You are on page 1of 22

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA

PAMUJI)

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 (DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUOTIENT DAN SHIFT SHARE)
Muhammad Adam, Sena Pamuji1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sena_febuin@yahoo.com

ABSTRACT The research for this paper took place in South Tangerang, time period of 2007-2010. The aim of the study is to determine the regional leading sector of South Tangerang as the information and considerations in planning economic development. Data used in this study was secondary data gathered from BPS, Indonesian Bank and other sources. Location Quotient (LQ) and Shift Share are tools of analysis. Location Quotient analysis indicates: 1) construction, 2) trade, hotel, and restaurant, 3)transportation and communication, 4) bank, finance and corporate, 5) services are base sectors in the South Tangerang City. Shift Share analysis indicates that the competitive sectors are construction and communication. Keywords: Location Quotient (LQ), Shift Share, Development, Leading Sector

PENDAHULUAN Pembangunan pada hakikatnya adalah usaha untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Di Negara Negara berkembang pembangunan lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan atau mendorong perubahan perubahan atau pembaruan bidang kehidupan lainnya (Zuhairan, 2010:60). Salah satu indicator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolak ukur secara makro adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah sebagian dari perkembangan kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan besarnya pertumbuhan produk domestic regional bruto per kapita (PDRB per kapita) (Zaris, 1987:82). Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan tingginya nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan dalam perekonomian. Akan tetapi, meskipun
1

Mahasiswa Semester VII, jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan. Terdiri dari konsentrasi ekonomi syariah dan ekonomi pembangunan

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) demikian telah digunakan sebagai indicator pembangunan, pertumbuhan ekonomi masih bersifat umum dan belum mencerminkan kemampuan masyarakat secara individual. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dicerminkan dari PDRB, baik atas dasar harga yang berlaku ataupun atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga yang berlaku di mana nilai dari PDRB tersebut masih dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan di mana nilai PDRB sudah tidak dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Banten sebagai salah satu provinsi yang dekat dengan ibukota Jakarta menjadikannya suatu daerah yang menarik sebagai bahan penelitian. Dengan luas wilayah seluas 9.662,92km2 Provinsi ini memiliki jumlah penduduk yang tergolong cukup banyak yakni sebesar 10.632.166 jiwa, namun jika dilihat sekilas kondisi ini lebih baik dibandingkan provinsi DKI Jakarta yang memiliki luas wilayah yang lebih kecil (hanya 664,01km2) dengan jumlah penduduk sebanyak 9.607.787 jiwa. Pertumbuhan ekonomi provinsi Banten selama periode 2007-2010 mengalami kenaikan (seperti yang terlihat pada tabel 1.1). Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2007 total PDRB atas dasar harga konstan yang dimiliki oleh Banten adalah yang terendah dibanding periode lainnya dan tahun 2010 merupakan periode dengan total PDRB tertinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada tahun 2007 total PDRB yang dimiliki oleh Banten adalah sebesar Rp. 65.046.775,78 juta di mana industry pengolahan merupakan sector terbesar penyumbang PDRB dan sector pertambangan dan penggalian merupakan sector dengan kontribusi terkecil pada periode tersebut. Dan pada tahun 2010 total PDRB Banten adalah sebesar Rp. 76.307.000 juta dengan kontribusi tertinggi disumbang oleh sector industry dan pengolahan sedangkan sector dengan kontribusi terendah adalah sector pertambangan dan penggalian. Ini menunjukkan bahwa dari tahun 2007-2010 telah terjadi peningkatan pada PDRB Provinsi Banten meskipun tidak terjadi perubahan struktur ekonomi pada provinsi Banten.

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI)
Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Provinsi Banten 2007 2010

Sektor Pertanian Pertambangan& Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan Jasa jasa Total PDRB ADHK

2007 5.242.350,48 69.292,77 31.496.751,75 2.629.581,32 1.880.273,94 12.800.800,86 5.780.569,93 2.138.061,77 3.009.092,96 65.046.775,77

2008 5.408.861,73 79.151,12 32.225.075 2.805.792,50 2.010.388,56 14.202.996,50 6.200.675,31 2.489.875,78 3.380.093,59 68.802.910,30

2009 5.641.900,50 90.195,51 32.707.531,26 2.922.549,08 2.204.523,41 15.127.918,26 6.877.187,61 2.822.560,19 3.636.754,80 72.031.120,61

2010* 5.974.000 98.000 33.779.000 3.280.000 2.360.000 16.277.000 7.719.000 3.014.000 3.806.000 76.307.000

Sumber: BPS, Provinsi Banten Tahun 2007 2010 (diolah) Ket. Dalam satuan juta *): Angka Sementara

Dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Yang pada perjalanannnya diganti menjadi UU No. 32 dan UU No. 33 Tahun 2004, maka pemerintahan daerah di Indonesia memiliki kewenangan yang seluas-luasnya dalam pelaksanaan pemerintahan dan pengaturan keuangan daerahnya masing-masing. Dengan demikian, pertumbuhan daerah diharapkan menjadi lebih optimal dan mampu mengurangi disparitas yang terjadi antara daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, Kota Tangerang Selatan merupakan sebuah kota yang terbentuk karena terjadinya pemekaran dari wilayah sebelumnya (wilayah Kabupaten Tangerang).

