You are on page 1of 9

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN SINDROMA KORONER AKUT

Oleh: Surya Apriyanto Evelyn B. Seran Putu G.B. Pradana Angelina R. Rahun Yustina A. Irianti 9103007012 9103007014 9103007015 9103007021 9103007020

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN SINDROMA KORONER AKUT

1. Definisi Yaitu suatu fase akut dari APTS (Angina Pectoris Tidak Stabil) yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Vulnerable). 2. Etiologi Penyumbatan pembuluh darah koroner Plaque ( atheroma deposit ) Emboli Spasme Vasculitis Trauma Aneurisma aorta

3. Manifestasi Klinis Sindrom Koroner Akut a. Unstable Angina Nyeri dada karena iskemia Kejadiannya baru, lebih sering, lebih berat dan lebih lama dibandingkan nyeri yang pernah dialami sebelumnya Sukar dikendalikan dengan obat-obatan Terjadi pada saat istirahat atau aktifitas ringan Biomarker jantung tidak meningkat.

b. Myocardial infarction Nyeri dada iskemia Terdapat peningkatan biomarker jantung STEMI : terdapat ST elevasi pada pemeriksaan EKG 12 lead NonSTEMI : tidak terdapat peningkatan segmen ST

c. Nyeri dada khas angina Nyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa berat/ ditindih/dihimpit didaerah retrosternal menjalar kelengan kiri leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas dan bekurang saat istirahat. Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit.

Untuk nyeri dada infark nyeri >20 menit dan tidak berkurang walau dengan pemberian nitrat. d. Biasanya disertai gejala sistemik berupa mual,muntah dan keringat dingin dan kadang-kadang bisa sampai pingsan. e. Nyeri epigastrium f. Nyeri dada tidak khas Nyeri dada yang tidak disertai penjalaran, atau kadang-kadang hanya keringat dingin dan lemas saat aktivitas biasanya terjadi pada orang tua atau pada penderita diabetes melitus. g. Nyeri dada angina equivalen presentasi klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas. h. Pingsan, terutama pada orang tua.

4. Patofisiologi Ruptur plak Atherosklerosis merupakan suatu proses yang tersembunyi yang telah dimulai 2030 tahun sebelum timbunya keluhan klinis. Hiperkolesterolemia,hipertensi dan faktor risiko lainnya menyebabkan kerusakan pada sel endotel pembuluh darah,dimana proses atherosklerosis dimulai. Adanya kerusakan sel endotel membuat macropag lebih mudah menempel dan melakukan penetrasi kedalam sel endotel. Molekul Low density lipoprotein (LDL) kolesterol dapat melakukan penetrasi ke dalam dinding p.darah. LDL yang masuk kedalam dinding p.darah akan difagosit (dimakan)oleh Macrofag dan kemudian menjadi Sel busa (foam sel) sel inilah yang kemudian akan menjadi plak atherosklerotik. Lesi plak dengan stenosis kurang dari 50% lebih cenderung mengalami ruptur. Berbagai faktor yang berperanan tehadap ruptur plak antara lain disfungsi sel endotel, komponen lipid yang ada pada plak,derajat inflamasi lokal,tonus arteri pada daerah dengan plak yang ireguler,lokal tekanan shear stress ,fungsi trombosit dan status sistem koagulasi. Sedangkan faktor yang dapat mempresipitasi ruptur plak adalah variasi sirkadian tekanan darah, denyut jantung,stres emosional,latihan fisik. Inflamasi Bukti klinis adanya peranan inflamasi terhadap terjadinya atherosklerosis dan AKS telah dilaporkan. Infeksi agen seperti Clamydia pneumoniae terlihat sebagai salah

satu penyebab infalamasi yang difus pada atheroseklerosis.Studi histologis dan Pilot treatment trial membuktikan Clamydia pneumoniae penting dan potensial untuk diterapi sebagai penyebab AKS Trombosis Peranan sentral trombnosis arteri koroner dalam patogenesis AKS ditunjang oleh bukti-bukti: Pada autopsi didapat adanya trombus pada daerah ruptur plak Spesimen yang diambil pada aterektomi koroner pada pasien akut infark atau APTS menunjukkan tingginya insiden lesi trombosis akut. Pada pengamatan dengan angioskopi koroner sering terlihat adanya trombus. Pada angiograpi koroner adanya ulserasi atau ireguleritas menunjukkan adanya ruptur plak dan atau trombus.

