You are on page 1of 13

RESEARCH ON DRUGS EFFICASY AND SAFETY

Prof. Dr. Sri Suryawati, Apt Ado Pranawalingga

Baiklah teman-temaaaan, lecture ini sebenarnya tidak begitu sulit, tapi memang lumayan banyak. Dr Sri Suryawati banyaak sekali bercerita dan menjelaskan tentang lecture ini, tapi ga semuanya tercantum dalam slide :( Saya berusaha mengombinasikan slide dan tambahan catatan dari beliau. Mohon maaf kalau ada yang kurang. Tetap semangat PD 2010 :D

Pada week 4 ini kita belajar tentang penelitian alat uji diagnostik dan penelitian mengenai terapi. Terapi di sini tentu saja terkait dengan obat, sehingga pada lecture kali ini kita membahas tentang uji efikasi dan safety pada obat sebelum diujicobakan pada pasien. Sebelum membahas lebih jauh, kita harus tahu dulu yang dimaksud dengan efikasi dan safety. Pengertian simpelnya adalah efikasi adalah respon maksimal yang dapat dihasilkan oleh suatu obat (kemanjuran), sedangkan safety adalah keamanan, obat tersebut aman dikonsumsi atau tidak. Tentu saja obat yang baik adalah obat yang efikasi dan safetynya memiliki nilai yang tinggi.

Penelitian/pengujian safety dan efikasi tidak dapat dilepaskan dari rangkaian pengembangan obat baru karena merupakan rangkaian yang utuh. Emang gimana sih tahapan pengembangan obat baru? NEW CHEMICAL ENTITY (Pengembangan entitas senyawa kimia baru) Bisa senyawa yang benar-benar baru atau modifikasi senyawa obat yang sudah ada. Nah, calon obat sebelum diujicoba pada hewan atau manusia, harus sudah dapat dibuktikan memiliki efek farmakologi. Bisa dicoba pada organ yang terpisah seperti di laboratorium farmakologi ataupun di cawan petri apabila calon obat termasuk bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) atau bakteriosid (membunuh bakteri). Selain itu, calon obat juga harus sudah diketahui apakah memiliki dose-effect relationship. Kedua sifat ini harus diketahui terlebih dahulu sebelum memasuki tahap selanjutnya. PRE-CLINICAL STUDIES (Studi pre-klinik) Merupakan tahapan dimana pengujian calon obat pada hewan coba. Zaman dulu, tahapan ini gak ada. Biasanya pake sistem trial & error, sehingga banyak yang meninggal tidak ketahuan. Cuma coba-coba

pada pasien. Dosisnya kebanyakan . . akhirnya pasien meninggal. Dicoba dikecilin dosisnya . . pasien ga sembuh-sembuh. Contoh obat zaman dulu yang memakai trial & error adalah antalgin dan morfin. Nah, tapi tahun 1960an sudah tidak boleh lagi memakai trial & error karena resikonya yang besar terhadap manusia.

Pada tahap ini yang diteliti adalah farmakodinamik (mengetahui perubahan di organ/jaringan/sistem hewan yang diakibatkan oleh obat), farmakokinetik (mengetahui nasib obat dalam diri hewan uji) dan toksikologi.

Tahu kan maksudnya dari ketiga hal ini? Kalau farmakodinamik dia akan menunjukan : - bagaimana obat baru itu berefek (mekanisme aksi) - efek yang tidak diinginkan - efek terhadap jaringan ataupun sistem metabolisme - efek-efek pada sistem organ atau jaringan yang bukan target obat - dll

sedangkan farmakokinetik akan memberikan petunjuk : - berapa dosis yang diperlukan, - bagaimana absorbi calon obat dengan berbagai rute pemberian obat - bagaimana kecepatan absorbsinya - bagaimana pola metabolisme calon obat - dimana lokalisasi pada jaringan, protein binding - bagaimana eliminasi dari badan hewan coba

Sebenarnya hewan uji yang bagus (yang menggambarkan manusia) adalah monkey. Namun karena memang banyak LSM yang melindunginya, akhirnya dipakailah mencit yang dianggap dapat mewakili manusia, walaupun terdapat perbedaan yaitu mencit tidak memiliki salah satu jalur dari metabolisme glukorinidase.

sedangkan toksikologi memberikan petunjuk bagaimana status keamanan dari obat baru tersebut. Dari sini dapat diketahui : - toksisitas calon obat pada hewan coba dengan berbagai kondisi : akut, subakut dan kronis.