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) Pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang Selatan selama kurun waktu beberapa tahun terakhir ini selalu mengalami kenaikan, walaupun kenaikan itu tidak signifikan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari tabel 1.2.
Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto A.D.H Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 - 2010 (Juta Rupiah)

Sektor Pertanian Pertambangan &Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan Jasa jasa Kota Selatan

2007 47.079 1.191 808.724 183.109 298.779 1.321.093 420.974 455.298 632.653

Tahun 2008 2009 46.816,15 47.592,92 1.198,72 1.336,74 822.793,85 186.348,60 335.232,29 1.495.790,80 461.500,81 513.390,46 697.434,80 4.560.506,50 836.534,51 194.546,29 377.739,75 1.630.458,24 524.725,99 575.576,65 759.355,80 4.947.866,89

2010 48.635,97 1.395,46 850.893,62 204.312,40 426.724,19 1.790.253,82 597.492,96 656.442,81 802.265,97 5.378.417,19

Tangerang 4.168.900
Sumber: BPS Pusat, diolah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 Kota Tangerang Selatan pada tahun 2007 adalah sebesar Rp.4.168.900 juta, dengan jumlah penduduk pertengahan tahun 2007 mencapai 1.042.682 orang. Perkembangan PDRB Kota Tangerang Selatan cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun demikian juga dengan PDRB per kapita. Laju pertumbuhan PDRB kota Tangerang Selatan disumbang oleh 9 (sembilan) sector, yaitu: pertanian; pertambangan dan penggalian; industry pengolahan; listrik, gas, dan air minum; bangunan dan konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; angkutan dan komunikasi; bank dan lembaga keuangan lainnya; jasa-jasa. Sektor Pertanian terbagi menjadi 5 (lima) subsector, yaitu: (1) Subsektor Tanaman Pangan, (2) Subsektor Tanaman Perkebunan, (3) Subsektor Peternakan

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) dan hasil-hasilnya, (4) Subsektor Kehutanan dan Perburuan, dan (5) Subsektor Perikanan. Sektor Pertambangan dan Penggalian terdiri dari 4 (empat), yaitu: (1) Subsektor penggalian tanah urug, (2) Subsektor Penggalian Tanah Liat, (3) Subsektor Penggalian Tanah Kapur, (4) Subsektor Penggalian Batu Kali dan Tanah Kapur. Sektor Industri dan Pengolahan terdiri dari 3 (tiga) subsector, yaitu: (1) Subsektor industry besar/sedang, (2) Subsektor industry kecil, dan (3) Subsektor industry rumah tangga. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih terdiri dari 2 (dua), yaitu: (1) Subsektor Listrik, dan (2) Subsektor Air Minum. Sektor Perdagangan terdiri dari 3 (tiga), yaitu: (1) Subsektor Perdagangan besar dan eceran, (2) Subsektor restoran dan rumah makan, (3) Subsektor hotel dan akomodasi lainnya. Sektor Angkutan dan Perhubungan terdiri dari 3 (tiga), yaitu: (1) Subsektor angkutan darat, (2) Subsektor jasa penunjang angkutan, dan (3) Subsektor pos dan telekomunikasi. Sektor Lembaga Keuangan, Persewaan dan jasa perusahaan terdiri dari 3 (tiga), yaitu: (1) Subsektor bank dan lembaga keuangan bukan bank, (2) subsector sewa bangunan, dan (3) subsector perusahaan. Berdasarkan data PDRB tahun 2007-2010 yang terlihat pada tabel 1.2, terlihat bahwa struktur ekonomi Kota Tangerang Selatan didominasi oleh sektor lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran dan industry pengolahan. Sektor lain yang juga memberikan kontribusi cukup besar adalah jasa-jasa, bank, persewaan dan jasa perusahaan, dan pengangkutan dan komunikasi. Empat sektor lain masing-masing memberikan kontribusi di bawah 10%. Struktur ekonomi tersebut menunjukkan bahwa perekonomian Tangerang Selatan didominasi oleh sektor tersier, yaitu pengangkutan dan komunikasi; perdagangan hotel dan restoran; jasa-jasa; dan bank, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor sekunder (industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; dan konstruksi) memberikan kontribusi 98%, dan sektor primer (pertanian;

