You are on page 1of 13

II.

Tehnik Operasi Beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan Hirschsprung ini telah pula diperkenalkan, mula-mula oleh Swenson dan Bill (1946) berupa prosedur rektosigmoidektomi, Duhamel (1956) berupa prosedur retrorektal, Soave (1966) berupa prosedur endorektal ekstramukosa serta Rehbein yang memperkenalkan tekhnik deep anterior resection. Sejumlah komplikasi pasca operasi telah diamati oleh banyak peneliti, baik komplikai dini berupa infeksi, dehisensi luka, abses pelvik dan kebocoran anastomose, maupun komplikasi lanjut berupa obstipasi, inkontinensia dan enterokolitis. Namun secara umum diperoleh gambaran hasil penelitian bahwa keempat prosedur bedah definitif diatas memberikan komplikasi yang hampir sama, namun masing-masing prosedur memiliki keunggulan tersendiri dibanding dengan prosedur lainnya, tergantung keahlian dan pengalaman operator yang mengerjakannya (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997, Teitelbaum,1999). 1. Prosedur Swenson Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior 2. Prosedur Soave Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut 3. Prosedur Duhamel Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side 4. Prosedur Rehbein Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis Namun hingga saat ini, belum ada satupun parameter atau sistem penilaian fungsi anorektal yang diterima secara universal guna mengevaluasi tingkat keberhasilan tindakan bedah definitif (Heikkinen dkk,1997). Padahal keberhasilan

mengembalikan fungsi anorektal tersebut ketingkat normal atau mendekati normal merupakan hakikat utama tujuan penatalaksanaan penyakit Hirschsprung. Menurut H.A.Heij, parameter terbaik untuk menilai fungsi anorektal adalah kemampuan untuk menahan defekasi sehingga diperoleh tempat dan waktu yang tepat untuk defekasi (Heij dkk,1995). Kartono mengusulkan empat katagori gangguan fungsi spinkter (kecipirit, kontinensia kurang, inkontinensia dan obstipasi berulang) tanpa membuat skala sehingga tidak dapat dipakai untuk menilai derajat kerusakan fungsi anorektal tersebut(Kartono,1993). Ludman L, dkk (2002) mengusulkan 3 parameter, yakni : frekwensi buang air besar, frekwensi kecipirit dan kekuatan otot spinkter ani(Ludman dkk,2002). III. Prosedur Duhamel Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson dalam penanganan penyakit Hirschprung. Pemilihan prosedur Duhamel pada penanganan hirschprung karena dianggap lebih aman (pada procedur swanson misalnya dapat terjadi kerusakan nervi erigentes yang member persafan pada viscera daerah pelvis) dan komplikasi pasca operasi lebih minimal, Prosedur Duhamel dilakukan pada penyakit hircsprung tepe klasik atau tipe rektosigmoid, prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud dkk,1997). ANATOMI USUS BESAR Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani, diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi seku, kolon dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menepati sekitar duaatau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ilosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transersum, desendens, dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rectum, yang menjelaskan alas an anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rectum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rectum dinamakan kanalis ani dan

dilindungi oleh sfinter ani eksternus dan internus. Panjang rectum dan kanalis ani sekitar (5,9 inci (15 cm). Usus besar memiliki empat lapis morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tatapi, ada beberapa gambaran yang khs pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rectum mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang tenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan usus tertarik dan terkerut membenutuk kantongkantong kecil yang dinamakan haustra.Pendises eipploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belah kiri dan kanan sejalan dengan suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dupertiga proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Suplai darah tambahan untuk rectum adalah melalui arteri sakralis media dan artera hemoroidalis inferior dan media yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan hemoroid. Persarafan usus besar dilakukan oleh system saraf tonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah control volutar.Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla spinalis melalui saraf splangnikus untuk mencapai kolon. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rectum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : 1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal 2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler 3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut. (Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990). PROSEDUR OPERASI DUHAMEL

