You are on page 1of 27

PENYAKIT PEMBULUH KAYU ( Oncobasidium theobromae ) PADA TANAMAN KAKAO ( Theobroma cacao L.

MAKALAH

Oleh : Cut Tia Mardi 110301062 AET 1A

LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN SUB PENYAKIT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

PENYAKIT PEMBULUH KAYU ( Oncobasidium theobromae ) PADA TANAMAN KAKAO ( Theobroma cacao L. )

MAKALAH Oleh : CUT TIA MARDI 110301062 AET I / IA Makalah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Pra Praktikal Test di Laboratorium Dasar Perlindungan Sub Penyakit Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan Ditugaskan Oleh : Dosen Penanggung Jawab

( Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr ) NIP : 195511211981031002

Diketahui Oleh : Asisten Koordinator

Diperiksa Oleh: Asisten Korektor

( Muklis Adi Putra ) NIM : 080302017

( Rifai Fauzi ) NIM : 080302019

LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN SUB PENYAKIT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012

ii

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah Penyakit Pembuluh Kayu (Oncobasidium theobromae) Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman yaitu Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr dan (All Dosen), serta mengucapkan terima kasih kepada kakak dan abang asisten yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan,

Maret 2012

( Cut Tia Mardi )

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Hidayah Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah Penyakit Pembuluh Kayu (Oncobasidium theobromae) Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman yaitu Ir. Mukhtar Iskandar Pinem M.Agr, serta mengucapkan terima kasih kepada kakak dan abang asisten yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan,

Maret 2012

( Penulis )

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .......................................................................... PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan Penulisan .................................................................................. Kegunaan Penulisan ............................................................................. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman .................................................................................. Syarat Tumbuh .................................................................................... Tanah .......................................................................................... Iklim ........................................................................................... Biologi Penyebab Penyakit ................................................................. Daur Hidup Penyakit ............................................................................ Gejala Serangan ................................................................................... Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ........................ Pengendalian ....................................................................................... PERMASALAHAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

i ii iii

1 2 2

3 4 5 5 8 9 10 11 12

DAFTAR GAMBAR

No 1

Gambar Hifa O.theobromae Hifa vegetatif dan monilioid O. theobromae Daun dan batang yang terinfeksi VSD Daur hidup penyakit VSD

Halaman

8 9 10 17

2 3 4

vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang Di Indonesia vascular streak dieback (VSD) untuk pertama kali

ditemukan di pulau sebatik, di perbatasan antara Sabah dan Kalimantan Timur, pada tahun 1983. Pada tahun 1984 penyakit ditemukan di Maluku dan Sulawesi Tenggara (Anon,1987). Pada tahun 1985 mendadak penyakit ditemukannya di perkebunan Bunisari, Garut, Jawa Barat. Setelah dilakukan pengamatan dengan teliti diketahui bahwa VSD juga sudah terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pengamatan yang dilakukan di Sumatera Utara tidak menemukan penyakit ini (Soenaryo dan Sri Soekamto,1985). Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan, dan devisi negara.. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading (1.276.000 ton ) dan Ghana (586.000 ton) produksi biji kakao sekitar 456.000 ton per tahun (Departemen Perindustrian, 2007; Suryana dkk,2005). Penyakit telah di kenal di Malaysia Barat sejak tahun 1956. Seterusnya pada tahun 1960 penyakit ditemukan di Papua Nugini , dan pada tahun 1970 di Sabah. Karna merupakan penyakit baru , di Indonesia besarnya kerugian karena penyakit ini belum diketahui. Di Malaysia penyakit menimbulkan kerugian 1035% (Chan dan Wazir 1976).

