You are on page 1of 15

Case

TETANUS

Disusun Oleh : NAWANG FEA AURORA 110.2006.180 Pembimbing : Dr. H. Herry Setya Yudha Utama, Sp. B, MH. Kes, FInaCS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD ARJAWINANGUN MEI 2012

STATUS PASIEN

I. Identitas Nama Umur : Tn. K : 42 tahun 2

Jenis kelamin Agama Pekerjaan Alamat Tanggal masuk RS

: Pria : Islam : Petani : Bayalangu Lor : 30 April 2010

Tanggal pemeriksaan : 3 Mei 2010 II. Anamnesis (autoanamnesis tanggal 3 Mei 2010) Keluhan Utama Keluhan tambahan Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Arjawinangun dengan keluhan badan terasa kaku, leher kaku dan sulit untuk membuka mulut sejak 4 hari SMRS. Kurang lebih 1 bulan yang lalu jempol kaki sebelah kiri mengalami cantengan, kemudian kuku sering di korek korek, sehingga kukunya terlepas. Pasien sering mengalami kejang kejang 3-4 */hari, karena keluhan tersebut pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun. : Kejang-kejang : Sulit membuka mulut

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien menyangkal mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal, riwayat kencing manis disangkal,

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Vital sign : : tampak sakit sedang : compos mentis TD : 120/80 mmHg N : 80x/mnt RR : 22x/mnt S : 36,5C Kepala : Normocephal Mata : conjunctiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+ Thoraks : Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis teraba Perkusi : batas jantung normal Auskulatasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Paru : Inspeksi : pergerakan hemithoraks simetris kanan-kiri, Palpasi : fremitus vocal dan taktil hemithoraks kanan-kiri simetris Perkusi : sonor pada paru kanan, redup pada paru kiri. Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-,

Abdomen : Inpeksi : tampak datar Palpasi : keras, NT/NL/NK : -/-/Perkusi : timpani Auskultasi : bising usus (+) Ekstremitas atas : edema -/-, sianosis -/-

Ektremitas bawah : edema -/-, sianosis -/IV. Pemeriksaan Penunjang Lab darah Rutin Hb : 12 gr/dl Ht : 34,4% LImfosit 1.0 x 10^3/mL Monosit 0,3 x 10^3/mL Granulosit 21,5 x 10^3/mL (H) Limfosit 4,3% (L) Monosit 1,4% (L) Granulosit 94,3% (H) Leukosit : 12,5/ml Trombosit: 327/ml Gula Darah Sewaktu: 125 mg/dl (N)

V.

Diagnosis Banding (-)

VI.

Diagnosis Kerja Tetanus Grade 1V

VII. PENATALAKSANAAN 1. Pemberian antitoksin tetanus 2. Penatalaksanaan luka 3. Pemberian antibiotika 4. Penanggulangan kejang 5. Perawatan penunjang 6. Pencegahan komplikasi VIII. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonam

TETANUS

Pendahuluan Tetanus merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukkan diri dengan gangguan neuromuskular akut berupa trismus, kekakuan dan kejang otot disebabkan oleh eksotosin spesifik dari kuman anaerob Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi luka, baik luka besar maupun kecil, lka nyata maupun luka tersembunyi. Jenis luka yang mengundang tetanus adalah lukaluka seperti Vulnus laceratum (luka robek), Vulnus punctum (luka tusuk), combustion (luka bakar), fraktur terbuka, otitis media, luka terkontaminasi, luka tali pusat. Etiologi Infeksi tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani yang bersifat anaerob murni. Kuman ini mudah dikenal karena pembentukan spora dan karena pembentukan spora dan karena bentuk yang khas. Ujung sel menyerupai tongkat pemukul genderang atau raket squash. Spora Clostridium tetani dapat bertahan sampai bertahuntahun bila tidak kena sinar matahari. Spora ini terdapat di tanah atau debu, tahan terhadap antiseptic, pemanasan 100C dan bahkan pada otoklaf 120C selama 15-20 menit. Dari berbagai studi yang berbeda spora ini tidak jarang ditemukan pada feses manusia juga pada feses kuda, anjing dan kucing. Toksin diproduksi oleh bentuk vegetatifnya. Patogenesis Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka. Semua jenis luka dapat terinfeksi oleh kuman tetanus seperti luka laserasi, luka tusuk, luka tembak, luka bakar, luka gigit oleh manusia atau binatang, luka suntikan dan sebagainya. Pada 60 % dari pasien tetanus, port dentre terdapat didaerah kaki terutama pada luka tusuk. Infeksi tetanus dapat juga terjadi melalui uterus sesudah persalinan atau abortus provokatus. Pada bayi baru lahir 7