5. Pemeriksaan Penunjang a. Elektrokardiogram : Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q Infark miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T Infark miokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelobmbang T dalam. b. Petanda Biokimia : CK, CKMB, Troponin-T. Enzim meningkat minimal 2X nilai batas atas normal c. Foto rontgen dada d. Echocardiografi e. Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard) f. Angiografi koroner

6. Penatalaksanaan Terapi: Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU) Pasang infus intravena dengan Nacl 0,9% atau dekstrosa 5% Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter /menit 2-3 jam, dilanjutkan bila sarutasi oksigen arteri rendah (< 90%) Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cairan. Pasang monitor EKG secara kontinu Atasi nyeri dengan : Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia. Morfin 2,5 mg (2-4 mg)intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena. Antitrombotik Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/ tidak responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel. Trombolitik dengan streptokinase 1,5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika Elevasi segmen ST > 0,1 mvpada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut. Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau bedah, pasien dengan risiko tinggi terjadi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin. Heparin diberikan dengan target aPTT 1,5 2 kali kontrol. Pada angina pektoris tak stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol.

Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit dilanjutkan dengan infus selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3) Atasi rasa takut atau cemas Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau IV Pelunak tinja : laktulosa (laksadin) 2 X 15 ml Beta bloker diberikan bila tidak ada kontraindikasi ACE inhibitor diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark miokard akut yang luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard. Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi

7. Asuhan Keperawatan Pengkajian Anamnesa: Identitas klien, Keluhan utama: nyeri dada rasa berat/ ditindih/dihimpit di daerah dada menjalar ke lengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat beraktivitas dan berkurang saat istirahat, mual, muntah, keluar keringat dingin. Riwayat penyakit dahulu: jantung Riwayat penyakit keluarga : jantung Data psikososial: cemas, stres karena tidak dapat bekerja lagi

Pemeriksaan Fisik: B1 : sesak napas, RR >24x/mnt, penggunaan otot bantu pernapasan B2 : TD meningkat, nadi meningkat, adanya trombus, arterosklerosis B3 : penurunan kesadaran, nyeri dada menusuk punggung B4 : normal, kadang produksi urine menurun B5 : mual, muntah B6 : lemas Pengkajian Nyeri: P: nyeri saat beraktivitas Q: nyeri tajam R: di dada menjalar ke lengan kiri S: 6-8 T: <20 mnt Diagnosa Keperawatan: 1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder akibat gangguan vaskular yang ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada daerah dada yang menjalar hingga ke lengan kiri, lamanya <20 menit, nyeri epigastrium, mual, muntah dan keringat dingin, nadi > 100 x/mnt, TD> 120/80 mmHg, skala nyeri 6-8. Tujuan dan kriteria hasil Nyeri dapat teratasi setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 dengan kriteria hasil:
1. Klien mengatakan nyeri dada berkurang 2. Klien mengatakan nyeri epigastrium berkurang 3. Klien tidak merasa mual dan muntah 4. Klien tidak keringat dingin 5. TTV dalam batas normal: nadi 60-100x/mnt, TD 120/80 mmHg 6. Skala nyeri 2-4.

Intervensi: 1. Jelaskan pada klien tentang penyebab nyeri dan tindakan keperawatan yang akan diberikan. 2. Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien. 3. Anjurkan klien untuk puasa sampai nyeri berkurang.

4. Anjurkan klien untuk bed rest dan mengurangi aktivitas. 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pengurang nyeri. 6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian laksative pada saat klien ingin BAB. 7. Observasi TTV: nadi dan TD 8. Observasi skala nyeri.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penurunan udara oksigen dalam udara inspirasi akibat SKA yang ditandai dengan klien mengeluh sesak napas, penggunaan otot bantu napas, RR > 24 x/menit. Tujuan & kriteria hasil Nyeri dapat teratasi setelah diberi tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil; 1. Klien tidak mengeluh sesak napas 2. Tidak ada penggunaan otot bantu napas 3. RR 16-20 x/menit Intervensi 1. Jelaskan pada klien penyebab sesak napas & tindakan yang akan dilakukan 2. Berikan posisi semi fowler 3. Pertimbangkan untuk merujuk ke bagian anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas dengan baik. 4. Berikan oksigen dengan aliran yang tinggi melalui bag-valve-mask ventilation. 5. Observasi penggunaan otot bantu napas 6. Observasi TTV 7. Observasi keluhan klien

3. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit yang ditandai dengan klien mengatakan bahwa ia khawatir, klien selalu bertanya-tanya tentang penyakitnya, wajah klien tampak gelisah. Tujuan dan kriteria hasil: Ansietas dapat teratasi setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:

1. Rasa khawatir klien berkurang 2. Wajah klien tampak tenang 3. Klien mengerti tentang kondisi penyakitnya Intervensi: 1. Bina hubungan saling percaya 2. Beritahu klien dan keluarga klien tantang kondisi penyakitnya 3. Selalu beri dukungan kepada klien dan anjurkan pada keluarga klien untuk selalu mendampingi klien

You might also like