You are on page 1of 6

Manual Petrografi Sedimen (Krumbein & Pettijohn, 1938)

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 RUANG LINGKUP PETROGRAFI SEDIMEN Penelitian sedimen dilakukan untuk mengetahui (1) kondisi-kondisi fisik pengendapan sedimen (apakah sedimen yang dianalisis diendapkan pada lingkungan sungai, laut, danau, dsb); (2) saat pembentukannya (umur sedimen yang dianalisis); dan (3) provenansi (daerah denudasi yang menjadi sumber material penyusun sedimen yang dianalisis). Semua metoda analitik yang dijelaskan dalam buku ini dirancang untuk membantu kita dalam mencapai ketiga tujuan tersebut di atas. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menamakan ilmu yang mempelajari berbagai metoda dan teknik penelitian sedimen. Istilah-istilah itu adalah sedimentasi (sedimentation), petrologi sedimen (sedimentary petrology), dan sedimentologi (sedimentology). Istilah yang disebut terakhir ini belum digunakan secara luas, meskipun sebenarnya singkat dan memiliki pengertian yang jelas. Banyak ahli mengatakan bahwa istilah sedimentologi sebenarnya lebih tepat digunakan dibanding istilah petrologi sedimen. Apapun istilah yang dipilih, tidak diragukan lagi bahwa ilmu itu menyajikan pemelajaran sedimen secara menyeluruh. Dalam penelitian itu digunakan tidak saja metoda-metoda geologi, misalnya penelitian lapangan, namun juga metoda-metoda yang secara tradisional biasa digunakan oleh ahli-ahli kimia, fisika, dan statistika. Pendeknya, penelitian yang menyeluruh terhadap sedimen harus dilaksanakan dengan memanfaatkan setiap metoda atau teknik yang akan membawa kita untuk sampai pada pemahaman mengenai khuluk dan asal-usul sedimen yang dianalisis. Dengan pandangan yang luas seperti tersebut di atas, maka apa yang disebut sebagai penelitian sedimen itu dapat memiliki wujud yang beragam. Sebagai contoh, penelitian itu dapat berwujud sebagai analisis sifat-sifat sedimen yang berkaitan dengan peranannya sebagai campuran partikel, analisis kerabat mineral berat yang terkumpul di dalam sedimen sebagai hasil kerja agen-agen sedimentasi; analisis gabungan terhadap ukuran, bentuk dan mineral yang mencerminkan kondisi-kondisi lingkungan pengendapan; atau analisis lain yang bertujuan untuk mengevaluasi kondisi-kondisi lingkungan pengendapan sedimen. Semua bentuk penelitian itu saling berkaitan dan tujuan akhirnya sama, yakni memecahkan masalah geologi tertentu. Apapun metodologi yang digunakan dalam penelitian sedimen, namun dapat dipastikan bahwa penelitian laboratorium makin lama akan memegang peranan yang makin penting sebagai salah satu sumber data penelitian tersebut. Penelitian laboratorium tidak hanya berperan sebagai pendukung dan pengontrol data-data lapangan, namun tidak jarang menghasilkan data-data baru yang tidak dapat diperoleh melalui penelitian lapangan. Berbagai kritik sering dikemukakan terhadap metoda-metoda penelitian laboratorium dengan alasan bahwa penelitian itu menghasilkan data-data yang kurang dapat diyakini kebenarannya atau bahwa geologi adalah ilmu lapangan sehingga penelitian laboratorium seperti itu hendaknya diserahkan pada ahli-ahli fisika dan kimia. Alasan pertama sebenarnya sudah tidak layak lagi untuk dikemukakan dewasa ini karena data-data laboratorium masa kini, yang paling buruk sekalipun, mampu memberikan wawasan baru untuk menyempurnakan berbagai teknik dan tafsiran yang dibuat di lapangan serta untuk menguji tingkat kecermatan data lapangan. Alasan kedua sebenarnya tidak perlu ditanggapi karena bukankah bumi ini merupakan medan pengkajian geologi dan setiap ahli geologi bebas untuk menggunakan teknik apapun yang mampu digunakannya dalam rangka memecahkan masalah-masalah geologi. Adalah benar bahwa hingga dewasa ini masih banyak teknik dan metoda laboratorium yang perlu disempurnakan, namun bukankah kita melihat bahwa metoda-metoda itu sudah, sedang, dan akan terus disempurnakan serta bukankah kita melihat bahwa proses penyempurnaan itu berlangsung dengan laju yang makin lama makin tinggi. Hingga dewasa ini para ahli sedimen memiliki suatu metodologi analisis rutin yang relatif baku. Kita masih sulit untuk menemukan, katakanlah dalam setahun sekali, makalah sedimentologi yang dilengkapi dengan hasil-hasil analisis laboratorium. Mungkin memang terlalu dini untuk membakukan metodologi analisis rutin untuk sedimen karena kita pun masih belum mengetahui apakah data-data yang paling bermanfaat untuk mencapai tujuan

