You are on page 1of 10

Bab I Pendahuluan

Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah. Kakao (Theobroma cacao, L) merupakan salah komoditas perkebunan yang sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan harian atau mingguan bagi pekebun. Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulkcocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis mulia (Tumpal H.S. Siregar, dkk., 2003). Komoditi kakao dapat digunakan dalam berbagai macam produk. Biji buah kakao (cokelat) yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut cokelat bubuk. Cokelat dalam bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan lainlain. Buah cokelat yang tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak. Konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda yang mengkonsumsi 452 ribu ton pada tahun 2000/01. Konsumsi negara ini diperkirakan menurun menjadi 418 ribu ton tahun 2001/02 dan 440 ribu ton tahun 2002/03. Selain Belanda, konsumen besar lainnya adalah Amerika Serikat, diikuti Pantai Gading, Jerman dan Brazil yang masing masing mengkonsumsi 456 ribu ton, 285 ribu ton, 227 ribu ton dan 195 ribu ton pada tahun 2000/01. Diperkirakan pada tahun 2001/02 dan 2002/03 konsumsi negaranegara konsumen utama kakao dunia ini relatif stabil, kecuali Amerika Serikat dan Jerman yang sedikit mengalami penurunan (International Cocoa Organization, 2003). Sementara itu konsumsi cokelat dunia masih didominasi oleh negara-negara maju terutama masyarakat Eropa yang tingkat konsumsi rata-ratanya sudah lebih dari 1,87 kg per kapita per tahun. Konsumsi per kapita tertinggi ditempati oleh Belgia dengan tingkat konsumsi 5,34 kg/kapita/tahun, diikuti Eslandia, Irlandia, Luxemburg, dan Austria masing-masing 4,88 kg, 4,77 kg, 4,36 kg dan 4,05 kg/kapita/tahun. Selanjutnya jika dilihat total konsumsi, maka konsumen terbesar cokelat adalah Amerika Serikat dengan total konsumsi 653 ribu ton atau rata-rata 2,25 ka/kapita/tahun pada tahun 2001/02. Negara konsumen besar lainnya adalah Jerman, Prancis, Inggris, Rusia dan Jepang dengan konsumsi masing-masing 283 ribu ton, 215 ribu ton, 208 ribu ton, 180 ribu ton dan 145 ribu ton. Pada kelompok negara produsen, hanya Brazil yang dapat dikategorikan sebagai konsumen cokelat utama dengan total konsumsi sebesar 105,2 ribu ton atau rata-rata 0,6 kg/kapita. Sedangkan, konsumsi negara
1

produsen lainnya masih sangat rendah. Pantai Gading hanya mengkonsumsi 8,5 ribu ton, Ghana 10 ribu ton, Nigeria 14 ribu ton dan Indonesia 12 ribu ton (International Cocoa Organization, 2003). Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78,5%) dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil (21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor biji kakao yang akan digunakan untuk campuran bahan baku industri pengolahan dalam negeri. Negara asal impor biji kakao Indonesia antara lain Pantai Gading, Ghana dan Papua New Guinea (Goenadi et all, 2005) Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78,5%) dalam bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian kecil (21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kakao Indonesia adalah Amerika Serikat, Malaysia, Brazil dan Singapura. Di sisi lain, Indonesia juga mengimpor biji kakao yang akan digunakan untuk campuran bahan baku industri pengolahan dalam negeri. Negara asal impor biji kakao Indonesia antara lain Pantai Gading, Ghana dan Papua New Guinea (Goenadi et all, 2005) Kondisi agroklimat, seperti ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat kimia tanah, ketersediaan unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao Jember, tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Dengan demikian dapat diketahui tingkat kesesuaian penanaman kakao di suatu wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah.