Penyebab penyakit ,Oncobasidium theobromae Talbot et Keane. Menurut Talbot dan Keane (1971) yang membuat uraian berdasarkan atas jamur yang terdapat di Papua Nugini. Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang dapat menjadai inang bagi jamur ini. mengingat VSD hanya terdapat di Asia Tenggara dan Kepulauan Melanesia, sedang di daerah-daerah ini kakao baru dibudidayakan selama kurang dari seratus tahun pada penyakit Oncobasidium theobromae Talbot et Keane mempunyai tanaman inang di antara tumbuhan asli di daerah itu.(Talbot dan keane,1971). Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini , diketahui juga bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih tahan terhadap VSD. Terdapat petunjuk yang kuat bahwa ketahanan ini bersifat horizontal yang dikendalikan oleh banyak gen(Keane dan Prior,1992)

Tujuan Penulisan Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penyakit (Oncobasidium theobromae Talbot et Keane) pada tanaman Kakao (Theobroma cacao L.). dan mengetahui ge;jala serangan serta pengendaliaanya.

Kegunaan Penulisan Sebagai bahan penulisan laporan untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh pra praktikal di Sub Penyakit, Fakultas Universitas Sumatera Utara, Medan. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkannya Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Menurut Susanto (1994) , Sistematika Tanaman Kakao adalah :

Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Species

: Plantae : Spermatophyte : Dicotyledoneae : Angiospermae : Malvales : Sterculiaceae : Theobroma : Theobroma cacao L.

Kakao termasuk tanaman kauliflori yang artinya bunga dan buah tumbuh pada batang dan cabang tanaman. Dalam setiap buah terdapat sekitar 20 50 butir biji, yang tersusun dalam lima baris dan menyatu pada bagian poros buah (Susanto, 1994). Kakao bersifat dimorfisme, artinya memiliki dua macam percabangan atau tunas vegetatif, yaitu tunas ortotrop yang tumbuh ke atas dan tunas plagiotrop yang tumbuh ke samping cabang kipas atau fan. Kedua macam cabang tersebut memiliki perbedan dalam rumus daun, misalnya cabang ortotrop memiliki rumus daun 3/8 dan plagiotrop , disamping itu juga ukuran dan tangkai daun (Susanto, 1994). Pada tanah yang dalam drainasenya baik, perakaran kakao dewasa mencapai 1,0 1,5 m. Akar lateral sebagian bear sekitar 56% tumbuh pada lapisan tanah atas sedalam 0 10 cm Sedangkan 26% pada bagian yang lebih

dalam (11 - 20 cm), dan sekitar 14% pada bagian yang lebih dalam lagi (21 30 cm ), dan hanya sekitar 4% tumbuh pada kedalaman leebih dari 30 cm. Jangkauan akar lateral jauh di luar proyeksi tajuk tanaman (Susanto, 1994). Daun kakao mempunyai dua persendian yang terletak pada pangkal dan ujung tangkai daun. Hal ini memungkinakan pergerakan daun menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Kuncup kuncup daun dilindungi oleh stipula yang segera gugur apabila daunnya tumbuh. Warna daun muda kemerahan sampai merah, tergantung dari varietasnya, dan bila telah dewasa menjadi hijau tua (Susanto, 1994). Warna buah kakao beraneka ragam, namun pada dasarnya hanya ada dua macam yaitu: buah muda berwarna hijau putih dan bila masak menjadi warna kuning, dan buah muda yang berwarna merah setelah masak menjadi oranye (Susanto, 1994).

Syarat Tumbuh Tanah Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang bila musim hujan drainase baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat terpenuhi bila tanah memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar 50 %, fraksi debu sekitar 10-20% dan fraksi lempung sekitar 30-40%. Jadi tekstur tanah yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir (Susanto, 1994). Kakao memerlukan pH tanah yang netral atau berkisar 5,6-6,8 agar dapat tumbuh dengan baik. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan tanah bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam

atau agak basa. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu diatas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Tanaman kakao menghendaki tanah yang mudah diterobos oleh air tanah dan tanah harus dapat menyimpan air tanah terutama pada musim kemarau. Aerasi dan drainase yang baik sehingga tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir (Wood and Lass, 1987). Kakao pada umumnya ditanam pada ketinggian 0-800 m dpl. Tekstur tanah yang diperlukan adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir dan 10-20% debu. Tanah yang banyak mengandung humus dan bahan organik dengan pH antara 6,0-7,0, kedalaman air + 3 meter dan berdrainase baik, cocok bagi pertumbuhan kakao (Poedjiwidodo, 1996).