Sejak karakteristik defesiensi ganglia pada penyakit Hirschprung selalu terjadi pada keseluruhan rectum hingga ke tingkat spinkter ani, reseksi rectum yang luas, yang dihubungkan dengan syok, terutama pada bayi baru lahir, harus dilakukan untuk mendapatkan hasil pembedahan yang memuaskan.Diseksi rectum dapat dilakukan hingga mendekati lapisan muscular hingga selama bukan merupakan kasus keganasan; tetapi tidak menutup kemungkinan dapat membuat cedera pleksus syaraf pelvis yang mempersyarafi buli-buli atau genital. Ablasi komplit dari membrane mukosa reektum atau nervusnya masing-masing akan menggangu sensai rectum yang mana sangat diperlukan untuk fungsi sempurna spinkter. Bagaimanapun luasnya reseksi rectum, selalu tidak sempurna secara inferior dimana pada bagian ini untuk menjaga spinter rectal. Hal yang tidak memuaskan tersebut sering terjadi dan relaps mungkin saja terjadi. Tujuan dari operasi ini adalah untuk mengeluarkan dan tidak untuk mengembalikan rectum yang mengalami malformasi dan seluruh diseksi pelvis dihindari. Fungsi kolon proksimal yang sehat dibawa hingga margin anus pada suatu bidang anatomi, dan system syaraf dari buli-buli dan apparatus neuro-muscular spinchter dipelihara in toto. Anastomosis yang luas antara kolon dan rectum yang dikeluarkan dibuat dan dengan menjaga rectum, daerah penting dari aktivitas refleks dijaga. Duhamel melakukan diseksi retrorektal untuk menghindari kerusakan tersebut dengan cara melakukan penarikan kolon proksimal yang ganglionik melalui bagian posterior rektum.Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi, dipasang kateter sehingga vesika urinaria kosong dengan maksud agar visualisasi rongga abdomen lebih jelas. Irisan kulit abdomen dilakukan secara paramedian atau transversal. Arteria hemorrhoidalis superior dipotong diikuti pemotongan mesorektum dan rektum. Kolon proksimal dimobilisir sehingga panjang kolon akan mencapai anus. Perhatian khusus ditujukan pada viabilitas pembuluh darah dan kolon proksimal dengan cara menghindari regangan yang berlebihan. Setelah segmen kolon yang aganglionik direseksi, puntung rektum dipotong sekitar 2-3 cm diatas dasar refleksi peritonium dan ditutup dengan jahitan dua lapis. Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh permukaan dinding belakang rektum dibebaskan. (Holschneider, 2005; Langer, 2005). Pada dinding belakang rektum 0,5 cm dari linea dentata dibuat sayatan endoanal setengah lingkaran dan dari lobang sayatan ini segmen kolon proksimal yang berganglion ditarik ke distal keluar melewati lubang anus dan dibiarkan bebas menggelantung kemudian dilakukan anastomosis end to side setinggi sfingter ani internus. Anastomosis dilakukan dengan pemasangan 2 buah klem Kocher dimana dalam jangka waktu 6-8 hari anastomosis telah terjadi. Stenosis dapat terjadi akibat pemotongan septum yang tidak sempurna (Holschneider, 2005; Langer, 2005). Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya : 1. Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;

2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang; 3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian; 4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi hemostasis (Kartono,1993)
http://e-infomu.com/berita-139-duhamel-procedure.html http://hsilkma.blogspot.com/2008/03/hirschsprungs-disease.html http://thefuturisticlovers.wordpress.com/2011/12/09/askep-laporan-pendahuluan-hirschsprung/
Konsep Tumbuh Kembang Anak Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalahmasalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ). Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ). 1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman. Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan. Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004). 2. Fokus Intervensi a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 :