- toksisitas yang spesifik seperti sifat : karsinogenik, mutagenik dan teratogenik. Apabila diketahui calon obat memiliki efek karsinogenik dan mutagenik, maka uji calon obat MUTLAK TIDAK BOLEH DILANJUTKAN. Kalau teratogenik (efek pada kehamilan, sistem reproduksi pria-wanita, dll) dilihat dulu obatnya. Kalau misal calon obat ditujukan buat mengobati Alzheimer ya mungkin ga papa. Soalnya Alzheimer kan terjadi biasanya pada usia lanjut yang emang pasca aktif reproduksi. Tapi kalo cuma obat analgesik, hipertensi, diabetes, yang emang obatnya uda banyak, ya uji coba tidak usah dilanjutkan.

Nah, ketiga informasi tadi akan digabung, diolah dan merumuskan : untuk menimbulkan efek yang diharapkan (maksimal), dengan efek samping yang minimal, berapa dosis yang dibutuhkan? CLINICAL STUDIES (Studi Klinis) FASE 1 Study in healthy volunteers. Fase ini dilakukan pada manusia relawan sehat dengan jumlah <20 orang. Tujuan : Memastikan farmakokinetik, farmakodinamik, efek samping yang tidak dapat diketahui pada pre-clinical studies. Contohnya, captropil (anti hipertensi) diketahui memiliki efek batuk setelah diuji coba pada manusia pada fase 1. Selain itu dalam fase 1 juga dilihat jalur metabolik obat, therapeutic window (rentang dosis antara efek terapi dan toksik), bioavailability (jumlah obat yang diabsorbsi ke dalam sirkulasi sistemik dalam waktu tertentu), rute administrasi, dosage form, formulasi, dose ranging, tolerability, dll.

Dosis yang pertama kali digunakan adalah 1/20 dari LD (Lethal Dose) 50. Apa maksudnya? LD 50 adalah dosis yang menyebabkan kematian 50% mencit dari jumlah total mencit yang digunakan pada uji toksikologi. FASE 2 Preliminary studies in patients. (Studi pendahuluan). Penggunaan pada pasien dengan jumlah terbatas dengan jumlah 20-100 orang. Tujuan : Mengetahui efikasi calon obat dalam populasi kecil, farmakokinetik, therapeutic window, dose optimalisation, adverse effect. Biasanya fase 2 ini tidak dilakukan pada pasien dengan kondisi yang berat/parah, tetapi dilakukan pada pasien dengan penyakit yang mild dan moderate. Lebih sering yang mild saja.

FASE 3

Proof of safety and efficacy in patient populations. Sering disebut True Clinical Trial. Merupakan fase yang sangat penting, karena di fase inilah, jika obat efektif, maka akan terbukti efektif. Jika tidak, maka akan terbukti tidak, karena dilakukan pada pasien dengan jumlah yang cukup banyak, ratusan hingga ribuan pasien. Dari ratusan hingga ribuan pasien, dengan desain RCT (randomized controlled trial), sample size adalah sekitar 75-750 pasien per kelompok terapi, bergantung pada power (1-) dalam perhitungan statistik.

Hayo . . masih inget ga? adalah kesalahan tipe II. Power (1-) adalah kemampuan suatu penelitian untuk mendapatkan beda yang secara statistik bermakna, bila dalam populasi tersebut ada. Artinya, power (1-) adalah kekuatan untuk menolak hipotesis nol pada data penelitian, apabila dalam populasi terdapat perbedaan hasil klinis. Makin besar power (1-) yang diinginkan, maka makin kecil dan makin bertambah besar sampel. Power (1- ) atau sering disebut nilai ditetapkan oleh peneliti. Nilai yang sering digunakan adalah 80% ( = 20%) atau 90% ( = 10%).

