You are on page 1of 15

PENGENDALIAN HAMA MENGGUNAKAN KULTUR TEKNIS

Tugas ini diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Tekperlintan II

KELOMPOK ANGGOTA

:8 : 150510100127 150510100128 150510100129 150510100130 150510100131 150510100132

FERI MEGA NURRIZQI AISYAH NUR HASANAH CHRISTYANDO R.S DINA SEPTRIA HASBURRAHMAN ABI M NIA DESIANA

KELAS

: AGROTEKNOLOGI C

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2011

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas terselesaikannya makalah ini.Makalah ini berisikan tentang materi Pengendalian Hama dengan Kultur Teknis. Makalah ini kami sajikan untuk melengkapi nilai mata kuliah Tekperlintan II.

Makalah ini berisikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh dosen mengenai Pengendalian Hama Menggunakan Kultur Teknis.

Akhir kata, kami megucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan makalah ini.Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.kami juga meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam makalah kami. Wassalamualaikum wr.Wb.

Jatinangor, November 2011

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengendalian Secara Kultur Teknik Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif, dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak kerusakan tanaman.

Pola tanam a.Tanam serempak Harus dilaksanakan di areal yang cukup luas, minimal satu hamparan dengan golongan air yang sama. Tujuannya untuk membatasi perkembangbiakan serangga hama. Contoh : - Pengendalian walang sangit pada padi - Pengendalian lalat kacang pada kedelai (menyerang kotiledon kedelai) Pengendalian ini secara tidak langsung mengurangi populasi, yaitu

memeratakan serangan per petak (dikonsentrasikan pada petak yang banyak makanannya). Penananam serempak dalam satu hamparan yang luas akan memperpendek masa ketersediaan makanan hama karena panen dapat dilakukan bersamaan. Penanaman serempak akan memperkecil risiko serangan karena hama bisa terbagi-bagi.

b. Panen serempak c. Panen berjalur (Strip farming) d. Pergiliran tanaman/Rotasi tan. -Tujuannya untuk mematikan kehidupan hama tanaman inang. -Sangat efektif pada serangga-serangga monofag. dengan menghilangkan

e. Tumpangsari/Intercropping Menanam minimal dua jenis tanaman di lahan yang sama dalam barisanbarisan (tumpang sari). Sistem tumpangsari sering menyebabkan penurunan kepadatan populasi hama dibanding system monokultur, hal ini disebabkan karena peran senyawa kimia mudah menguap (atsiri) yang dilepas dan gangguan visual oleh tanaman bukan inang akan mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga pada tanaman inang. Contoh : tanaman bawang putih yang ditanam diantara tanaman kubis dapat menurunkan populasi Plutella xylostella yang menyerang tanaman kubis tersebut. Hal ini karena senyawa yang dilepas oleh bawang putih tidak sama dengan senyawa yang dilepas tanaman kubis sehingga P. xylostella kurang menyukai habitat tanaman tumpangsari tersebut. Tanaman bawang putih melepas senyawa alil sulfida yang diduga dapat mengurangi daya rangsang senyawa atsiri yang dilepas kubis atau bahkan dapat mengusir hama tersebut.

f. Tanaman perangkap Tanaman perangkap yang digunakan adalah varietas/tanaman yang paling rentan dan ditanam lebih dahulu. Penanaman tanaman perangkap di antara tanaman utama juga mulai diterapkan untuk mengendalikan populasi hama. Mekanisme yang terjadi adalah adanya daya tarik yang lebih kuat dari tanaman perangkap dibanding tanaman utama sehingga hama lebih menyukai berada pada tanaman perangkap tersebut. Salah satu tanaman yang mampu menarik serangga hama dan musuh alaminya adalah

jagung. Tanaman jagung sebagai perangkap telah berhasil diterapkan untuk mengendalikan Helicoverpa armigera pada kapas.

