai situasi dan kesempatan. Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan. dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa orang yang merokok merasa rileks saat merokok karena mereka mengatribusikan semua gejala yang muncul saat merokok ke dalam rokoknya. Alasan merokok bagi sebagian perokok adalah untuk meringankan kecemasan dan ketegangan, sedangkan lainnya karena ingin memunculkan efek stimulan (perangsang), iseng-iseng, dan merasa santai (Psikologi Indonesia Forum, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.4.2

Alasan-alasan Merokok Menurut Sue Amstrong yang dikutip oleh Sihombing (2007) ada beberapa

alasan orang dewasa merokok: 1. Mereka benar-benar menikmatinya sewaktu merokok. Mereka bahkan tidak mampu menahan diri meskipun menyadari bahwa kesehatannya dipertaruhkan untuk kesenangan tersebut. 2. Mereka menjadi ketagihan terhadap nikotin dan tanpa nikotin hidup tersa hampa. 3. 4. Mereka menjadi terbiasa menghisap rokok agar dapat merasa santai. Tindakan mengambil sebatang rokok, menyulutnya dengan pemantik api, memandangi asap dan memegang sesuatu dalam tangannya telah menjadi bagian dari perilaku sosial mereka dan tanpa itu mereka akan merasa hampa. Dengan kata lain, merokok telah menjadi suatu kebiasaan. 5. Merokok adalah penopang bermasyarakat. Mereka mungkin seorang pemalu yang perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan malunya terhadap orang lain. Menurut Sitepoe (2000) yang mengutip Conrad dan Miler menyatakan bahwa seseorang akan menjadi perokok melalui: 1. Dorongan psikologis, merokok seperti rangsangan seksual, sebagai suatu ritual, menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan, dan

menunjukkan kedewasaan.

Universitas Sumatera Utara

2.

Dorongan fisiologis, adanya nikotin yang dapat mengakibatkan ketagihan (adiksi) sehingga ingin terus merokok.

2.5.

Rokok dan Unsur-unsur di Dalam Rokok

2.5.1. Rokok Rokok adalah silinder dari kertas yang berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter 10 mm berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain (Jaya, 2009). Di luar negeri bahan baku rokok hanya tembakau yang dikenal dengan istilah rokok putih, sedangkan di Indonesia bahan baku rokok adalah tembakau dan cengkeh atau disebut rokok kretek. Temperatur pada sebatang rokok yang sedang dibakar adalah 9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 300C untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok (Sitepoe, 2000). 2.5.2. Unsur-unsur di dalam rokok Di dalam rokok terdapat tembakau sebagai faktor penyebab utama munculnya penyakit. Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis zat kimia, 63 diantaranya karsinogen dan sejumlah kecil unsur beracun (Litin, 2002). Menurut Jaya (2009) dalam bukunya Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok, menyatakan setiap jenis dan merk rokok memiliki kadar kandungan zat kimia yang berbeda-beda. Namun yang paling dominan adalah nikotin dan tar. Beberapa jenis racun yang terkandung dalam sebatang rokok diantaranya: 1. 2. Aceton merupakan bahan pembuat cat. Naftalene adalah bahan untuk kapur barus.

Universitas Sumatera Utara

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Arsenik, sejenis racun yang dipakai untuk membunuh tikus. Tar, bahan karsinogen penyebab kanker. Methanol, bahan bakar roket. Vinil Chlorida, bahan plastik PVC. Fenol Butane, bahan bakar korek api. Potassium Nitrat, bahan baku pembuatan bom dan pupuk. Polonium-201, bahan radioaktif. Ammonia, bahan untuk pencuci lantai. DDT, digunakan untuk racun serangga. Hidrogen Cianida, gas beracun yang digunakan di kamar eksekusi hukuman mati.

13. 14. 15.

Nikotin, zat yang menimbulkan kecanduan. Cadmium, digunakan untuk aki mobil. Carbon Monoksida, mengikat oksigen dalam darah sehingga darah tidak menyuplai oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Biasanya terdapat pada knalpot kendaraan.