Clostridium tetani dapat melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis antisepsis. Otitis media atau gigi berlubang dapat dianggap sebagai port dentre, bila pada pasien tetanus tersebut tidak dijumpai luka yang diperkirakan sebagai tempat masuknya kuman tetanus. Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk perubahan bentuk tersebut dan kemudian mengeluarkan ekotoksin. Kuman tetanusnya sendiri tetap tinggal di daerah luka, tidak ada penyebaran kuman. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin dalam percobaan dapat menghancurkan sel darah merah tetapi tidak menimbulkan tetanus secara langsung melainkan menambah optimal kondisi lokal untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri dari protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin ini diabsorbsi oleh end organ saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan susunan saraf pusat. Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau berdegenerasi, lambat menyerap toksin, sedangkan saraf sensorik sama sekali tidak menyerap. Manifestasi klinis Masa inkubasi berkisar antara tiga sampai empat minggu, kadang lebih lama; rata-rata delapan hari. Beratnya penyakit berhubungan erat dengan masa inkubasi : makin pendek masa inkubasi prognosis penyakit makin buruk. Pada umumnya pasien dengan masa inkubasi kurang dari satu minggu angka kematiannya tinggi. Masa inkubasi rata-rata pada pasien yang akhirnya meninggal adalah sekitar tujuh hari, sedangkan pada pasien yang sembuh sekitar sebelas hari. Tetanus dapat timbul sebagai tetanus local, terutama pada orang yang telah mendapat imunisasi. Gejalanya berupa kaku persisten pada kelompok otot didekat luka yang terkontaminasi

basil tetanus. Kadang-kadang pada trauma kepala timbul tetanus local tipe sefalik. Gejala pertama biasanya rasa sakit pada luka, diikuti trismus (kaku rahang, sukar membuka mulut lebar-lebar), rhesus sardonicus (wajah setan). Kemudian diikuti kaku kuduk, kaku otot perut, gaya berjalan khas seperti robot, sukar menelan, dan laringospasme. Pada keadaan yang lebih berat terjadi episthotonus (posisi cephalic tarsal), dimana pada saat kejang badan penderita melengkung dan bila ditelentangkan hanya kepala dan bagian tarsal kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring. Dapat terjadi spasme diafragma dan otot-otot pernapasan lainnya. Pada saat kejang penderita tetap dalam keadaan sadar. Suhu tubuh normal hingga subfebris. Sekujur tubuh berkeringat. Karakteristik penyakit Kejang-kejang bertambah berat Selama tiga hari pertama, menetap selama 5-7 hari. Setelah 10 hari, frekuensi kejang mulai berkurang setelah 2 minggu kejang menghilang. Dan kaku otot hilang paling cepat mulai minggu ke empat. Stadium tetanus Berdasarkan gejala klinisnya maka stadium klinis tetanus dibagi menjadi stadium klinis pada anak dan stadium klinis pada orang dewasa. Stadium klinis pada anak 1. Stadium 1 :Dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), belum ada keang rangsang, dan belum ada kejang spontan. 2. Stadium 2 : Dengan gejala klinis berupa trismus (3 cm), kejang rangsang, dan belum ada kejang spontan. 3. Stadium 3 : Dengan gejala klinis berupa trismus (1 cm), kejang rangsang, dan kejang spontan. Stadium klinis pada orang dewasa 1. Stadium 1 : Trismus.

2. Stadium 2 : Opisthotonus. 3. Stadium 3 : Kejang rangsang. 4. Stadium 4 : Kejang spontan.

Diagnosis Diagnosis cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis, karena pemeriksaan kuman Clostridium tetani belum tentu berhasil. Anamnesis kemungkinan adanya kelainan yang dapat menunjukkan tempat masuknya kuman tetanus, adanya trismus, risus sardonikus, kaku kuduk, opistotonus, perut keras seperti papan atau kejang tanpa gangguan kesadaran, cukup untuk menegakkan diagnosis tetanus. Diagnosis banding Bila gambaran klinis tetanus sudah jelas, biasanya diagnosis pasti mudah ditegakkan. Pada fase awal kadang keraguan dapat timbul. Infeksi lokal daerah mulut juga sering disertai dengan trismus. Kemungkinan lainnya adalah meningitis, ensefalitis. Pasien dengan gejala hysteria mungkin sulit dibedakan dengan pasien tetanus. Prinsip-prinsip Umum Profilaksis Pertimbangan Individual Penderita. Pada setiap penderita luka harus ditentukan apakah perlu tindakan profilaksis terhadap tetanus dengan mempertimbangkan keadaan / jenis luka, dan riwayat imunisasi. Debridemen. Tanpa memperhatikan status imunisasi. Eksisi jaringan yang nekrotik dan benda asin harus dikerjakan untuk semua jenis luka. Imunisasi aktif. Tetanus toksoid diberikan dengan dosis sebanyak 0,5 cc IM, diberikan 1 x sebulan selama 3 bulan berturut-turut. DPT (Diphteri Pertusis Tetanus) terutama