Iklim Distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun lebih penting daripada jumlah hujan tahunan sebab tanaman kakao lebih cocok bila bulan kering tidak melebihi dari 3 bulan. Daerah produsen kakao umumnya memiliki curah hujan antara 1250 3000 mm setiap tahunnya (Susanto, 1994). Pada umumnya penanaman kakao diusahakan pada ketinggian kurang dari 300 m dari permukaan air laut. Suhu maksimal untuk kakao sekitar 30 C - 32 C, sedangkan suhu minimal sekitar 18 21 C (Susanto, 1994). Daerah penghasil kakao memiliki kelembapan udara relatif maksimum 100%, pada malam hari 70% - 80% pada siang hari. Kelembapan yang rendah

akan mempengaruhi evapotranspirasi menjadi lebih cepat, sedangkan kelembapan yang tinggi mengundang perkembangan cendawan patogen (Susanto, 1994). Tanaman muda yang baru ditanam memerlukan sinar matahari sekitar 25% - 35% dari sinar matahari penuh. Sedangkan untuk tanaman dewasa yang sudah berproduksi sekitar 65% - 75% (Susanto, 1994).

Biologi Penyebab Penyakit Menurut P.H.B. Talbot & Keane ( 1971 ) , Jamur Oncobasidium theobromae dapat diklasifikasikan sebagai berikut . Kingdom Phylum Subphylum Class Ordo Family Genus : Fungi : Basidiomycota : Agaricomycotina : Agaricomycetes : Cantharellales : Ceratobasidiaceae : Oncobasidium

Scientific name: - Oncobasidium theobromae P.H.B. Talbot & Keane 1971

Cendawan ini memproduksi basidiospora pada basidium yang berkembang pada cabang kakao yang terserang dan terjadi setelah tengah malam pada kondisi sangat lembab. Basidiospora disebarkan oleh angin dan bila spora ini datang pada permukaan yang kering, maka akan segera kehilangan viabilitasnya. Pada daun yang lunak dan mengandung tetesan air, basidiospora berkecambah cepat sekali

dan tabung kecambah berpenetrasi pada epidermis dan kemudian masuk ke dalam xylem.

Gambar. Hifa O.theobromae menginfeksi xylem, diwarnai dengan lactophenol cotton blue. (Dr C. Prior)

Dalam waktu 6 sampai 16 minggu yang tergantung pada umur tanaman kakao, gejala akan muncul pada daun ke 2 dan ke 3 dari pucuk. Bila hujan terus , maka perkecambahan terjadi dan akan mengalami siklus yang sempurna (Purdy, 2000; Frison et al., 1999). O. theobromae adalah parasit obligat, tetapi Musa (1983) mengembangkan medium air kelapa dan cendawan ini dapat tumbuh secara terbatas (Gambar 2). Tanaman inang lainnya selain kakao yang sejauh ini diketahui adalah hanya alpokat (Persea Americana) (Keane dan Prior, 1991). Daur Hidup Penyakit Penyebaran penyakit melalui spora yang terbawa angin dan vegetatif tanaman. Perkembangan penyakit Embun dan bahan

dipengaruhi oleh kelembaban.

cuaca basah membantu perkecambahan spora. Pelepasan dan

penyebaran spora sangat dipengaruhi oleh cahaya gelap. 0. theobromae membentuk

basidiospora yang hanya dilepaskan pada waktu malam, dan disebarkan oleh angin. Dengan cara ini jamur tidak dapat tersebar jauh, karena kelembapan tinggi pada umumnya hanya terjadi bila udara tenang (Chan dan Wasir, 1976).

