You are on page 1of 2

MENAGIH HARTA KARUN PAGARUYUNG

July 1, 2011 by Abdullah in Demi Masa, Emas Dan Perak


sumber: www. singgalang.co.id (Selasa, 3 Mei 2011)

Malaysia dikabarkan berhutang emas kepada Kerajaan Pagaruyung dari 1955 hingga saat ini. Bila dikonversi dengan kurs saat ini, jaminan utang tersebut senilai Rp350 triliun (RM125 miliar). Upaya penukaran ringgit (1 RM = Rp2.800) ini heboh, karena diduga melibatkan pejabat tinggi Malaysia dan Indonesia, bahkan ada fee 15 persen. Namun upaya repatriasi ini belum kunjung berhasil. Dikutip dari Surat Kabar Kontan, edisi Minggu, 2 Mei 2011, seorang WNI, E. Suharto menyebutkan adanya dokumen resmi tentang perjanjian Malaysia-Indonesia tentang peminjaman emas oleh Malaysia ke Indonesia. Dokumen itu disimpan di Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. Dan salinannya tersimpan di sebuah bank di Swiss, ujarnya.

Ahli waris Kerajaan Pagaruyung, Raudha Thaib yang dikontak tadi malam sama-sekali tidak mengenal nama E. Suharto. Saya tidak kenal, apa itu nama asli atau samaran, kata dia. Raudha juga belum tahu soal Malaysia meminjam uang pada Pagaruyung. Namun, ikatan kekeluargaan antara Pagaruyung dan Malaysia, terutama Kerajaan Negeri Sembilan memang erat. Menurut Raudha ia belum tahu soal pinjaman itu. Yang ia tahu banyak orang mengaku sebagai ahli waris Pagaruyung. Setelah ini mungkin akan semakin banyak yang mengaku, kata dia.

Ia meminta agar fakta dan data soal pinjam-meminjam antara Malaysia dan Pagaruyung itu, diungkap dengan jelas, tidak ngambang. Pertanyaannya sekarang apa bisa ditelusuri? Tanya Raudha pula. Bagi dia, harus dicari kebenaran dari segala hal dan segala lini. Raudha memamg belum pernah mendengar soal kasus Malaysia tersebut. Namun ia pernah menerima cerita tentang harta Pagaruyung di Arab Saudi. Tiap tahun kami menerima kurma terbaik dari Taif, kata dia. Itu pertanda putih hati bahwa tanah Pagaruyung yang dibeli di Arab Saudi, dipinjam pakai oleh kerajaan di sana. Belakangan tanah itu dibeli, tapi uangnya tak pernah sampai ke Pagaruyung. Kabarnya urusannya ribet, kata dia.

Sejak 1955 Utang Malaysia pada Pagaruyung terjadi pada 1955. Saat itu pemimpin pertama Malaysia Tuanku Abdul Rahman bertemu dengan Presiden RI Soekarno. Kedua pemimpin, kata Kontan dalam laporan utamanya, membicarakan soal kemerdekaan penuh Malaysia dari Inggris. Salah satu yang dibicarakan keinginan Malaysia untuk mencetak uang. Namun, saat itu Malaysia tidak memiliki jaminan atau kolateral berupa emas sebelum menerbitkan uang kertas. Singkatnya, Malaysia mendapatkan pinjaman emas dari Pagaruyung. Setelah kolateral emas itu diterima dibuatlah perjanjian, Malaysia harus membayar pinjaman ini selama 30 hingga 40 tahun. Malaysia rutin membayar sampai 1988. Sayangnya setelah 1989 hingga 2010, Malaysia tidak melanjutkan pembayaran, ujar E.Suharto kepada Kontan.

Tabloid ini menghiasi sampul depannya dengan judul : Menagih Harta Karun Pagaruyung. Lantas di sampul yang sama dipampangkan gambar Istano Silinduang Bulan yang terbakar itu. Di latarbelakang Istano, terpampang uang ringgit. Mencapai RM125 miliar Hingga 1988 terkumpul uang RM125 miliar, yang merupakan hasil pembayaran emas. Namun uang tersebut, ringgit lama. Agar bisa dipakai untuk bertransaksi, uang tersebut diremajakan dengan bantuan orang dekat Perdana Mentri Malaysia Abdullah Badawi, Datuk Amir. Tahun 2003 silam ia meyakinkan E.Suharto bisa menukar ringgit lama tersebut menjadi ringgit baru. Menyadari, repatriasi ini urusan antarpemerintah, E.Suharto juga meminta bantuan kepada pemerintah. Saya membuat surat resmi kepada pemerintah untuk bisa membantu proses repatriasi, ujarnya. Dengan dimintanya bantuan tersebut, muncullah dua lembar protective statement dari Bambang pada 2007 dan Sekretaris Kementrian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Sudi Silalahi, pada 2003 silam. E.Suharto juga ikut rapat di Depkeu untuk melancarkan repatriasi tersebut. Namun ia katakan tidak

ada kongkalingkong, meskipun ada isu tidak sedap mengenai komisi 15 persen. Dalam surat itu Bambang menyatakan, ia dapat saran dari Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan, Mulia P.Nasution agar ringgit itu tetap diletakkan di Jakarta, ujarnya.

Baru-baru ini E.Suharto mengirim surat kepada PM Najib untuk melanjutkan proses repatriasi. Ia ingin upayanya ini dilihat sebagai cara pengembalian aset bekas kerajaan Indonesia pada negara. Membantah Para pejabat yang disebut-sebut dalam dokumen ini membantah adanya utang kepada Kerajaan Pagaruyung tersebut. Sudi Silalahi mengaku mendengar kabar tersebut dari media saja, tanpa bisa memastikan kebenarannya. Wakil Duta Besar Malaysia di Jakarta Syed Muhammad Hasrin juga mengaku tidak mengetahui isu repatriasi ini karena tidak pernah melihat surat-suratnya. Begitu pula Mulia yang terkejut karena namanya disebutsebut dalam dokumen itu. Hal seperti ini harus dicek serius, apalagi yang berkaitan dengan kejayaan masa lalu, ujar Mulia. Terlepas dari benar atau tidaknya, yang jelas isu yang berkaitan dengan Indonesia-Malaysia dinilai perlu diusut tuntas, karena isu mengenai harta karun peninggalan sejarah tidak terdengar sekali ini saja. Pengamatan Singgalang, Tabloid Kontan laris manis di beberapa titik di Jakarta sepanjang Minggu. Di Bandara Soekarno Hatta, hampir semua penumpang pesawat menuju Padang membelinya. Saya juga beli satu, tapi di lapak koran Imam Bonjol Padang, kata ahli waris Kerajaan Pagaruyung, Raudha Thaib alias Upita Agistin. (*)

You might also like