You are on page 1of 23

SMF/Lab Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSUD A.W.

Sjahranie Samarinda

Tutorial Klinik

GASTROENTERITIS AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN

Oleh: Amaliaturrahmah 06.55372.00315.09

Pembimbing: dr. Indra Tamboen, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNMUL-RSUD AWS 2012

RESUME

Nama : An. S Usia : 1 tahun

Anamnesa BAB cair berwarna kuning dengan sedikit ampas sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit, dengan frekuensi > 10x/hari, sebanyak + gelas aqua setiap kali BAB. Muntah sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit, dengan frekuensi 5x/hari, sebanyak + gelas aqua setiap muntah, berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi, dan tidak menyemprot. Demam sejak 1 hari sebelum MRS, demam mendadak tinggi dan demam turun jika diberi obat penurun panas. Nafsu makan dan minum menurun sejak 5 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum: sakit sedang Kesadaran: compos mentis Tanda-tanda vital: Nadi Frekuensi napas Suhu = 130x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup = 32 x/menit, reguler = 39,20C per aksiler

Antropometri: BB= 7800 gr ; PB= 67 cm. Ubun- ubun besar cekung (-), mata sedikit cekung (+), mukosa bibir basah. Abdomen: turgor kulit baik, bising usus meningkat

Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan feses rutin Makroskopis: warna kuning, konsistensi lunak, tidak ada lendir dan tidak ada darah (normal) Mikroskopis: normal

Pemeriksaan darah rutin Hb: 10,2 g/dl Leukosit: 9.700/mm3 Trombosit: 302.000/mm3 Ht: 32%

Diangnosa Banding GEA et causa virus GEA et causa bakteri

Diagnosa Kerja Sementara

: GEA et causa virus

Diagnosa Komplikasi

: Dehidrasi ringan

Penatalaksanaan IVFD RL 20 tpm (makro) Rehidrasi selama 4 jam pertama, kemudian dievaluasi dan jika tidak ada tanda dehidrasi dilanjutkan rumatan IVFD RL 10 tpm (makro) Zinkid tablet 1 x 1 tab Parasetamol syrup 3 x 3/4 cth Domperidon syrup 3 x cth

Prognosa

: Bonam dengan pengobatan adekuat

Pembahasan

Anamnesis
BAB cair Berdasarkan mekanisme terjadinya, diare dapat digolongkan menjadi diare karena gangguan absorbsi dan gangguan sekresi. 1. Gangguan absorbsi Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus sehingga menyebabkan pengeluaran air ke lumen mengikuti gradien osmotik. Diare ini dapat dihilangkan dengan mempuasakan/menghentikan suplai zat yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik. Etiologi diare osmotik dapat dibagi menjadi etiologi eksogen dan endogen. Etiologi eksogen yaitu cairan aktif yang osmotik dan sulit diabsorpsi seperti: laksatif/pencahar (misal MgSO4) dan antasida yang mengandung garam magnesium. Laksatif merupakan obat yang digunakan untuk memperlancar buang air besar (terutama pada konstipasi) dengan cara menarik air dari usus atau meningkatkan aktivitas kontraksi, namun penggunaan laksatif yang terlalu banyak dapat menyebabkan diare. Nutrien yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus seperti sorbitol (gula alkohol). Obat-obatan seperti kolkisin, paraamino salicylic acid, antibiotik (neomycin dll), anti kanker, anti depresan, anti konvulsan, anti hipertensi, obat penurun kolesterol, obat diabetes melitus, diuretik, theofilin, dll. Dan etiologi endogen yaitu

kongenital/bawaan lahir: kelainan malabsorpsi glukosa-galaktosa, malabsorpsi ion Cl- akibat tidak adanya carrier (pembawa), hipobetalipoproteinemia, defisiensi enterokinase, insufisiensi pankreas (karena fibrosis kistik).

