You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

a.1 latar belakang Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 5011500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.4,5 Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertama kali oleh Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan, surfaktan dari cairan amnion manusia, dan surfaktan dari sejenis lembu/bovine dapat dipertanggungjawabkan dan dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan. Infant RDS atau Hyaline Membrane Disease (HMD) Merupakan gangguan pada bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur karena kekurangan surfaktan. Surfaktan mulai diproduksi oleh janin pada usia kehamilan 34 minggu, dan pada umur kehamilan 37 minggu jumlahnya sudah cukup untuk pernafasan normal Puncak keparahan terjadi pada 24-48 jam, akan membaik dalam waktu 72-96 jam (tanpa terapi surfaktan) tergantung dari maturitas bayi. Salah satu dari bayi resiko tinggi adalah bayi dengan sindroma gawat nafas(SGN/RDS). Respiratory distress syndroma (RDS) didapatkan sekitar 5-10% pada bayi kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et al,2001). Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 6080% terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu; 15-30%
1

pada bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup bulan. Insiden pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam dan lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada perempuan (nelson,1999). Selain itu kenaikan frekuansi juga sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu menderita penyakit diabetes, hipertensi, hipotensi, seksio sesarea serta perdarahan antepartum.(surasmi,dkk) Namun seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi resiko tinggi dapat hidup dengan baik tanpa mengalami cacat.

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Respiratory Distress Syndrome ( RDS ) adalah perkembangan yang imatur pada system pernafasan atau tidak kuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD). Akut Sindrom distress pernafasan (ARDS), juga dikenal sebagai sindrom gangguan pernapasan (RDS) atau sindrom gangguan pernapasan dewasa (berbeda dengan IRDS ) adalah reaksi serius terhadap berbagai bentuk cedera atau infeksi akut pada paru-paru . ARDS adalah parah paru sindrom (bukan penyakit) yang disebabkan oleh berbagai masalah langsung dan tidak langsung. Hal ini ditandai dengan peradangan pada paru-paru parenkim menyebabkan gangguan pertukaran gas dengan rilis sistemik seiring mediator inflamasi yang menyebabkan peradangan , hipoksemia dan sering mengakibatkan kegagalan organ multiple . Kondisi ini sering fatal, biasanya membutuhkan ventilasi mekanis dan masuk ke unit perawatan intensif . Sindrom distress pernafasan dewasa (ARDS) adalah suatu penyakit yang di tandai oleh kerusakan luas alveolus dan / atau membrane kapiler paru. respiratory distress syndrome (RDS) merupakan penyebab morbiditas utama pada anak. Sindrom ini paling banyak ditemukan pada BBLR terutama yang lahir pada masa gestasi < 28 minggu. Penyebab terbanyak (SGNN) adalah penyakit membran hialin (PMH) yang terjadi akibat kekurangan surfaktan. Kelainan paru ini membawa akibat pada sistem kardiovaskular seperti terjadinya pengisian ventrikel kiri yang menurun, penurunan isi sekuncup, curah jantung yang menurun, bahkan dapat terjadi hipotensi sampai syok. Resistensi pembuluh darah paru yang meningkat dapat menimbulkan hipertensi pulmonal persisten. Pada bayi yang sembuh dari PMH dapat terjadi duktus arteriosus persisten (DAP). Pemeriksaan penunjang radiologis, laboratorium, EKG dan ekokardiografi sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis RDS. Tata laksana penyakit ini sangat tergantung pada tingkat gangguan kardiovaskular yang terjadi. definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru, adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran
3

pada saat otopsi.Sedangkan menurut Murray et.al (1988) disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonar.Definisi menurut Bernard et.al (1994) bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri pulmonal = 18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : a. Stadium 1 Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara b. Stadium 2 Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.

c. Stadium 3 Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. d. Stadium 4 Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