508 ) Tujuan : 1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan Kriteria Hasil 1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi 2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik Intervensi : 1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 % 2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali 3. Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk, konsistensi, jumlah 4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses 5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah Tujuan : 1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan Kriteria Hasil 1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya 2. Turgor kulit pasien lembab 3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan Intervensi 1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan 2. Ukur berat badan anak tiap hari 3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197) Tujuan : 1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh Kriteria Hasil 1. Turgor kulit lembab. 2. Keseimbangan cairan. Intervensi 1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien 2. Pantau tanda tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake output 3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. (Whaley & Wong, 2004 ). Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat Kriteria hasil : 1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali Intervensi 1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien 2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon 3. Kaji latar belakang keluarga 4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat obatan pada keluarga pasien

http://hidayat2.wordpress.com/2009/06/10/askep-pada-anak-dgn-hirsprung/

Perawatan pasca operasi yang disarankan adalah dilatasi anus, pemberian laxatif, enema, diet dan toilet. Perawatan medis harus dilakukan bersama perawatan paramedis yaitu fisioterapi, pengobatan psikososial dan konsultasi diet.

http://dokterugm.wordpress.com/2010/04/27/megacolon-congenital-hirschprung-disease/

Perencanaan (intervensi) merupakan suatu rangkaian tahapan dimana perawat dank lien menetapkan prioritas, menetapkan tujuan yang ingin dicapai dan merencanakan serangkaian rencana keperawatan guna menyelesaikan atau mengurangi masalah-masalah kesehatan klie serta mempersiapkan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. (Erb, Olivieri, Kozier, 1991:169) Adapun perencanaan yang dibuat untuk klien dengan peritonitis adalah : DP I : Risiko infeksi b.d. tidak adekuatnya pertahanan primer, tidak adekuat pertahanan sekunder, prosedur invasif Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria Evaluasi : proses penyembuhan luka tepat pada waktunya, bebas drainage purulen atau eritema ; tidak demam Intervensi Rasional

1. Catat faktor risiko individu, contoh : trauma Mempengaruhi pilihan intervensi 1. abdomen, peritonial 2. Kaji tanda-tanda vital, catat tidak Tanda adanya syok septic, endotoksin 2. menyebabkan vasodilatasi, appendicitis akut, dialisa

membaiknya atau berlanjutnya hipotensi, sirkulasi penurunan tekanan nadi,

takhikardia, kehilangan cairan dari sirkulasi dan rendahnya status curah jantung 3. Hipoxsemia, hipotensi dan asidosis dapat

demam, takipnea

3. Catat perubahan status mental : bingung, menyebabkan pingsan mental

penyimpangan

status

4. Hangat, kemerahan, kulit kering adalah 4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban tanda dini septicemia. Selanjutnya

manifestasi termasuk dingin, kulit pucat lembab dan sianosis sebagai tanda syok 5. Oliguria terjadi akibat penurunan perfusi ginjal, 5. Awasi haluaran urin toksin dalam sirkulasi

mempengaruhi antibiotic

6. Mencegah penyebaran

meluas

dan

membatasi infektif/

organisme

6. Pertahankan teknik aseptic ketat pada kontaminasi silang perawatan drain abdomen, luka insisi dan sisi invasif. Bersihkan dengan bethadin atau Memberikan informasi tentang satatus 7. larutan lain yang tepat 7. Observasi drainage pada luka/ drain infeksi 8. Mencegah pertumbuhan 8. Pertahankan teknik steril bila pasien urinarius penyebaran, bakteri membatasi pada traktus

dipasang kateter, dan berikan perawatan kateter/ kebersihan perineal rutin 9. Batasi pengunjung dan staf 9. Menurunkan risiko terpajan/ menambah sesuai infeksi sekunder pada pasien yang

kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi emngalami tekanan immune bila diindikasikan 10. Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan basil aerob gram negative. Lapase 10. Kolaborasi pemberian antimicrobial contoh dapat : gentamicin (garamycin); amikasin jaringan digunakan nekrotik untuk dan emmbuang mengobati

(amikin);

klindamicin

(cleocin);

lapase inflamasi yang terklokalisasi/ menyebar dengan buruk

peritoneal/ IV

DP II : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d. Perpindahan cairan dari ekstravaskuler, intravaskuler, area interstisial dan usus ke area peritoneal, anorexia, demam dan pembatasan masukan cairan Tujuan : cairan dan elektrolit dalam batas normal Kriteria Evaluasi : haluaran urin adekuat dengan berat jenis normal, tanda-tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler meningkat, berat badan dalam rentang normal Intervensi 1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya 1. Rasional Membantu dalam evaluasi derajat defisit

hipotensi, takhikardia, takipnea, demam. cairan/ keefektifan penggantian terapi Ukur CVP bila ada cairan dan respon terhadap pengobatan