Manual Petrografi Sedimen (Krumbein & Pettijohn, 1938)

akhir itu memang berupa data-data yang dihasilkan oleh berbagai jenis analisis yang ada sekarang ini atau ada jenis data lain yang sebenarnya lebih tepat. Fenomena alam akan tampak sangat rumit apabila diperhatikan secara seksama dan prosedur analisis fenomena itu hendaknya tidak menyebabkan hilangnya data yang ingin diperoleh. Kita cukup beruntung karena banyak penelitian fenomena alam pada saat sekarang ini dilakukan dengan menggunakan metoda-metoda modern dan didasarkan pada teori yang mantap. Walau demikian, masih terdapat banyak aspek penelitian itu yang masih belum beranjak jauh dari ketidakjelasan. Penelitian ilmiah terhadap sedimen dapat dibagi menjadi dua ketegori utama. Kategori pertama adalah penelitian lapangan dan penelitian laboratorium yang bertujuan menghasilkan data-data tertentu yang selanjutnya dapat dipakai untuk memaparkan wujud dan sifat sedimen yang diteliti. Kategori kedua adalah penelitian yang berkaitan dengan hukum-hukum sedimentasi dan asal-usul endapan sedimen. Kategori yang pertama mungkin dapat dinamakan sebagai petrografi sedimen atau sedimentografi (sedimentography), sedangkan kategori kedua dapat disebut petrologi sedimen atau sedimentologi. Perbedaan antara petrologi dan petrografi, menurut Tyrell (1926), adalah bahwa petrografi merupakan penelitian sedimen sebagai sebuah sampel, sedangkan petrologi merupakan penelitian sedimen sebagai satu kesatuan alami, yakni sebagai suatu bagian bumi. Istilah-istilah itu juga dapat diterapkan pada batuan beku dan batuan metamorf. Milner (1927) mendefinisikan petrologi sedimen sbb:
Istilah petrologi sedimen mengandung konotasi yang lebih dari sekedar pemerian tipe batuan berdasarkan analisis mikroskopis. Dalam pengertiannya yang lebih luas, petrologi sedimen mencakup penelitian komprehensif mengenai khuluk, asal-usul, cara pembentukan, struktur inheren, komposisi mineral, susunan mekanis, tekstur, serta sifat-sifat kimia dan fisika sedimen. Pendeknya, petrologi sedimen mencakup pengamatan terhadap semua data yang akan membawa kita untuk sampai pada pemahaman mengenai sejarah batuan yang diamati.