Biasanya suatu industri farmasi yang mengembangkan obat, memiliki data yang lengkap mengenai suatu obat baru dari awal hingga fase 3. Sebelum dikenalkan ke khalayak banyak, mereka harus mendaftarkan obat baru ini dulu. Bebas mau ndaftarnya di negara mana. Di Indonesia ada Komite Nasional Penilaian Obat. Tugasnya mengevaluasi data obat baru tadi dan menentukan apakah obat ini bisa beredar atau tidak. FASE 4 Use in wider patient populations. Sering disebut Post Marketing Surveillance. Nah, setelah industri farmasi disetujui oleh Komite Nasional Penelitian Obat, dan setelah mengedarkan obat, maka industri farmasi berkewajiban untuk melakukan clinical study fase 4 = mengumpulkan data/informasi mengenai efikasi dan safetynya. Kenapa? Karena efek samping yang jarang dapat dilihat di sini. Misal aplastic anemia yang disebabkan penggunaan cloramfenikol, terjadi pada 1 dari 300.000 orang. (1:300.000). Nah, hal ini tidak mungkin ketahuan pada fase 3. Tidak heran kejadian aplastic anemia untuk kloramfenikol baru ketahuan bertahun-tahun setelah obat itu digunakan. Nah, kewajiban dari industri farmasi adalah meriview semua kejadian

tersebut, melaporkan dan menambah list kontraindikasi bagi obat baru tersebut.

Naaaaaah, itu dia cerita dari tahapan pengembangan obat baru :D Sekarang kita fokuskan di fase 3 dari clinical studies yaaaaa :3 Studi Klinik Fase 3 memiliki 12 komponen yang penting yang harus diketahui dan bersifat universal. Komponen itu adalah : 1. Objectives of Study Objective atau tujuan harus jelas dan lugas karena semua metodologi dibangun berdasarkan tujuan awalnya. Selain itu,prinsipnya adalah uji klinik harus ilmiah dan harus memberi perlindungan pada manusia. Uji klinik yang bertujuan hanya untuk pendidikan, misal cuma buat lulus aja tidak bisa karena berarti mereka mengorbankan pasien hanya untuk persyaratan lulus. Nah, dalam melakukan penelitian walaupun penelitian yang dilakukan dalam rangka pendidikan, tujuannya atau objectives harus jelas, harus sesuatu yang membuka wacana ilmiah. 2. Study Design Desain studi harus jelas. Dua jenis desain eksperimental yang paling sering digunakan adalah desain paralel dan desain menyilang (cross over). a. Desain Paralel Jenis desain ini paling banyak digunakan karena memakan waktu dan beaya yang lebih sedikit dibanding dengan cross over.

Efek + Kelompok Perlakuan Subjek yang memenuhi kriteria R Kelompok Kontrol Efek + Efek Efek -

Sudah jelas ya di bagan mengenai desain paralel. Desain paralel ini bisa dengan matching dan dengan matching. Apakah matching itu? Matching adalah proses menyamakan variable perancu pada kedua kelompok (perlakuan maupun kontrol). Pada desain paralel dengan matching maka tiap peserta dalam kelompok perlakuan dicarikan padanan, yakni peserta

lain yang memiliki karakteristik klinis yang sama (misal umur, jenis kelamin dll). Karakteristik yang disamakan ini disebut dengan matching variables. Tapi desain paralel dengan matching jarang digunakan soalnya susah untuk mencari control, apalagi bila matching variabelnya banyak. Ya kasarnya sih kayak nyari kembarannya. b. Desain Menyilang (cross over) Efek + Kelompok Perlakuan Subjek yang memenuhi vzzz kriteria R Kelompok Kontrol Kelompok Kontrol Efek + Efek Kelompok Perlakuan Efek -

Pelakuan

Perlakuan

Periode Wash-Out Uda jelas kan ya dari bagan? Kalo desain menyilang, kelompok perlakuan nanti akan menjadi kontrol bagi dirinya sendiri. Dan begitu juga sebaliknya. Desain ini cocok buat penelitian tentang penyakit yang relatif stabil seperti hipertensi, hiperlipidemia, asma, rhinitis alergika dll. Selain itu gejala atau kadar zat tertentu yang diteliti harus cepat memberi respon terapi dan harus cepat kembali lagi seperti ke keadaan semula. Kalau tidak, maka penelitian ini akan berjalaaan dengan sangat lamaaaaaa, karena terdapat efek carry over (efek obat pertama belum hilang pada saat dimulai pengobatan kedua). Waktu yang diperlukan untuk efek carry over ini disebut dengan periode wash-out. Periode wash-out bergantung pada farmakokinetik obat. Selain itu bisa juga terjadi efek order (terjadinya perubahan derajat penyakit atau lingkungan selama penelitian berlangsung). 3. Selection of the Patients Menentukan kriteria pemilihan (eligibility criteria) dilakukan setelah menetapkan populasi terjangkau. Tujuan dari kriteria pemilihan ini adalah membatasi karakteristik populasi terjangkau yang telah memenuhi persyaratan untuk uji klinis. Kriteria pemilihan ini terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Sebagai contoh,

Populasi Terjangkau : Pasien malaria di RS Sardjito, tahun 2005-2012

Kriteria Inklusi : usia 18-60 tahun, mau berpartisipasi, dll

Kiteria Inklusi adalah syarat umum yang harus dipenuhi oleh peserta agar dapat disertakan dalam penelitian.

