You are on page 1of 30

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kalsium Kalsium merupakan elemen dalam tubuh yang melimpah pada tubuh

manusia dan terdapat dalam tubuh orang dewasa sebanyak 1000 gram. Kalsium berperan penting dalam mineralisasi struktur keras dan fungsi biologi. Kalsium merupakan elemen yang hanya didapat dari sumber makanan. Rekomendasi konsumsi kalsium berikisar antara 1000-1500mg/hari bergantung pada usia. Kebutuhan kalsium bergantung pada metabolisme kalsium yaitu absorpsi intestinum, reabsorpsi ginjal, dan pergantian tulang. Metabolisme tersebut diatur oleh interaksi hormon yaitu hormon paratiroid (PTH), 1,25-dihidroksivitamin D, ion kalsium, dan reseptor yang sesuai dalam usus, ginjal, dan tulang (Peacock, 2010). Kalsium merupakan elemen inorganik yang paling penting dan terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang banyak. Sembilan puluh sembilan persen kalsium terdapat dalam tulang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan yang akan terlepas jika jaringan lunak membutuhkan. Kebutuhan kalsium harus cukup agar metabolisme dalam tubuh dapat berfungsi dengan baik (Brauer, 1958). Mayoritas kalsium tubuh berada dalam tulang sebagai kalsium-fosfat, terutama sebagai hidroksiapatit, yang bertanggung jawab terhadap seluruh material dalam tulang. Kalsium mempunyai dua tujuan utama yaitu menyediakan kekuatan tulang dan

menyediakan penyimpanan dinamik untuk mempertahankan saluran kalsium intra dan ekstraseluler (Peacock, 2010). Kalsium merupakan makro elemen, yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg perhari. Makro elemen berfungsi sebagai zat yang aktif dalam metabolisme atau bagian penting dari struktur sel dan jaringan. Selain kalsium yang termasuk dalam makro elemen adalah natrium, kalium, mangan, fosfor, dan sulfur. Kalsium, mangan, dan fosfor merupakan bagian penting dalam struktur sel dan jaringan sedangkan elemen lainnya termasuk ke dalam keseimbangan cairan dan elektrolit (Almatsier, 2005). Tubuh membutuhkan kalsium karena setiap hari tubuh kehilangan mineral tersebut melalui pengelupasan kulit, kuku, rambut, dan melalui urin dan feses. Kehilangan kalsium harus diganti melalui makanan yang dikonsumsi oleh tubuh. Gangguan pertumbuhan tulang dan gigi dapat terjadi jika jumlah kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh tidak sesuai. Konsumsi kalsium di Indonesia telah dianjurkan oleh Menteri Kesehatan Indonesia dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) berdasarkan umur dan jenis kelamin yang tercantum dalam tabel Angka Kecukupan Gizi ( Tabel 2.1)

2.1.1 Fungsi Kalsium Fungsi kalsium dalam tubuh umumnya ada dua yaitu membentuk tulang dan gigi serta mengatur proses biologis dalam tubuh. Kalsium menyediakan dua fungsi utama bagi tulang. Pertama, kalsium merupakan kation terbesar pada setiap mineral tulang. Kalsium harus diabsorbsi dalam jumlah yang cukup dari makanan

untuk membangun masa tulang. Kedua, kalsium bertindak sebagai pengatur secara tidak langsung bagi remodeling tulang (Heaney and Connie, 2005). Kalsium dalam bentuk terionisasi maupun non-ionisasi berfungsi untuk kekuatan jaringan tulang yang memberikan dukungan dan proteksi terhadap jaringan lunak dan memungkinkan manusia untuk berdiri (Ferguson, 2006).

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Konsumsi Kalsium (Depkes RI, 2004)

Kelompok Umur Anak 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65 + tahun 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65 + tahun Trimester I Trimester II Trimester III 6 bulan pertama 6 bulan kedua

Jumlah (mg/hari) 200 400 500 500 600 1000 1000 1000 800 800 800 800 1000 1000 1000 800 800 800 800 + 150 + 150 + 150 + 150 + 150

Laki-Laki

Wanita

Hamil ( +an) Menyusui ( +an)

Kalsium berperan dalam banyak proses fisiologi dalam tubuh seperti, mengatur sensitivitas jaringan saraf, transmisi impuls saraf, mengatur

10

kontraktilitas jaringan otot, mempertahankan integritas cairan intersel, mengatur permeabilitas sel, proses pembekuan darah dan mempercepat beberapa sistem enzim. Kalsium bersama protein dapat menghasilkan komponen ekstraseluler di dalam tubuh (Brauer, 1958). Kalsium sangat penting untuk stabilitas membran sel. Konsentrasi ion kalsium dapat menentukan potensi membran karena rasio konsentrasi ion kalsium di dalam dan di luar sel berkisar antara 1:250 atau bahkan sebanyak 1:2000. Membran sel secara normal bersifat impermeabel terhadap ion kalsium dan pembukaan saluran kalsium dapat mengubah potensi membran secara dramatis. Ion kalsium diperlukan untuk sinapsis dan transmisi neuromuskuler. Ion kalsium di dalam sel dapat bertindak sebagai pembawa pesan kedua dalam sistem yang melibatkan protein-G dan trifosfat inositol. Ion kalsium digunakan untuk kontraksi otot dan untuk eksositosis dalam proses sekresi sel. Sejumlah reaksi enzim yang terlibat dalam proses pembekuan darah bergantung pada kalsium (Ferguson, 2006).