Dalam prakteknya, banyak orang tidak membedakan petrografi sedimen dengan petrologi sedimen. Sebagian besar penelitian sedimen agaknya diarahkan pada aspek-aspek petrologi: asal-usul, pengangkutan, pengendapan, atau diagenesis. Sebenarnya aspekaspek petrografi mendahului aspek-aspek petrologi karena dalam praktek penelitian nyata kita perlu mengumpulkan dulu fakta-fakta mengenai sedimen, baik di lapangan maupun di laboratorium. Buku ini hanya membahas tentang metoda-metoda analisis petrografi. Tujuan penyusunan buku ini adalah untuk menyajikan berbagai teori dan metoda penelitian sedimen, mulai dari pengambilan sampel di lapangan hingga pengolahan semua data secara statistik dan penampilan hasil akhirnya. Aspek-aspek petrologi hanya disentuh ketika diterapkan pada metoda analisis tertentu serta untuk memperjelas mengapa suatu tipe analisis laboratorium dilakukan dengan cara seperti itu. Penyajian materi dalam buku ini dilandasi oleh premis bahwa setiap sedimen merupakan perwujudan tanggapan terhadap kondisi-kondisi lingkungan tertentu. Apapun kondisi-kondisi itu, ada karakter tertentu dari sedimen yang mencerminkannya dan karakter itu dapat diukur di laboratorium. Perubahan kondisi lingkungan (tekanan, temperatur, asosiasi kimia) akan menyebab-kan terjadinya perubahan dalam batuan, dimana perubahan itu dilakukan dalam rangka menyetimbang diri dengan kondisi-kondisi lingkungan yang baru. Walau demikian, karena proses peneraan itu tidak sempurna, maka material batuan tersebut masih mengandung karakter yang mencerminkan kondisi-kondisi lingkungan sebelumnya. Teknik analisis dan penafsiran yang sahih akan mampu mengungkapkan kompleksitas tersebut. Untuk itu, kita perlu membuat pertimbangan yang baik mengenai teknik analisis yang digunakan, melakukan evaluasi terhadap semua data secara kritis, serta mendasarkan diri pada metoda-metoda ilmu murni. Penelitian mineralogi, sebagaimana juga penelitian besar butir dan bentuk partikel, memberikan informasi mengenai kondisi-kondisi fisik pengendapan. Walau demikian, penentuan umur (korelasi petrografi) sebagian besar hanya didasarkan pada mineral. Demikian pula dengan provenansi. Penentuan provenansi atau batuan sumber sedimen memperlukan pengetahuan mengenai komposisi mineral dari batuan induk, pengetahuan mengenai stabilitas mineral terhadap pengaruh iklim dan proses penghancuran mekanis, serta pemahaman mengenai hubungan antara frekuensi mineral dengan pengangkutan sedimen. Twenhofel (1932) mendefinisikan sedimentasi sbb:

Manual Petrografi Sedimen (Krumbein & Pettijohn, 1938)

Sedimentasi mencakup suatu bagian siklus metamorfik, mulai dari penghancuran batuan induk hingga konsolidasi produk hancuran batuan induk tersebut menjadi batuan baru.

Dengan demikian, istilah sedimentasi mengandung konotasi proses dan hal itulah yang membedakannya dari produk proses tersebut, yakni batuan sedimen. Twenhofel (1932) juga mendefinisikan sedimen sbb:
Sedimen adalah endapan material padat (atau material lain yang diangkut oleh agen sedimentasi dan kemudian mengendap) yang dibentuk dari medium apapun dan kemudian diendapkan di permukaan bumi, atau di bagian terluar kerak bumi, di bawah kondisi-kondisi temperatur yang mendekati temperatur permukaan bumi.

