You are on page 1of 26

Aspek Etik & Hukum REKAM MEDIS

Devisi Bioetika, Humaniora, dan Medikolegal MEU FKUSU 2011

Undang undang praktik kedokteran nomer: 29 tahun 2004, psl.46 dan 47: salah satu unsur utama dalam sistem pelayanan kesehatan yang prima adalah tersedianya pelayanan rekam medis oleh dookter Kendala utama: dokter tidak menyadari sepenuhnya manfaat dan kegunaan rekam medis, baik pada sarana pelayanan kesehatan maupun pada praktik perorangan

Pasal 46 ayat (1) UU praktik Kedokteran: rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

Menurut Permenkes no 749a tahun 1989, Rekam Medis adalah; berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, hasil pemeriksaan pengobatan, tindak dan pelayanan lain nya yang diterima pasien pada sarana kesehatan baik rawat jalan maupun rawat inap.

Manfaat Rekam Medis


Sebagai alat komunikasi sesama petugas kesehatan Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan, pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien dirawat Sebagai bahan untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap

Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit dan tenaga kesehatan Menyediakan data untuk penelitian dan pendidikan Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, dipertanggung jawabkan dan dilaporkan

Kepemilikan Rekam Medis / Rekam Kesehatan


Di Indonesia, baik UU Praktik Kedokteran maupun Permenkes No. 749a/MENKES/PER/XII/1989 menyatakan bahwa berkas rekam medis adalah milik sarana kesehatan sedangkan isi rekaman medis milik pasien. UU Praktik Kedokteran bahkan menyatakan bahwa memperoleh isi rekam medis adalah salah satu hak pasien. Tata cara penyerahan informasinya dikenal terdapat dua pendapat, yaitu :
a.

Pasien menerima surat keterangan yang berisikan informasi kesehatannya. Pasien menerima fotokopi rekam medisnya.

b.

ISU ETIK
Isu etik dalam informasi kesehatan umumnya berhubungan dengan dokumentasi, pemberian kode (coding), pengungkapan informasi, manajemen mutu kesehatan masyarakat dan managed care, informasi kesehatan yang sensitif dan teknologi.

Secara etik dilarang melakukan pencatatan mundur dan pengubahan catatan dalam rekam medis agar disesuaikan dengan hasil layanan yang terjadi.

1. 2.

3.

Dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi, terdapat tiga masalah etik, yaitu : Pelanggaran prinsip kebutuhan tahu (need-to-know principle). Penyalahgunaan surat persetujuan atau otorisasi yang tidak tertentu (blanket authorization). Pelanggaran privasi yang terjadi sebagai akibat dari prosedur pengungkapan sekunder (secondary release).

Isu Hukum
Terdapat 3 isu hukum utama yang berkaitan dengan rekam medis, yaitu :
1.

Komplikasi, pemeliharaan dan retensi rekam medis / rekam kesehatan. Penggunaan dan pengungkapan informasi kesehatan , dan Penggunaan catatan pasien dan informasi kesehatan dalam proses peradilan. Selain itu juga terdapat isu hukum dibidang kepemilikan, perlindungan dan komputerisasi.

2.

3.

Berikut adalah acuan secara umum untuk menentukan bentuk dan isi rekam kesehatan :

Rekam medis hendaknya disusun secara sistematik untuk memudahkan pencarian dan kompilasi data. Hanya orang orang tertentu yang ditunjuk oleh kebijakan rumah sakit saja yang diperbolehkan mendokumentasikan dan menyimpan rekam medis. Kebijakan rumah sakit dan atau peraturan internal staf medis hendaknya menspesifikasi siapa yang berhak menerima dan menulis perintah verbal dokter dan tata caranya.

Masukan pada rekam medis hendaknya dicatat pada saat perawatan yang diuraikan diberikan (tidak retrospektif). Penulis semua masukan harus tertera dengan jelas. Singkatan dan simbol sebaiknya hanya digunakan dalam rekam medis bila sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Semua masukan pada rekam medis hendaknya permanen. Untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dalam rekam medis, hendaknya digunakan tata cara sebagaimana diatur dalam Permenkes no 749a tahun 1989.

Bila pasien ingin mengubah isi rekam medisnya, perubahan hendaknya dibuat sebagai addendum.
Sebaiknya tidak ada perubahan pada masukan yang asli, dan perubahan harus secara jelas merupakan dokumen tambahan yang disertakan dalam rekam medis yang asli atas permintaan pasien, yang selanjutnya akan bertanggung jawab untuk menjelaskan perubahan tersebut.

Petugas rumah sakit harus mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan analisa kuantitatif maupun kualitatif dari rekam medis.

Permenkes no 749a tahun 1989 mengatur tentang lamanya retensi rekam medis hingga setidaknya 5 tahun sejak kunjungan pasien terakhir, sedangkan untuk hal hal yang bersifat khusus dapat ditetapkan sendiri.