10

diberikan pada anak. Diberikan pada usia 2-6 bulan dengan dosis 0,5 cc IM, diberikan 1x sebulan selama 3 bulan berturutturut. Booster diberikan pada usia 12 bulan, 1x 0,5 cc IM, dan antara umur 5-6 tahun1x0,5 cc IM. Tetanus toksoid . Imunisasi dsar dengan dosis 0,5 cc IM, yang diberikan 1x sebulan selama 3 bulan berturut-turut. Booster diberikan 10 tahun kemudian setelah suntikan ketiga imunisasi dasar, selanjutnya setiap 10 tahun kemudian setelah suntikan ketiga imunisasi dasar, selanjutnya setiap 10 tahun setelah pemberian booster diatas. Imunisasi pasif. ATS dapat merupakan antitoksin bovine (asal lembu) maupun antitoksin equine (asal kuda). Dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah 1500 IU per IM, dan untuk anak adalah 750 IU per IM Penatalaksanaan Tetanus Terdiri atas : Pemberian Antitoksin Tetanus. Pemberian serum dalam dosis terapeutik untuk ATS bagi orang dewasa adalah sebesar 10.000-20.000 IU IM dan untuk anak-anak sebesar 10.000 IU IM, untuk hypertext bagi orang dewasa adalah sebesar 3000 IU-6000 IU IM dan bagi anak-anak sebesar 3000 IM. Pemberian antitoksin dosis terapeutik selama 2-5 hari berturut-turut. Penatalaksanaan luka. Eksisi dan debridemen luka yang dicurigai harus segera dikerjakan 1 jam setelah terapi sera ( pemberian antitoksin tetanus). Jika memungkinkan dicuci dengan perhydrol.Luka dibiarkan terbuka untuk mencegah keadaan anaerob. Pemberian Antibiotika. Obat pilihannya adalah penisilin, dosis yang diberikan untuk orang dewasa adalah sebesar 1,2 juta IU/8 jam IM, selama 5 hari, sedng untuk anak-anak adalah sebesar 50.000 IU/KgB/hari, dilanjutkan hingga 3 hari bebas panas.Bila penderita alergi terhadap penisilin, dapat diberikan 11

tetrasiklin. Dosis pemberian tetrasiklin pada orang dewasa adalah 4x500 mg/hari, sedangkan untuk anak-anak adalah 40 mg/KgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis. Penanggulangan kejang. Dahulu dilakukan isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan serangan kejang. Saat ini prinsip isolasi sudah ditinggalkan, karena dengan pemberian anti kejang yang memadai maka kejang dapat dicegah. Perawatan penunjang. Yaitu dengan tirah baring; diet per sonde, dengan asupan sebesar 2000 kalori/hari untuk orang dewasa, dan sebesar 100 kalori/KgBB/hari untuk anak-anak; bersihkan jalan nafas secara teratur;berikan cairan infus dan oksigen;awasi dengan seksama tanda-tanda vital. Pencegahan komplikasi. Mencegah anoksia otak dengan pemberian anti kejang, sekaligus mencegah laringospasme, jalan nafas yang memadai, bila perlu lakukan intubasi atau lakukan trakeotomi berencana, pemberian oksigen. Mencegah pneumonia dengan membersihkan jalan nafas yang teratur, pengaturan posisi penderita berbaring, pemberian antibiotika. Mencegah fraktur vertebra dengan pemberian antikejang yang memadai.

12

Opistotonus

Rhisus Sardonicus

13

Trismus DAFTAR PUSTAKA Bob B, Karakata S, 1996. Tetanus dalam Bedah Minor Edisi III Hipokrates.Hal83-91 Naskah lengkap Penyakit Dalam, Hendarwanto hal 474-476, penerbit, departemen Ilmu Penyakit Dalam 2005 Sjamsuhidjajat R, dejong W, 1997.Tetanus dalam Buku ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi EGC. Hal 14-16

14

15

You might also like