2.6. Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Tembakau yang ada pada rokok adalah produk konsumen yang secara unik berbahaya dan mematikan. Penggunaan tembakau tidak hanya menyakiti mereka yang mengonsumsinya tapi juga orang-orang lain yang terpapar asapnya (Crofton dan Simpson, 2002). Penyakit-penyakit yang terpicu karena merokok dan bisa menyebabkan kematian adalah:

Universitas Sumatera Utara

1.

Penyakit Kardiovaskuler Penyakit kardiovaskuler meliputi kondisi seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner, dan stroke. Satu-satunya efek kesehatan terpenting akibat merokok adalah peranannya dalam menimbulkan penyakit kardiovaskuler.

2.

Penyakit Kanker Paru Karena penyimpanan tar tembakau sebagian besar terjadi di paru-paru, maka kanker paru adalah jenis kanker yang paling umum disebabkan merokok. Tar tembakau menyebabkan kanker bilamana merangsang tubuh untuk waktu yang lama.

3.

Penyakit Saluran Pernapasan Merokok merupakan penyebab utama penykit paru-paru bersifat kronis dan obstruktif misalnya bronkitis dan emfisema. Sekitar 85% dari penderita penyakit ini disebabkan oleh rokok. Gejala yang ditimbulkan berupa batuk kronis, berdahak, dan gangguan pernapasan.

4.

Merokok dan Kehamilan Wanita perokok selama kehamilan akan lebih besar mengalami keguguran, kematian bayi atau bayi dengan berat badan rendah. Penelitian menunjukkan adanya hubungan langsung antara merokok selama kehamilan dan risiko sindrom kematian bayi secara mendadak.

5.

Merokok dan Alat Perkembangbiakan

Universitas Sumatera Utara

Merokok akan mengurangi akan terjadinya konsepsi (memiliki anak), fertilitas pria ataupun wanita perokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga akan mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita perokok akan mengalami menopause lebih cepat dibandingkan dengan bukan perokok. 6. Merokok dan Alat Pencernaan Sakit maag lebih banyak dijumpai pada mereka yang merokok. Merokok mengakibatkan penurunan tekanan pada ujung bawah dan atas lambung sehingga mempercepat terjadinya sakit maag. 7. Merokok Meningkatkan Tekanan Darah Merokok sebatang per hari akan meningkatkan tekanan darah sistolik 1025mmHg serta menambah detak jantung 5-20 kali per 1 menit. 8. Merokok Memperpendek Umur Penelitian di Amerika Serikat yang melibatkan 6813 pria, dibedakan menjadi bukan perokok, perokok sedang, dan perokok berat. Pada perokok berat 50% meninggal pada usia 47,5 tahun; 50% perokok sedang meninggal sesudah berumur 56 tahun dan 50% bukan perokok meninggal pada usia 58 tahun. Dengan kata lain merokok sama saja dengan memperpendek umur. 9. Merokok Bersifat Adiksi (Ketagihan) Didalam rokok terdapat nikotin yang diklasifikasikan sebagai obat yang bersifat kecanduan bila digunakan sehingga nikotin diklasifikasikan sebagai obat adiktif. 10. Merokok Membuat Lebih Cepat Tua