Gambar Hifa vegetatif dan monilioid O. theobromae dalam kultur.

Spora tidak akan tersebar lebih dari 200 m. Infeksi hanya dapat terjadi pada daun muda yang belum mengeras. Spora berkecambah dan jamur mengadakan penetrasi melalui epidermis, mesofil, selanjutnya ke tulang daun. Mengingat jamur penyebab penyakit ini terdapat dalam berkas pembuluh, diperkirakan bahwa jamur mudah terbawa dalam bahan tanaman, seperti setek dan mata okulasi. Namun bukti mengenai hal ini belum terdapat. Dikatakan bahwa setek yang diambil dari ranting sakit ternyata tidak dapat tumbuh (Chan dan Wazir,1976). Meskipun dapat masuk ke plasenta, namun tidak terdapat bukti bahwa jamur menginfeksi biji. Biji-biji yang diambil dari pohon yang sakit dapat tumbuh seperti biasa dan tidak berkembang menjadi tanaman sakit (Chan dan Wazir,1976). Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang dapat menjadi inang bagi jamur ini. VSD tidak terdapat di daerah asal kakao (Amerika Tropika) dan hanya terdapat di Asia Tenggara dan Kepulauan Melanesia, sedang di banyak daerah ini kakao baru dibudidayakan selama kurang dari seratus tahun.

Disimpulkan bahwa tentunya 0ncobasidium theobromae berasal dari tumbuhan pribumi dalam flora Asia Tenggara, dan dari sini jamur menyesuaikan diri pada kakao yang diimpor. Sampai sekarang tumbuhan asli yang dapat menjadi inang. 0ncobasidium itu belum ditemukan (Keane, 1992;Prior, 1992).

Gejala Serangan Daun-daun akan menguning lebih awal dari waktu yang sebenarnya

dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga terdapat ranting tanpa daun (ompong). Bila permukaan bekas menempelnya daun diiris tipis, akan terlihat gejala bintik 3 kecoklatan. Permukaan kulit ranting kasar dan belang, bila diiris memanjang tampak jaringan pembuluh kayu yang rusak berupa garis-garis kecil (streak) berwarna kecoklatan (Smith,1981).

Pada bekas dudukan daun yang sakit akan tampak 3 bintik kecoklatan Permukaan ranting menjadi kasar dan belang-belang. Bila ranting dibelah

membujur akan tampak garis-garis kecoklatan . Penyakit ini menyebabkan matinya ranting. Apabila serangan berlanjut akan menyebabkan kematian

jaringan sampai cabang dan batang pokok (Smith,1981). Gejala khas adalah adanya garis-garis berwarna coklat pada berkas pembuluh (vascular streak) yang terlihat pada penampang membujur cabang danantingranting mati dari ujungnya (die back) (Smith,1981).

10

O. theobromae menginfeksi pucuk dan cabang kakao, tetapi gejala hanya terlihat pada daun yang tampak klorotik dan dapat berkembang pada gejala khas berupa belang hijau dengan latar belakang kuning. Pada tanaman yang sudah tua, gejala pada daun sering ditemukan pada bagian tengah cabang, sedangkan pada tanaman muda gejala dapat terjadi pada daun mana saja. Selain gejala tersebut di atas, terjadi pula perubahan warna jaringan vaskuler pada scars daun segar yang jatuh, pembenkakan lentisel pada kulit dalam daerah daun yang jatuh, serta sprouting tunas aksilar. Nekrosis antara tulang daun terminar tampak menyerupai gejala kekurangan kalsium. Selain itu garis-garis coklat terlihat pada cabang yang terinfeksi, bila cabang ini dibelah secara longitudinal. (Smith,1981) Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika jumlah malam basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan bahwa tiga sampai lima bulan kemudian penyakit akan tampak meningkat . Hal ini disebabkan karena untuk pembentukan basidiospora tubuh buah jamur harus basah diwaktu malam. Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan membantu penyebaran penyakit.Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu mudah mati karena sinar ultra violet pada siang hari (Prior, 1977). Dari pengamatan-pengamatan di Indonesia diketahui bahwa VSD lebih banyak terdapat pada kakao lindak (bulk), dan kurang terdapat pada kakao mulia (edel, Trinitario). Klon DR 1 lebih tahan ketimbang DR 2 dan DR 38. Juga tampak bahwa tipe Amelonado lebih rentan dari pada kakao Upper Amazon dan Trinitario (Keane dan Prior, 1992).