Bab II Pembahasan

2.1.Pohon pelindung pada tanaman kakao Pengembangan tanaman kakao memerlukan naungan dalam budidayanya. Tanpa persiapan lahan dan tanpa persiapan naungan yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Pohon pelindung atau naungan ada dua jenis, yaitu pohon pelindung sementara dan pohon pelindung tetap. Pohon pelindung sementara bermanfaat bagi tanaman yang belum menghasilkan, terutama yang tajuknya belum bertaut. Pohon pelindung tetap bermanfaat bagi tanaman yang telah mulai menghasilkan. Penanaman pohon pelindung tetap hendaknya dilakukan 12 18 bulan sebelum cokelat ditanam di lapangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa cokelat harus sudah dibibitkan 4 6 bulan sebelumnya. Untuk tanaman penaung, biasanya digunakan Moghania macrophyla sebagai tanaman penaung sementara, dan tanaman Gamal (Gliricidia sp) atau Lamtoro (Leucaena sp) sebagai tanaman penaung tetap. Pohon pelindung pada umumnya tidak memberikan tambahan nilai ekonomis kepada patani sehingga terasa kurang menarik. Secara umum, dalam budidaya kakao juga dihadapi masalah harga komoditi yang tidak menentu, kondisi lahan yang semakin menurun, serta mutlak diperlukannya naungan dalam budidayanya. Oleh karena itu,maka pola diversifikasi tanaman kakao merupakan peluang untuk pengembangan kakao dengan pemanfaatan tanaman yang mempunyai nilai ekonomis. Tanaman penaung yang digunakan adalah tanaman-tanaman produktif seperti pisang sebagai penaung sementara, kelapa sebagai tanaman penaung tetap, ataupun tanaman lainnya sebagai tanaman tepi blok kebun. 2.1.1 Pisang (Musa paradisiaca) Tanaman pisang dapat dimanfatkan sebagai tanaman penaung sementara dalam budidaya kakao. Tanaman pisang dapat ditanam dengan jarak tanam 63 m, sehingga di dalam lorong tanaman pisang arah utara-selatan dapat ditanam 2 baris tanaman kakao dengan jarak tanam 33 m. Sebagai tanaman penaung sementara, tanaman pisang dapat ditanam 6-12 bulan sebelum tanam kakao. Selanjutnya rumpun pisang dapat memelihara 2-3 anakan saja. Tanaman pisang dapat dipelihara sampai tahun ke 4 atau sesuai dengan keperluan dengan tetap memperhatikan tingkat penaungannya untuk tanaman kakao. 2.1.2. Kelapa (Cocos nucifera) Tanaman kelapa dapat digunakan sebagai tanaman penaung tetap untuk tanaman kakao. Dalam hal ini harus diatur agar persaingan minimal. Sebaran akar kakao terbanyak sampai radius 1 m dan sebaran akar kelapa terbanyak sampai radius 2 m, oleh karena itu perlu dibuat tatatanam dengan jarak antara kakao dan kelapa minimal 3 m. Dengan jarak tanam kelapa
3

1010 m dan jarak tanam kakao 42 m dalam gawangan kelapa utara-selatan, maka dapat diperoleh pertanaman dengan populasi tanaman yang cukup yaitu tanaman kakao 1000 ph/ha dan kelapa 100 ph/ha. Sebagai penaung tanaman kakao, fungsi penaungan tanaman kelapa dapat diatur dengan melakukan siwingan (pangkasan) pelepah bila penaungannya terlalu gelap, terutama pada musim hujan. Demikian pula pada tanaman kelapa yang sudah cukup tua dan tinggi, apabila penaungannya kurang dapat ditambah tanaman penaung lain misalnya dengan lamtoro yang ditanam di diagonal tanaman kelapa. 2.1.3. Tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya Tanaman kayu-kayuan atau tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomis juga dapat dimanfaatkan sebagai penaung, tanaman sela, ataupun tanaman tepi dalam budidaya kakao. Tanaman Jati (Tectona grandis) dan Sengon (Albisia falcata) dapat dimanfaatkan sebagai tanaman tepi kebun ataupun tanaman sela pada pertanaman kakao. Pada pertanaman kakao tersebut tetap dimanfaatkan penaung Lamtoro atau Gamal, sedangkan Jati dan Sengon ditanam dalam barisan dua baris (double row) 3 x 2 m dengan jarak antar barisan jati atau sengon 24 30 m. Dengan tatatanam demikian terbentuk lorong diantara tanaman jati atau sengon, yang dapat ditanami tanama kakao 33 m Dalam hal ini jati, sengon atau tanaman kayu-kayuan yang lain dapat difungsikan sebagai tanaman penaung dan atau tanaman pematah angin. Penggunaan penaung tersebut perlu disusun dalam tatatanam yang tepat, sehingga dapat memberikan produksi yang optimal dan memberi manfaat konservasi lahan. Persiapan lahan, penyiapan bibit, dan saat tanam harus dilakukan dengan perencanaan yang tepat, sehingga pada saat tanam, bibit kakao siap tanam, dan tanaman penaung di lapangan siap berfungsi sebagai penaung. Selanjutnya dengan teknik budidaya yang benar akan dapat diperoleh tanaman kakao dengan pertumbuhan baik dan produksi yang tinggi.