Kriteria Eksklusi : menderita penyakit lain, wanita hamil dan menyusi, dll

Kiteria Eksklusi adalah tiap keadaan yang menyebabkan peserta yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat disertakan dalam penelitian.

4. Study Drug and Comparator Obat uji (study drug) dan comparator (placebo dan/atau obat standar) harus jelas. Informasi obat dan comparator harus meliputi deskripsi obat uji dan formulanya, regimen dosis, rute administrasi, durasi treatment, dll. Rescue medicine, digunakan apabila situasi memburuk juga harus jelas, kapan dan bagaimana digunakan. Terkadang itu peneliti ada yang nakal. Misalnya standar pengobatan untuk inflamasi yang paling baik adalah ibuprofen 400 mg. Peneliti menggunakan ibuprofen 100 mg sebagai obat standar dengan harapan dari hasil penelitian, obat uji akan lebih baik dalam mengatasi antiinflamasi. Memang nakal!

Untuk benar-benar meyakinkan efek terapeutik dan adverse effect dari obat yang diuji, harus sudah dijelaskan di awal obat apa saja yang harus dihindari selama penelitian. Selain itu riwayat penggunaan obat juga harus direkam dan dipertimbangkan ketika analisis data.

Comparator dapat berupa negative control (placebo) atau positive control (standar treatment). Karena placebo bukan obat, penggunaan placebo harus benar-benar dipertimbangkan karena terkait dengan substansi dan aspek etika.

Plasebo dapat digunakan selama belum ada terapi standar untuk penyakit yang diteliti. Plasebo diperlukan terutama pada hasil pengobatan yang bersifat subjektif (misal berkurangnya rsa sakit dll). Apabila yang dinilai bersifat objektif (misal mati atau hidup, kadar kimia dalam darah (diukur menggunakan mesin), maka placebo tidak terlalu penting dalam penilaian hasil, namun masih penting untuk menghindarkan perlakuan yang berbeda terhadap kedua kelompok yang diteliti.

Plasebo lebih aman untuk penyakit yang tidak berat. Pada penyakit berat, penggunaan placebo dipetanyakan.

5. Randomization Treatment Randomisasi adalah proses untuk menentukan alokasi subjek mana yang akan mendapat perlakuan dan subjek mana yang akan mendapat treatment. Randomisasi/alokasi acak harus dibedakan yaaa dengan random sampling/random selection. Kalo randomisasi itu seperti yang sudah dijelaskan di atas, kalo random sampling/random selection itu cara pemilihan subjek dari populasi menjadi sampel berdasarkan asas peluang. Tujuan dari randomisasi adalah untuk mengurangi bias-bias yang mungkin terjadi. Cara randomisasi bermacam-macam. Yang paling sering digunakan adalah randomisasi sederhana (simple randomization), randomisasi dalam block (block randomization) dan randomisasi dalam strata (stratified randomization). Buat lebih lengkap silahkan dibacaa buku Metodologi Penelitian Klinis dan buku Biostatiknya :) 6. Sample Size Sample size adalah besar sampel atau subjek yang diperlukan dalam uji klinis. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan sample size : a. Derajat kepekaan uji klinik Jika diketahui bahwa perbedaan kemaknaan klinis antara 2 obat yang diuji tidak begitu besar, maka diperlukan jumlah sampel yang besar. b. Keragaman hasil. Makin kecil keragaman hasil uji antar individu dalam kelompok yang sama, maka makin sedikit jumlah subjek yang diperlukan. c. Derajat kebermaknaan statistik. Makin besar kebermaknaan statistik yang diharapkan dari uji klinik, maka makin besar pula jumlah subjek yang diperlukan.