11

Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini (Prior, 1977) diketahui juga bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih tahan terhadap VSD. Terdapat petunjuk yang kuat bahwa ketahanan ini bersifat horizontal, dikendalikan oleh banyak gen, sehingga stabil. Klon-klon yang pada pertengahan tahun 1960-an terbukti tahan, sampai sekarang belum tampak mundur ketahanannya (Keane dan Prior, 1992). Kultivar-kultivar Upper Amazon dan Trinitario lebih tahan daripada Amelonado dengan hibrida-hibridanya. Dikatakannya bahwa hal ini disebabkan karena Upper Amazon dan Trinitario lebih kuat pertumbuhannya, sehingga mampu membentuk ranting-ranting baru untuk mengganti yang mati karena penyakit (Chan dan Wazir, 1976).

Pengendalian Menurut Keane dan Prior (1992) , Pengendalian VSD dapat dilakukan dengan cara :

1. Pangkasan Sanitasi Pengendalian penyakit VSD di daerah basah (tipe curah hujan B di Sumatera Utara, Jawa Barat) dengan pangkasan sanitasi 2 minggu sekali (Pawirosoemardjo & Purwantara, 1987) dan di daerah kering (tipe curah hujan D di Jawa Timur) dengan pangkasan 1-3 bulan sekali ternyata efektif. Pemangkasan bertujuan untuk menghilangkan ranting atau cabang sakit yang mengandung jamur (sanitasi) dan untuk mengurangi kelembapan kebun. Untuk menghilangi jaringan yang sakit, ranting atau cabang dipotong 30 cm

12

dibawah pangkal garis cokelat yang tampak dalam kayu. Dalam keadaan yang parah usaha sanitasi ini cukup mahal, manfaatnya kurang, bahkan sering menyebabkan tanaman sangat menderita. Bahan-bahan pangkasan tidak perlu dibakar atau diangkut dari kebun, karena jamur tidak dapat berkembang dan membentuk tubuh buah ranting yang sudah dipotong. Pangkasan sanitasi dilakukan dengan cara memotong ranting sakit sampai batas garis cokelat pada xylem ditambah 30 cm. Intensitas serangan ditentukan berdasarkan persentase ranting sakit dan kerusakan pada xylem. Ringan : Jumlah ranting sakit <10 persen dan jamur menyerang hanya sampai pada cabang tersier Sedang : Jumlah ranting sakit 10-30 persen dan jamur menyerang sampai pada cabang sekunder. Berat : Jumlah ranting sakit >30 persen dan jamur menyerang sampai pada cabang primer atau batang pokok.

2. Penanaman klon toleran Kultivar kakao mulia yang banyak ditanam di Jawa dewasa ini ( DR 1, DR 2, DR 38, DRC 13, dan DRC 16), semuanya termasuk Trinitario yang mempunyai ketahanan yang cukup. Sedangkan kakao lindak yang dianjurkan antara lain adalah ICS 60 x Sca 6, DR 2 x Sca 12, Sca 12 x ICS 60, ICS 60 x Sca 12, DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, dan Sca 6 x ICS 6 (Anon., 1987a; Iswanto dan Winarno, 1992; Soenaryo dan Soedarsono, 1980; Soenaryo dan Sri-Sukamto, 1985).