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) pertambangan dan penggalian) hanya memberikan kontribusi kurang dari 2%. Jika dilihat kecenderungan sejak tahun 2007 hingga tahun 2010, sektor primer mengecil kontribusinya secara signifikan sedangkan sektor sekunder dan tersier meningkat kontribusinya. Jika membandingkan total PDRB Provinsi Banten dan Kota Tangerang Selatan tahun 2007 atas dasar harga konstan, kita dapat melihat bahwa nilai PDRB Kota Tangerang Selatan lebih kecil dibandingkan dengan nilai PDRB Provinsi Banten. Hal ini memberi anggapan bahwa Provinsi Banten lebih makmur dan sejahtera dibandingkan dengan Kota Tangerang Selatan. Di mana Banten memiliki Industri Pengolahan sebagai sector dengan kontribusi terbesar sedangkan Kota Tangerang Selatan memiliki sector Perdagangan, hotel dan restoran sebagai ujung tombaknya. Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentikasi permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Sektor sektor apakah yang menjadi sector basis dan non basis dalam perekonomian Kota Tangerang Selatan. 2. Bagaimanakah perubahan sektor perekonomian kota Tangerang Selatan pada periode 2007-2010. 3. Sektor sector ekonomi manakah yang potensial untuk lebih dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang Selatan.

LANDASAN TEORI Teori Adam Smith Dalam teori klasik Adam Smith dalam Purwaningsih (2009:24) menyatakan bahwa salah satu factor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah akan

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) memperluas pangsa pasar, dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut, spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan. Teori David Ricardo Sementara itu David Ricardo dalam Purwaningsih (2009:24), mengemukakan pandangan yang berbeda dengan Adam Smith. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi menurut Ricardo berawal dari jumlah penduduk rendah dan sumber daya alam yang relative melimpah. Teori Keynes Keynes melihat pertumbuhan dalam kondisi jangka pendek dan menyatakan bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total suatu Negara. Semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, semakin besar pendapatan nasional yang diperoleh, demikian juga sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat. Keynes juga menyatakan untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiscal dan kebijakan moneter serta pengawasan secara langsung. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Dalam model basis ekonomi dinyatakan bahwa factor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah keuntungan kompetitif yang berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Berdasarkan teori ini perekonomian suatu wilayah dibagi menjadi dua yaitu sector basis dan sector non basis. Sektor basis adalah sector yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif yang cukup tinggi, sehingga mampu mengekspor barang dan jasa ke luar batas-batas perekonomian wilayah yang bersangkutan. Sedangkan sector non basis

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) merupakan kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian wilayah tersebut. Sektor non basis ini berfungsi sebagai sector penunjang sector basis basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Model Interregional Income Perluasan dari model basis ekspor dapat dilakukan dengan memasukkan unsur hubungan ekonomi antar wilayah yang dikenal Interregional Income Model yang dikembangkan oleh Harry W. Richardson (1978). Berbeda dengan Model Basis Ekspor, yang mengasumsikan ekspor sebagai exogenous variable, maka dalam model interregional ini, ekspor diasumsikan sebagai factor yang berada dalam system (endogenous variable) yang ditentukan oleh perkembangan kegiatan perdagangan antar wilayah. Selanjutnya, kegiatan perdagangan antar daerah tersebut dibagi atas barang konsumsi dan barang modal. Di samping itu, agar analisis menjadi lebih realistis, maka pada model antar region ini dimasukkan pula unsur pemerintah yang ditampilkan dalam bentuk penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah serta kegiatan investasi sesuai dengan prinsip Teori Ekonomi Keynes (Sjafrizal, 2008:93) Teori Harrod Domar dalam Sistem Regional Teori ini dikembangkan oleh Roy F. Harrod (1948) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Berbeda dengan Keynes yang melihat perekonomian dalam jangka pendek, teori ini melihat dari sisi jangka panjang yang didasarkan beberapa asumsi: 1) Perekonomian bersifat tertutup 2) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan
3) Proses produksi memiliki koefesien yang tetap

4) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan timgkat pertumbuhan penduduk. Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut :

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) g = k= n, Keterangan : g = Growth (tingkat pertumbuhan output k = Capital (tingkat pertumbuhan modal) n = tingkat pertumbuhan angkatan kerja Agar terjadi keseimbangan antara tabungan (S) dan investasi (I) harus terdapat kaitan yang saling menyeimbangkan, padahal peran k untuk menghasilkan tambahan produksi ditentukan oleh v (rasio modal output). (Tarigan, 2007:49) Produk Domestik regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator makro ekonomi yang penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada suatu periode tertentu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Menurut Badan Pusat Statisti (2011:2) PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB atas dasar harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB ata dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga tetap pada suatu tahun tertentu sebagai dasar/referensi. Sedangkan PDRB atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan harga tahun berjalan. PDRB atas dasar berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa. Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam perhitunan PDRB, yaitu: a. Pendekatan produksi, yaitu jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi/sektor dalam suatu wilayah pada suatu periode tertentu (biasanya satu tahun). b. Pendekatan pengeluaran, yaitu jumlah semua komponen permintaan akhir di suatu wilayah, dalam jangka waktu tertentu. Komponen permintaan akhir meliputi: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori/stok, dan ekspor neto.
c. Pendekatan pendapatan, yaitu jumlah semua balas jasa yang diterima oleh

faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Komponen balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah: upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan. Semua komponen tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Analisis Shift-Share Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingnkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (region/nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu (Arsyad, 2002:139-140): a. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan.
b. Pereseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif

pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang yang lebih besar untuk dijadikan acuan. Dengan demikian dapat diketahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan. Peregeseran diferensial (differential shift) digunakan untuk menentukan seberapa besar daya saing industri daerah dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Studi Empiris Penelitian mengenai sector basis telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti sebelumnya dan pada umumnya penelitian yang sudah dilakukan menggunakan analisis LQ dan shift share. Di mana perbedaan penelitian ini dengan penelitian

10

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) sebelumnya adalah pada periode yang diteliti, lokasi penelitian, dan alat analisis yang digunakan. Adapun penelitian yang dilakukan sebelumnya sebagai bahan rujukan penelitian ini adalah sebagai berikut: Muhammad Averroes Fadlan(2011) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Periode 2004-2009 (Analisis Location Quotient dan Shift Share), menjelaskan tentang pertumbuhan ekonomi suatu sector perekonomian yang terjadi di suatu wilayah akan berdampak terhadap pertumbuhan secara Nasional. Data yang dipergunakan adalah data sekunder berupa PDRB Provinsi Lampung atas dasar harga berlaku. Hasil penelitiannya menemukan bahwa terdapat subsector unggulan yang dapat diijadikan komoditas ekspor dan juga yang mengalami pertumbuhan cepat, yaitu subsector perkebunan yang menjadi potensi unggulan dari Provinsi Lampung walaupun masih di bawah dari Subsektor Tanaman Pangan akan sumbangannya terhadap PDRB Sektor Pertanian tetapi membuktikan bahwa Subsektor Perkebunan adalah satu-satunya Subsektor yang dapat bersaing dengan Subsektor lainnya dalam sumbangan terhadap Nasional. Dan Subsektor lainnya masih berpotensi untuk ditingkatkan di dalam Provinsi Lampung sendiri. Zuhairan Y. Yunan(2010) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kotamadya Tangerang Selatan Dengan Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB, tujuan dari penelitian ini adalah pemecahan masalah dengan perlu adanya kemampuan di bidang ekonomi di daerah analisis, dengan populasi adalah PDRB sektoral kota Tangerang Selatan dan Propinsi Banten yang dihitung berdasarkan harga konstan tahun 2000. Data yang digunakan merupakan data sekunder, dengan menggunakan metode analisis yaitu Analisis Location Quotient (LQ) serta Analisis Shift Share. Penelitian yang dilakukan menyimpulkan bahwa sector bank; keuangan; perusahaan merupakan sector basis yang memiliki indeks terbesar dibandingkan dengan sector basis lainnya dan memberikan nilai sumbangan tertinggi dalam perkembangan PDRB kota Tangerang Selatan. Sektor basis lainnya yang tidak

11

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) kalah penting dengan ketiga sector basis di atas adalah sector perdagangan, hotel, restoran; sector pengangkutan dan komunikasi; dan sector listrik, gas, dan air bersih. Selain itu keenam sector tersebut juga merupakan sector basis ekonomi yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah kota Tangerang Selatan karena memiliki nilai LQ lebih dari satu. Hasil analisis Shift Share menunjukkan bahwa sector yang merupakan sector kompetitif, yaitu sector bangunan; dan sector pengangkutan dan komunikasi. Irman dan Fachrizal Bachri(2003) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Potensi Sektoral Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sector-sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan guna memacu pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Lahat; menegtahui pengaruh sector-sektor yang potensial tersebut terhadap penciptaan kesempatan kerja; mengetahui besarnya nilai ICOR Kabupaten Lahat. Data sekunder sebagai data yang digunakan dalam penelitiannya, di mana data tersebut diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Kantor Statistik, Bank Indonesia, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian. Data dianalisis melalui metode: 1) LQ, 2) Analisis Shift Share, 3) Cobb-Douglas, 4) Analisis ICOR. Dengan hasil analisis 1) LQ, terdapat empat sector yang potensial/unggul yaitu sector pertanian, sector bangunan, sector keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sector jasa-jasa. 2) Hasil analisis Shift Share, sector ekonomi yang potensial di Kabupaten Lahat hanya tiga sector yaitu sector industry pengolahan, sector bangunan dan sector keuangan, persewaan dan jasa-jasa perusahaan. 3) Hasil analisis Cobb-Douglas, ternyata peningkatan nilai produksi sector pertanian, sector bangunan dan sector jasa-jasa mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kesempatan kerja sedangkan sector keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mempunyai pengaruh negative terhadap penciptaan kesempatan kerja. 4) Dari analisis ICOR ternyata ICOR Kabupaten Lahat secara total adalah 11,32%. Nazeli Adnan(2004) dalam jurnalnya yang berjudul Potensi Ekonomi Sektoral Kota Palembang. Penelitiannya bertujuan untuk menganalisis sector-