Pengolahan tanah (Sehat) Ditujukan terhadap hama yang dalam siklus hidup mempunyai fase di dalam tanah. Contoh : Larva famili Scarabaeidae (lundi), larva penggerek batang padi putih (pada pangkal padi). Perlunya pengolahan tanah. Sebab ada serangga yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di dalam tanah, yang amat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, komposisi kimiawi tanah, kelembaban dan suhu tanah, serta adanya organisme tanah lainnya. Dengan pengolahan tanah yang baik, hama-hama tersebut bisa terbunuh atau terhambat perkembangannya karena terkena sengatan matahari, dimakan predator di permukaan tanah, atau terbenam jauh ke dalam tanah.

Benih sehat

Pemangkasan Pemangkasan/pemetikan dapat dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya serangan. Pemangkasan/ pemetikan dilakukan saat populasi hama tinggi. Contoh : Tungau. Pemangkasan dapat menyebabkan terbuangnya sebanyak mungkin telur-telur dan tungaunya. Hasil pemangkasan ini kemudian dibakar. Apabila air tersedia dalam jumlah cukup drainasenya baik pemangkasan dapat dilakukan pada musim kemarau, sehingga pada musim hujan tanaman dapat tumbuh kembali. Pemetikan jangka pendek lebih baik dari pada pemetikan jangka panjang, karena pada pemetikan jangka pendek tungau merah belum sempat meningkatkan populasinya.

Pengelolaan Air Pengairan Irigasi : - Secara langsung : Scirpophaga innotata, Nymphula depunctalis - Secara tidak langsung : perubahan iklim mikro terutama RH)

Contoh : Air merupakan kebutuhan utama pada tanaman padi pada fase pertumbuhan (Vegetatif), tetapi kebutuhan air ini perlu pengaturan supaya tanaman terhindar dari kerusakan oleh jasad pengganggu. Serangan keong mas akan meningkat pada tanaman padi yang berumur kurang dari satu bulan di lapangan, jika digenangi dengan air. Untuk mencegah kerusakan oleh keong mas, maka tanaman padi yang baru dipindahkan dari persemaian sampai bunting diairi secukupnya. Sedangkan untuk menghindari serangan penggerek batang, kepinding tanah, wereng coklat dan tikus perlu menggenangi lahan.

Pemupukan berimbang Pemupukan yang berimbang dengan kebutuhan tanaman antara N, P, K dan unsurunsur mikro tanaman sehat tahan serangan hama Contoh : Untuk meningkatkan hasil, petani cenderung melakukan pemupukan yang berlebihan, tindakan ini tidak saja merupakan pemborosan, tetapi juga memberi peluang tanaman padi terinfeksi patogen atau dirusak hama. Meningkatnya populasi hama penggerek batang dan wereng coklat dilaporkan ada hubungannya dengan tingginya dosis pupuk nitrogen yang diberikan.

Sanitasi
- Pembersihan lahan dari sisa-sisa tanaman terdahulu atau gulmanya.

- Pencabutan tanaman terserang. Pengendalian lainnya adalah dengan pengaturan sanitasi lingkungan. Sanitasi yang baik dan terjaga mengurangi kemungkinan hama menyerang tanaman. Sebagai contoh, siput kecil biasanya berdiam di sampah atau rumput-rumput yang lembap. Bila lingkungan tanaman terhindari dari adanya sampah atau kotoran lainnya maka kesempatan siput untuk tinggal di lingkungan tersebut menjadi berkurang. Dengan demikian, tanaman akan aman dari serangan hama.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian Hama Lundi (Exopholis Hypoleuca) Kultur Teknis Pada Tanaman Rempah Dan Obat