1.2 SIFAT-SIFAT SEDIMEN Setiap endapan sedimen memiliki karakter atau sifat dasar tertentu. Sebagian sifat itu berkaitan dengan individu partikel, sedangkan sebagian lain berkaitan dengan agregat partikel. Meskipun terdapat pertumpangtindihan pada beberapa kasus, namun penggolongan di bawah ini mengindikasikan beberapa sifat utama dari sedimen. 1.2.1 Sifat-Sifat Individu Partikel Sifat-sifat dasar dari individu partikel sedimen adalah (1) ukuran; (2) bentuk; (3) tekstur permukaan; dan (4) komposisi mineral. Komposisi mineral akan menentukan sifat-sifat lain dari partikel tersebut, misalnya densitas, kekerasan, warna, dsb. Keempat sifat dasar tersebut di atas dapat dipelajari di laboratorium. Sifat-sifat dasar dari individu partikel sedimen penting untuk dipelajari karena sifat-sifat itu mencerminkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, berbagai hal yang pernah dialami oleh sedimen. Ukuran partikel berkaitan dengan jenis dan kecepatan medium pengangkut. Bentuk hingga tingkat tertentu berkaitan dengan jenis medium pengangkut serta jarak pengangkutannya. Tekstur permukaan dapat mencerminkan perubahanperubahan lain yang dialami oleh butiran itu akibat pelarutan, namun dapat pula mencerminkan modus pengangkutannya. Terakhir, komposisi mineral partikel mengindikasikan jenis batuan sumber serta berbagai perubahan pasca-pengendapan yang dialaminya. 1.2.2 Sifat-Sifat Partikel Pada Saat Membentuk Agregat Partikel Sifat-sifat partikel seringkali perlu dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi, bukan dengan cara menyajikan sebuah tabel yang merupakan daftar dari semua sifat tersebut. Sebagai contoh, ukuran partikel dapat dinyatakan dalam distribusi frekuensi besar butir (melalui analisis mekanik), bukan dengan menyajikan sebuah daftar yang memparkan ukuran setiap individu partikel Demikian pula, sifat-sifat lain seperti bentuk dan komposisi mineral dapat diproses dan ditampilkan secara statistik. Setiap jenis distribusi itu kemudian dapat dipelajari karakternya. Sebagai contoh, distribusi frekuensi besar butir dapat diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya kita dapat mengetahui ukuran rata-rata dari semua partikel yang ada dalam suatu sedimen. Demikian pula, kita dapat memperoleh informasi mengenai densitas rata-rata, tingkat pemilahan rata-rata, dsb. Sifat lain yang penting dari partikel penyusun sedimen adalah orientasinya dalam ruang (kemas sedimen). Orientasi partikel penyusun suatu sedimen, apabila ditangani secara statistik, antara lain dapat mengindikasikan apakah pengendapannya berlangsung di wilayah perairan atau di daratan. 1.2.3 Sifat-Sifat Agregat Selain memiliki sifat-sifat individual, partikel sedimen juga memiliki sifat-sifat tersendiri sebagai sebuah agregat. Sifat-sifat itu mencakup (1) sementasi partikel; (2) struktur (misalnya perlapisan, konkresi, dsb); (3) warna. Sifat-sifat itu juga mengandung informasi mengenai sejarah berbagai peristiwa yang pernah dialami sedimen, sejak diendapkan dahulu sampai saat sedimen itu diteliti. Warna, dan khuluk, sedimen sebagai sebuah agregat dapat membantu kita dalam menafsirkan kondisi-kondisi peng-endapan atau berbagai perubahan pasca-pengendapan yang pernah dialaminya. Sebagian besar diantara sifat agregat itu mungkin dikontrol oleh sifat-sifat individu partikel penyusunnya. Orientasi partikel dapat membantu kita dalam mengenal struktur tertentu, misalnya perlapisan, serta dapat menjadi faktor yang menentukan sifat lain, misalnya porositas dan permeabilitas.