12

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) sektor ekonomi yang potensial dan perubahan struktur ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Palembang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait periode 1993-2002, dengan alat analisis location quotient and shift share. Berdasarkan analisis LQ diketahui bahwa terdapat 6(enam) sector basis di Kota Palembang, yaitu sector industry pengolahan, sector perdagangan, hotel dan restoran, sector listrik, gas dan air bersih, sector pengangkutan dan komunikasi, sector keuangan, serta sector jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi di kota Palembang banyak ditentukan oleh nasional share. Wali I. Mondal(2010), dengan penelitinnya yang berjudul An Analysis of the industrial development potensial of Malaysia: A shift share Approach. Alat analisis yang digunakan adalah shift share. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Malaysia mempunyai sector basis di wilayah Klantan, Terengannu, Pahong dan Johar Utara di mana ke empat wilayah tersebut mempunyai mix industry yang unik dibandingkan dengan wilayah lainnya yang ada di Malaysia, hal tersebut didukung dengan kekayaan alamnya yang melimpah. Pada semenanjung Malaysia kaya akan sector pertanian dan sector perikanan, selain itu kontribusi sector pariwisata memiliki peranan penting dalam perekonomian Malaysia. METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder, khususnya yang bersumber dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan dan BPS Pusat. Periode data yang digunakan sebagai analisis potensi ekonomi Kota Tangerang Selatan, yaitu tahun 20072010. Data sekunder meliputi data-data Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten atas dasar harga konstan 2000 menurut Lapangan Usaha 2007 2010 dan Produk Domestik Regional Bruto Kota Tangerang Selatan A.D.H Konstan 2000 menurut Lapangan Usaha tahun 2007 2010. Dalam penelitian ini juga diperlukan sampel, di mana sampel yang dimaksud adalah kota Tangerang Selatan dan yang menjadi populasi dalam penelitian ini provinsi Banten.

13

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) Location Quotient Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk menentukan sector basis dan non basis dalam perekonomian kota Tangerang Selatan. Apabila hasil perhitungannnya menunjukkan angka lebih dari satu (LQ > 1) berarti sector tersebut merupakan sector basis. Sebaliknya, apabila hasilnya menunjukkan angka kurang dari satu (LQ < 1) berarti sector tersebut bukan sector basis. Untuk mendapatkan indeks LQ dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan pendekatan tenaga kerja dan yang kedua adalah dengan pendekatan nilai tambah, formulasinya dapat dilihat sebagai berikut:
LQ = Li/Lt : Ni/Nt

di mana Li adalah Jumlah tenaga kerja sector i wilayah rendah (dalam hal ini kota Tangerang Selatan); Lt adalah Jumlah tenaga kerja total wilayah rendah; Ni adalah Jumlah tenaga kerja sector i wilayah tinggi ( dalam hal ini provinsi Banten); dan Nt adalah jumlah tenaga kerja total wilayah tinggi.
LQ = Si/St : Yi/Yt

di mana Si adalah PDRB sector i wilayah rendah; St adalah PDRB total wilayah rendah; Yi adalah PDRB sector i wilayah tinggi; dan Yt adalah PDRB total wilayah tinggi. Shift Share Analisis SS digunakan untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dalam kaitannya dengan perekonomian daerah acuan yaitu wilayah yang lebih luas. Untuk mengetahui proses pertumbuhan ekonomi suatu daerah dengan menggunakan analisis SS digunakan variabel penting seperti tenaga kerja, penduduk dan pendapatan. Pertumbuhan PDRB total (G) dapat diuraikan menjadi komponen Shift dan komponen Share, yaitu:
1)

Komponen nasional Share (N) adalah banyaknya pertambahan

PDB seandainya pertumbuhannya sama dengan laju pertumbuhan PDRB Provinsi selama periode yang tercakup dalam studi. 2) Komponen proportional Shift (P), mengukur besarnya net shift wilayah rendah yang diakibatkan oleh komposisi sector sector PDRB pada