Lundi merupakan hama yang bersifat polifag, yaitu menyerang berbagai jenis tanaman termasuk tanaman rempah, obat dan aromatik. Lebih dari sebagian hidup lundi ada di dalam tanah dan merupakan akar tanaman serta dapat mengakibatkan kematian tanaman. Pengendalian hama tanaman dapat dilakukan dengan berbagai cara atau memadukan beberapa komponen pengendalian antara lain sanitasi, pola tanam, varietas tahan, penggunaan musuh alami, patogen serangga, pestisida nabati dan pestisida sintetik. Pada tahun 2004, terjadi peningkatan populasi hama lundi secara luas di Sukabumi dan sekitarnya termasuk di kebun percobaan (KP) Sukamulya. Strategi pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sanitasi. Pengendalian hama lundi dapat juga dilakukan dengan menggunakan penyiangan terbatas dengan tingkat efektivitas 85,9%. Lundi menyerang tanaman pangan, palawija, hortikultura dan perkebunan antara lain padi, jagung, tebu, kentang, ubi kayu, kacang hijau, kedelai, kacang tanah, kumis kucing, nilam, serai wangi, kenanga, kelapa, pisang, abaka, kelapa sawit, rambutan, sawo, durian, lada dan panili. Kerusakan tanaman akibat serangan spesies lundi sangat tergantung dari spesies lundi yang menyerang, kerapatan populasi lundi, dan jenis tanaman inang.

Bioekologi Lundi terutama pada stadia larva merupakan hama yang merusak tanaman. Bagian tanaman yang dirusak adalah akar dan umbi, sedangkan imago merusak tanaman pada permukaan tanah. Siklus

hidup lundi kurang lebih 1 tahun (sejak telur hingga imago). Stadia telur 10-30 hari, larva 5-8 bulan, pupa 14-40 hari dan imago 2-3 bulan (gambar 1). Jumlah telur 15-60 butir.

Kumbang muncul dari dalam tanah sesudah hujan lebat pertama pada musim hujan dan hidup di pohon, tidak jauh dari tempat pembentukan pupa. Kumbang muncul pada petang hari, meletakkan telur sore sampai malam hari. Kumbang bergerak tidak terlal jauh sekitar 10 meter (betina) dan 100 meter (jantan) (Ruhendi et al., 1985). Menjelang musim kemarau larva stadia akhir masuk ke dalam tanah lebih dalam dan membentuk pupa setelah mengalami periode istirahat kurang lebih 40 hari. Pada siang hari imago beristirahat, dan senja hari mulai keluar untuk bertelur. Serangan lundi terjadi secara luas di Sukabumi dan sekitarnya termasuk di KP Sukamulya. Peningkatan populasi hama lundi terjadi sejak Desember 2004 sampai 2005.

Pengendalian Mencegah atau mengurangi meluasnya serangan hama lundi telah dilakukan penelitian dengan melakukan sanitasi yaitu membersihkan tempat/tanaman liar sebagai sumber tempat bertelur. Kemampuan menurunkan populasi dengan melakukan penyiangan/sanitasi berkisar antara 23,985,9% (Tabel 1). Pada perlakuan penyiangan bersih, populasi lundi sangat sedikit berkisar antara 0-5 ekor, sedangkan yang disiang antara 5-32 ekor. Data tersebut menunjukkan bahwa rumputrumput merupakan tanaman inang lundi untuk meletakkan telur. Gulma dapat dijadikan tanaman perangkap uret. Tabel 1 Populasi lundi pada beberapa jenis tanaman di KP. Sukamulya Ratarata/pohon 4.0 18,4 14,0 7,8 cd* a b c* Efektivitas pengendalian (%) 78,3 23,9 57,6

Jenis tanaman

Lada Panili (tidak disiang) Panili (disiang) Lahan bekas

tanaman jahe Lahan siap tanam (Disiang bersih) 2,6 d* 85,9

Keterangan : * = di sekitar tanaman tumbuh rumput-rumputan (gulma) Kesimpulan Hama lundi merupakan hama yang mampu menyerang berbagai jenis tanaman sehingga apabila terjadi ledaka populasi hama lundi akan menyebar dengan cepat dan merusak berbagai jenis tanaman. Siklus lundi berlangsung lebih lama di dalam tanah mengakibatkan petani selalu ketinggalan dalam mengantisipasi serangan hama lundi. Oleh karena itu perlu penelitian untuk mengetahui pola sebaran, fluktuasi populasi dalam beberapa tahun dan beberapa musim tanam yang diperlukan untuk mengantisipasi serangan hama lundi. Hama lundi menyenangi semaksemak, dan berbagai jenis gulma sebagai tempat meletakkan telur, sehingga tumbuhan tersebut dapat dijadikan tanaman perangkap. Pengendalian yang efektif adalah dengan melakukan penyiangan terbatas, untuk mengurangi peluang peletakan telur, yang akhirnya akan mengurangi populasi serangga dewasa.