Akuisita/didapat: defisiensi disakaridase pasca enteritis, defisiensi enzim-enzim setelah penyakit mukosa, penyakit seliaka (enteropati gluten), insufisiensi

pankreas (akibat konsumsi alkohol), penyakit inflamasi (enteritis eosinofilik), sindrom usus pendek, dll

2. Gangguan sekresi Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan sekresi air dan elektrolit dari usus dan penurunan absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali, dan tidak mereda walaupun penderita dipuasakan. Diare ini dapat bersifat infektif (misalnya infeksi V. cholera, E. coli) tapi dapat juga non-infektif. Beberapa etiologi non-infektif antara lain: a. Neoplasma/keganasan : Gastrinoma. Pada gastrinoma terjadi hiperplasia sel parietal di daerah fundus lambung, sehingga terjadi pengeluaran asam yang berlebihan. Pengeluaran asam ini merangsang pelepasan sekretin, yang pada akhirnya akan menarik air dan bikarbonat dari sel pankreas dan usus halus sehingga terjadi diare. b. Hormon dan neurotransmitter : sekretin, prostaglandin E (menstimulasi kerja adenilat siklase dan cAMP sehingga terjadi pengeluaran air dan elektrolit), kolesistokinin, gastrin, kolinergik, dll. c. Laksatif : hidroksi asam empedu (asam dioksilat dan kenodioksilat) dan hidroksiz asam lemak (resinoleat kastroli). BAB cair yang dialami oleh pasien disebut sebagai diare akut. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah, dengan atau tanpa muntah, dan berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari. Pasien saat ini berusia 1 tahun. Berdasarkan epidemiologi umur, sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
4

kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Berdasarkan literature, penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar oleh tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Penyebab diare ada dua yakni penyebab tidak langsung dan penyebab langsung. Penyebab tidak langsung merupakan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya diare, meliputi: kedaan gizi, hygiene sanitasi, sosial budaya, kuman penyebab penyakit diare, kepadatan penduduk, sosial ekonomi, dan faktor yang lain. Penyebab langsung diare dibagi menjadi dua yakni infeksi dan infestasi atau non infeksi. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Pada negara berkembang kuman pathogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu: rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni, dam

Cryptosporodium. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus yaitu virus yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan slsel ujung-ujung vilus pada usus halus. Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbs usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Vilus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotic usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrient yang tidak sempurna. Patogenesis diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan
5

Ca dependen. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus. 1. Adhesi Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC) Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin. Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. 2. Invasi Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella. 3. Sitotoksin
6

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. 4. Enterotoksin Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera, juga disebut koleragen merupakan suatu protein oligomerik yang terdiri dari tiga tipe subunit (A1, A2, dan B); oligomer yang mengandung A1 (BM 25.000) terikat secara kovalen dengan A2 (BM 5.500) oleh suatu ikatan disulfide dan lima subunit B (BM 16.000). Subunit A1 memasuki sel pada saat subunit B dari toksin berikatan dengan membrane ganglioside G m1. Dalam sel, A1 mengkatalisis ADP-ribosilasi dari protein G, suatu reaksi yang menghubungkan secara kovalen campuran ADP ribose dari NAD+ dengan suatu residu Arg dari protein G. ADP-ribosilasi menghambat aktivasi GTPase dari protein Gs dan menimbulkan aktivasi yang persisten dari protein. Dalam kasus sel usus, ekskresi air dan natrium diatur oleh hormone yang mengaktivasi adenilat siklase; dengan demikian, stimulasi yang berlangsung lama dari enzim oleh toksin kolera menimbulkan kehilangan air yang berat.