13

Sulistiowaty (2006) menganjurkan untuk penanaman baru digunakan hibrida/klon yang toleran misalnya DR 1 x Sca 6, DR 1 x Sca 12, ICS 60 x Sca 6, Sca 12 x ICS 60, Sca 6 x ICS 6, klon DRC 15

3. Memperbaiki Kultur Teknis Tanaman Memperbaiki kultur teknik tanaman dengan perbaikan drainase, pemangkasan pelindung, penjarangan jarak tanam dan pemberian pupuk berimbang dapat mengurangi intensitas serangan penyakit. Pemangkasan membantu mengurangi kondisi gelap dalam kebun. Kondisi gelap dapat membantu perkembangan penyakit. Pada tanaman yang terserang pemberian pupuk N, P dan K harus dilakukan sesuai jadwal pemupukan. Pemupukan dapat membantu memulihkan kondisi pertumbuhan tanaman. Khusus pupuk Kalium dapat diberikan 1,5 kali dosis normal. Kalium dapat meningkatkan kekerasan sel dan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit.

4. Penggunaan fungisida Dewasa ini pengendalian dengan fungisida belum dapat dianjurkan, karena jamur terdapat di dalam berkas pembuluh kayu (xilem), sehingga sukar dicapai oleh fungisida. Selain itu infeksi terjadi melalui daun muda yang tumbuh dengan cepat, sehingga sukar dilindungi dengan protektan secara merata. Fungisida sistemik yang cocok pun belum ditemukan. Pada umumnya fungisida sistemik yang ada dewasa ini diangkut melalui berkas pembuluh tapis (floem), jadi tidak akan mengenai jamur.

14

Untuk melindungi tanaman di pembibitan dapat dipakai bitertanol atau propikonazol (Keane dan Prior, 1992; Sri-Sukamto, 1985b). Bahkan Varghese et al. (1992) di Malaysia menyatakan bahwa senyawa triazol dapat dipakai dalam kebun dewasa untuk mengurangi aras sumber penyakit dan intensitas penyakit. Fungisida kimia dan ZPT (b.a.Azoksistrobin 200 gl dan Difenokonazol 125 g/l) sedang di uji coba perusahaan Sygenta di Sumatera Utara (Batu-bara). Fungisida ini diinformasikan perusahaan tersebut sukses mengendalikan VSD di Sulawesi.

5. Penggunaan Jamur dan Bakteri Antagonis Penggunaan jamur dan bakteri antagonis seperti jamur Trichoderma dan bakteri Pseudomoinas flourensens (PF) untuk mengendalikan jamur O. theobromae perlu diuji lebih mendalam untuk mendapatkan teknik pengendalian secara hayati yang lebih efektif dan aman terhadap lingkungan.

6. Pengelolaan Pembibitan Kakao Dianjurkan agar pembibitan kakao dibuat jauh dari kebun yang berpenyakit agar pembibitan menghasilkan bibit yang sehat. Jangan menaruh bibit di bawah pohon kakao yang berpenyakit.

15

PERMASALAHAN

Penyakit VSD pada tanaman kakao disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobroma dan merupakan ancaman yang serius terhadap produksi kakao di Indonesia. Infeksi oleh basidiospora pada daun muda terjadi pada malam hari. Jamur tumbuh sampai ke jaringan xilem sehingga menyebabkan kematian bibit atau ranting pada tanaman yang berproduksi. Kehilangan hasil mencapai 25-40%. Di Indonesia, penyakit VSD ditemukan pertama kali pada tahun 1960-an. Daerah sentra pengembangan kakao di Indonesia sudah terserang penyakit Vascular-streak dieback. Hal ini dapat terjadi karena serangan jamur O.