2.2 Pengendalian Kutu Kebul dan Nematoda Parasitik Secara Kultur Teknik pada Tanaman Kentang

Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dan nematoda (Meloidogyne spp.)merupakan 2 OPT yang saat ini dianggap sebagai OPT penting pada tanaman kentang di Indonesia.

Kutu kebul dapat ditemukan pada berbagai jenis tanaman di Indonesia (OEPP 1989).Gejala serangan berupa bercak nekrotik pada daun, disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam keadaan populasi tinggi, serangan kutu kebul dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Embun madu yang dikeluarkan dapat menimbulkan

serangan jamur jelaga berwarna hitam, yang menyerang pada berbagai stadia tanaman. Serangan berat yang terjadi pada tanaman sayuran di Amerika dan Eropa menyebabkan kerugian sebesar US $ 500 juta (Perring et al. 1993).

Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit yang mempunyai banyak tanaman inang, terutama di daerah beriklim tropik. Daerah pencar nematoda tersebut sangat luas, dengan prevalensi yang tinggi di sentra pertanaman kentang di Indonesia. Densiti larva nematoda di dalam contoh tanah sangat bervariasi, berkisar antara 6007.100, dengan rataan sekitar 3.290 larva per kg contoh tanah (Hadisoeganda,1991). Serangan nematoda dapat meningkatkan infeksi oleh bakteri layu dan layu Verticillium. Kehilangan hasil kentang karena nematoda dapat mencapai 12-20% (Wisnuwardana dan Hutagalung 1982).

Terjadinya ledakan populasi dan serangan kedua OPT tersebut salah satunya adalah diakibatkan oleh penerapan beberapa factor agronomi yang tidak tepat, sehingga mendorong timbulnya ledakan OPT. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung antara tanaman dengan populasi OPT dan serangan OPT pada tanaman tersebut. Sebagai contoh, penggunaan pupuk Urea dan ZA dengan dosis tinggi pada tanaman kentang, dapat menimbulkan ledakan hama kutu daun persik (Myzus persicae) dan serangan penyakit virus menggulung daun kentang PLRV(Sastrosiswojo 1980).

Teknologi ramah lingkungan yang diwujudkan dalam penerapan konsepsi pengendalian hama terpadu (PHT) adalah jalan keluar dalam usahatani kentang yang berkesinambungan. Beberapa komponen teknologi PHT yang dapat diterapkan untuk pengendalian hama B. tabaci dan Meloidogyne spp. adalah sebagai berikut.:

1) Subsoiling. Pengelolaan tanah yang baik dapat mematikan pupa yang ada di dalam tanah dan memungkinkan hama tersebut terkena kondisi yang tidak menguntungkan, seperti panas oleh sinar matahari maupun kondisi dingin. Perlakuan subsoiling hingga kedalaman 14 inci di bawah lapisan olah dapat menekan populasi Meloidogyne spp. (Marwoto 1993). 2) Solarisasi tanah dapat mematikan berbagai OPT dalam tanah (Pinkerton et al. 1996) 3) Meningkatkan keanekaragaman ekosistem.

4)Aiyer (1949) dalam Marwoto dan Rohana (1988) berpendapat bahwa pertanaman secara tumpangsari dapat menurunkan serangan OPT, melalui cara (1) mengurangi penyebaran, karena adanya penghadang (barrier) tanaman bukan inang dan (2) salah satu spesies tanaman berfungsi sebagai perangkap atau penolak. Beberapa tanaman yang berfungsi sebagai perangkap atau penolak OPT adalah Tagetes erecta (Ploeg 1999), bawang daun (Allium esculentum) (Raymondo 1984 dan Setiawati et al. 1993), dan lobak (Raphanus sativus L.) (Yamada 2001).

