You are on page 1of 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1.

Anatomi dan Fisiologi Tonsil Embriologi Tonsil Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II kedind ing faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil. Anatomi Tonsil Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius. Massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus).Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: Lateral m. konstriktor faring superior Anterior m. palatoglosus Posterior m. palatofaringeus Superior palatum mole Inferior tonsillingual Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikelgerminati vum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringanlinfoid).

Fosa Tonsil Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu bata anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut,mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hatihati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Kapsul Tonsil Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yangdisebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil. Plika Triangularis Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangulairs yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio.Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah. Pendarahan Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu : A. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris danA. Palatina asenden. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden. A. Lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal. A. Faringeal asenden.
2

Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A.tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatinadesenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksusdari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal. Aliran getah bening Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior dibawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Persarafan Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V. Melalui ganglion sfeno palatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus. Imunologi Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit danAPCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen kesel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfositB, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T denganantigen spesifik. Tonsil Faringeal (Adenoid) Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoidyang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusunteratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantongdiantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.
3

3.2. Definisi Tonsilitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkanoleh virus ataupun bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter atau penyaring menyelimuti organisme berbahaya tersebut dengan sel sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis.

3.3. Etiologi Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. 1. Pneumococcus 2. Staphilococcus 3. Haemalphilus influenza 4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens. Menurut Iskandar N (1993). Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus. 1. Streptococcus B hemoliticus grup A 2. Streptococcus viridens 3. Streptococcus pyogenes 4. Staphilococcus 5. Pneumococcus 6. Virus 7. Adenovirus 8. ECHO 9. Virus influenza serta herpes

Menurut Firman S (2006), penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis. 3.4. Gejala Klinis Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang kadang pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak loyo dan mengeluh sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang berbau, yaitu : Suhu tubuh naik sampai 40 oC. Anoreksia dan otolgia. Rasa gatal atau kering Bila laring terkena suara akan ditenggorokan. menjadi serak. Lesu. Tonsil membengkak. Nyeri sendi, odinofagia. Pernapasan berbau. Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi : -T0: Tonsil masuk di dalam fossa -T1: <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring -T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring -T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring -T4: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

3.5. Klasifikasi Tonsilitis 1. Tonsillitis akut Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus. 2. Tonsilitis falikularis Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisasisa makanan yang tersangkut. 3. Tonsilitis Lakunaris Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil. 4. Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat) Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan. 5. Tonsilitis Kronik Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.

Gambar: Perbedaan tonsilitis bacterial dan virus

3.6. Patomekanisme Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis
6

lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

Gambar: Patomekanisme Tonsilitis

Tonsilitis akan berdampak terhadap sistem tubuh lainnya dan kebutuhan dasar manusia (Nurbaiti, 2001) meliputi : a. Sistem Gastrointestinal Pasien sering merasa mual dan muntah, nyeri pada tenggorokan sulit untuk menelan sehingga susah untuk makan dan sulit untuk tidur. b. Sistem Pulmoner sering mengalami sesak nafas karena adanya pembengkakan pada tonsil dan faring, sering batuk. c. Sistem Imun Tonsil terlihat bengkak dan kemerahan, daya tahan tubuh menurun, mudah terserang demam. d. Sistem Muskuloskeletal mengalami kelemahan pada otot, otot terasa nyeri keterbatasan gerak susah untuk melakukan aktivitas sehari-hari. e. Sistem Endokrin Adanya pembengkakan kelenjar getah bening, adanya pembesaran kelenjar tiroid. 3.7. Alur Diagnosis Adapun tahapan menuju diagnosis tonsilitis kronis adalah sebagai berikut 1. Anamnesa Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting karena hampir 50%diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan,nafas bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher. 2. Pemeriksaan Fisik Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu bahan seperti pus atau dempul amat banyak terlihat pada kripta. Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada kripta. 3. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajatkeganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus. 3.8. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan tonsilitis akut a. Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.

b. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. c. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif. d. Pemberian antipiretik. 2. Penatalaksanaan tonsilitis kronik a. Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. b. Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil. TONSILEKTOMI Indikasi dari tonsilektomi dibagi 3 : 1. Indikasi absolut a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan : Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep ApneaSyndrome ) Disfagia berat yang disebabkan obstruksi Gangguan tidur Gangguan pertumbuhan dentofacial Gangguan bicara (hiponasal) Komplikasi kardiopul\oner b. Riwayat abses peritonsil. c. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomiterutama untuk hipertrofi tonsil unilateral.d. Tonsilitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit-penyakitlain. 2. Indikasi relatif a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya atau 5episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3episode atau lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya denganterapi antibiotik adekuat. b. Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis. c.Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberianterapi medis. d.Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikusyang tidak membaik dengan pemberian antibiotik resisten -laktamase. 3.Operasi tonsilektomi pada anakanak tidak selalu disertai adenoidektomi,adenoidektomi dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran adenoid. Kontraindikasi

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetapmemperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah: 1. Gangguan perdarahan 2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat 3. Anemia 4. Infeksi akut yang berat Persiapan Operasi Tonsilektomi 1. Anamnesis untuk mendeteksi adanya penyulit 2. Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya penyulit 3. Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan darah tepi: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit b. Pemeriksaan hemostasis: BT/CT dan atau PT/APTT Teknik Operasi 1. Teknik tonsilektomi yang direkomendasikan adalah teknik Guillotine danteknik Diseksi 2. Pelaksanaan operasi dapat dilakukan secara rawat inap atau one day care. 3. Dianjurkan untuk melakukan penelitian untuk membandingkan teknik Guillotine dan diseksi di rumah sakit pendidikan. 4. Dianjurkan untuk mengembangkan teknik Diseksi modern khususnya di rumah sakit pendidikan. Teknik Anestesi 1. Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan nafas. 2. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter, dianjurkan sebagai alat monitoring. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi : 1. Guillotine, Tonsilektomi guillotine dipakai untu mengangkat tonsil secaracepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat. 2. Teknik Diseksi Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metodediseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan

10

menggunakan klemtonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil men jadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosadari Spilar tersebut. 3. Teknik elektrokauter, Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. 4. Radiofrekuensi Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkanlangsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan totalvolume jaringan berkurang. 5. Skapel harmonic, Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. 6. Teknik Coblation Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitasyang untuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yangterionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasimolekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkankerusakan jaringan sekitar. 7. Intracapsular partial tonsillectomy Intracapsular tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Micro debrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomy, namun tidak ada alat lain yang dapat Menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. 8. Laser (CO2-KTP) Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP(Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringantonsil. Tehnik ini mengurangi
11

volume tonsil dan menghilangkan recesses padatonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren Penyulit Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalammelakukan tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa: 1. Kelainan anatomi: Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan) Kelainan maksilofasial dan dentofasial 2. Kelainan pada komponen darah: Hemoglobin < 10 g/100 dl Hematokrit < 30 g% Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia) 3. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain 4. Penyakit jantung kongenital dan didapat (MSI) 5. Multiple Allergy 6. Penyakit lain seperti: Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain Hipertensi dan penyakit kardiovaskular Obesitas, kejang demam, epilepsi

Gambar: Tonsilektomi

12

3.9. Komplikasi 1. Abses pertonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A. 2. Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga. 3. Mastoiditis akut Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid. 4. Laringitis 5. Sinusitis 6. Rhinitis

3.10 Prognosis Prognosis ditentukan oleh kecermatan diagnosis dan ketepatan tindakan. Bila pemberian antibiotik dan tindakan insisi yang tepat dan adekuat, maka prognosis umumnya baik, tetapi bila keadaan di mana sudah terdapat komplikasi berupa pneumonia aspirasi, abses paru ataupun mediastinitis, prognosis akan menjadi kurang baik apalagi bila kuman penyebabnya fulminans

13

DAFTAR PUSTAKA

Stephen J, Maxine A, Michael W. Current Medical Diagnosis & Treatment 2011,50thanniversary Edition.United States of America: The Mcgraw-Hill Companies; 2011. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007. Price, Sylvia A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995. Guyton, A. C., Buju Ajar Fisiologi Kedokteran 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1983. Baron D. Kapita Selekta Patologi Klinik, Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 1995. Tonsilitis, available at www.wikipedia.com Tonsilitis, available at http://medical-dictionary.freedictionary.com

14

You might also like