14

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) wilayah rendah yang bersangkutan berubah. Apabila PJ > 0 artinya wilayah rendah yang bersangkutan berspesialisasi pada sector sector yang pada tingkat wilayah tinggi tumbuh relative cepat dan apabila PJ < 0 berarti wilayah rendah yang berspesialisasi pada sector sector yang di tingkat wilayah tinggi pertumbuhannya dengan lambat atau bahkan sedang turun. 3) Komponen differential Shift (D), mengukur besarnya net shift yang diakibatkan oleh sector sector tertentu yang tumbuh lebih cepat atau lebih lambat di wilayah rendah dibandingkan dengan tingkat wilayah tinggi yang disebabkan oleh factor factor lokasional intern. Daerah yang mempunyai keuntungan lokasional, seperti sumber daya yang baik akan mempunyai differential shift component postif (DJ > 0), sebaliknya wilayah rendah yang secara lokasional tidak menguntungkan akan mempunyai differential shift component yang negatif (DJ< 0). Shift Share: Formulasi SS dapat dilihat sebagai berikut: GJ Nj = = = = Pj Dj = = = (P+D)j = Yjt Yjo (Nj + Pj + Dj) Yjo (Yt/Yo) Yjo Yjt (Yt/Yo)Yjo (Gj Nj) i [(Yit/Yio) - (Yt/Yo)]Yijo t [Yijt (Yit/Yio)Yijo] (P + D)j Pj

di mana Gj merupakan pertumbuhan PDRB total wilayah rendah; Nj merupakan komponen share di wilayah rendah; (P+D)j merupakan komponen net shift di wilayah rendah; Pj merupakan proportional shift wilayah rendah; Dj merupakan differential shift wilayah rendah; Yj merupakan PDRB total kota wilayah rendah; Y merupakan PDRB total wilayah tinggi; o,t merupakan periode awal dan periode akhir perhitungan; dan I merupakan subskripsi sector (subsector) pada PDRB.

15

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) HASIL DAN PEMBAHASAN Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten dan secara administratif terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan. Pertama, kecamatan Serpong. Kedua, kecamatan Serpong Utara. Ketiga, kecamatan Setu. Keempat, kecamatan Pamulang, Kelima, kecamatan Ciputat. Keenam, kecamatan Ciputat Timur. Ketujuh, kecamatan Pondok Aren. Perekonomian kota Tangerang Selatan secara umum sudah menunjukkan perekonomian yang bergerak ke arah non agraris terbukti dengan rendahnya dominasi sector primer. Sektor sekunder memiliki kontribusi yang cukup tinggi, bahkan sector tersier sangat dominan dalam menyumbang PDRB kota Tangerang Selatan selama periode 2007-2010. Dari sumbangan sector-sektor ekonomi kota Tangerang Selatan bila dilihat perkembangannya selama kurun waktu 2007-2010, sector perdagangan, hotel, dan restoran memiliki kontribusi tertinggi sedangkan sector terendah disumbang oleh pertambangan dan penggalian. Secara umum, sector-sektor ekonomi yang ada selama periode 2007-2010 di Tangerang Selatan mengalami peningkatan kecuali sector pertanian yang pada tahun 2008 sempat mengalami penurunan. Sektor pertanian dan sector pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi rendah menggambarkan bahwa pola kehidupan masyarakat sudah tidak lagi mengandalkan sector pertanian, lahan yang ada lebih dimanfaatkan untuk mendirikan restoran, hotel, atau pusat perbelanjaan. Sementara sector pertambangan dan penggalian menggambarkan keadaan geografi yang sesuai, di mana jumlah sumber daya untuk mineral, minyak dan gas bumi relative kecil.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Kota Tangerang Selatan Tahun 2007-2010

Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan, Penggalian

2007 0.140121 724 0.268181 08

2008 0.130582 069 0.228483 276

2009 0.122805 86 0.215756 649

2010 0.115505 391 0.202023 183

Ratarata 0.127 0.229

16

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI)
Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Pengangkutan, komunikasi Keuangan,Persewaan,Jas a Perusahaan Jasa-jasa lain 0.400625 751 1.086494 123 2.479323 741 1.610276 84 1.136289 284 3.322613 28 3.280456 353 0.385204 037 1.001992 14 2.515704 172 1.588856 255 1.122864 127 3.110740 933 3.112924 723 0.372338 771 0.969088 196 2.494480 638 1.569035 156 1.110769 298 2.968671 335 3.039719 136 0.357386 688 0.883752 742 2.565341 296 1.560451 008 1.098200 518 3.090036 009 2.990607 923 0.379 0.98533 18 2.514* 1.582* 1.117* 3.123* 3.106*