2.1.2 Keseimbangan Kalsium Keseimbangan kalsium adalah suatu keadaan cadangan kalsium dalam tubuh seimbang dalam beberapa waktu (biasanya dalam hari, minggu, atau bulan). Hal tersebut dapat terjadi akibat efek dari absorpsi intestinum dan ginjal serta ekskresi kelenjar keringat dalam kalsium tulang. Keseimbangan tulang akan terus berubah sepanjang usia bergantung pada rata-rata formasi tulang dan resorpsi. Anak memiliki kesimbangan tulang yang bernilai positif (formasi>resorpsi)

11

sehingga memastikan memiliki pertumbuhan tulang yang sehat. Orang dewasa sehat berada dalam keseimbangan tulang yang bersifat netral (formasi = resorpsi) dan telah mencapai puncak masa tulang atau Peak Bone Mass (PBM). Orang usia lanjut berada dalam kondisi negatif dalam keseimbangan tulangnya

(formasi<resorpsi) dan mulai kehilangan tulang. Faktor yang menyebabkan keseimbangan tulang bernilai positif yaitu kegiatan, obat anabolik dan antiresorpsi, dan beberapa kondisi yang menyebabkan formasi tulang melebihi resorpsi (sindrom hungry bone, kanker prostat osteoblastik) (Peacock, 2010). Konsentrasi kalsium dalam sel diatur oleh sistem keseimbangan dari pompa kalsium-ATPase dalam sel membran dan organel, membran pertukaran sodiumkalsium, penyimpanan dalam organel sel dan kalsium-binding seperti troponin dan kalmodulin. Seluruh sistem tersebut bergantung pada lingkungan ekstraseluler yang konstan dalam hubungannya terhadap kalsium. Konsentrasi plasma kalsium dipelihara secara konstan sehingga sistem kontrol dapat menyesuaikan beragam asupan dan beragam kebutuhan. Keseimbangan kalsium mengindikasi apakah sistem beroperasi dan apakah kalsium disimpan atau dikeluarkan. Tabel 2.2 menampilkan keseimbangan kalsium pada laki-laki dewasa (Ferguson, 2006).

Tabel 2.2 Keseimbangan Kalsium pada Dewasa Muda (Ferguson, 2006)

Asupan Total asupan kalsium Jumlah yang diabsorbsi Pengeluaran Sekresi usus Urin Keringat Total

1 gram (25 mmol) 15,00 mmol 10,75 mmol 3,75 mmol 0,50 mmol 15,00 mmol

Tidak diabsorpsi Pengeluaran feses Tidak diabsorpsi Intestinal Total dalam feses

10,00 mmol 10,00 mmol 10,75 mmol 20,75 mmol

12

2.1.3 Asupan Kalsium dan Absorbsinya Asupan kalsium dan absorpsinya sangat penting untuk menyediakan kalsium yang cukup untuk mempertahankan penyimpanan tubuh yang sehat. Sekitar 30% dari asupan kalsium dari dewasa sehat diabsorbsi oleh usus kecil. Absorbsi kalsium merupakan suatu fungsi transport aktif yang dikontrol oleh 1,25(OH)2D, yang penting pada asupan kalsium rendah, dan difusi pasif yang penting untuk kalsium tinggi (Peacock, 2010). Asupan kalsium dibutuhkan sebesar 1 gram/hari (25 mmol/hari). Sumber kalsium utama adalah susu dan olahannya seperti keju. Susu tanpa lemak merupakan sumber terbaik kalsium karena ketersediaan biologiknya yang tinggi. Ikan yang dimakan dengan tulang seperti ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serelia, kacang dan hasilnya serta sayuran hijau merupakan sumber yang baik namun bahan makan tersebut banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila kita dapat makan makanan yang seimbang setiap hari (Almatsier, 2005). Beberapa jenis makanan yang mengandung kalsium tinggi disajikan dalam tabel 2.3. Kalsium diabsorpsi melalui mukosa usus dengan dua cara yaitu transpor aktif dan difusi pasif. Transpor aktif dan difusi pasif kalsium dipengaruhi oleh asupan kalsium dan vitamin D. Transpor aktif terjadi saat asupan kalsium rendah dan difusi pasif terjadi saat asupan kalsium tinggi (Gibson, 2005). Kemampuan absorbsi kalsium dan pemanfaatan kalsium bervariasi tiap individu. Kebanyakan individu mengabsorbsi kalsium sebanyak 30% (Brauer, 1958). Absorpsi kalsium merupakan proses kompleks yang dipengaruhi oleh

13

berbagai faktor seperti jumlah kalsium dalam diet, kebutuhan akan kalsium, usia, jenis kelamin, penggunaan obat-obatan tertentu, dan keberadaan zat gizi lainnya seperti laktosa, protein, dan vitamin D (Geissler, 2010).

Tabel 2.3 Daftar Kandungan Kalsium per 100 gr Bahan Makanan ( Depkes RI, 2008)

Kelompok Bahan Makanan Susu dan Produknya

Bahan Makanan Susu sapi ASI Keju Yogurt Susu pabrik (Kalsium) Teri kering Rebon Teri segar Sarden kaleng (dengan tulang) Daun papaya Bayam Sawi Kacang panjang Susu kedelai (250 ml) Tempe Tahu Jail Havermut

Ikan

Sayuran

Kacang-kacangan dan hasil olahannya

Serealia

Mg Ca / 100 gr Bahan 116 33 90-180 150 1450-2000 1200 769 500 354 353 267 220 347 250 129 124 213 53

Kalsium dalam bentuk garam yang tidak larut tidak dapat diabsorbsi sehingga dibutuhkan dalam jumlah besar. Fosfat dan oksalat dapat mengurangi absorbsi kalsium namun protein dapat meningkatkan absorbsinya. Fitat dalam tepung gandum dapat mengurangi asupan kalsium secara jelas dengan membentuk fitat kalsium tak larut dalam usus. Penyerapan kalsium secara keseluruhan berkisar 60% karena kalsium sulit dipelihara dalam bentuk mudah larut dalam