theobrome dipengaruhi oleh virulensi, strain lokal, parasit dan kerentanan varietas atau klon kakao. Selain itu inokulum dari patogen yang terdapat dalam jaringan tanaman, misalnya daun atau tangkai yang masih segar yang sekarang banyak digunakan untuk bahan sambung samping. Patogen berkembang pesat pada kondisi kelembapan tinggi sehingga epidemi umumnya terjadi setelah musim hujan. Gejala khas VSD adalah klorosis pada daun dengan bintik-bintik berwarna hijau, pembengkakan lentisel sehingga kulit ranting menjadi kasar, tiga bintik berwarna coklat pada tempat menempelnya daun klorotik pada ranting, pertumbuhan tunas aksiler, klorosis atau nekrosis diantara tulang daun pada daun flush, garis coklat pada ranting atau batang, dan mati pucuk. Penyakit pembuluh kayu VSD menular dari tanaman satu ke tanaman lain melalui spora yang diterbangkan oleh angin pada tengah malam. Kira-kira hanya 10 m dari sumbernya. Tetapi jika ada angin kencang spora bias terbawa sampai

16

182 m. Spora jamur O. theobromae peka terhadap cahaya menjadi tidak infektif setelah terkena sinar matahari selama 30 menit. Spora yang jatuh pada daun muda akan segera berkecambah apabila tersedia air dan akan masuk dan berkembang kedalam jaringan xilem. Di dalam xilem, jamur tumbuh kebatang pokok. Setelah 3-5 bulan muncul gejala daun menguning dengan bercak hijau. Daun-daun tersebut mudah rontok dan

menyebabkan ranting mati.

Sporofor berupa benang-benang putih muncul pada malam hari dari bekas duduk daun sakit yang telah gugur. Pada kondisi yang sesuai akan terbentuk basidiospora. Bahkan ada yang melaporkan sporofor akan muncul pada ranting sepanjang malam. Penyakit VSD lebih mudah tersebar di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun dibandingkan dengan daerah yang beriklim kering.

17

PEMBAHASAN

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) yang lebih dikenal dengan sebutan hama, penyakit dan gulma merupakan salah satu kendala yang dihadapi dalam pembangunan perkebunan di Sulawesi Selatan. Gejala yang terlihat adalah daun-daun akan menguning lebih awal dari waktu yang sebenarnya dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga terdapat ranting tanpa daun. Hal ini sesuai dengan literatur Smith (1981) yang menyatakan bahwa daun-daun akan menguning lebih awal dari waktu yang

sebenarnya dengan bercak berwarna hijau, dan gugur sehingga terdapat ranting tanpa daun (ompong). Bila permukaan bekas menempelnya daun diiris tipis, akan terlihat gejala bintik 3 kecoklatan. Permukaan kulit ranting kasar dan belang, bila diiris memanjang tampak jaringan pembuluh kayu yang rusak berupa garis-garis kecil (streak) berwarna kecoklatan. Di Indonesia ditemukan berbagai jenis OPT pada tanaman perkebunan, baik yang tergolong hama, penyakit dan gulma. Namun umumnya yang dianggap berbahaya adalah hama dan penyakit tanaman. Oleh sebab itulah sehingga hama dan penyakit tanaman perkebunan perlu mendapat perhatian yang serius, untuk mengurangi kerugian hasil yang diakibatkannya. Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika curah hujan meningkat, maka penyakit akan tampak meningkat . Hal ini sesuai dengan literatur Prior (1977) Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Bukan hanya curah hujan yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika

18

jumlah malam basah lebih dari 50% dalam satu bulan, dapat diperkirakan bahwa tiga sampai lima bulan kemudian penyakit akan tampak meningkat . Hal ini disebabkan karena untuk pembentukan basidiospora tubuh buah jamur harus basah diwaktu malam. Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan membantu penyebaran penyakit.Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu mudah mati karena sinar ultra violet pada siang hari. Oleh sebab itu dilakukanlah suatu kajian tentang pengaruh aplikasi teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang difokuskan pada

