You are on page 1of 4

JAWAB PERTANYAAN KELOMPOK 4 (PPOK) 1. SELLA SILVIA (10023002) Kenapa kasus tersebut dapat disimpulkan pasien PPOK?

Dan PPOK jenis apa? Jawab : Kami menyimpulkan dari keluhan pasien diantaranya sesak nafas, batuk berdahak, mudah lelah, dan diperkuat dengan pasien mempunyai riwayat merokok sudah 20 tahun dan pasien pernah dirawat inap 2 minggu sebelumnya dengan keluhan yang sama. Pada pasien PPOK yang dialami adalah PPOK kronik bronkial, karena pada penyakit kronik bronkial terjadi hipersekresi mucus, sehingga menyebabkan pasien batuk berdahak. 2. MUHTI AL ABROR (10023259) Apa bedanya PPOK dengan ASMA? Jawab : Asma merupakan penyakit pernapasan yang ditandai dengan radang kronik saluran napas akibat hiperresponsivitas jalan napas yang bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan dan gejala yang timbul bersifat episodik. Penderita asma biasanya disertai dengan riwayat alergi seperti gatal hidung, bersin, hidung mampet, gatal bila terkena debu atau udara dingin serta gatal atau kemerahan setelah makan makanan tertentu. Asma biasanya terjadi pada usia muda seperti anak-anak sehingga masalah ini dapat mengganggu aktivitas bersekolah anak-anak yang menderita asma. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan reaksi radang kronik saluran napas akibat terpajan zat kimia, biasanya berupa gas, hingga terjadi gangguan pernapasan yang bersifat tidak sepenuhnya reversible. Reaksi radang kronik ini berlangsung progresif (semakin lama semakin berat) terutama bila penyebab radang tidak disingkirkan. Radang saluran napas ini biasanya disebabkan oleh kebiasaan merokok dan menghirup gas buang industri atau kendaraan. Penyakit ini juga bisa disebabkan oleh kelainan produksi enzim -1antitripsin dan biasanya terjadi pada penderita PPOK sebelum usia tua. Penyakit asma dan PPOK adalah dua penyakit pernapasan yang berbeda tetapi keduanya merupakan penyakit paru obstruktif. Penyakit paru obstruktif yaitu penyakit paru dengan gangguan aliran udara keluar masuk paru. Kedua penyakit ini memiliki gejala serangan (eksaserbasi) yang hampir sama yaitu sesak dan kadang disertai dengan suara mengi (wheezing) pada saat bernapas atau awamnya disebut bengek. Keluhan ini perlu ditelusuri lebih lanjut untuk membedakan sesak disebabkan oleh asma atau oleh PPOK. Tabel 1 merangkum perbedaan keluhan yang timbul pada asma dan PPOK. Tabel 1. Perbedaan antara Asma dengan PPOK Asma Usia mulai timbul Usia muda, di bawah 30 tahun PPOK Usia tua, di atas 45 tahun

gejala Batuk Sesak Malam hari, kering, terutama Pagi hari, banyak saat eksaserbasi hampir setiap hari dahak

Lebih berat pada malam hari Tidak berhubungan dengan dan hilang timbul terutama saat waktu, semakin lama semakin eksaserbasi berat, berhubungan dengan aktivitas Alergi Rokok Tidak khas keluarga Umum ditemukan keadaan

Faktor risiko Riwayat dengan serupa

3. BU IMANIAR 1. Data pendukung PPOK? 2. ADR untuk teofilin apa dan bagaimana penanganannya? Apakah teofilin aman, padahal umur pasien sudah 60thun? Jawab : 1. Data pendukung untuk PPOK adalah : a. Pemeriksaan rutin 1. Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil. 2. Darah rutin Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi, Hiperlusen, Ruang retrosternal melebar, Diafragma mendatar, dan Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis kronik : Normal, dan Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus. b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin) 1. Faal paru Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat, DLCO menurun pada emfisema, Raw meningkat pada bronkitis kronik, Sgaw meningkat, dan Variabiliti Harian APE kurang dari 20 % 2. Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle), Jentera (treadmill), Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal 3. Uji provokasi bronkus Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan. 4. Uji coba kortikosteroid Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid. 5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik 6. Radiologi CT - Scan resolusi tinggi : Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos, Scan ventilasi perfusi, dan Mengetahui fungsi respirasi paru.

7. Elektrokardiografi Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. 8. Ekokardiografi Menilai funfsi jantung kanan 9. Bakteriologi Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia. 10. Kadar alfa-1 antitripsin Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. 2. ADR untuk teofilin dari sumber yang kami dapat adalah kejang, jika dikonsumsi bersamaan dengan eritromisin. Penanganannya untuk obat-obat yang memiliki ADR adalah obat yang diketahi menyebabkan hipersensitivitas harus dicatat dan tidak boleh dikembalikan kembali. Obat tersebut harus diinformasikan kepada tenaga kesehatan atau dapat pula dibuat keterangan pada pasien. Pemberian obat-obat seharusnya sesuai indikasi, jika pemberian obat sesuai indikasi juga masih terdapat ADR. Maka jika memang ada obat pengganti yang tepat, dianjurkan untuk menggantinya. Penggunaan obat teofilin perlu dipantau ESO (Efek Samping Obat), antara lain takikardi, tremor, nervous, dan efek GI. Pada pasien yang berumur 60 tahun, efek samping yang sering ditemui adalah gangguan pada GI yakni mual. Jika ESO ini terjadi maka perlu mengganti obat dengan obat kortikosteroid.

You might also like