Manual Petrografi Sedimen (Krumbein & Pettijohn, 1938)

Sifat agregat umumnya dipelajari di lapangan, sedangkan sifat individu dan distribusinya biasa dipelajari di laboratorium. Dengan demikian, pengamatan yang menyeluruh terhadap sedimen merupakan kombinasi dari penelitian lapangan dan laboratorium. Di masa sekarang, penelitian sedimen dipandang belum lengkap apabila tidak mencakup kedua unsur tersebut. Metoda-metoda penelitian laboratorium harus bersifat kuantitatif, sepanjang data kuantitatif itu memang diperlukan untuk mengembangkan teori yang lengkap mengenai pengangkutan dan pengendapan sedimen. Di masa mendatang, tidak diragukan lagi bahwa aspek-aspek kuantitatif dan teoritis dari petrologi sedimen akan makin terasakan kebenaannya. 1.3 PENELITIAN LAPANGAN DAN LABORATORIUM: SEBUAH PENGANTAR Berikut akan disajikan skedul umum yang memperlihatkan metoda dan teknik penelitian sedimen secara umum sebagai sebuah pengantar agar para pembaca dapat mengetahui letak setiap metoda dan teknik khusus dalam kerangka analisis secara keseluruhan. Skedul itu terdiri dari dua bagian: (1) skedul lapangan dengan memakai metoda geologi konvensional; (2) skedul laboratorium kuantitatif. Buku ini diarahkan pada detil-detil bagian kedua tersebut. Skedul-skedul di bawah ini diadaptasikan, dengan beberapa perubahan, dari laporan pemerian lapangan batuan sedimen yang dibuat oleh Goldman dan Hewitt.
Skedul Lapangan
Bentuk eksternal satuan batuan Ukuran, kesinambungan, keteraturan Warna Kering atau basah, berdasarkan skema penggolongan warna yang disepakati Perlapisan Tajam atau berangsur Mendatar, bergelombang, atau ditempati oleh gelembur Ketebalan Tetap atau berubah-ubah Memperlihatkan gejala pendauran atau random Kedudukan bidang perlapisan Horizontal, miring, atau melengkung Satu sama lain terletak sejajar, berpotongan, atau membentuk sudut Hubungan sifat-sifat partikel dengan kedudukan1 Jejak-jejak pada bidang perlapisan Lekang kerut, jejak hujan, fosil jejak, dsb. Gangguan pada perlapisan Perlipatan atau nendatan Konglomerat intraformasional Konkresi Jenis, ukuran Kondisi dan penyebaran Orientasinya, relatif terhadap bidang perlapisan Bentuk, ukuran, komposisi Struktur internal Batasnya terhadap batuan samping Tajam atau berangsur Hubungannya dengan bidang perlapisan Penyebaran Random atau teratur Material Penyusun Organik2 Jenis, ukuran Kondisi Utuh, rusak sebagian, atau hancur sama sekali Penyebaran Kedudukannya, relatif terhadap bidang perlapisan

Skedul Laboratorium3
1

Beberapa sifat seperti porositas dan permeabilitas dapat ditentukan di laboratorium dengan menggunakan sampel terarah. 2 Pada kasus ini, sisa-sisa organik berskala megaskopis. Mikrofosil menuntut teknik-teknik laboratorium khusus yang tidak dijelaskan dalam buku ini.

Manual Petrografi Sedimen (Krumbein & Pettijohn, 1938)

Preparasi sampel untuk analisis Pembagian sampel Disagregasi dan dispersi Analisis besar butir Analisis bentuk Kebundaran Kebolaan Analisis tekstur permukaan Analisis mineralogi Pemisahan mineral berat Pengamatan mikroskopis Sifat-sifat massa sedimen Porositas dan permeabilitas Berat jenis Analisis kimia Tampilan grafis data hasil analisis Analisis statistik terhadap data hasil analisis