Pengendalian penyakit VSD. pada Tanaman Kakao dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh teknologi PHT terhadap perkembangan penyakit VSD dan busuk buah pada tanaman kakao. Menurut Keane dan Prior (1992) , Pengendalian VSD dapat dilakukan dengan cara : 1. Pangkasan Sanitasi 2. Penanaman klon toleran 3. Memperbaiki Kultur Teknis Tanaman 4. Penggunaan fungisida 5. Penggunaan Jamur dan Bakteri Antagonis 6. Pengelolaan Pembibitan Kakao

19

KESIMPULAN

1. Untuk menanam Kakao diperlukan pH tanah yang netral atau berkisar 5,6-6,8 agar dapat tumbuh dengan baik. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu diatas 3%. 2. Pada umumnya penanaman kakao diusahakan pada ketinggian kurang dari 300 m dari permukaan air laut. Suhu maksimal untuk kakao sekitar 300C - 320C, sedangkan suhu minimal sekitar 18 210C 3. Penyakit VSD pada tanaman kakao disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobroma dan merupakan ancaman yang serius terhadap produksi kakao di Indonesia. Kehilangan hasil mencapai 25-40%. 4. Penyakit terutama berkembang di daerah yang basah. Jika curah hujan meningkat, maka penyakit akan tampak meningkat . Infeksi oleh basidiospora pada daun muda terjadi pada malam hari 5. Pengendalian penyakit VSD dapat dilakukan dengan cara pangkasan sanitasi, penanaman klon toleran, memperbaiki kultur teknis tanaman, penggunaan fungisida, penggunaan jamur dan bakteri antagonis, pengelolaan pembibitan kakao

20

DAFTAR PUSTAKA

Frison, E.A., Diekman, M., and Nowell, D., 1999. Cacao. FAO/IPGRI Technical Guidelines for the Safe Movement of Germplasm No 20. 32 pp. Keane, P.J. (1981). Epidemiology of Vascular Streak Dieback of cocoa. Ann. Appl. Biol., 98 : 227-241. Pawirosoemardjo, S. & A. Purwantara (1987). Occurrence and control of Vascular Streak Dieback of cocoa in Java and Southeast Sulawesi, In Workshop on assessment of Plant Protection Risks for Cocoa. Lembang, Indonesia, 28th September-2nd October 1987, 15 p. Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping kakao. Trubus Agriwidiya. Ungaran. Prior, C. (l977). Vascular Streak Diaback Disease in Papua New Guinea. 6th I International cocoa Research Conference.Caracas, Venezuela, Nov. 1977, 300-311. Purdy, L.H. 2000. Fungal disease of cacao. Online Publication. 9 pp. Semangun, H. (2000). Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Yogyakarta University Press. Yogyakarta. Smith, E.S.C. 1981. An integrated control scheme for cocoa pests and diseases in Papua New Guinea. Tropical Pest Management 27: 351-359. Sri-Sukamto & Y.D. Junianto. (1986). Evaluasi perkembangan penyakit VSD di Jawa. Balai Penelitian Perkebunan Jember, 21 p. Sulistyowati E. dan Sri Sukanto (2006). Pengelolaan Organisme Penggangu Tanaman Kakao Secara Terpadu. Makalah Pertemuan Regional Perlindungan Tanaman Perkebunan se Sumatera di Bukit Tinggi. Sunanto, H. (1994). Coklat, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Susanto, F.X. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius. Yogyakarta Van Steenis, C. G. G. J. 2003. Flora. Cet. 9.. PT Pradnya Paramitha, Jakarta. Wahyudi, T. , T.R. Panggabean, Pujiyanto, 2004. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta. Wood, G.A.R. and Lass, R.A. 1985. Cocoa. Longman, London and New York. 620 pp.

21

You might also like