14

duodenum dan jejunum. Kalsium kemudian di sekresi di organ pencernaan dan hilang dengan pelepasan sel mukosa dan perlu di reabsorbsi untuk menjaga agar tetap seimbang. Absorbsi kalsium berada di duodenum karena kondisi alkalin dalam usus kecil dapat mengubah kalsium menjadi larut (Ferguson,2006). Absorpsi kalsium pada wanita lebih sedikit daripada laki-laki dan menurun seiring dengan bertambahnya usia (Geissler, 2010). Absorpsi kalsium pada masa pertumbuhan terjadi sekitar 50%-70% dan sekitar 10%-40% terjadi pada masa dewasa. Absorpsi kalsium paling banyak terjadi saat asupan kalsium rendah dan kebutuhan akan kalsium tinggi seperti terjadi pada masa pertumbuhan cepat (Gibson, 2005). Makanan dan supplemen oral diserap secara sempurna karena hampir seluruh asupan kalsium diabsorbsi di intestinum bagian atas. Bioavailibilitas asupan kalsium dapat ditingkatkan. Alumunium hidroksida yang mengikat makanan fosfat ketika dimakan secara berlebih akan menyebabkan peningkatan absorpsi kalsium. Absorbsi kalsium menurun jika bioavailibilitas asupan kalsium diturunkan oleh kalsium-binding seperti selulosa, fosfat, dan oksalat. Sejumlah penyakit dari usus kecil seperti sindrom usus kecil dapat terjadi akibat malabsorbsi kalsium yang berat (Peacock,2010). Absorpsi kalsium dapat meningkat dengan beberapa faktor. Vitamin D dalam bentuk aktif 1,25 dihidroksi mempengaruhi kemampuan sel duodenum untuk mengabsorpsi kalsium (Geissler, 2010). Vitamin D dapat meningkatkan absorpsi kalsium, menurunkan sekresi oleh ginjal, dan membantu penyimpanan kalsium dalam tulang dan matriks dentin (Brauer, 1958). Menurut Garrow dan

15

James (2000) keberadaan vitamin D menyebabkan absorpsi kalsium meningkat sekitar 10%-30%. Faktor lainnya adalah laktosa yang dapat meningkatkan absorpsi kalsium sebanyak 33%-48% (Geissler, 2010). Rekomendasi asupan kalsium 0,5-0,8 g/hari diperbolehkan, namun fakta menunjukkan bahwa orang kekurangan kalsium dapat mengabsorbsi lebih banyak dibanding rata-rata (Ferguson, 2006). Absorpsi kalsium juga dapat menurun disebabkan oleh beberapa faktor. Asam oksalat yang terdapat dalam bayam dan sayuran hijau lain dapat membentuk garam kalsium oksalat yang tidak larut sehingga menghambat absorpsi kalsium. Asam fitat yang terdapat dalam serelia juga dapat membentuk kalsium fosfat yang tidak dapat larut sehingga tidak dapat diabsorpsi (Geissler, 2010).

2.1.4 Penyimpanan Kalsium dalam Tubuh Penyimpanan utama kalsium yaitu dalam tulang. Tulang pada dewasa lakilaki terdiri dari satu kilogram kalsium dan pertukaran ion terjadi pada permukaan hidroksiapatit dalam cairan interstisial. Hal tersebut menjelaskan bahwa sekitar 100 mmol kalsium tersedia untuk pertukaran (gambar 2.1). Dentin dan sementum tidak ambil bagian dalam pertukaran dan enamel dipisahkan dari sirkulasi oleh dentin. Kristal tulang berada dalam keadaan yang seimbang dengan cairan jaringan dan dengan kapiler darah. Difusi sederhana dari ion ke dalam maupun ke luar tulang memiliki efek kecil tehadap level kalsium dalam plasma atau dalam keseimbangan secara keseluruhan. Ketika sel dalam

16

tulang terlibat, osteoblas memproduksi tulang dan osteoklas meresorpsi, fungsi penyimpanan dalam tulang menjadi berlaku. Proses remodeling tulang yang lambat berlangsung setiap saat sehingga beberapa 7,5 mmol dari kalsium setiap hari dimobilisasi dan disimpan kembali. Proses tersebut berada di luar kendali dan merupakan respon untuk mengubah kekakuan tulang (Ferguson, 2006).

MAKANAN 25mmol (1.00g) 9mmol (0.36g) Absorbsi

CAIRAN EKSTRASEL 25mmol (1.00g)

CAIRAN INTRASEL 275mmol(11.00g)

PLASMA 2.4mmol/l Terionisasi 1.18mmol/l Kompleks 0.16mmol/l Terikat pada protein plasma 1.16mmol/l (albumin 0.92mmol/l) (globulins 0.24mmol/l)

Sekresi 4.75mmol (0.19g)

GINJAL

Tambahan 13.75mmol/hari (0.55g/hari)

Pertukaran 100mmol -------TULANG------

FESES 20.75mmol (0.83g)

URIN 4.25mmol (0.17g)

Mobilisasi 13.75mmol/hari (0.55g/hari)

Stabil kecuali untuk remodeling 25,000mmol (1000g)

Gambar 2.1 Metabolisme Kalsium pada Dewasa (Ferguson, 2006)

Fluor mengganti ion hidroksi dalam kristal hidroksiapatit dan sebagiannya bergabung ke dalam tulang yang sedang tumbuh. Fluorapatit kurang mudah larut dari hidroksiapatit dan juga kurang terserap serta terakumulasi dalam tulang

17

seperti dalam pembentukan jaringan gigi. Ekskresi fluor pada anak muda lebih sedikit dari pada orang dewasa karena hal tersebut sangat mudah diambil oleh jaringan yang mengalami kalsifikasi (Ferguson,2006).

2.1.5 Kontrol Keseimbangan Kalsium Kalsium yang seimbang mencapai keadaan homeostasis. Homeostasis kalsium sebagian besar di atur oleh sistem hormon yang saling behubungan yang dapat mengawasi transportasi kalsium dalam usus, ginjal, dan tulang. Sistem tersebut melibatkan kalsium-hormon yang terlibat dan reseptornya yaitu PTH dan reseptor PTH serta 1,25 (OH)2D dan reseptor vitamin D (Peacock, 2010).

2.1.5.1 Hormon Paratiroid (PTH) PTH merupakan peptida besar dengan 84 asam amino residu yang disintesis dalam kelenjar paratiroid sebagai preprohormon dari 115 asam amino residu. PTH digunakan selama metabolisme kalsium dengan cara mengatur absorbs dari intestinum kecil dan ekskresi dalam urin. Jika kalsium darah mengalami penurunan, PTH meningkatkan mobilisasi kalsium dari tulang dengan melibatkan osteoblas dan osteoklas. Konsentrasi istirahat PTH dalam darah berkisar 10-50 pg/ml namum ketika konsentrasi ion kalsium dalam plasma berkurang dibawah 1,2 mmol/l kelenjar paratiroid akan menstimulus untuk sekresi PTH dalam jumlah besar. Sel PTH mempunyai permukaan reseptor terhadap kalsium. Tugas reseptor adalah mengkatifkan protein-G dan menyebabkan produksi inositol trifosfat dan mobilisasi ion kalsium secara intraseluler (Ferguson, 2006).