Universitas Sumatera Utara

Rokok mengakibatkan kulit menjadi mengerut, kering, pucat, dan mengeriput terutama di daerah wajah. Mekanisme ini terjadi akibat bahan kimia yang dijumpai dalam rokok mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah tepi dan di daerah terbuka, misalnya pada wajah. Wajah perokok menjadi tua dan jelek, mengeriput, kecoklatan, dan berminyak. 11. Kanker Mulut Merokok dapat menyebabkan kanker mulut, kerusakan gigi, dan penyakit gusi. 12. Osteoporosis Karbonmonoksida dalam asap rokok dapat mengurangi daya angkut oksigen darah perokok sebesar 15%, mengakibatkan kerapuhan tulang sehingga lebih mudah patah dan membutuhkan waktu 80% lebih lama untuk penyembuhan. Perokok juga lebih mudah menderita sakit tulang belakang. 13. Katarak Merokok mengakibatkan gangguan pada mata. Perokok mempunyai risiko 50% lebih tinggi terkena katarak, bahkan bisa menyebabkan kebutaan. 14. Kerontokan Rambut Merokok menurunkan sistem kekebalan, tubuh lebih mudah terserang penyakit seperti lupus erimatosus yang menyebabkan kerontokan rambut, ulserasi pada mulut, kemerahan pada wajah, kulit kepala dan tangan 2.7. Perokok Pasif Perokok pasif adalah mereka yang tidak merokok tetapi menghisap ETS (Environmental Tobacco Smoke). ETS adalah asap rokok utama dan asap rokok sampingan yang dihembuskan kembali oleh perokok. Bagi orang yang tidak

Universitas Sumatera Utara

merokok, asap rokok selalu tidak menyenangkan, berbau, mengiritasi hidung dan mata. Risiko menghirup asap rokok orang lain tidak sebesar menghirup asap rokok sendiri, tetapi risikonya tetap bermakna (Crofton dan Simpson, 2002). Berdasarkan kutipan Law dan Hackshaw dalam Crofton dan Simpson (2002), 34 penelitian mengenai kanker paru menunjukkan suatu kombinasi peningkatan risiko 24% lebih tinggi kejadian kanker paru pada mereka yang terpajan asap rokok dalam rumah. Karena adanya risiko ini, berbagai upaya dilakukan oleh banyak negara untuk melindungi mereka yang bukan perokok dari asap rokok. Melalui perundangan dan persuasi, makin banyak alat transportasi, tempat-tempat umum, tempat kerja, dan rumah menjadi kawasan tanpa asap rokok. Sekitar 65,6 juta wanita dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap rokok atau menjadi perokok pasif. Mereka pun rentan terkena berbagai penyakit seperti bronkitis, kanker usus, kanker hati, stroke, dan berbagai penyakit akibat asap rokok. Soewarno Kosen mengungkapkan bahwa banyak warga Indonesia terpapar asap rokok karena 91,8% perokok merokok di rumah (Zulkifli, 2010). 2.8. Mitos dan Fakta Tentang Rokok dari Aspek Ekonomi Adapun mitos dan fakta mengenai rokok yang dikutip dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA): 1. Mitos: Industri rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah besar.

Universitas Sumatera Utara

Fakta: Penelitian dari World Bank telah membuktikan bahwa rokok merupakan kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara dari industri rokok (pajak dan sebagainya) mungkin saja berjumlah besar, tapi kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh lebih besar. Biaya tinggi harus dikeluarkan untuk membayar biaya penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari bekerja, hilangnya produktifitas dan pemasukan, kematian prematur, dan juga membuat orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok. Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi perokok pasif. Selain itu penderitaan juga bagi mereka yang harus kehilangan orang yang dicintainya karena merokok. Semua ini merupakan biaya tinggi yang harus ditanggung. 2. Mitos: Mengurangi konsumsi rokok merupakan isu yang hanya bisa diatasi oleh negara-negara kaya. Fakta: Sekarang ini kurang lebih 80% perokok hidup di negara berkembang dan angka ini sudah tumbuh pesat dalam beberapa dekade saja. Diperkirakan pada tahun 2020, 70% dari seluruh kematian yang disebabkan rokok akan terjadi di negara-negara berkembang, naik dari tingkatan sekarang ini yaitu 50%. Ini berarti dalam beberapa dekade yang akan datang negara-negara berkembang akan berhadapan dengan biaya yang semakin tinggi untuk membiayai perawatan kesehatan para perokok dan hilangnya produktifitas.

Universitas Sumatera Utara

3.