Berdasarkan perhitungan LQ di mana hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.1 memberikan gambaran bahwa di kota Tangerang Selatan pada tahun 2007-2010 secara rata-rata memiliki 5 sektor basis atau dapat dikatakan mengalamai penurunan jika dibandingkan dengan periode 2007-2009, di mana Tangerang Selatan pada periode 2007-2009 memiliki 6 sektor basis (Zuhairan 2010:71). Adapun kelima sector basis yang masih dimiliki oleh kota Tangerang Selatan adalah 1) sector bangunan, 2) sector perdagangan, hotel, dan restoran, 3) sector pengangkutan dan komunikasi, 4) sector keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, 5) sector jasa-jasa lain. Sedangkan sector yang pada 2010 sudah tidak lagi menjadi sector basis adalah sector listrik, gas, dan air bersih. Hasil tersebut menggambarkan bahwa sector-sektor tersebut memberikan kontribusi yang baik terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi kota Tangerang Selatan, karena kelima sector tersebut sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan yang ada di wilayahnya dan sangat memungkin untuk dilakukannya ekspor ke wilayah(daerah) yang lainnya. Jika kita urutkan berdasarkan indeks LQ terbesar, maka akan diketahui bahwa sector keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan merupakan sector basis yang memiliki indeks terbesar dibandingkan sector lainnya. Pada urutan kedua disumbang oleh sector jasa-jasa lain yang secara ratarata memiliki indeks 3.106 atau berbeda sedikit dengan sector keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

17

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) Diikuti oleh sector bangunan, sector perdagangan, hotel, dan restoran, dan sector pengangkutan dan komunikasi pada urutan ketiga, keempat, dan kelima. Meningkatnya besaran nilai LQ pada sector bangunan dari tahun ke tahun walau sempat mengalami penurunan pada 2009 mengindikasikan bahwa telah terjadi peningkatan pendapatan per kapita sehingga permintaan yang terjadi pada sector tersebut meningkat. Diiringi dengan posisi geografis kota Tangerang Selatan yang berbatasan langsung dengan provinsi Jakarta dan kota Bogor serta dilalui oleh jalur lalu lintas arus barang dan jasa dari Jawa menuju Sumatera ataupun sebaliknya. Menjadikan kota Tangerang Selatan sebagai kota satelit yang ideal, dan berdampak pada pertumbuhan yang cukup baik pada sector ini. Sementara sector-sektor lain yang bukan merupakan sector basis adalah sector: 1) pertanian, 2) pertambangan dan penggalian, 3) industry pengolahan, 4) listrik, gas dan air bersih karena memiliki indeks LQ di bawah 1. Kenyataan tersebut sejalan dengan fakta yang terjadi di lapangan, bahwa keempat sector tersebut belumlah sepenuhnya menjadi sector unggulan kota Tangerang Selatan. Sektor-sektor tersebut dalam berproduksi belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada di wilayahnya, bahkan harus mengimpor dari luar wilayahnya untuk pemenuhannya. Sektor bukan basis ini perlu menjadi sorotan khusus agar ke depannya dapat dibantu dan dikembangkan menjadi sector basis. Untuk mengetahui tentang pola pertumbuhan ekonomi atau struktur ekonomi kota Tangerang Selatan baik per sector maupun secara keseluruhan dapat dilakukan dengan analisis shift share. Hasil perhitungan shift share dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Shift Share Kota Tangerang Selatan Tahun 2007-2010

18

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI)
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan, Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, Restoran Pengangkutan, komunikasi Keuangan,Persewaan,Ja sa Perusahaan Jasa-jasa lain Jumlah Gj 518.99 68.1533333 3 14056.54 7067.8 42648.3966 7 156386.94 58839.6533 3 67048.27 56537.6566 7 403172.4 Nj 2172.38628 101.679771 8 35654.7160 3 10854.1014 6 19609.2393 103893.697 27798.769 44391.2056 5 51933.8819 4 296409.676 4 Pj 151729.8273 4165.604244 2684090.774 613966.6748 1192394.663 5140830.672 1644935.544 1796562.341 2395974.989 15624651.09 Dj 1585.63580 3 82.6383109 4 5417.88081 2 7538.65298 16085.7377 8 34398.1971 4 10447.8349 1 6197.12457 6 1104.75871 9 53608.8452 2

Nilai differential shift(Dj) sector perekonomian kota Tangerang Selatan selama tahun 2007-2010 ada yang positif dan negative. Di mana nilai positif, berarti bahwa terdapat sector ekonomi kota Tangerang Selatan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan sector yang sama pada tingkat Provinsi Banten. Sedangkan nilai negative berarti sector tersebut tumbuh jauh lebih lambat jika dibandingkan sector yang sama pada tingkat Provinsi. Berdasarkan tabel 4.2 terdapat lima sector dengan nilai differential shift positif, yaitu sector perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai sebesar 34398.19. Lalu diikuti oleh sector bangunan sebesar 16085.73, pada urutan selanjutnya ditempati oleh sector pengangkutan dan komunikasi dengan nilai sebesar 10447.83, sector keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan juga memiliki nilai positif, yaitu sebesar 6197.124576, dan sector jasa-jasa memiliki nilai sebesar 1104.75. Kelima sector tersebut merupakan sector-sektor dengan pertumbuhan yang cepat, sehingga berpotensi untuk dikembangkan dalam memacu pertumbuhan kota Tangerang Selatan. Sedangkan keempat sector yang lain, yaitu sector