II.2 Etiologi ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung pada kapiler paru atau alveolus.ARDS terjadi sebagai akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang intestisial alveolar dan perubahan dalam jarring-jaring kapiler. Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan, suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH seringkali terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan
5

terjadinya PMH. Dihubungkan dengan usia kehamilan, semakin muda seorang bayi, semakin tinggi Resiko RDS sehingga menjadikan perkembangan yang imatur pada system pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS terdapat dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, insidens meningkat pada bayi dengan factor-faktor tertentu, misalnya: ibu diabetes yang melahirkan bayi kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal, lahir melalui seksio sesaria. ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor Resiko: Trauma langsung pada paru Pneumoni virus,bakteri,fungal Contusio paru Aspirasi cairan lambung Inhalasi asap berlebih Inhalasi toksin Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama

Trauma tidak langsung Sepsis Shock DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation) Pankreatitis Uremia Overdosis Obat Idiophatic (tidak diketahui) Bedah Cardiobaypass yang lama Transfusi darah yang banyak PIH (Pregnand Induced Hipertension) Peningkatan TIK Terapi radiasi Gangguan traktus respiratorius:
6

Hyaline membrane disease (HMD)Berhubungan dengan kurangnya masa gestasi (bayi prematur) Transient tachypnoe of the newborn (TTN) Paru-paru terisi cairan, sering terjadi pada bayi Caesar karena dadanya tidak mengalami kompresi oleh jalan lahir sehingga menghambat pengeluaran cairan dari dalam paru.: o Infeksi (pneumonia) o Sindroma aspirasi o Hipoplasia paru o Hipertensi pulmonal o Kelainan congenital (choanal atresia, hernia diagfragma,pieer robin sindroma) o Pleural effusion o Kelumpuhan saraf frenikus

Luar traktus respiratoris: Kelainan jantung congenital, kelainan metabolic, darah dan SSP.

II.3 Patofoisiologi Berbagai teori telah ditemukan sebagai penyebab kelainan ini. Pembentukan substansi surtaktan paru yang tidak sempurna dalam paru, merupakan salah satu teori yang banyak dianut. Surfaktan ialah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Senyawa utama zat tersebut ialah lesitin. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke35. Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membran hialin menyebabkan kemanapun paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yanglebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan :

oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolic pada bayi.

kerusakan endotel kapiler dan apitel duktus dan alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan subtansi surfaktan.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui bahAwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
8

dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

II.4 Manifestasi Klinik Pernafasan cepat (takipneu) Pernafasan cuping hidung Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis Sianosis sejalan dengan hipoksemia Peningkatan jumlah pernapasan Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan Hipotensi sistemik ( pucat perifer, edema, pengisian kapiler tertunda lebih dari 3 sampai 4 detik ) Penurunan keluaran urine Penurunan suara nafas dengan ronkhi Takhikardi pada saat terjadinya asidosis dan hipoksemia

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.

II.5 pemeriksaan Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan darah, urine, dan glukosa darah (untuk mengetahui hipoglikemia). Kalsium serum (untuk mementukan hipokalsemia), analisis gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2 diatas 60 mmHg , peningkatan kadar kalium darah, pemeriksaan sinar-X menunjukan adanya atelektasis, lesitin/spingomielin rasio 2:1 mengindikasikan bahwa paru sudah matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada usia kehamolan 33 minggu.
9

Sinar X dada Tes fungsi paru Kadar asam laktad

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu (> 60 x/i ), pernafasan

mendengkur,retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam. Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan nafas dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:

1. frekwensi nafas Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis, diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.

2. mekanika usaha pernafasan Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obstruksi jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala keatas, merintih, stridor dan akspansi memanjang menandakan terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan

3. warna kulit/membran mukosa

10

Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbecak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin. Penilaian fungsi kardiovaskuler meliputi: 1) Frekuensi jantung dan tekanan darah Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress, ansietes, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung. 2) Kualitas nadi Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekuat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat dan sianosis. Pemeriksaan kapiler dapar dilakukan dengan cara: Nail bed pressure (Tekan pada kuku) Blancing skin test, caranya dengan meninggikan sedikit ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan menghilang 2-3 detik. 3) Perfusi pada otak dan respirasi Gangguan fungsi serebral awalnay adalah gaduh, gelisah diselingi agitasi dan latergi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.