Mitos: Pengaturan yang lebih ketat terhadap industri rokok akan berakibat hilangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau dan pabrik rokok. Fakta: Prediksi mengindikasikan dengan jelas bahwa konsumsi rokok global akan meningkat dalam tiga dekade ke depan, walau dengan penerapan pengaturan tembakau di seluruh dunia. Memang dengan berkurangnya konsumsi rokok, maka suatu saat akan mengakibatkan berkurangnya pekerjaan di tingkat petani tembakau. Tapi ini terjadi dalam hitungan dekade, bukan semalam. Oleh karenanya pemerintah akan mempunyai banyak kesempatan untuk merencanakan peralihan yang berkesinambungan dan teratur. Para ekonom independent yang sudah mempelajari klaim industri rokok, berkesimpulan bahwa industri rokok sangat membesar-besarkan potensi kehilangan pekerjaan dari pengaturan rokok yang lebih ketat. Di banyak negara produksi rokok hanyalah bagian kecil dari ekonomi mereka. Penelitian yang dilakukan oleh World Bank mendemonstrasikan bahwa pada umumnya negara tidak akan mendapatkan pengangguran baru bila konsumsi rokok dikurangi. Beberapa negara malah akan memperoleh keuntungan baru karena konsumen rokok akan mengalokasikan uangnya untuk membeli barang dan jasa lainnya. Hal ini tentunya akan membuka kesempatan untuk terciptanya lapangan kerja baru.

4.

Mitos: Pemerintah akan kehilangan pendapatan jika mereka menaikan pajak terhadap industri rokok karena makin sedikit orang yang akan membeli rokok.

Universitas Sumatera Utara

Fakta: Bukti sudah jelas: perhitungan menunjukkan bahwa pajak yang tinggi memang akan menurunkan konsumsi rokok tetapi tidak mengurangi pendapatan pemerintah, malah sebaliknya. Ini bisa terjadi karena jumlah turunnya konsumen rokok tidak sebanding dengan besaran kenaikan pajak. Konsumen yang sudah kecanduan rokok biasanya akan lambat menanggapi kenaikan harga (akan tetap membeli). Lebih jauh, jumlah uang yang disimpan oleh mereka yang berhenti merokok akan digunakan untuk membeli barang-barang lain (pemerintah akan tetap menerima pemasukan). Pengalaman mengatakan bahwa menaikan pajak rokok, betapapun tingginya, tidak pernah menyebabkan berkurangnya pendapatan pemerintah. 5. Mitos: Pajak rokok yang tinggi akan menyebabkan penyelundupan. Fakta: Industri rokok sering beragumentasi bahwa pajak yang tinggi akan mendorong penyelundupan rokok dari negara dengan pajak rokok yang lebih rendah, yang ujungnya akan membuat konsumsi rokok lebih tinggi dan mengurangi pendapatan prmerintah. Walaupun penyelundupan merupakan hal yang serius, laporan Bank Dunia tahun 1999 Curbing the Epidemic tetap menyimpulkan bahwa pajak rokok yang tinggi akan menekan konsumsi rokok serta menaikan pendapatan pemerintah. Langkah yang tepat bagi pemerintah adalah memerangi kejahatan dan bukannya mengorbankan kenaikan pajak pada rokok. Selain itu ada klaim-klaim yang mengatakan bahwa industri rokok juga terlibat dalam penyelundupan rokok. Klaim seperti ini patut disikapi dengan serius.

Universitas Sumatera Utara

6.

Mitos: Kecanduan rokok sudah sedemikian tinggi, menaikan pajak rokok tidak akan mengurangi permintaan rokok. Oleh karenanya menaikan pajak rokok tidak perlu. Fakta: Menaikan pajak rokok akan mengurangi jumlah perokok dan mengurangi kematian yang disebabkan oleh rokok. Kenaikan harga rokok akan membuat sejumlah perokok untuk berhenti dan mencegah lainnya untuk menjadi perokok atau mencegah lainnya menjadi perokok tetap. Kenaikan pajak rokok juga akan mengurangi jumlah orang yang kembali merokok dan mengurangi konsumsi rokok pada orang-orang yang masih merokok. Anak-anak dan remaja merupakan kelompok yang sensitif terhadap kenaikan harga rokok oleh karenanya mereka akan mengurangi pembelian rokok bila pajak rokok dinaikkan. Selain itu orang-orang dengan pendapatan rendah juga lebih sensitif terhadap kenaikan harga, oleh karenanya kenaikan pajak rokok akan berpengaruh besar terhadap pembelian rokok di negara-negara berkembang. Model yang dikembangkan oleh Bank Dunia dalam laporannya Curbing the Epidemic menunjukan kenaikan kenaikan harga rokok sebanyak 10% karena naiknya pajak rokok, akan membuat 40 juta orang yang hidup di tahun 1995 untuk berhenti merokok dan mencegah sedikitnya 10 juta kematian akibat rokok.