2. Menunjukkan status hidrasi keseluruhan. 2. Pertahankan masukan dan haluaran yang Keluaran urin mungkin menurun pada akurat dan hubungkan dengan berat badan hipovolemia dan penurunan perfusi

harian. Termasuk pengukuran/ perkiraan ginjal, tetapi berat badan masih berlaku, kehilangan contoh : penghisapan gaster, menunjukkan edema jaringan/ asites. drain, balutan, hemovact, keringat, lingkar Kehilangan abdomen dari penghisapan gaster

mungkin besar, dan banyaknya cairan tertampung pada usus dan area peritoneal (asites) 3. Menunjukkan satatus hidrasi dan

3. Ukur berat jenis urin

perubahan pada fungsi ginjal 4. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan

4. Observasi kulit, membrane mukosa untuk kekurangan nutrisi memperburuk turgor kekeringan, turgor. Catat edema perifer/ kulit, menambah edema jaringan sacral 5. Menurunkan rangsangan pada gaster dan respon muntah 5. Hilangkan lingkungan. 6. Ubah posisi dengan sering, berikan dan Memberikan informasi tentang hidrasi, 7. tanda bahaya/ bau dari Jaringan edema dan adanya gangguan 6. sirkulasi cenderung merusak kulit

perawatan

kulit

dengan

sering,

pertahankan tempat tidur kering dan bebas fungsi organ. Berbagai gangguan dengan lipatan konsekuensi tertentu pada fungsi

7. Kaji ulang pemerikasaan laboratorium : Hb, siastemik mungkin sebagai akibat dari Ht, elektrolit, protein, albumin, BUN, perpindahan kreatinin cairan, hi[povolemia,

hypoxemia, toxin dalam sirkulasi dan produk jaringan nekrotik 8. Menurunkan hiperaktivitas usus dan kehilangan dari diare 9. Mengisi, mempertahankan volume

sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. 8. Pertahankan puasa dengan aspirasi Koloid (plasma, darah) membantu

nasogastrik/ intestinal 9. Kolaborasi pemberian plasma/

menggerakkan darah, intarvaskuler

air dengan

kedalam

area

meningkaktkan

cairan, elektrolit, diuretic sesuai indikadi

tekanan osmotic. Diuretic mungkimn digunakan untuk emmbnatu

penmgeluaran toxin dan meningkatkan dfungsi ginjal DP III : Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. Akumulasi cairan dalam rongga abdomen, trauma jaringan, iritasi kimia peritoneum perifer Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi Kriteria Evaluasi : nyeri hilang/ terkontrol, skala nyeri berkurang, klien dapat menggunakan keteram,pilan relaksasi Intervensi Rasional

1. Kaji respon nyeri, catat lokasi, lama, Perubahan dalam lokasi/ intensitas tidak 1. intensitas (0-5) dan karakteristiknya umum tetapi dapat menunjukkan

(dangkal, tajam, konstan)

terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung menjadi konstan, lebih hebat, dan

menyebat keatas; nyeri dapat local jika tyerjadi abses 2. Perrtahankan indikasi posisi semifowler sesuai Memudahkan 2. karena drainage dan cairan/ luka

gravitasi

m,em,bantu

meniminalkan nyeri kaarena gerakann 3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh 3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin : pijatan punggung, nafas dalam, latihan meningkatkan kemampuan koping pasien relaksasi/ visualisasi 4. Menurunkan laju metabolic dan iritasi usu toksin sirkulasi/ local, nyeri yang dan