18

Regulasi homestasis kalsium terlihat pada gambar 2.2. Homeostasis kalsium diatur oleh ion kalsium dan sekresi PTH dari kelenjar paratiroid. Jumlah kalsium yang turun menyebabkan inaktif reseptor kalsium dalam sel paratiroid dan meningkatkan sekresi PTH yang mengembalikan serum kalsium dengan mengaktifkan reseptor paratiroid dalam tulang sehingga meningkatkan resorbsi kalsium dan meningkatkan resorbsi tubular kalsium dalam ginjal. Peningkatan sekresi PTH menambah efek restoratif kalsium dengan meningkatkan sekresi 1,25-dihidroksi vitamin D sehingga meningkatkan absorbsi kalsium aktif dan resorpsi kalsium dalam tulang (Peacock, 2010).

PTH
PTHR PTHR

CaR

VDR

VDR

Ca 1,25 D Ca Ca Ca

Gambar 2.2 Regulasi Homeostasis Serum Kalsium (Peacock, 2010)

2.1.5.2 Kalsitonin Kalsitonin adalah peptida yang terdiri dari 32 asam amino yang disintesis dalam parafolikular atau sel dari kelenjar tiroid sebagai preprokalsitonin. Sekresi kalsitonin terjadi ketika konsentrasi plasma kalsium berkisar 2,38 mmol/l dan meningkat secara linear. Kalsitonin memiliki paruh waktu kurang dari 10 menit.

19

Tugasnya adalah untuk mengurangi jumlah osteoklas yang aktif dan menghambat resorpsi tulang. berbeda dengan faktor aktivitas osteoklas yang lain, kalsitonin beraksi secara langsung dalam sel tersebut. Kalsitonin juga meningkatkan eksresi kalsium dengan menghambat reabsorbsi pada tubulus distal. Fungsi kalsitonin dalam kontrol normal konsentrasi plasma kalsium dalam tubuh telah dipertanyakan. Kalsitonin mungkin memberikan pengaruh proteksi terhadap pembentukan tulang pada fetus dan anak yang sedang tumbuh. Kalsitonin disekresi selama asupan kalsium dan absorpsi kalsium dan mungkin menghasilkan efek stabilisasi yang cepat pada kenaikan kalsium secara mendadak (Ferguson, 2006).

2.1.5.3 Grup Vitamin D Vitamin D secara tradisional dianggap sebagai faktor makanan. Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan grup sterol yang dihasilkan dari perubahan provitamin menjadi agen aktif yaitu 7-dehidrokolesterol yang diubah menjadi kolekalsiferol atau vitamin D3 oleh sinar matahari. Vitamin D hanya ditemukan pada mamalia. Vitamin D terdapat dalam susu dan produknya tetapi untuk mengaktifkan vitamin berbeda saat musim dan musim dingin bergantung pada efek cahaya matahari (Ferguson, 2006). Secara spesifik, 1,25(OH)2D3 menjalankan sintesis protein kalsium-binding yaitu kalbindin-D9K dan kalbindin D28K. Peningkatan konsentrasi intraseluler dari protein kalsium-binding berhubungan dengan peningkatan trasportasi kalsium di seluruh sel. Target utama adalah intestinum kecil tetapi hormon dapat

20

menstimulasi reabsorpsi kalsium dan meningkatkan mobilisasi kalsium dan fosfat dalam tulang (Ferguson, 2006).

2.1.6 Eksresi Kalsium Kalsium yang tidak dapat diabsorbsi dikeluarkan oleh tubuh dalam bentuk feses dan urin. Kalsium diekskresi dalam sel deskuamasi pada lapisan usus dan dalam sekresi non-reabsorbsi. Kalsium yang hilang dari tubuh setiap hari sekitar 0,5 g/ hari (Ferguson, 2006). Jumlah kalsium yang diekskresi melalui urin mencerminkan jumlah kalsium yang diabsorbsi. Ekskresi kalsium juga terjadi melalui kulit, rambut dan kuku (WHO, 2004). Ekskresi kalsium bergantung pada asupan kalsium dan substansi yang mengganggu absorbsi kalsium dalam usus. Ekskresi kalsium oleh urin dapat diatur oleh efek hormon dalam ginjal. Sebagian besar yang disaring diabsorbsi dalam tubulus proksimal ginjal oleh proses aktif melibatkan kalsium-ATPase dalam membran basal sel (Ferguson, 2006).

2.1.7 Defisiensi Kalsium Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang dan gigi. Tulang kurang kuat dan mudah rapuh. Kehilangan kalsium akan terlihat pada usia dewasa terutama diatas 50 tahun. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stress setiap hari. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria dan pada kulit putih daripada kulit berwarna. Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan

21

osteomalasia.

Osteomalasia

terjadi

karena

kekurangan

vitamin

dan

ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Mineralisasi matriks tulang terganggu dan menyebabkan penurunan kandungan kalsium dalam tulang (Almatsier, 2005). Hipokalsemia absorbtif yang disebabkan hanya karena kekurangan asupan kalsium sangat jarang terjadi karena mekanisme homeostasis sangat efisien dan mengatur kalsium dalam keadaan kurang pada penyimpanan kalsium (Peacock, 2010). Defisiensi kalsium juga menunjukkan adanya gangguan kalsifikasi pertumbuhan dentin. Pelebaran predentin, batas iregular antara predentin dan dentin dan inklusi pulpa merupakan hasil dari kekurangan asupan kalsium. Lebar predentin, secara normal 10 - 20, dapat mencapai 90-100 akibat defisiensi kalsium (Brauer, 1958). Gangguan tulang alveolar terlihat sebelum adanya gangguan pertumbuhan dentin. Kekurangan kalsium menunjukkan adanya resorbsi berlebih pada tulang alveolar. Resorbsi semakin meningkat didukung oleh kekurangan vitamin D (Brauer, 1958). Kurangnya kalsium pada masa kalsifikasi gigi dapat menyebabkan hipokalsifikasi enamel. Suatu kondisi kurangnya kalsium yang menghasilkan gigi tampak lebih opak yang dapat berubah warna. Gigi tersebut dapat dirawat berdasarkan tingkat keparahannya. Hipokalsifikasi enamel dapat dirawat secara restoratif maupun non restoratif. Secara restoratif dapat dilakukan dengan tooth coloured bonding, stainlesssteel crown, dan mahkota jaket. Gigi yang secara klinis sudah parah dan hampir kehilangan mahkota dapat dilakukan ekstraksi dan diganti dengan bridge atau implant (Babbush, 2008).