II.6 Penatalaksanaan

Terapi ARDS Tujuan terapi Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan umumnya bersifat suportif

Terapi berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat

mencegah komplikasi nosokomial (kaitannya dengan infeksi) ak ada terapi yang dapat menyembuhkan umumnya bersifat suportif Strategi Terapi o Non-farmakologi

11

ventilasi mekanis dgn berbagai teknik pemberian menggunakan ventilator, mengaturPEEP (positive-end expiratory pressure) pembatasan cairan pemberian surfaktan tidak dianjurkan secara rutin berfokus untuk memelihara oksigenasi dan perfusan yang adekuat encegah komplikasi nosokomial (kaitannya) o Farmakologi

Inhalasi NO2 dan vasodilator lain kortikosteroid (masih kontroversial : no benefit, kecuali bagi yang inflamasi eosinofilik) Ketoconazole : inhibitor poten untuk sintesis tromboksan dan menghambat biosintesis leukotrienes mungkin bisa digunakan untuk mencegah ARDS Inotropik agent (Dopamine ) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah. Antibiotik untuk mengatasi infeksi.

Terapi IRDS Tujuan terapi Mencegah atau meminimalkan keparahan HMD pada bayi

Strategi Terapi Pencegahan sejak janin dalam kandungan Pengatasan semua gejala, menjaga bayi dalam keadaan normal o Pencegahan a. Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi uterus Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml (utk asma: 5 mg/ml) b Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan 10 50 g/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan
12

Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian, deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian) Cek kematangan paru (lewat cairan amniotik pengukuran rasio lesitin/spingomielin

: > 2 dinyatakanmature lung function Non-farmakologi: Jaga kecukupan oksigen dengan ventilasi mekanik CPAP (Continuous Positive Airway Pressure) Jaga bayi tetap hangat, jika perlu gunakan topi bayi dengan ventilator, jaga

Terapi Farmakologi : Terapi surfaktan surfaktan sintetik diberikan melalui sisi pada tube endotracheal

dalam 2 x suntikan bolus, contoh: Exosurf, Infasurf, Alveofact Nitric Oxide inhalasi Narkotik/benzodiazepin contoh: Lorazepam,Fentanyl Sodium bicarbonat Diuretik untuk metabolic acidosis mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan pada bayi

untuk mengurangi odema, perlu pertimbangkan risk : benefit

Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari caiaran amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan buatan). Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan, bila surfaktan melapisi permukaan cairan maka tegangan permukaan cairan tersebut akan turun sehinggal lebih lunak dan tidak mudah menempel. Surfaktan diproduksi oleh sel epitel alveolus tipe II dengan jumlah 10% dari seluruh permukaan alveoli yg memiliki efek menurunkan tegangan permukaan udara alveoli dan memberi efek menurunkan tegangan permu-kaan mulai dari 1/12 sampai 1/2 tegangan permukaan air murni, tergantung konsen-trasi dan orientasi molekul-surfaktan.

JENIS SURFAKTAN

Terdapat 2 jenis surfaktan , yaitu:


13

1. Surfaktan natural atau asli, yang berasal dari manusia, didapatkan dari cairan amnion sewaktu seksio sesar dari ibu dengan kehamilan cukup bulan 2. Surfaktan eksogen barasal dari sintetik dan biologik Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), hexadecanol, dan tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant ( ALEC) dibuat dari DPPC 70% dan Phosphatidylglycerol 30%, kedua surfaktan tersebut tidak lama d pasarkan di amerika dan eropa.2,5 Ada 2 jenis surfaktan sintetis yang sedang dikembangkan yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC ( Venticute),belum pernah ada penelitian tentang keduanya untuk digunakan pada bayi prematur. Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan paru anak sapi dengan dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), tripalmitin, dan palmitic misalnya Surfactant TA, Survanta. Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari paru anak sapi atau babi, misalnya Infasurf, Alveofact, BLES, sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf Saat ini ada 2 jenis surfaktan di Indonesia yaitu : Exosurf neonatal yang dibuat secara sintetik dari DPPC , hexadecanol, dan tyloxapol. Surfanta dibuat dari paru anak sapi, dan mengandung protein, kelebihan surfanta biologi dibanding sintetik terletak di protein.