Muntah Muntah adalah proses reflex yang sangat terkoordinasi, yang mungkin didahului oleh peningkatan air liur dan dimulai dengan muntah-muntah secara tidak sengaja. Penurunan diafragma yang hebat dan konstriksi otot-otot perut dengan relaksasi bagian kardia lambung, secara aktif mendesak isi lambung kembali ke esophagus. Proses ini dikoordinasi oleh pusat muntah di medulla, yang dipengaruhi langsung oleh inervasi serabut aferen dan secara tak langsung oleh daerah picu kemoreseptor dan pusat-pusat SSP yang lebih tinggi. Muntah terjadi dalam 3 tahap :
7

1. Nausea : berkeringat, pucat, panas, vasokonstriksi 2. Retching : lambung berkontraksi, sfingter esofagus bawah terbuka dan yang atas tertutup, diafragma kontraksi, relaksasi dinding perut 3. Ekspulsi : inspirasi dalam, diafragma kontraksi, dinding abdomen kontraksi, glotis menutup, sfingter atas terbuka. Muntah diawali dengan rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel keempat Susunan Saraf. Koordinasi pusat muntah dapat diransang melalui berbagai jaras. 1. Muntah terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (VC). 2. Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebella dari labirint di dalam telinga. 3. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna disertai saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Muntah pada diare merupakan indikasi terhadap peradangan gastrointestinal akibat dari sinyal aferan vagal ke central pattern generator yang dipicu oleh pelepasan lokal mediator inflamasi neurotransmitters dari mukosa yang rusak dengan pelepasan sekunder dari sel

eksitasi

yang paling penting adalah serotonin

entrochromaffin mukosa. Muntah pada diare adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, giardia, dan Crystosporidium. Muntah juga sering terjadi pada noninflamatory diare. Biasanya penderita tidak panas, hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena.

Demam Demam sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik hipotalamus anterior yang dipengaruhi oleh pirogen. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh yaitu pirogen mikrobial dan pirogen non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara lain proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag; yang

keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF), interleukin-2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GMCSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Demam pada diare dapat dimungkinkan karena proses peradangan atau sebagai akibat dari dehidrasi.

Pemeriksaan Fisik
Tanda vital Keadaan umum: sakit sedang Kesadaran: compos mentis Vital sign: Nadi Frekuensi napas Suhu = 130x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup = 32 x/menit = 39,20C per aksiler

UUB cekung (-), mata sedikit cekung (+), mukosa bibir basah. Abdomen: turgor kulit baik, bising usus meningkat

Berdasarkan tanda vital yang didapatkan, frekuensi nadi yang meningkat dan suhu tubuh meningkat dan didapatkan mata sedikit cekung.. Demam pada diare berdasarkan literature dapat disebabkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Tanda dehidrasi Tanda-tanda atau gejala dehidrasi akan tampak apabila penderita banyak kehilangan cairan dan eletrolit akibat diare. Tingkat beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: Objektif: membandingkan BB sebelum dan sesudah diare (namun hal ini sulit untuk dilakukan) Subjektif: menggunakan kriteria MMWR 2003, kriteria WHO, skor Maurice King, dll.

Diagnosa Banding GEA et causa virus GEA et causa bakteri

GEA virus Diare akut tanpa disertai

GEA bakteri Diare yang disertai lendir dan darah Keluhan abdominal seperti

lendir dan darah Demam naik secara tiba-tiba Nyeri perut Tanda dehidrasi

mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam yang naik perlahan, tenesmus Gejala dan tanda dehidrasi

Diagnosa kerja sementara : GEA et causa virus


10

Diagnosa Komplikasi : dehidrasi ringan Pada pasien ini terjadi dehidrasi ringan Skor Maurice King = 2 Bagian tubuh yang diperiksa Keadaan umum Sehat Normal Normal Normal Normal 0 1 Gelisah, cengeng, mengantuk, apatis Sedikit kurang Sedikit cekung Sedikit cekung Kering Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung Kering, membiru 2 Mengigau, koma