22

2.1.8 Kelebihan Kalsium Konsumsi kalsium lebih dari 2500 mg per hari dapat menyebabkan batu ginjal atau gangguan ginjal dan konstipasi atau susah buang air besar. Kelebihan kalsium juga dapat mencegah koagulasi darah dan mengganggu pencernaan pada anak. Pengaruh negatif juga terjadi pada penyerapan seng, besi, dan mangan. Konsumsi kurang dari 2500 mg per hari masih dapat ditoleransi oleh tubuh dengan cara dikeluarkan melalui keringat, urin, dan feses (Almatsier, 2005). Hiperkalsemia absorbtif terjadi akibat kondisi peningkatan produksi dari serum 1,25(OH)2D seperti yang terjadi pada sarkoidosis, peningkatan level serum 25(OH)D dari racun vitamin D atau asupan berlebih dari kalsitriol. Hiperkalsemia absorbtif berkembang pada anak dan pasien dengan penyakit ginjal kronik ketika mereka menerima jumlah asupan kalsium yang melebihi kemampuan ginjal mereka untuk menyaring dan mengekskresi beban kalsium (Peacock, 2010).

2.2

Peranan Kalsium terhadap Pertumbuhan Tulang Tulang merupakan jaringan ikat yang mempunyai struktur bentuk yang

khusus. Tulang berfungsi memberikan kekakuan, proteksi, tempat origin dan insersi otot, hematopoesis, dan saluran garam mineral. Tulang terdiri dari 2 bagian, yaitu : (1) inti tulang medula/spons yang terdiri dari struktur trabekula yang saling berhubungan dan (2) tulang kortikal kompakta yang mengelilingi dan menutupi tulang medulla (gambar 2.3). Tulang spons terdiri dari trabekula berisi osteosit yang terletak pada lakuna. Tulang kompakta mempunyai unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Sistem Haversian terdiri dari saluran vaskular

23

yang dikelilingi oleh 8 sampai 10 lamela konsentrik. Setiap lamella terdiri dari beberapa osteosit yang berhubungan dengan pembuluh darah pada saluran Haversian. Tulang memiliki matriks organik yang disimpan oleh osteoblas sebagai osteoid yang kemudian akan termineralisasi. Matriks organik terdiri dari 95% serat kolagen dan sisanya 4% terdiri dari mukopolikasarida (Roth, 1981). Tulang mempunyai 3 jenis sel yaitu : osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas merupakan sel yang bertanggung jawab untuk perluasan serat kolagen dan merupakan matriks dasar organik tulang yang berfungsi untuk pembentukan tulang. Osteosit merupakan osteoblas yang terperangkap sebagai matriks tulang yang terletak disekitar tulang dan berfungsi untuk pemeliharaan tulang. Osteoklas merupakan sel multinukleat yang melibatkan resorbsi tulang dan terletak pada cekungan dangkal tulang (Roth, 1981).

Gambar 2.3

Bagian Tulang : Tulang Kompakta dan Tulang Spons (Bioserv, 2011)

Proses pembentukan tulang dibentuk dalam 2 proses terpisah yaitu pembentukan matriks dan mineralisasi. Tahap pertumbuhan janin merupakan

24

awal pembentukan matriks. Bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan lentur hingga mencapai kelahiran. Matriks mengalami kalsifikasi setelah kelahiran dan membentuk kristal mineral. Kristal tersebut terdiri atas kalsium fosfat dan kalsium hidroksida yang dinamakan hidroksiapatit [(3Ca3(PO4)2. Ca(OH)2].

Kalsium dan fosfor merupakan mineral utama dalam ikatan ini dan keduanya harus berada dalam jumlah yang cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks tulang (Almatsier, 2005). Mineral dalam tubuh yang terdiri dari kalsium, fosfat dan magnesium penting tidak hanya untuk pemeliharaan struktur tetapi juga untuk pemeliharaan beberapa fungsi fisiologis dinamik seperti kontraksi otot, aliran saraf, dan pembekuan darah. Kalsium yang digunakan untuk proses fisiologi tubuh seperti pembentukan tulang dan gigi, koagulasi, fungsi jaringan saraf, dan kontraksi otot memiliki level serum yang harus dikontrol. Serum kalsium dipertahankan pada rentang antara 9-10 mg/100 ml. Pemeliharaan tersebut didukung oleh beberapa substansi lain seperti: hormon paratiroid, vitamin D, C, dan A, kalsitonin, hormon pertumbuhan, glikokortikoid, androgen, estrogen, dan tiroksin. Substansi tersebut dapat meningkatkan serum kalsium dengan modulasi absorbsi dan ekskresi kalsium serta tingkat resorpsi dan formasi tulang (Roth, 1981).