Nah, untuk mengukur sample size ada rumusnya :

N (per kelompok) = P1 X (100-P1) + P2 X (100-P2) x f (,) (P1-P2)2

n= jumlah sampel per perlakuan P1= prosentase keberhasilan yang diharapkan dari perlakuan 1 P2= prosentase keberhasilan yang diharapkan dari perlakuan 2 = kesalahan tipe I (false positive) ditentukan oleh peneliti = kesalahan tipe II (false negative) ditentukan oleh peneliti f ( , ) = (dapat dilihat pada tabel berikut) Eror tipe I () 0.01 0.02 0.05 0.10 0.05 17.8 15.8 13.0 10.8 Eror Tipe II () 0.1 14.8 13.0 10.5 8.6 0.2 11.7 10.0 7.9 6.2 0.5 6.6 5.4 3.8 2.7

Misal contohnya penelitian untuk membandingkan dua buah obat, obat A dan obat B. Obat A diketahui memiliki prosentase kesembuhan sekitar 90%, sementara diharapkan obat B memiliki prosentase kesembuhan sekitar 95%. Maka : P1 = 90% P2 = 95% = misal 0.05 = misal 0,1 Maka : n = 90 X (100-90) + 95 X (100-95) x f (0.05,0.1) (-5)2 n = 90 X 10 + 95 X 5 x 10.5 25 n = 578 pasien per kelompok. Maka jumlah total pasien yang diperlukan adalah 578 x 2 = 1156 (dibulatkan 1200) orang.

7. Blinding Tujuan dari blinding adalah untuk menghindari bias, baik yang berasal dari peneliti, peserta atau evaluator. Istilah blinding ini juga sering disebut dengan masking. Sebenarnya penggunaan placebo juga merupakan salah satu teknik penyamaran yang banyak dipakai dalam uji klinis. Ingat. Memang blinding harus selalu diupayakan dalam penelitian, namun ada juga penelitian yang tidak dapat menggunakan blinding. Contohnya penelitian yang membandingkan hasil mastektomi sederhana dengan radiasi dengan mastektomi radikal pada ca mammae. Jenis blinding ada : a. Tersamar tunggal (single mask) : Jika salah satu pihak tidak mengetahui terapi yang diberikan. (Biasanya pasien). b. Tersamar ganda (double mask) : jika pasien dan dokter tidak tahu terapi yang diberikan. c. Triple mask : jika pasien, dokter dan orang yang bertanggungjawab menganalisis data tidak tahu terapi yang diberikan. 8. Assesment of Clinical Response Penilaian respons pasien terhadap proses terapetik yang diberikan harus bersifat objektif, akurat dan konsisten. Oleh sebab itu respons yang hendak diukur harus didefinisikan secara jelas. Sebagai contoh jika yang diuji obat antihipertensi, maka penurunan tekanan darah hendaknya diukur secara objektif (dengan alat ukur yang sama, misalnya sphigmomanometer air raksa dengan satuan mmHg) oleh pemeriksa yang sama, dan dengan metode serta kondisi yang sama pula.

Empat kategori utama yang umum digunakan untuk menilai respons terapetik adalah: a. Penilaian awal (baseline assessment) sebelum perlakuan. Sesaat sebelum uji dilakukan, keadaan klinis hendaknya dicatat secara seksama berdasarkan parameter-parameter yang telah disepakati. Sebagai contoh adalah tekanan darah, yang hendaknya telah diukur sesaat sebelum uji klinik dimulai. b. Kriteria-kriteria utama respons pasien. Disini indikasi utama pengobatan merupakan kriteria utama yang harus dinilai. Jika yang diuji obat analgetik-antipiretika, maka kriteria utama penilaian adalah penurunan panas, terjadi tidaknya kejang atau gejala lain sebagai manifestasi demam, dan sebagainya. c. Kriteria tambahan.

Suatu uji klinik tidak saja menilai kemanfaatan suatu obat/perlakuan, tetapi juga menilai segi keamanan pemakaiannya. Untuk itu diperlukan kriteria tambahan. Dengan kriteria tambahan ini kita dapat menilai apakah obat yang diuji disamping memberi kemanfaatan klinis yang besar juga terjamin keamanannya. Kriteria tambahan ini umumnya berupa efek samping, mulai derajat ringan sampai berat, baik yang mengancam kehidupan (lifethreatening) maupun tidak. d. Pemantauan pasien. Mengingat keberhasilan uji klinik (secara khusus) maupun terapetik (secara umum) akan sangat ditentukan oleh ketaaan pasien, maka faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan pasien untuk berperan serta dalam penelitian hendaknya dapat dikontrol sebaik mungkin. 9. Data Analysis and Clinical Interpretation Analisis data uji klinis dilakukan dengan menggunakan uji statistika yang sesuai yang sudah ditulis dalam usulan (proposal) penelitian. Analisis statistik dipilih yang sesuai dengan tipe data (apakah nominal, numerik dll). Oya, dan sebenarnya analisis data ini sebenarnya berhubungan dengan hipotesis kita uji hipotesis.