2.2. Pemeliharaan Tanaman Kakao 2.2.1. Pemupukan Pupuk tanaman yang diberikan berdasarkan analisis tanah dan tanaman dengan jenis dan takaran sebagai berikut: - Bibit tanaman: 5 gr Urea+7 gr SP-36+4 gr KCL+4 gr Kiserit per batang - Umur 0-1 thn: 25 gr Urea+33 gr SP-36+4 gr KCL+4 gr Kiserit per batang - Umur 1-2 thn: 45 gr Urea+60 gr SP-36+35 gr KCL+40 gr Kiserit per batang - Umur 2-3 thn: 90 gr Urea+120 gr SP-36+70 gr KCL+60 gr Kiserit per batang - Umur 3-4 thn: 180 gr Urea+240 gr SP-36+135 gr KCL+75 gr Kiserit per batang - Umur >4 thn: 220 gr Urea+240 gr SP-36+170 gr KCL+120 gr Kiserit per batang Buatlah lubang (rorak) berukuran 100x30x30 cm (panjangxlebarxdalam) diantara barisan tanaman kakao dan kemudian masukkan daun hasil pangkasan tanaman penaung, daun kakao, kulit kakao, dan daun gulma lainnya sebagai pupuk organik dan sanitasi.

2.2.2. Pemangkasan a. Pangkas bentuk Pemangkasan dilakukan pada tanaman muda (tanaman belum menghasilkan/TBM) untuk membentuk kerangka tanaman yang kuat dan seimbang. Cabang primer dan jorget yang tumbuh kuat dan seimbang dipelihara 3-4, sedangkan cabang sekunder diatur agar tumbuh seimbang ke segala arah. Memotong cabang primer 4-6 buah dan menyisakan 3 atau 4 cabang yang tumbuh simetris dan seimbang. Membuang cabang-cabang sekunder yang tumbuh terlalu dekat (berjarak 40-60 cm) dengan jorket . Mengatur cabang-cabang sekunder agar tidak terlalu rapat satu sama lain. Memotong cabang-cabang yang tumbuh meninggi untuk membatasi tinggi tajuk tanaman kakao hanya sekitar 4 m. b. Pangkas pemeliharaan Pemangkasan pemeliharan bertujuan untuk mempertahankan kerangka tanaman yang sudah terbentuk baik; mengatur penyebaran daun produktif, merangsang pembentukan daun baru, bunga dan buah. Pemangkasan dilakukan dengan mengurangi sebagian daun yang rimbun pada tajuk tanaman dengan cara memotong ranting-ranting yang terlindung dan menaungi. Memotong cabang yang ujungnya masuk ke dalam tajuk tanaman di dekatnya dan diameternya kurang dari 2,5 cm. Mengurangi daun yang menggantung dan menghalangi aliran udara di dalam kebun, sehingga cabang kembali terangkat. Pemangkasan ini dilakukan secara ringan di sela-sela pemangkasan produksi dengan frekuensi 2-3 bulan. Juga dilakukan pemangkasan terhadap tunas air (wiwilan) c. Pemangkasan produksi Pemangkasan produksi bertujuan untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah. Pemangkasan produksi dilakukan dua kali setahun, yaitu pada akhir musim kemarau dan awal musim hujan. Memotong cabang yang tumbuh meninggi lebih dari 3-4 m. Memangkas ranting dan daun hingga 25-50%. Setelah pemangkasan produksi dilakukan, tanaman akan bertunas intensif setelah daun tunasnya menua, dan tanaman akan segera berbunga. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan alat seperti gunting, arit bergalah dan gergaji yang tajam. Waktu pemangkasan tidak dibenarkan pada saat tanaman berbunga lebat atau ketika sebagian besar buah masih pentil (panjang < 10 cm) 2.2.3. Pengelolaan Tanaman Penaung Intensitas tanaman penaung selalu dijaga pada tingkat 70-80% dari penyinaran lansung, dengan cara mengurangi populasi dan merempes cabang- cabangnya. Membatasi anakan tanaman pisang menjadi 2-3 batang perrumpun bila menggunakan tanaman sebagai pelindung. Pelepah kering dibuang dan dipupuk secara teratur. Tanaman pisang juga dibongkar setelah kakao berumur 3-4 tahun. 2.2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit a. Hama Pengisap Buah (Helopeltis sp) Buah kakao yang terserang ditandai dengan adanya bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman. Serangan pada buah muda menyebabkan buah kering dan mati. Hama ini juga menyerang pucuk dan ranting. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Menerapkan Sistem Peringatan Dini (SPD) melalui pengamatan rutin, memelihara musuh
5