2.3

Peranan Kalsium terhadap Pertumbuhan Gigi Gigi memiliki struktur lengkap yang terdiri dari matriks protein dan garam-

garam mineral terutama kalsium dan fosfat sebagai hidroksiapatit. Pertumbuhan gigi dimulai sejak bulan kedua pada masa intrauterin dan berlanjut hingga usia 16

25

tahun. Sel dari organ enamel secara aktif mensintesis protein, RNA, dan DNA selama periode tersebut. Sepanjang periode tersebut dibutuhkan persediaan nutrisi yang memadai sehingga harus tercukupi sampai pertengahan remaja. Kekurangan nutrisi selama periode tersebut dapat mengakibatkan gangguan sintesis protein atau kalsifikasi dan menghasilkan kecacatan pada satu atau lebih gigi (Roth, 1981). Vitamin A, D, protein, dan mineral kalsium serta fosfat sangat dibutuhkan pada pembentukan gigi. Gigi sulung bayi mengalami mineralisasi lengkap pada akhir tahun pertama, sedangkan waktu kalsifikasi gigi tetap bervariasi selama masa anak dan remaja (Robinson and Lawyer, 1990). Kalsifikasi gigi menurut Blinkhorn dan Mackie (1992) disediakan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Waktu kalsifikasi Gigi Menurut Blinkhorn dan Mackie (1992)

Kalsifikasi awal (intra uterin)


Gigi Sulung (dalam hitungan bulan) Insisif Sentral Insisif Lateral Kaninus Molar Satu Molar Dua Gigi Permanen (dalam hitungan tahun) Insisif Sentral Insisif Lateral Kaninus Premolar Satu Premolar Dua Molar Satu Molar Dua Molar Tiga

Kalsifikasi Mahkota

4 4 5 5 6

2 3 9 6 12

3-4 bulan 10-12 bulan 3-4 bulan 4-5 bulan 1,5-2 2-2,5 0 2,5-3 12-16

4-5 4-5 4-5 6-7 5-6 6-7 6 7-8 15-18

26

Proses penyerapan kalsium pada gigi sangat lambat, tidak seperti penyerapan kalsium pada tulang yang berlangsung relatif cepat. Lambatnya penyerapan kalsium gigi membuktikan bahwa fetus tidak mengambil kalsium dari gigi ibunya (Robinson and Lawler, 1990). Pertumbuhan gigi dimulai dengan perkembangan dan pembentukan gigi dilanjutkan oleh proses amelogenesis, dentinogenesis, dan sementogenesis. Kalsium berperan dalam mineralisasi email dan dentin dalam proses kalsifikasi.

2.3.1 Kalsifikasi Email Proses pembentukan email gigi dimulai dari pembentukan email (amelogenesis) sampai kalsifikasi. Pre-ameloblas bertanggung jawab atas transformasi dari pre-odontoblas pada papila dentalis menjadi odontoblas. Odontoblas memulai pembentukan dentin. Sesudah lapisan dentin terbentuk maka lapisan tersebut akan merangsang ameloblas untuk membentuk email (Berkovitz, et al., 2002). Tahap ini didefinisikan sebagai perubahan morfologi komponen epitel pertumbuhan gigi menjadi organ enamel. Lapisan paling dalam organ email yaitu epitel email dalam akan mengendap dan kemudian bermodifikasi menjadi email. Komponen lain organ email yaitu stratum intermedium, reticulum stelata, dan epitel email luar berperan penting namun belum diketahui pasti perannya dalam amelogenesis (Berkovitz, et al., 2002). Amelogenesis dimulai dengan siklus hidup ameloblas kemudian dilanjutkan dengan gambaran proses sekresi protein dan mineralisasi. Siklus ameloblas

27

diawali oleh sel epitel email dalam yang memulai untuk berdiferensiasi pada enamel-dentine junction pada ujung cusp. Sel yang berdiferensiasi tersebut memiliki karateristik sebuah reversed polarity dimana sel menjadi memanjang dan inti sel bergerak menjauhi dentin. Organel sekresi terbentuk dan ujung sel yang berseberangan dengan dentin menjadi lokasi untuk proses sekresi. Sel kemudian mensekresi komponen inisial email dari enamel-dentine junction. Lapisan tipis tersebut akan lanjut berkembang bersama inter-rod enamel membentuk suatu jaringan. Kutub tersebut berubah secara morfologi menjadi sebuah piramid yang disebut prosesus Tomes. Kristal terbentuk dari permukaan prosesus tersebut. Kristal tersebut bergabung membentuk kristal hidroksiapatit. Kristal terletak diatas dentin dan berjalan menyusuri puncak gigi sampai ke servikal. Sekresi material organik dan mineral berlanjut sampai ketebalan sempurna pada jaringan terbentuk. Fase sekresi memperlihatkan posisi nukleus terhadap sel yang berbeda. Fase awal sekresi memperlihatkan posisi nucleus berada lebih tinggi dan pada fase akhir sekresi nukleus bergerak menuju posisi lebih rendah dan secara efektif meningkatkan area sel ameloblas untuk memproduksi email. Ketebalan enamel terbentuk dan ameloblas kehilangan prosesus Tomes (Berkovitz, et al., 2002). Kalsium membantu dalam proses mineralisasi matriks enamel. Jalur dan mekanisme transportasinya belum jelas. Kalsium mencapai matriks melalui organ enamel. Kalsium berjalan melalui rute ekstraseluler. Mekanisme yang terjadi dapat berupa transport aktif pada membran sel dalam ameloblas atau kalsium berjalan secara pasif dari konsentrasi tinggi dalam sel darah menuju konsentrasi

28

rendah

dalam matriks enamel. Lapisan ameloblas bersifat terbatas pada

pembentukan mahkota, bervariasi, namun memiliki permeabilitas yang terkontrol untuk ion. Lapisan tersebut dapat mengawasi jalan masuknya tidak hanya ion kalsium tetapi juga ion penting lainnya yaitu flour (Berkovitz, et al., 2002).

2.3.2 Kalsifikasi Dentin Proses pembentukan dentin gigi dimulai dari dentinogenesis sampai kalsifikasi. Pembentukan dentin gigi dimulai ketika benih gigi telah mencapai tahap histodiferensiasi (bell stage). Papila dentalis dan enamel organ telah terbentuk sempurna dan epitel email dalam berdiferensiasi. Berbeda dengan amelogenesis, dentinogenesis akan berlanjut sepanjang hidup. Dentinogenesis terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap diferensiasi odontoblas, deposisi matriks organik (predentin), dan mineralisasi matriks (Berkovitz, et al., 2002). Odontoblas merupakan pembentuk dentin yang mendahului pembentukan email. Pembentukan dentin dipengaruhi oleh ameloblas di dekatnya (Walton, 2008). Odontoblas berdiferensiasi dari sel pelopor pada papila dentalis terlebih dahulu kemudian membentuk lapisan lanjutan pada permukaan pulpa yaitu dentin mantle. Serat kolagen pada papila dentalis tersusun secara melingkar dan odontoblas belum dapat memulai untuk sintesis matriks. Dentin mantle kemudian mengalami kalsifikasi. Odontoblas kemudian memulai untuk sekresi matriks organik setelah dentin mantle mengalami kalsifikasi. Matriks organik tersebut disekresi dalam bentuk predentin (Ferguson, 2006). Predentin merupakan matriks dentin dengan lebar 10 sampai 47 m yang terletak persis di sebelah lapisan