19

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) pertanian, sector pertambangan dan penggalian, sector indsutri pengolahan, dan sector listrik, air bersih, dan gas memiliki nilai differential shift yang negative, sehingga yang terjadi adalah sector-sektor tersebut mengalami pertumbuhan yang lambat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pengamatan yang sudah dilakukan, maka penulis memiliki kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil perhitungan LQ diketahui bahwa sector bank, keuangan dan jasa perusahaan adalah sector basis dengan nilai yang tertinggi dibandingkan sector yang lainnya. 2. Sektor lainnya yang juga dapat dikategorikan sebagai sector basis karena memiliki nilai LQ lebih dari 1 adalah sector bangunan, sector perdagangan, hotel, dan restoran, sector pengangkutan dan komunikasi, sector jasa-jasa lain.
3.

Sektor listrik, gas dan air bersih pada tahun 2009 masih dikategorikan sector basis tetapi pada 2010 sudah dapat dikatakan tidak menjadi sector basis di kota Tangerang Selatan.

4.

Hasil analisis Shift Share menunjukkan sector yang cukup kompetitif, yaitu 1) sector bangunan, 2) sector perdagangan, hotel, dan restoran, 3) sector pengangkutan dan komunikasi, 4) sector keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, 5) sector jasa-jasa lain. Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi di kota Tangerang Selatan,

disarankan 1.

kiranya

sector-sektor

yang

perlu

menjadi

prioritas

untuk

dikembangkan adalah: Sector bangunan, karena sector ini memiliki nilai LQ lebih dari 1(satu) dan memiliki nilai differential shift yang positif. Di samping itu, dengan pengembangan sector ini, diharapkan dapat meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat. 2. Sector perdagangan, hotel, dan restoran, karena sector ini memiliki nilai LQ lebih dari 1(satu) dan memiliki nilai Dj yang positif.

20

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) 3. Sector pengangkutan dan komunikasi, karena memiliki nilai LQ >1 dan nilai Dj yang positif.
4.

Sector keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, karena sector ini memiliki nilai LQ>1 walaupun nilai LQ terus mengalami penurunan dan nilai Dj yang positif.

5.

Sector jasa-jasa lain, karena memiliki nilai LQ>1 dan juga mengalami penurunan setiap tahunnya tetapi nilainya masih cukup tinggi diikuti dengan nilai Dj yang juga positif.

6.

Walau kota Tangerang Selatan memiliki beberapa sector yang tergolong sector basis tetapi sector-sektor yang bukan basis tidak dapat diabaikan dalam perencanaan, bahkan diharapkan pada masa mendatang dapat menjadi sector basis.

REFERENSI Bahan Pustaka Adnan, Nazeli. Potensi Ekonomi Sektoral Kota Palembang. Dalam Fordema, vol. 4 No. 1, Juni 2004. Hal: 725-736 Arsyad Lincoln. 1999. Ekonomi Pembagunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN. BPS. Banten Dalam Angka. BPS Jakarta, 2011 Fadlan, Muhammad Averroes. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Lampung Periode 2004-2009 Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011 Bachri, Fachrizal dan Irman. Analisis Potensi Sektoral Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan. Dalam Kajian Ekonomi, vol. 2 No. 1, 2003. Hal :77-103 Hamid, Abdul. Buku Panduan Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007 Jhingan, M.L. 1992. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Terjemahan D. Guritno. Jakarta: Rajawali

21

ANALISIS POTENSI EKONOMI KOTA TANGERANG SELATAN PERIODE 2007-2010 DENGAN PENDEKATAN LQ DAN SHIFT SHARE(ADAM & SENA PAMUJI) Mondal, Wali I. An Analysis of The Industrial Developmemt Potential of Malaysia: A Shift-Share Approach dalam Journal of Business & Economic Research Vol. VII No. 5, 2009. h. 41-46 Sjafrizal. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media. 2008 Tarigan, Robinson. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi revisi). Jakarta: Bumi Aksara. 2007 Yunan, Zuhairan Y. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah Kotamadya Tangerang Selatan Dengan Pendekatan Pembentuk PDRB. Dalam Signifikan, Vol. I, No. 3, 2010. hal. 61-76.

22

You might also like