Kekenyalan kulit Mata Ubun ubun Mulut Nadi Nilai : 0 - 2 = d. ringan,

Kuat < 120x/menit Sedang (120 140) > 140 3 - 6 = d. sedang, 7 - 12 = d. Berat

Penatalaksanaan
Rehidrasi Pada pasien ini mendapat terapi dengan rehidrasi intravena, pada pasien dengan dehidrasi ringan menggunakan perkiraan kehilangan cairan <5% maka pemberian cairannya ialah: 1% s/d 4 % x 7800 gram = 78 ml s/d 312 ml (4 jam) = 19,5 ml s/d 78 ml (1jam) (menggunakan infus set tts makro 20 tetes/1 ml) 19,5 x 20 1 x 60 s/d 78x 20 1 x 60

11

= 6 s/d 26 tpm (makro) Jadi dapat diberikan cairan rehidrasi intravena Ringer Laktat dengan kecepatan 20 tpm. Setelah itu segera evaluasi derajat dehidrasinya, apabila pasien sudah tidak menunjukkan tanda dehidrasi maka IVFD RL cukup maintenance dengan : 100 cc x 7,8 kg = 780 ml (24 jam) = 32.5 ml (jam) = 11 tpm (makro) Pemilihan larutan rehidrasi intravena pada pasien ini ialah menggunakan larutan Ringer Laktat. Berdasarkan literature, terapi cairan memiliki 2 tujuan yakni untuk resusitasi dan untuk rumatan. Terapi cairan resusitasi menggunakan kristaloid seperti Ringer Laktat, Ringer Asetat, dan NaCl 0,9%. Berdasarkan literatur, penderita dengan derajat dehidrasi ringan atau sedang
terapi rehidrasi diberikan secara oral dengan Oral Rehydration Solutio dengan tujuan

mempertahankan cairan yang masuk agar sama dengan yang keluar, sehingga menurut saya penatalaksanaan rehidrasi ini tidak tepat. Penderita dengan dehidrasi ringan mendapatkan 25-50 ml/kg larutan garam dehidrasi oral selama 4 jam. Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml untuk dehidrasi sedang. Jika berat badan anak tidak diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak.
umur (tahun) jumlah cairan yang harus diberikan

Sampai umur 1 tahun Umur 1 sampai 5 tahun

50-100 ml cairan 100-200 ml

Kebutuhan pada pasien ini adalah (7,8 kg x 25 ml = 195 ml) (7,8 kg x 50 ml = 390 ml).

12

Dari literatur lain disebutkan bahwa terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi ringan-sedang adalah dengan jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak. Seperti yang terlihat pada tabel
a

Usia

Berat Badan Jumlah (ml)

Jumlah Cairan yang Harus Diberikan Dalam 4 Jam Pertama <> 4 11 12 23 24 5 14 bulan bulan tahun tahun <> 57.9 kg 8-10.9 kg 11-15.9kg 16-29.9kg 200-400 400-600 600-800 800-1200

> 15 tahun > 30 kg

120022002200 4000 a Digunakan apabila tidak diketahui berat badan pasien Tabel 1.Pedoman Pengobatan Dehidrasi Pada Anak dan Dewasa dengan Dehidrasi Sedang(1)

Pemberian Suplementasi Zink Zink tablet 1x1 tab Pemberian zink di awal diare dan selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Zink termasuk mikronitrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yan optimal. Cara kerja zink dalam menanggulangi diare ada beberapa efek dan juga masih diteliti. Beberapa efek zink yatu merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim SOD terdapat pada hampir timbul hasil sampingan yaitu anion superoksida. Anion superoksida merupakan radikan bebas yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam sel. Untuk melindungi dirinya dari kerusakah, setiap sel mengeksresikan SOD. SOD akan mengubah anion superoksida menjadi H2O2 akan diubah menjadi seyawa yang lebih aman, yaitu H2O dan O2 oleh enzim katelase. Secara langsung zink juga berperan sebagai antioksidan. Zink berperan sebagai