29

odontoblas yang tidak termineralisasi (Walton, 2008). Predentin terdiri dari serabut kolagen dan selalu memisahkan odontoblas dari tempat kalsifikasi (Ferguson, 2006). Tahap berikutnya adalah kalsifikasi predentin yang akan membentuk tubuli dentin. Predentin ini dibentuk dalam inkremen 4 sampai 8 m tiap hari dan terus ditumpuk sampai akhir perkembangan gigi. Predentin berbeda dengan dentin mantle dalam hal bahwa matriks bermula di odontoblas, serabut kolagen lebih kecil, tersusun lebih padat, dan tegak lurus pada tubuli dan berjalin. Mineralisasi predentin berasal dari dentin yang sebelumnya mengalami demineralisasi (Grossman, 1995). Kalsium merupakan bahan utama untuk pembentukan dentin dan email. Asupan kalsium yang kurang pada masa pertumbuhan dapat mengganggu pertumbuhan gigi. Gigi yang terbentuk menjadi tidak kokoh atau rapuh (Bur, 2007). Kalsium juga dibutuhkan untuk memulai pembentukan matriks dentin dan dalam proses mineralisasi. Kalsium yang melalui saluran vaskular pada daerah pulpa dalam odontoblas akan melewati lapisan odontoblas menuju tempat terjadinya kristalisasi. Odontoblas kemudian matang dan membentuk lapisan lanjutan dengan perlekatan yang rapat antar sel. Transportasi kalsium dapat terjadi dalam lapisan tersebut. Proses mineralisasi sangat bergantung pada imobilisasi kalsium (Ferguson, 2006). Kalsium juga berperan penting terutama pada dentin. Kalsium menyebabkan dentin sangat tahan terhadap daya kompresi sedangkan serabut kolagen menjadikan dentin keras dan tahan pada waktu gigi membentur objek keras (Guyton, 1983).

30

2.3.3 Komposisi Mineral Gigi Struktur gigi yang terdiri yang email, dentin, dan sementum memiliki perbedaan komposisi mineral, yaitu : 1) Komposisi Mineral pada Email Email terdiri dari bahan organik dan anorganik. Komponen anorganik sebagian besar terdapat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Email terdiri atas 92%-93% zat anorganik, 1%-2% zat organik, dan 3%-4% air. Analisis dari matriks email menunjukkan bahwa email mengandung 33% kalsium dan 16,6% fosfat (Ferguson, 2006) 2) Komposisi Mineral pada Dentin Dentin merupakan jaringan yang termineralisasi yang berasal dari ektomesenkim dan merupakan bagian utama dari gigi. Dentin terdiri dari anorganik hidroksiapatit dan matriks organik yang mengandung sebagian besar kolagen bersama dengan protein, proteoglikan dan lipid (Ferguson, 2006). Dentin terdiri dari 70% bahan anorganik , 20% bahan organik, dan 10% air. Zat anorganik utama yang terdapat dalam dentin adalah hidroksiapatit. Komposisi mineral khususnya kalsium pada dentin adalah 26-28 % ( Roth, 1981; Williams, 1989). 3) Komposisi Mineral pada Sementum Kalsifikasi pada sementum tidak terjadi dari setiap sementoblas. Sementum akar mengalami kalsifikasi yang lebih sedikit daripada email dan dentin namun sama kerasnya dengan tulang. Sementum mengandung 23% bahan organik, 65% bahan anorganik dan sisanya adalah air. Kalsium merupakan mineral yang lebih

31

tinggi kadarnya dibandingkan mineral lain yaitu 23 % ( Roth, 1981; Williams, 1989).

2.4

Dampak Asupan Dentokraniofasial

Kalsium

Rendah

terhadap

Struktur

Asupan kalsium yang rendah dapat menurunkan bone mineral content (BMC) dan peak bone mass (PBM). PBM tercapai pada akhir masa pubertas atau pada awal masa dewasa dan merupakan salah satu parameter penting untuk memprediksi kemungkinan fraktur tulang pada setiap individu. BMC merupakan salah satu parameter penting dalam prognosis dan evaluasi pasca operasi tulang alveolar yang dipasang implan . BMC juga penting dalam pencegahan, terapi, dan pemeliharaan periodontitis (Watanabe, et al., 2008). BMC yang kurang perlu dikembalikan dan diperbaiki. BMC dapat ditingkatkan dengan grafting dan beberapa obat sehingga dapat mengembalikan BMC dan volume tulang. BMC yang kurang juga disebabkan karena asupan kalsium yang rendah. Asupan yang kurang dapat berakibat pada pertumbuhan maksilofasial (Watanabe, et al., 2008). Penelian yang dilakukan Watanabe (2008) menghasilkan bahwa BMC mengalami penurunan akibat kurangnya asupan kalsium dan mengalami perbaikan setelah diberi asupan kalsium sesuai standar. Efek kurangnya kalsium juga berbeda pada setiap tulang. Tikus percobaan yang mengalami rendah kalsium diberi asupan sesuai standar kemudian diteliti setiap bagian tulangnya. BMC tulang tibia pada tikus percobaan mengalami peningkatan lebih dibanding tulang