Penggunaan beberapa komponen teknologi kultur teknik tersebut, baik secara tunggal ataupun gabungannya, diharapkan dapat menekan serangan kutu kebul dan nematoda serta OPT lain yang penting pada tanaman kentang, sehingga kehilangan hasil dapat dikurangi.

Perlakuan yang digunakan sebagai petak utama adalah 2 cara pengelolaan tanah (A), yaitu a0. Tanpa subsoiling+tanpa solarisasi; a1. Subsoiling+solarisasi. Sedangkan sebagai anak petak adalah 4 sistem tanam kentang (B), yaitu b0. Kentang monokultur; b1. Tumpangsari kentang+bawang daun;. b2. Tumpangsari kentang+tagetes; b3. Tumpangsari kentang+lobak.

Keterangan: 1. Bawang daun, tagetes (Tagetes erecta), dan lobak ditanam bersamaan dengan tanaman kentang. 2. Subsoiling dilakukan dengan cara pencangkulan tanah, pengangkatan, pengumpulan, dan pemusnahan sisa-sisa tanaman dengan perakarannya, dan pembalikan tanah sedalam 30 cm. Pengolahan tanah dilakukan sebanyak 2 kali. 3. Solarisasi dilakukan dengan menutup lahan penelitian dengan menggunakan plastik putih transparan selama 6 minggu sampai temperature tanah mencapai 500C.

Varietas kentang yang digunakan adalah varietasAtlantik, dengan jarak tanam80 x 30 cm. Kentang ditanam secara double row. Bawang daun, tagetes, dan lobak ditanam di antara tanaman

kentang. Jumlah tanaman per petak 100 tanaman. Pemupukan menggunakan pupuk kandang 40 t/ha dan pupuk NPK 1 t/ha. Tanaman contoh ditetapkan secara sistematis sebanyak 10 tanaman per petak perlakuan. Pengamatan dilakukan tiap minggumulai 28 hari setelah tanaman (HST) Pengaruh perlakuan terhadap populasi kutu kebul Tabel 1. Interaksi antara pengelolaan tanah dan cara tanam dengan sistem tanam kentang terhadap rataan populasi B. tabaci pada umur 51 HST, Lembang 2002

Pengelolaan tanah (subsoiling dan solarisasi) serta tumpangsari antara kentang dengan tagetes merupakan kombinasi terbaik dan mampu menekan populasi sebesar 46,25% untuk B. tabaci, pengelolaan tanah, seperti subsoiling dan solarisasi berpengaruh terhadap penurunan B. tabaci. Hal ini disebabkan pengolahan tanah dapat menekan populasi awal B. tabaci.

Tumpangsari antara kentang dengan bawang daun, tagetes, ataupun lobak relatif dapat menekan populasi keempat hama yang menyerang. tanaman kentang. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan tanaman perangkap terhadap penurunan populasi hama tersebut. Hasil penelitian ini menyokong pendapat Srinivasan et al. (1994) yang menyatakan bahwa tanaman T. erecta dapat digunakan sebagai tanaman perangkap hama. penanaman tumpangsari atau polikultur menyebabkan populasi serangga dan serangannya lebih rendah dari penanaman monokultur. Tumpangsari merupakan cara pengendalian kultur teknis yang relative murah dan tidak merusak lingkungan. Cara ini dapat mengurangi populasi serta serangan hama (Trenbath 1993). Rendahnya populasi dan serangan hama pada sistem tumpangsari dapat sebagai akibat chemical barrier atau physical barrier (Risch et al. 1983). Pengaruh perlakuan terhadap populasi nematoda Meloidogyne spp.