a. Uji Hipotesis untuk 1 Variabel Bebas (Analisis Univariat) Variabel Bebas Nominal Nominal (dikotom) Nominal Numerik Tergantung Kai-kuadrat (x2), uji Fischer Uji-t berpasangan) Nominal (>2 nilai) Numerik Numerik Numerik Anova Regresi-korelasi (independen, Metode

b. Uji Hipotesis untuk >1 Variabel Bebas (Analisis Multivariat) Variabel Bebas Nominal Numerik Nominal dan numerik Nominal Numerik Numerik Tergantung Anova Regresi multiple Regresi logistik Metode

Satu hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam penilaian terhadap hasil uji klinik adalah apakah kebermaknaan statistik yang diperoleh dapat juga diartikan sebagai bermakna secara klinik? Sebagai contoh: suatu uji klinik membandingkan kemanfaatan klinik obat antihipertensi A dan B. Diperoleh hasil bahwa obat A menyebabkan penurunan tekanan sistolik rata-rata sebesar 5 mmHg, sedang obat B penurunan rata-ratanya 10 mmHg. Secara statistik, keduanya berbeda bermakna. Tetapi jika dilihat bahwa tekanan sistolik rata-rata pasien sebelum uji adalah 180 mmHg, apakah perbedaan ini juga bermakna secara klinik? Hal ini hendaknya diinterpretasikan secara hati-hati, dengan melihat antara lain distribusi ciri-ciri pasien pada kedua kelompok (sebanding atau tidak), perbandingan jumlah subjek yang mengalami efek samping, kemungkinan bias pada penilaian respons dan sebagainya. 10. Types of Data SKALA VARIABEL Kategorikal Nominal Bukan peringkat Golongan darah, jenis SIFAT CONTOH

kelamin, agama, suku, hidupmati, sembuh-tidak sembuh Ordinal Peringkat dengan interval Derajat penyakit (mildstatus

yang tidak dapat diukur

moderate-severe), ekonomi-sosial

Numerik Interval Peringkat dengan interval Suhu tubuh, tekanan koefisien darah,

yang dapat diukur, namun inteligensi, tidak memiliki titik 0 alamiah Rasio heart rate

Sama dengan skala interval, Penghasilan, namun alamiah memiliki titik 0 kadar ureum

berat

badan,

Kontinu Diskret

Mempunyai nilai desimal Tidak memiliki nilai desimal

Kadar ureum, berat badan Jumlah anak, jumlah tulang yang fraktur

11. Ethical Issue

Setiap uji klinik perlu memegang prinsip-prinsip dasar etika penelitian yang secara garis besar menjamin bahwa segi kesehatan dan keselamatan pasien akan menjadi pertimbangan dan perhatian utama peneliti. Dengan kata lain, tujuan uji klinik lebih diutamakan bagi kepentingan pasien daripada sekedar uji coba obat. Contoh guideline internasional dan nasional dalam uji klinis : a. WHO Guidelines on Good Clinical Trial Practices (WHO-GCP). b. ICH (International Conference of Harmonisation on Good Clinical Practice (ICH-GCP).

Laporan uji klinik antara lain mencakup hal-hal berikut: a. Protokol uji klinik yang diusulkan telah mendapat ijin kelaikan etik (ethical clearance) dari komisi etik b. Menjamin kebebasan pasien untuk ikut serta secara sukarela atau menolak atau berhenti sewaktu-waktu dari penelitian. c. Menjamin kesehatan dan keselamatan pasien sejak awal, selama dan sesudah penelitian. d. Keikutsertaan pasien dalam uji klinik harus dinyatakan secara tertulis (written-informed consent). e. Menjamin kerahasiaan identitas dan segala informasi yang diperoleh dari pasien. 12. Conclusion of Study Kesimpulan dari laporan harus didukung dengan temuan-temuan yang didapat selama penelitian. Banyak sekali penelitian yang kesimpulannya melenceng jauh dari data yang didapat.

Horee . . Akhirnya selesai. \(`)/ Mohon maaf kalo banyak kesalahan. Week 4 sudah berlaluu . . Siap-siap buat ujian block. Gak kerasa gak sampe 1,5 tahun lagi uda mau koas. Apakah sudah siap teman-teman menghadapi pasien?

You might also like