alami semut hitam, penggunaan insektisida biologi seperti Beauveria bassiana, dan penggunaan insektisida kimia Pada saat serangan <15% dilakukan penyemprotan terbatas dan penyemprotan menyeluruh bila tingkat serangan >15% b. Hama Penggerek Buah Kakao, PBK {Conopomorpha cramerella Snell}. Termasuk hama yang paling berbahaya. Buah kakao yang diserang mulai berukuran + 8 cm. Gejala buah terserang berwarna kuning tidak merata (belang-belang kuning), dan kalau digoyang tidak berbunyi seperti halnya buah masak normal. Kalau buah dibelah tampak bijibijinya saling melekat dan berwarna kehitaman, biji tidak berkembang, dan berukuran kecil atau tidak bernas (tidak berisi). Hama ini dikendalikan dengan menerapkan konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu) dengan beberapa komponen teknologi secara terintegrasi, yaitu 1) pemupukan, 2) pemangkasan, 3) panen sering (setiap minggu), 4) sanitasi (mengubur kulit buah yang terserang), 5) sarungisasi buah yang masih kecil (ukuran 8-10 cm) dengan kantong plastik. 6) penggunaan semut hitam atau rang-rang, 7) menggunakan daun perangkap (menutup buah baru dipanen dengan daun kakao masih hijau selama 2-3 hari dan pupa yang menempel di daun dibunuh), 8) penggunaan insektisida biologis (jamur Beuveria bassiana) dan insektisida nabati ( minyak serai wangi), 9) aplikasi insektisida kimia buatan kalau diperlukan, dan 10) pengamatan rutin dan berkala untuk mengetahu kondisi serangan hama sebagai pedoman dalam mengambil tindakan pengendalian. Penyakit tanaman kakao utama adalah (1) penyakit busuk buah disebabkan jamur Phythopthora palmivora, (2) penyakit kanker batang disebabkan jamur Phytopthora palmivora, (3) penyakit antraknose yang dapat menyerang buah, daun serta ranting dengan penyebab jamur Antraknose colletotrichum, dan (4) penyakit VSD (vascular streak dieback) yang menyerang batang dan daun. (Ishak Manti)

2.3. Panen tanaman kakao 2.3.1. Ciri dan Umur Panen Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah:a) Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang. 2.3.2. Cara Panen Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya. Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20 orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak 1.500 buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14. 2.3.3. Periode Panen Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut pada periode berbunga selanjutnya. 2.3.4. Prakiraan Produksi Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan Pengembangan tanaman kakao memerlukan naungan dalam budidayanya. Tanpa persiapan lahan dan tanpa persiapan naungan yang baik, pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Jadi ada pun hal yang perlu diperhatikan saat Pemeliharaan Tanaman Kakao 1. Pemupukan 2. Pemangkasan a. Pangkas bentuk b. Pangkas pemeliharaan c. Pemangkasan produksi 3. Pengelolaan Tanaman Penaung 4. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama : a. Hama Pengisap Buah (Helopeltis sp) b. Hama Penggerek Buah Kakao, PBK {Conopomorpha cramerella Snell}. Penyakit tanaman kakao utama adalah : (a) penyakit busuk buah disebabkan jamur Phythopthora palmivora, (b) penyakit kanker batang disebabkan jamur Phytopthora palmivora, (c) penyakit antraknose yang dapat menyerang buah, daun serta ranting dengan penyebab jamur Antraknose colletotrichum, dan (d) penyakit VSD (vascular streak dieback) yang menyerang batang dan daun. (Ishak Manti) Panen tanaman kakao 1. 2. Ciri dan Umur Panen Cara Panen
8

3. 4.

Periode Panen Prakiraan Produksi

3.2 Saran

Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah.

Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah: a) Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi kuning. b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah hendaknya dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang. Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang ditumbuhi buah.

Daftar Pustaka

Goenadi, D.H., Baon, J.B., Herman, dan Purwoto, A. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI. Winarno, H. 2006. Budidaya Tanaman Kakao. Agromania http://mikolehi.wordpress.com/2009/10/14/penggunaan-tanaman-naungan-dalam-budidayatanaman-kakao/ http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kakao/syarat-tumbuh-tanaman-kakao http://agra88.wordpress.com/category/budidaya-tanaman-kakao/ http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=195 :teknologi-budidaya-tanaman-kakao-di-areal-kebun-kelapa&catid=1:info-teknologi http://carabudidaya.com/cara-budidaya-kakao/ http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://www.fao.org/DOC REP/006/AD220E/AD220E03.htm

10

You might also like