13

stabilisaor

intramolekular,

mencegah

pembentukan

ikatan

disulfida,

dan

berkompeteni dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe). Tembaga dan besi yang bebas dapat menimbulkan radikal bebas. Zink mampu menghabat sintesis Nitrat Oxide (NO) dalam keadaan inflamasi, termasuk inflamasi usus, maka akan timbul liposakarida (LPS) dari bakteri dan interleukin-1 (IL-1) dari sel-sel imun. LPS dan IL-1 mampu menginduksi ekspresi gen enzim nitric oxide synthase 2 (NOS-2) selanjutnya mensintesis NO. Dalam sel-sel fagosit NO sangat berperan dalam menghancurkan kuman-kuman yang ditelah oleh sel-sel fagosit itu. Namun dalam kondisi inflamasi, NO juga dihasilkan oleh berbagai macam sel akibat diinduksi oleh LPS dan IL-1. NO yang berlebihan akan merusak berbagai macam struktur pada jaringan, karena NO sebenarnya adalah senyawa yang reaktif. Dalam usus, NO juga berperan sebagai senyawa parakrin. NO yang dihasilkan akan berdifusi ke dalam epitel usus dan mengaktifkan enzim guanilat siklase untuk ini akan mengaktifkan atau menonaktifkan berbagai macam enzim, protein transport, dan saluran ion, dengan hasil akhir berupa sekresi air dan elektrolit dari epitel ke dalam lumen usus. Dengan pemberian zinc, diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi. Zink berperan dalam penguatan sistem imun. Telah ditunjukkan bahwa zink berperan penting dalam

modulasi sel T dan sel B. Dalam perkembangan sel T dan sel B, terjadai pembelahan sel-sel limfosit. Zink berperan dalam ekspresi enzim timidin kinase. Enzim ini berperan dalam menginduksi limfosit untuk memasuki fase GI dalam siklus pembelahan sel, sehingga pembelahan sel-sel imun dapat berlangsung. Selain itu zink juga berperan sebagai kofaktor berbagai enzim lain dalam transkripsi dan replikasi, antara lain DNA polimerase, DNA dependent RNA polimerase, terminal deoxiribonukleotidil transferase, dan aminoasil RNA sintetase, serta berperan dalam faktor transkipsi yang dikenal sebagai zink finger DNA binding protein Zink berperan dalam aktivasi limfosit T, karena zink berperan sebagai kofaktor dari protein-protein sistem transduksi signal dalam sel T. Protein ini misalnya fosfolipase C. Aktivasi sel T tejadi ketika sel mengenali antigen. Zink berperan dalam
14

menjaga keutuhan epitel usus. Zink berperan sebagai kofaktor berbagai faktor transkripsi, sehingga transkipsi dalam sel usus dapat terjaga. Dosis: < 6 bulan = 10 mg/hari, > 6 bulan = 20 mg/hari selama 10-14 hari

Terapi Simptomatik Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni antipiretik (penurun panas) dan antimuntah. Parasetamol sirup 3 x 3/4 cth (jika demam) Obat ini mempunyai nama generik acetaminophen. Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi (4,5). Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa proinflamasi. Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi.
15

Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif. Dosis: 10-15 mg/KgBB/kali 10 mg x 7,8 kg = 78 mg 15 mg x 7,8 kg = 117 mg 78-117 mg/kali Sediaan: 125 mg/5 ml x 60 ml jadi dapat diberikan 3/4 cth

Domperidone syrup 3x1/2 (jika muntah) Derivate benzimidazolin ini secara in vitro merupakan antagonis dopamine. Obat ini diindikasikan pada mual dan muntah, jadi efek obat ini secara klinis sangat mirip metoklopramid. Pada kasus ini dipilih domperidon karena daya penetrasi domperidon yang lemah dalam menembus sawar darah otak sehingga tidak menimbulkan efek samping psikotropik dan neurologik dibandingkan dengan metoklopramide yang dapat menimbulkan efek samping ekstrapiramidal. Kerja domperidon dalam mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah. Penelitian terbatas melaporkan bahwa hasilnya memuaskan untuk dyspepsia pascamakan pada penderita diabetes dengan gastroparesis; mual dan muntah pada gastroenteritis dan akibat radiasi dan hemodialisis. Obat ini kurang berguna untuk mengatasi mual. Dosis: 0,25-0,5/kgBB/hari 0,25 mg x 7,8 kg = 1,95 mg 0,5 mg x 7,8 kg = 3,9 mg Sediaan: 5 mg/5 ml, jadi dapat diberikan cth