Perlindungan privasi,kerahasiaan, dan keamanan


Perbedaan ketiga kata diatas ialah :

Privasi adalah hak individu untuk dibiarkan sendiri, termasuk bebas dari campur tangan atau observasi terhadap hal hal pribadiseseorang serta hak untuk mengontrol informasi informasi pribadi tertentu dan informasi kesehatan. (Harman 2001a,p. 376). Kerahasiaan merupakan pembatasan pengungkapan informasi pribadi tertentu. Dalam hal ini mencakup tanggung jawab untuk menggunakan, mengungkapkan, atau mengeluarkan informasi hanya dengan sepengetahuan ijin individu. ( Harman 2001a,p.370). Keamanan meliputi perlindungan fisik dan elektronik untuk informasi berbasis komputer secara utuh, sehinggan menjamin ketersediaan dan kerahasiaan. Termasuk kedalamnya adalah sumber sumber yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengolah dan menyampaikan, alat alat untuk mengatur akses dan melindungi informasi dari pengungkapan yang tak disengaja maupun yang sengaja. (Harman 2001a,p.372).

Kerahasiaan rekam medis diatur didalam UU Praktik Kedokteran pasal 47 ayat (2) yang menyatakan bahwa rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaanya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan saran kesehatan. Hal yang sama dikemukakan dalam pasal 11 peraturan pemerintah No 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.

Selanjutnya UU Praktik Kedoteran memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2) : e. Untuk kepentingan kesehatan pasien f. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegak hukum. g. Permintaan pasien sendiri. Berdasarkan ketentuan undang undang.

Sedangkan pasal 12 Permenkes 749a menyatakan bahwa :


(1)

Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan ijin tertulis pasien.

(2)

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan medis dapat memaparkan isi rekam medis tanpa seijin pasien berdasarkan peraturan perundang

Tanggung jawab sarana dan profesi Sarana kesehatan bertanggung jawab untuk melindungi informasi kesehatan yang terdapat didalam rekam medis terhadap kemingkinan hilang, rusak , pemalsuan dan akses yang tidak sah. Dokter yang merawat pasien bertanggungjawab atas kelengkapan dan keakurasian pengisian rekam medis.

Aspek hukum komputerisasi IK


Konsil Asosiasi Dokter Sedunia (WMA) dibidang etik dan hukum menerbitkan ketentuan dibidang ini pada tahun 1994. beberapa petunjuk yang penting adalah :
1.

Informasi medis hanya dimasukkan kedalam komputer oleh personil yang berwenang. Data pasien harus dijaga dengan ketat. Setiap personil tertentu hanya bisa mengakses data tertentu yang sesuai, dengan menggunakan security level tertentu. Tidak ada informasi yang dapat dibuka tanpa ijin pasien. Distribusi infomasi medis harus dibatasi hanya kepada orang orang yang berwenang saja. Orang orang tersebut juga tidak diperkenankan memindahtangankan informasi tersebut kepada orang lain.

2.

3.

4.

Data yang telah tua dapat dihapus setelah memberitahukan kepada dokter dan pasiennya (atau ahli warisnya).
Terminal yang on-line hanya dapat digunakan oleh orang yang berwenang.

5.

Kepemilikan Rekam Medis / Rekam Kesehatan


Di Indonesia, baik UU Praktik Kedokteran maupun Permenkes No. 749a/MENKES/PER/XII/1989 menyatakan bahwa berkas rekam medis adalah milik sarana kesehatan sedangkan isi rekaman medis milik pasien. UU Praktik Kedokteran bahkan menyatakan bahwa memperoleh isi rekam medis adalah salah satu hak pasien. Tata cara penyerahan informasinya dikenal terdapat dua pendapat, yaitu :
a.

Pasien menerima surat keterangan yang berisikan informasi kesehatannya. Pasien menerima fotokopi rekam medisnya.

b.

Pengungkapan informasi kesehatan


Hal ini hanya dapat dilakukan apabila :
1.

Dengan persetujuan atau otoritas pasien, misalnya informasi kesehatan untuk kepentingan asuransi kesehatan, perusahaan, pemberi kerja dll. Dengan perintah undang undang, misalnya : a. UU wabah dan UU karantina b. UU acara pidana

2.

3. Untuk kepentingan pasien.

Penggunaan informasi kesehatan untuk kepentingan peradilan


Pasal 43 Undang Undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana mengisyaratkan bahwa rekam medis tidak dapat disita tanpa persetujuan sarana kesehatan atau orang yang bertanggungjaewab atas rekam medis terswbut. Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas ijin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali undang undang menentukan lain.

Penggunaan Rekam Medis untuk Peningkatan Mutu

Pada Permenkes RI tentang rekam medis disebutkan bahwa salah satu tujuan dari rekam medis adalah untuk riset dan sebagai data dalam melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan medis. Permenkes ini juga memberikan peluang pembahasan informasi medis seseorang pasien dikalangan profesi medis untuk tujuan rujukan dan pengembangan ilmiah. Demikian pula Asosiasi Dokter Sedunia (WMA, Oktober 1983) menyatakan bahwa penggunaan informasi medis untuk tujuan riset dan audit dapat dibenarkan.

TERIMA KASIH

You might also like