4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : karena analgesic, narkotik

membantu

menghilangkan

meningkatkan penyembuhan

DP IV : Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. Disfungsi usus, abnormalitas metabolic, peningkatan kebutuhan metabolic, mual muntah Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria Evaluasi : porsi makan habis, berat badan tetap atau naik Intervensi 1. Catat adanya muntah/ diare 1. Muntah dan Rasional diare diduga adanya

obstruksi usus dan memerlukan evaluasi lebih lanjut 2. Auskultasi bising usus 2. Inflamasi usus dapat menyertai

hiperaktivitas usus, penurunan absorpsi air dan diare 3. Ukur lingkar abdomen 3. Memberikan bukti kuantitas perubahan gaster/ usus dan/ atau akumulasi asites 4. 4. Timbang berat badan dengan teratur Kehilangan / peningkatan dini

menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada deficit nutrisi 5. Menunjukkan kembalinya fungsi usus ke

5. Kaji abdomen terhadap adanya bising usus normal dan kemampuan untuk memulai normal dan kelancaran flatus 6. masukan per oral Kemajuan diet yang hati-hati saat

6. Kolaborasi dalam pemberian diet sesuai masukan nutrisis dimulai lagi menurunkan toleransi, contoh cairan jernih sampai resiko iritasi gaster lembut

DP V : Gangguan rasa aman : cemas b.d. Krisis situasi, perubahan status kesehatan, faktor fisiologis, status hipermetabolik Tujuan : rasa aman klien terpenuhi Kriteria Evaluasi : klien tampak rileks, cemas berkurang, Intervensi Rasional

1. Evaluasi tingkat ansietas/cemas, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebasakan emosi 2. Berikan informasi tentang penyakit dan antisipasi tindakan 3. Jadwalkan istirahat adekuat

1.

Ketakutan

dapat

terjadi

karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit 2. Mengetahui dapat apa yang

diharapkan ansietas 3.

menurunkan

Membatasi energi

kelemahan, dan dapat

menghemat

meningkatkan kemampuan koping DP VI : Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d. Kurangnya informasi Tujuan : pengetahuan klien bertambah Kriteria Evaluasi : klien menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan, klien mengidentifikasi hubungan, tanda/ gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan factor penyebab Intervensi 1. Kaji ulang proses penyakit 1. Rasional Memberikan dasar

dasr dan harapan untuk sembuh

pengetahuan pada pasien yang memungkinkan membuat pilihan berdasarkan informasi

2.

Diskusikan jadwal

program dan

2.

Antibiotic setelah

dapat pulang,

pengobatan,

dilanjutkan

kemungkinan efek samping 3. Anjurkan melakukan

tergantung pada lamanya dirawat 3. Mencegah kelemahan,

aktifitas biasanya secara bertahap dan sesuai toleransi 4. Kaji ulang pembatasan

meningkatkan perasaan sehat

4.

Menghindari

penekanan

aktifitas: hindari mengangkat beban, konstipasi 5. Lakukan penggantian balutan

intra abdomen yang tidak perlu dan tegangan otot 5. Menurunkan resiko

secara aseptic 6. Identifikasi tanda dan gejala

kontaminasi

yang memerlukan evaluasi medik: berulangnya abdomen, demam, nyeri/ muntah, atau adnya distensi menggigil, drainase

6.

Pengenalan

dini

dan

pengobatan terjadinya komplikasi dapat mencegah penyakit/cidera serius

purulen, bengkak/eritema pada insisi bedah


http://isahanisah.blogspot.com/2011/04/askep-post-anastomosis.html
Anastomosis adalah hubungan antara pembuluh-pembuluh yang berbeda pangkalnya (Ramali, Ahmad, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman, 1997:14). Anastomosis adalah terjadinya hubungan antara dua rongga atau alat yang biasanya terpisah, dengan pembedahan atau karena keadaan sakit (Ramali, Ahmad, disempurnakan oleh Hendra T. Laksman, 1997:14). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anastomosis and to end adalah penyambungan dua rongga dalam hal ini usus yang awalnya terpisah kemudian disambung kembali melalui proses pembedahan

http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/08/tugas-kuliah-tentang-peronitis.html

You might also like