Pengelolaan tanah (subsoiling, sanitasi, dan solarisasi) ternyata dapat menurunkan populasi nematoda di dalam tanah. Solarisasi selama 30 hari dapat mengurangi populasi nematoda (Grossman et al. 1995). Selain itu ditemukan pula bahwa solarisasi selama 6 minggu dapat menekan perkembangan OPT di dalam tanah (Vito et al.1996;Pinkerton et al. 1996). Menurut Hadisoeganda (1993) pengolahan tanah yang sempurna menjadikan struktur dan tekstur tanah tidak seperti labyrinth, sehingga tanaman terlindung dari infeksi Meloidogyne spp. Selanjutnya Marwoto (1993) menyatakan bahwa perlakuan subsoiling membuat struktur tanah menjadi lebih remah, sehingga memberikan peluang bagi sistem perakaran menembus ke lapisan tanah yang lebih dalam. Dengan demikian system perakaran tersebut terbebas dari jangkauan nematoda. Perlakuan subsoiling hingga kedalaman 14 inci di bawah lapisan olah dapat menekan populasi Meloidogyne spp.

Tumpangsari antara kentangbawang daun, kentangtagetes, ataupun kentanglobak ternyata dapat menurunkan populasi nematoda. Namun demikian efikasinya berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan preferensi nematode terhadap jenis tanaman. Beberapa tanaman yang bersifat rentan, umumnya mengeluarkan eksudat akar yang terdiri dari senyawa gula dan asam amino yang merangsang aktivitas penetrasi dalam akar.

Sebaliknya tanaman antagonis dapat menghambat penetrasi dan perkembangan nematoda di dalam jaringan akar. Menurut Chudhury (1981) dalam Marwoto (1992) jumlah gall dan betina dewasa pada akar kentang yang ditanam bersamaan dengan tagetes, secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan jumlah gall dan betina dewasa pada akar yang di tanam secara monokultur.

Perlakuan dengan menggunakan subsoiling dan solarisasi serta tumpangsari antara tanaman kentang dan tagetes ternyata yang paling efektif dalam menekan populasi nematoda pada tanaman kentang, terutama untuk nematoda Meloidogyne spp. Tagetes menghasilkan a terthienyl yang dapat mempengaruhi perkembangan nematoda (Siddiqi dan Alam 1988; Marles et al. 1992). Tanaman antagonistik dapat menekan intensitas serangan pada tanaman berikutnya (Marwoto 1992). Lobak selain efektif untuk menekan serangan nematoda, juga dapat menekan serangan hama lain, seperti hama penggerek dan kumbang.Raymundo (1984) menyatakan bahwa tumpangsari kentang dan bawang daun secara nyata mampu menurunkan jumlah benjolan (gall) pada akar kentang. KESIMPULAN 1. Pengendalian OPT secara kultur teknik (pengelolaan tanah dan sistem tanam) dapat menekan populasiOPT penting pada tanaman kentang. 2. Tumpangsari antara kentangbawang daun, kentangtagetes, dan kentanglobak dapat menekan serangan hama B. tabaci, serta nematode Meloidogyne spp. pada tanaman kentang. 3. Perlakuan subsoiling dan solarisasi serta tumpangsari antara tanaman kentang dengan tagetes dapat menekan populasi hama B. tabaci, sebesar 46,25%. 4. Perlakuan subsoiling dan solarisisi serta tumpangsari antara tanaman kentang dengan tagetes dapat menekan populasi nematode Meloidogyne spp. Pada tanaman kentang dengan hasil panen yang berkisar9,3610,05t/ha.

DAFTAR PUSTAKA

I Wayan Laba, Balittro. Warta penelitian dan pengembangan tanaman industri volume 15 nomor 2, Agustus 2009 Hal 29-31 http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/2010/02/28/pengendalian-hama-lundiexopholis-hypoleuca-dengan-pestisida-nabati-kultur-teknis-dan-patogen-serangga-padatanaman-rempah-dan-obat/ (diakses 12 november 2011).

http://web.ipb.ac.id/~phidayat/perlintan/perlintan/Perlintan%20Minggu-5-6.pdf (diakses 12 november 2011).

http://balitsa.litbang.deptan.go.id/ind/sites/default/files/Download/download/Jurnal/Setia wati%20kutu%20kebul.pdf (diakses 12 november 2011).

You might also like