7.

Mitos: Pemerintah tidak perlu menaikan pajak rokok karena akan kenaikan tersebut akan merugikan konsumer berpendapatan rendah.

Universitas Sumatera Utara

Fakta: Perusahaan rokok beragumen bahwa harga rokok tidak seharusnya dinaikan karena bila begitu akan merugikan konsumen berpendapatan rendah. Tetapi, penelitian menunjukkan bahwa masyarakat berpendapatan rendah merupakan korban rokok yang paling dirugikan. Karena rokok akan memperberat beban kehidupan, meningkatkan kematian, menaikan biaya perawatan kesehatan yang harus mereka tanggung dan gaji yang terbuang untuk membeli rokok. Masyarakat berpendapatan rendah paling bisa diuntungkan oleh harga rokok yang mahal karena akan membuat mereka lebih mudah berhenti merokok, mengurangi, atau menghindari kecanduan rokok karena makin terbatasnya kemampuan mereka untuk membeli. Keuntungan lain dari pajak rokok yang tinggi adalah bisa digunakan untuk program-program kesejahteraan masyarakat miskin. 8. Mitos: Perokok menanggung sendiri beban biaya dari merokok. Fakta: Perokok membebani yang bukan perokok. Bukti-bukti biaya yang harus ditanggung bukan perokok seperti biaya kesehatan, gangguan, dan iritasi yang didapatkan dari asap rokok. Ulasan di negara-negara kaya mengungkapkan bahwa perokok membebani asuransi kesehatan lebih besar daripada mereka yang tidak merokok (walaupun usia perokok biasanya lebih pendek). Apabila asuransi kesehatan dibayar oleh rakyat (seperti jamsostek) maka para perokok tentunya ikut membebankan biaya akibat merokok kepada orang lain juga.

Universitas Sumatera Utara

2.9.

Kawasan Tanpa Rokok Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang

untuk kegiatan produksi, penjualan, iklan, promosi dan penggunaan rokok yaitu sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena bermain anak, tempat ibadah dan angkutan umum . Merokok itu adalah masalah yang sistemik yang memiliki sisi humanisme. Masalah sistemik adalah ketika suatu sistem dalam arti institusi pendidikan diberlakukan sebagai KTR maka seharusnya tidak ada orang yang merokok di dalamnya. Namun pada kenyataannya, masih saja ada mahasiswa atau karyawan yang merokok di lingkungan kampus. Sedangkan yang dimaksud dengan humanisme yaitu merokok dan tidak merokok adalah suatu pilihan. Tidak jarang orang yang merokok itu sebenarnya tahu akan bahaya rokok dan ketika kita hendak menegur atau memberi sanksi yang kita tegur itu adalah teman-teman kita sendiri. Terkadang ketika kita menegur, mereka malah mengabaikan (LPM Mercusuar UNAIR, 2010). Tujuan dari kawasan tanpa rokok adalah melindungi masyarakat dengan memastikan bahwa tempat-tempat umum bebas asap rokok. Kawasan tanpa rokok harus menjadi norma, terdapat empat alasan kuat untuk mengembangkan kawasan tanpa rokok, yaitu untuk melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan, mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok, untuk mengembangkan opini bahwa tidak merokok adalah perilaku yang lebih normal, dan kawasan tanpa rokok mengurangi secara bermakna konsumsi rokok dengan menciptakan lingkungan yang mendorong perokok untuk berhenti atau yang terus merokok untuk mengurangi konsumsi rokoknya (Crofton dan Simpson, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan kawasan tanpa rokok ini adalah Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta, dan Padang Panjang serta beberapa universitas juga telah menetapkan KTR yaitu Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Airlangga. Seperti yang ditetapkan FCTC, beberapa kajian tentang kawasan tanpa rokok membuktikan bahwa kawasan tanpa rokok cara yang cukup efektif di dalam mengendalikan kebiasaan merokok atau mempengaruhi dampak rokok terhadap kesehatan. 2.10. Kebijakan Mengenai Kawasan Tanpa Rokok Kebijakan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan merokok. Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) bekerjasama dengan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) dan World Health Organization (WHO) Indonesia melaporkan empat alternatif kebijakan yang terbaik untuk pengendalian tembakau, yaitu menaikkan pajak (65% dari harga eceran), melarang bentuk semua iklan rokok, mengimplementasikan 100% kawasan tanpa rokok di tempat umum, tempat kerja, tempat pendidikan, serta memperbesar peringatan merokok dan menambahkan gambar akibat kebiasaan merokok pada bungkus rokok. Dasar hukum kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup banyak seperti dinyatakan Depkes RI dalam Prabandari dkk (2009) yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1.

Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. a.Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial. b. Pasal 11 setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggitingginya. c.Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu masyarakat, dan dan

membahayakan

kesehatan

perseorangan,

keluarga,

lingkungan. Ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya. d. Pasal 115 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang kawasan tanpa rokok antara lain fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat lain yang ditetapkan. Ayat 2 yaitu pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. 2. UU No. 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yaitu pasal 1 dinyatakan bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

Universitas Sumatera Utara

mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. 3. UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen yaitu terdapat pada pasal: a.Pasal 2 tentang perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. b. Pasal 3 menyatakan bahwa perlindungan konsumen bertujuan

menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha dan meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 4. UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak terutama tentang: a.Pasal 44 ayat 1 yaitu pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. b. Pasal 45 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Ayat 2 menyatakan bahwa dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya. c.Pasal 59 menyatakan bahwa pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan

Universitas Sumatera Utara

khusus kepada anak dalam situasi darurat seperti anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,dan zat adiktif lainnya (napza). Berdasarkan pasal ini berkaitan juga dengan perlindungan anak dari asap rokok dan penggunaan rokok. 5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang terdapat pada pasal 46 ayat 3 terutama yang menyatakan siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif serta promosi rokok yang memperagakan wujud rokok. 6. Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 41/1999 tentang pengendalian pencemaran udara yaitu pada pasal 2 yang menyatakan bahwa pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. 7. PP RI No. 19/2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yaitu: a.Pasal 2 yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan bertujuan untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi individu dan masyarakat dengan melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit yang fatal dan penyakit yang dapat menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan rokok, melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok, meningkatkan

Universitas Sumatera Utara

kesadaran, kewaspadaan, kemampuan dan kegiatan masyarakat terhadap bahaya kesehatan terhadap penggunaan rokok. b. Pasal 3 tentang penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan dengan pengaturan kandungan kadar nikotin dan tar, persyaratan produksi dan penjualan rokok, persyaratan iklan dan promosi rokok, penetapan kawasan tanpa rokok. c.Pasal 16 ayat 3 tentang iklan rokok pada media elektronik hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat. d. Pasal 22 tentang tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. 8. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan. 9. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang lingkungan sekolah bebas rokok. 10. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok. a. Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan. Ayat 2 menyatakan bahwa pimpinan atau

Universitas Sumatera Utara

penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menetapkan dan menerapkan KTR. b. Pasal 4 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar. c. Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. Ayat 2 menyatakan bahwa tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: Merupakan ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik. Terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas. jauh dari pintu masuk dan keluar. jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

Selain itu berbagai organisasi non-pemerintah juga turut berpatisipasi dalam menanggulangi masalah rokok, seperti Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), Yayasan Jantung Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia (YKI), dan Komunitas Peduli Kawasan Tanpa Rokok (KPKTR) Kota Semarang. Berbagai upaya telah dilakukan oleh organisasi tersebut, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1.