16

Pengobatan Dietetik (pemberian makanan) Diet bayi dan anak yang biasanya harus dilanjutkan selama diare dan ditingkatkan setelahnya. Makanan tidak boleh ditahan dan makanan anak yang biasa tidak boleh diencerkan. pemberian ASI harus dilanjutkan. Tujuannya adalah untuk memberikan makanan yang kaya nutrisi pada anak. Ketika makanan diberikan, gizi yang cukup biasanya diserap untuk mendukung pertumbuhan dan pertambahan berat badan. Makan juga mempercepat pemulihan fungsi usus normal, termasuk kemampuan untuk mencerna dan menyerap berbagai nutrisi. Sebaliknya, pada anakanak yang dibatasi makannya dan makanan yang diencerkan dapat menurunkan berat badan, menyebabkan diare lebih lama dan lebih lambat memulihkan fungsi usus. Asi selama diare ASI diteruskan, bahkan pemberiannya sebaiknya lebih sering karena mengandung zat-zat gizi yang nilainya tinggi dan mudah dicerna. Di samping itu, ASI mengandung faktor proteksi: immunoglobulin A, leukosi, makrofag, dan antibody lainnya yang dapat membantu mempercepat penyembuhan diare. Makanan padat atau lunak pemberian makanan mulai diberikan secepatnya segera setelah dehidrasi teratasi. Pemilihan makanan sebagai berikut: a. Gunakan makanan pokok yang matang dan lunak serta mudah dicerna seperti nasi, kentang. b. Tingkatkan kandungan energinya dengan menambah 5-10 ml minyak untuk setiap 100 ml makanan c. Campur makanan pokok dengan kacang-kacangan dan sayuran serta bila mungkin tambahkan tahu, daging dan ikan d. Hindari makanan dan minuman yang manis Untuk perhitungan kebutuhan nutrisi pada pasien ini: a. KH = 5-8 gr/kgBB/hari = 39 62.4 gr/hari b. Protein = 1,5-2 gr/kgBB/hari = 11.7 15.6 gr/hr
17

c. Lemak = 3-4 gr/kgBB/hr = 23.4 31.2 gr/hr Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali sehari). Makan porsi kecil yang sering, lebih baik daripada makan banyak tetapi lebih jarang.

18

Lintas Diare Sampai saat ini penyakit diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke tahun. Diare termasuk sepuluh besar diagnosis penyakit pada kunjungan rawat jalan puskesmas. Sejalan dengan inilah, saat pertemuan lintas sektoral mengenai penanganan diare telah dibuat kesepakatan bagaimana melakukan penanganan diare yang efektif. Dalam kesepakatan tersebut juga tercantum, prinsip penanganan diare yang disebut Lintas Diare. Prinsip penatalaksanaan penderita diare merupakan upaya standarisasi, disebut dengan LINTAS DIARE yakni Lima Langkah Tuntaskan Diare, yang terdiri atas : 1. Pemberian Oralit, untuk mencegah dehidrasi dianjurkan lebih banyak memberikan cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah, seperti: air tajin, kuah sayur dan air matang. Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.