PEMBERIAN

SURFAKTAN

PADA

BAYI

PREMATUR

DENGAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi prematur dengan RDS. Sampai saat ini ada dua pilihan terapi surfaktan, yaitu natural surfaktan yang berasal dari hewan dan surfaktan sintetik bebas protein, dimana surfaktan natural secara klinik lebih efektif. Adanya perkembangan di bidang genetik dan biokimia, maka dikembangkan secara aktif surfaktan sintetik. Surfaktan paru merupakan pilihan terapi pada neonatus dengan RDS sejak awal tahun 1990 (Halliday,1997), dan merupakan campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan pada air-tissue interface . Semua surfaktan derifat binatang mengalami berbagai proses untuk mengeluarkan SP-A dan
14

SP-D, menurunkan SP-B dan SP-C, dan merubah fosfolipid sehingga berbeda dengan surfaktan binatang. Semua golongan surfaktan secara in vitro menurunkan tegangan permukaan, terutama terdapat pada surfaktan kombinasi protein, dapat menurunkan pemakaian kebutuhan oksigen dan ventilator dengan cepat. Pada suatu studi meta analisis yang membandingkan antara penggunaan surfaktan derifat binatang dengan surfaktan sintetik bebas protein pada 5500 bayi yang terdaftar dalam 16 penelitian random, 11 penelitian memberikan hasil yang signifikan bahwa surfaktan derifat binatang lebih banyak menurunkan angka kematian dan pneumothorak dibandingkan dengan surfaktan sintetik bebas protein Golongan derifat binatang yang sering digunakan pada meta-analisis adalah Survanta. Beberapa studi membandingkan efektifitas antara surfaktan derifat binatang, dan yang sering dibandingkan pada golongan ini adalah Survanta dan Curosurf . Penelitian di Inggris oleh Speer dkk (1995) yang membandingkan terapi Survanta dosis 100 mg/kg dan Curosurf dosis 200 mg/kg, pada bayi dengan RDS yang diberi terapi Curosurf 200 mg/kg memberikan hasil perbaikan gas darah dalam waktu 24 jam. Penelitian lain oleh Ramanathan dkk (2000) dengan dosis Curosurf 100 mg/kg dan 200 mg/kg dibandingkan dengan Survanta dosis 100mg/kg dengan parameter perbaikan gas darah menghasilkan perbaikan yang lebih baik dan cepat pada terapi Corosurf dengan kedua dosis tersebut, tetapi pada penelitian ini tidak didapatkan data yang lengkap pada jurnalnya. Data tentang penggunaan terapi surfaktan sintetik masih terbatas.

15

BAB III PENUTUP

III.1 kesimpulan akut Sindrom distress pernafasan (ARDS), juga dikenal sebagai sindrom gangguan pernapasan (RDS) atau sindrom gangguan pernapasan dewasa (berbeda dengan IRDS ) adalah reaksi serius terhadap berbagai bentuk cedera atau infeksi akut pada paru-paru Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Macam Respiratory Distress Syndrome : RDS pada dewasa : Acute RDS (dulu Adult RDS) RDS pada bayi baru lahir : infant RDS (IRDS) atau Hyaline membrane disease

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Acute Respiratory Distress Sindrome. Terdapat pada: http: //www.medicine.com/ards/page 4.htm. Anonim. 2007. Respiratory Distress Syndrome/Rds (On-line). Terdapat pada : http://healthblogrds.blogspot.com Hidayat, Azis alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan. edisi 1. Jakarta: Salemba Medika Kurniasih, Dedeh. 2006. Respiratory Distress Syndrom. terdapat pada: http://www.tabloid-nakita.com Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

17

You might also like