Menerbitkan buletin secara berkala mengenai bahaya merokok, perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

2.

Menerbitkan buku secara berkala yang berkaitan dengan bahaya merokok, perilaku merokok, dan upaya berhenti merokok.

3.

Memberikan penyuluhan secara berkesinambungan ke berbagai institusi, seperti institusi pemerintah, swasta, dan pendidikan.

4.

Mendukung dan melakukan penelitian yang berkaitan dengan bahaya rokok dan perilaku merokok.

5.

Mendirikan klinik berhenti merokok seperti klinik yang didirikan Yayasan Jantung Indonesia yang bekerjasama dengan Rumah Sakit jantung Harapan Kita.

6.

Advokasi Regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yaitu mendorong pemerintah atau instansi yang terkait untuk membuat regulasi atau kebijakan yang mampu melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

7.

Kampanye yaitu melakukan sosialisasi dan menyadarkan kepada masyarakat terhadap bahaya rokok baik bagi diri sendiri maupun masyarakat lain melalui media-media yang efektif.

8.

Membangun komunikasi dan komunitas dengan segenap elemen masyarakat yang mempunyai rasa kepedulian terhadap perlindungan masyarakat dari bahaya rokok.

2.11.

Perubahan Perilaku Menurut WHO

Universitas Sumatera Utara

Adapun kaitan perubahan perilaku dengan komitmen mengenai kawasan tanpa rokok seperti yang diuraikan oleh WHO dalam beberapa bentuk perubahan perilaku, yaitu: a. Perubahan Alamiah Perilaku manusia selalu berubah. Sebagaian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat yang ada di dalamnya juga akan mengalami perubahan. Misalnya, kemajuan teknologi di bidang industri rokok, dulu masyarakat untuk merokok menggunakan daun kemudian berubah menggunakan kertas (rokok kretek). b. Perubahan Terencana Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Misalnya, Pak Surko adalah perokok berat karena pada suatu saat ia terserang batuk-batuk yang sangat mengganggu, maka ia memutuskan untuk mengurangi rokok sedikit demi sedikit, dan akhirnya berhenti merokok c. Kesediaan untuk Berubah Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbedabeda (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Di dalam program-program kesehatan, agar diperoleh perubahan perilaku yang sesuai dengan norma-norma kesehatan sangat diperlukan usaha-usaha yang konkret dan positif. Salah satu strategi untuk perubahan perilaku tersebut menurut WHO adalah menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan. Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh dengan adanya peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang harus dipatuhi. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari penentu kebijakan (unsur pimpinan) dalam penegakkan suatu aturan sebagai perubahan perilaku. Adanya persepsi dari unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang kawasan tanpa rokok, yang dilihat dari segi manfaat dan motivasi untuk bertindak dalam pengambilan suatu keputusan, maka akan terbentuklah suatu komitmen yang kuat. 2.12. Kerangka Pikir Penelitian
Persepsi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang KTR

Isu mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Komitmen unsur pimpinan FKM USU dan rancangan kebijakan tentang kawasan tanpa rokok.

Gambar 1. Kerangka Pikir Skema di atas merupakan gabungan antara teori Health Belief Model (HBM) dan Stimulus-Organisme-Respon. Adanya stimulus berupa isu kawasan tanpa rokok kemudian akan memunculkan persepsi bagi unsur pimpinan Fakultas Kesehatan Masyarakat (konstruksi yang merupakan pengungkit bagi faktor yang memengaruhi

Universitas Sumatera Utara

perilaku). Adanya persepsi yang positif berarti stimulus efektif, kemudian dilanjutkan mengenai komitmen unsur pimpinan tentang kawasan tanpa rokok di FKM USU. Kuatnya komitmen akan memunculkan pengambilan keputusan tentang kawasan tanpa rokok sebagai rancangan kebijakan kesehatan dari perspektif unsur pimpinan FKM.

Universitas Sumatera Utara

You might also like