2. Pemberian tablet suplemen Zinc, diberikan dengan dosis untuk anak berumur kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet) per hari, untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 20 mg (1 tablet) per hari, diteruskan selama 10 hari. Pemberian Zinc selama 10 hari untuk mencegah keparahan, memperpendek masa diare dan mencegah berulangnya diare 2-3 bulan kedepan. Zinc diberikan segera pada balita diare akut. Yang menurun dengan pemberian Zinc adalah berat, waktu dan kekambuhan. Secara umum menurun sampai 25%, bahkan penelitian dr. Adi Hidayat dan Prof Yati Sunarto th 2007 (UGM) : Zinc mempunyai tingkat hasilguna pada penderita diare akut sampai 67%.

19

3. Teruskan pemberian ASI dan makanan tambahan, untuk memberikan gizi agar tetap kuat, dan mencegah berkurangnya berat badan. Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau. Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu 4. Pengobatan dengan antibiotika harus selektif, hanya atas indikasi, khususnya untuk indikasi: diare berdarah, berbau/ada lendir, suspek kolera dan disentri. Dalam kegiatan Tatalaksana diare (Lintas Diare) ini dinyatakan bahwa penanganan diare akut yang utama adalah rehidrasi dengan oralit dan point antibiotik baru dinyatakan pada point ke 4 yaitu pemberian antibiotik secara selektif. Sejak dulu setiap standar Tatalaksana diare selalu menempatkan antibiotik pada pilihan terakhir dengan kata-kata selektif. 5. Penjelasan dan pemberian nasihat, tetap memberikan cairan tambahan dan kapan harus berkunjung kembali ke puskesmas. Penyuluhan kesehatan agar semua yang dibahas di atas harus diketahui ibu atau pengasuh anak untuk dikerjakan di rumah dan apabila diare bertambah parah atau tanda bahaya diare (muntah dan BAB lebih sering) segera kembali ke puskesmas/rumah sakit, beberapa tanda-tanda untuk ibu segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak: Buang air besar cair lebih sering Muntah berulang-ulang

20

Mengalami rasa haus yang nyata Makan atau minum sedikit Demam Tinjanya berdarah Tidak membaik dalam 3 hari

(sumber : Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Depkes RI, Ditjen PP&PL, 2009)

Choleragen Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera, juga disebut koleragen merupakan suatu protein oligomerik yang terdiri dari tiga tipe subunit (A1, A2, dan B); oligomer yang mengandung A1 (BM 25.000) terikat secara kovalen dengan A2 (BM 5.500) oleh suatu ikatan disulfide dan lima subunit B (BM 16.000). Subunit A1 memasuki sel pada saat subunit B dari toksin berikatan dengan membrane ganglioside Gm1. Dalam sel, A1 mengkatalisis ADP-ribosilasi dari protein G, suatu reaksi yang menghubungkan secara kovalen campuran ADP ribose dari NAD+ dengan suatu residu Arg dari protein G. ADP-ribosilasi menghambat aktivasi GTPase dari protein Gs dan menimbulkan aktivasi yang persisten dari protein. Dalam kasus sel usus, ekskresi air dan natrium diatur oleh hormone yang mengaktivasi adenilat siklase; dengan demikian, stimulasi yang berlangsung lama dari enzim oleh toksin kolera menimbulkan kehilangan air yang berat.

21

Cholera bed (Cholera cot)

Di daerah endemik kolera, cholera cot telah digunakan untuk menilai volume kehilangan tinja yang sedang terjadi. Sebuah ranjang kolera yaitu dengan

menggunakan tempat tidur yang ditutupi oleh lembaran plastik dengan lubang di tengah untuk memungkinkan tinja untuk terkumpul di dalam ember dikalibrasi. Penggunaan seperti dipan memungkinkan petugas kesehatan yang terlatih untuk menghitung kehilangan cairan dan kebutuhan rehidrasi. Volume feses diukur setiap 2-4 jam, dan volume cairan yang diberikan disesuaikan.

Pasien yang terinfeksi , gejanya adalah yang BAB cair yang terus-menerus, sehingga biasanya digunakan ranjang yang memiliki lubang dengan ember dibawahnya, untuk memfasilitasi penatalaksanaan rehidrasi

22

You might also like