Perlu dikemukakan disini bahwa meskipun kedua skedul tersebut di atas hanya sedikit memperlihatkan pertumpangtindihan, namun dalam prakteknya sebagian data kuantitatif dapat diperoleh langsung di lapangan dan sebagian data itu disimpan untuk kemudian disatukan dan diolah bersama-sama dengan data laboratorium. Sebagai contoh, penelitian orientasi kerikil bisa dilakukan di lapangan pada suatu singkapan. Jika sedimen yang diteliti telah terkonsolidasi, maka sebagian sifat, misalnya perlapisan dan struktur lain, dapat diamati dari sampel. Di lain pihak, jika sedimen yang diamati tidak koheren, sehingga perlapisan dan struktur sedimen tidak terlihat dalam sampel, maka perlu dilakukan langkahlangkah lain untuk melengkapi data tersebut di lapangan. Sebagian ahli sering mengatakan bahwa terlalu banyak data yang tidak dapat termasukkan. Hal itu benar adanya, terutama pada bidang-bidang keilmuwan seperti petrologi sedimen dimana level penelitiannya masih belum mencapai tingkat tertentu sehingga kita belum dapat memastikan apakah suatu kumpulan data telah memadai untuk mencapai tujuan penelitian tertentu atau belum. 1.4 SKEDUL PENGAMATAN LAPANGAN SELAMA MELAKUKAN PENGAMBILAN SAMPEL Selain pengamatan-pengamatan umum yang harus dilakukan terhadap formasi sedimen secara keseluruhan seperti tersebut di atas, ada beberapa pengamatan khusus yang perlu dilakukan di lapangan pada saat dilakukan pengambilan sampel. Data-data khusus itu mencakup: 1. Lokasi pengambilan sampel dengan cara merajahkannya sebagai sebuah titik pada peta atau dengan cara mengaitkan lokasi itu dengan ciri-ciri alam yang mudah ditentukan lokasinya pada peta. 2. Khuluk titik pengambilan sampel: apakah sebuah singkapan, sebuah sayatan jalan, atau sebuah paritan. 3. Khuluk material yang diambil sampelnya, termasuk tipe batuan, bagian lapisan yang diambil sampelnya, dsb. 4. Khuluk sampel: sebagai sampel tunggal, sebagai sampel gabungan (composite sample) yang diambil dari beberapa bagian lapisan, sebagai channel sampel yang mencakup beberapa lapisan, dsb. 5. Hubungan antara sampel itu dengan batuan sekelilingnya, misalnya saja apakah sampel itu diambil tepat di bawah sebuah zona yang lapuk, apakah sampel itu terpotong oleh kekar, dsb. 6. Topografi tempat pengambilan sampel, misalnya dasar sungai, teras, puncak bukit, dsb.
3

Skedul ini mengasumsikan bahwa sampel telah dikumpulkan dari lapangan. Skedul pengambilan sampel lapangan akan dijelaskan di bagian akhir bab ini, sedangkan masalah pengambilan sampel akan dibahas dengan lebih mendetil pada Bab 2.

Manual Petrografi Sedimen (Krumbein & Pettijohn, 1938)

7. Kedalaman sampel, terhitung dari bidang tertentu, misalnya dari permukaan singkapan, dari permukaan tanah, dsb. 8. Zona pelapukan darimana sampel diambil, apabila hal itu dapat ditentukan. 9. Evaluasi lapangan terhadap kondisi total dari sampel untuk tujuan yang diharapkan: sempurna, baik, sedang, atau buruk. Informasi ini sangat dibutuhkan ketika kita banyak menggunakan sampel dalam penelitian laboratorium dan ketika sampel-sampel itu perlu dibagi-bagi untuk digunakan pada jenis analisis yang beragam. Kiranya tidak perlu ditekankan lagi bahwa penelitian sedimen yang mendetil tidak dapat dilaksanakan secara terburu-buru. Penelitian lapangan, pemelajaran permasalahan, penentuan titik-titik lokasi pengambilan sampel, pengukuran kolom stratigrafi, dan pengumpulan data hendaknya dilakukan dengan tenang dan cermat sehingga penelitian laboratorium tidak perlu terganggu oleh kekeliruan yang mungkin dilakukan selama kita melakukan penelitian lapangan. Salah satu aturan yang perlu dikaji disini adalah: lebih baik kita kelebihan sampel dan data penelitian lapangan daripada kekurangan.

You might also like