32

alveolar. BMC pada tulang femur mengalami peningkatan lebih dibanding tulang mandibula. Tulang alveolar mandibula lebih sensitif terhadap PTH dibanding tulang yang lain karena BMC pada alveolar mandibula dengan kalsium rendah tidak mengalami perbaikan setelah diberi kalsium cukup. Tulang alveolar mempunyai tulang aktif yang cenderung menunjukkan kehilangan tulang yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara resorpsi dan formasi tulang. BMC pada tulang alveolar mandibula yang turun menyebabkan sulit untuk kembali pulih secara sempurna sehingga penting untuk mencegah reduksi BMC terutama pada tulang alveolar (Watanabe, et al., 2008). Pertumbuhan mandibula dalam arah superior-inferior mengalami penurunan secara signifikan akibat asupan kalsium yang rendah. Hal tersebut menjelaskan bahwa pembentukan dan kalsifikasi tulang terhambat oleh karena asupan kalsium yang rendah dan berlanjut pada periode yang lama. Proses tersebut terjadi dikarenakan resorbsi tulang terjadi untuk memenuhi kebutuhan kalsium pada proses pertumbuhan tulang dalam arah longitudinal dan ekspansi periosteal dan menghasilkan reduksi pada ukuran dan berat tulang. Asupan kalsium yang rendah juga dapat menyebabkan penurunan hormon pertumbuhan dan menghasilkan reduksi ukuran tulang. Terhambatnya tulang mandibula secara superior inferior berakibat pada erupsi gigi sehingga dapat menyebabkan maloklusi (Watanabe, et al., 2008). Pertumbuhan mandibula yang terhambat dalam arah superior-inferior akan menyebabkan hubungan vertikal menjadi lebih rendah. Hal tersebut dapat

33

mengakibatkan daya pengunyahan berkurang, mengurangi estetika wajah, dan kesulitan berbicara. Rendahnya hubungan vertikal juga berakibat pada sendi temporomandibular. Pergerakan sendi menjadi sakit dan nyeri sehingga dapat mengganggu telinga dan sering pusing (Itjiningsih, 1996).

2.5

Konsumsi Makanan Konsumsi makanan adalah bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi

oleh keluarga, kelompok keluarga atau institusi. Konsumsi kalsium yang sesuai takaran dan memenuhi kebutuhan gizi setiap hari akan menguatkan tulang dan gigi. Kalsium dalam takaran yang tepat akan membantu metabolisme tubuh tetap terjaga dengan baik. Konsumsi pada anak bervariasi dan banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan terutama pada anak tersebut (Soetardjo, 2011).

2.5.1 Hal yang Berpengaruh terhadap Konsumsi Makanan Banyak faktor yang berpengaruh terhadap makanan yang dikonsumsi. Faktor yang menonjol adalah (Soetardjo, 2011): 1. Kebiasaan masa kecil yang dipengaruhi oleh perhatian dan pengetahuan ibu tentang makanan yang baik dan tidak baik diberikan pada anak. 2. Sosial budaya yang dipengaruhi oleh lingkungan. Anak akan mengikuti kondisi lingkungan terutama teman dalam sekolah dan luar keluarga dalam hal konsumsi makanan. Mereka mudah terpengaruh sehingga membiasakan makan dengan makanan yang ada di lingkungan sekitar. 3. Ekonomi yang berpengaruh terhadap makanan yang disediakan.

34

4. 5.

Agama dan kepercayaan berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Iklan di media yang banyak menampilkan makanan dari mancanegara yang biasanya padat energi tetapi kurang mineral dan vitamin seperti pizza, hamburger, kentang goreng, dan ayam goreng.

2.5.2 Pencatatan Pola Asupan Makanan Pencatatan makanan umumnya dilakukan selama kurang satu minggu, baik oleh keluarga atau oleh surveyor. Jumlah semua makanan yang dikonsumsi setiap waktu makan dicatat secara terpisah, baik dengan cara menimbang atau dengan menggunakan ukuran rumah tangga, sebelum dibagi menjadi ukuran perorangan. Gambaran rinci dari semua jenis makanan (termasuk mereknya) dan cara pengolahannya dicatat (Soetardjo, 2011). Metode pencatatan makanan dengan penimbangan merupakan metode paling akurat di antara metode rumah tangga. Cara tersebut memberi beban yang berat bila dilakukan oleh anggota rumah tangga. Cara tersebut berakibat respone ratenya rendah sehingga sampel kecil dan tidak mewakili. Metode tersebut juga mahal karena rumah tangga tersebut harus sering dikunjungi untuk memberi semangat dan mengetahui kesesuaian dalam melakukan penimbangan dan pencatatan (Soetardjo, 2011). FAO (Food and Agriculture Organization) menyarankan untuk

menggunakan metode ini di daerah pedesaan di negara berkembang disebabkan karena jenis makanan yang dikonsumsi kurang bervariasi, pengolahan dilakukan di rumah, dan unit pembelian makanan tidak distandardisasi. Penimbangan dan

35

pencatatan hendaknya dilakukan tiap hari oleh peneliti lapangan dan bukan oleh anggota rumah tangga (Soetardjo, 2011). Pengukuran konsumsi makanan dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner frekuensi makanan atau Food Frequency Questionnaire (FFQ). FFQ digunakan untuk melihat frekuensi makanan tertentu selama periode waktu tertentu. FFQ dibuat untuk memberikan gambaran informasi secara kualitatif tentang pola konsumsi makanan. Kuesioner memuat daftar bahan

makanan/makanan atau kelompok makanan yang merupakan kontributor penting terhadap asupan energy dan zat gizi penduduk (Gibson, 2005). Responden menyatakan berapa kali sehari, seminggu, sebulan, atau setahun ia mengkonsumsi makanan tersebut. Kuesioner tersebut biasanya menggunakan ukuran standar porsi (jumlah yang umumnya dimakan per porsi untuk berbagai golongan umur/gender). Kuesioner berupa checklist dengan memberi tanda pada kolom jawaban yang dipilih. Kuesioner frekuensi makanan tidak memberatkan responden seperti halnya metode lain. Data yang diperoleh dari kuesioner frekuensi makanan sering digunakan untuk mengurutkan subjek dalam kategori asupan rendah, medium, dan tinggi makanan tertentu (Soetardjo, 2011). Metode kuesioner relatif murah dan sederhana. Metode tersebut dapat dilakukan sendiri oleh responden. Kelemahan dari metode ini adalah tidak bersifat kuantitatif, dibutuhkan kejujuran dan motivasi yang tinggi dari responden, serta memerlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan dimasukkan ke dalam kuesioner. Masing-masing metode pengukuran konsumsi makanan mempunyai keunggulan dan kelemahan sehingga tidak ada

36

satu metode yang paling sempurna untuk tujuan survei yang akan dilakukan (Soetardjo, 2011).

You might also like