You are on page 1of 61

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty Interpretasi Pemeriksaan Darah Lengkap uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui Pada Berbagai Penyakit opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf

ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl zxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcv bnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw


Patologi Klinik 4/13/2012 CARDIO 11

INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA DHF (Dengue Haemorhagic Fever) I. Definisi Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan viruss dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diastesis hemoragik. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

II.

Etiologi Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe

bersangkutan, tapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.

III.

Patofisiologi Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virusantibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran

gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien

CARDIO 11

mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1. Supresi sumsum tulang 2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit

IV.

Diagnosis Klinis Berdasarkan kriteria WHO 1997 untuk menegakkan diagnosis DHF adalah:
o

Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari kemudian turun biasanya bifasik disertai gejala tidak spesifik seperti anorexia, lemah dan nyeri.

Terdapat minimal 1 Manifestasi perdarahan diantaranya uji torniquet positif , ptechiae,ekimosis, epistaksis, hematemesis melena

o o

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm3 Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma diantaranya kenaikan hematokrit lebih dari 20% dari normal, tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites.

Laboratorium Trombositopenia (<100.000/mm3) dan Hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal).

V.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transscriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat inii tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM maupun IgG. Parameter laboratoris dalam hal ini dispesifikkan kepada Pemeriksaan Darah Lengkap, yang dapat diperiksa antara lain: a. Leukosit (differential count) Nilai normal hitung jenis:

CARDIO 11

Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3) Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3) Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3) Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3) Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3) Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

Dapat normal atau menurun, Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leuoksit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB)> 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.

b. Leukosit (hitung total) Nilai normal 4500-10000 sel/mm3. Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya Dengue haemorhagic fever (DHF) dan dengue lainnya).

c. Trombosit Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000450.000 sel/mm. Umumnya terdapat trombositopenia (penurunan trombosit) pada hari ke-3 sampai 8. Jumlah trombosit mengalami penurunan atau trombositopenia dimana menurut kriteria WHO jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3 keadaan ini diakibatkan karena abnormalitas fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi seperti proteombin dan fibrinogen yang merupakan faktor penyebab perdarahan hebat.

d. Hematokrit/ Hct (PCV) Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%. Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai CARDIO 11

pada hari ke-3 demam. Hematokrit mengalami peningkatan lebih dari 20 % dikarenakan peningkatan permeabilitas dinding kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma dari intravaskular ke extravaskular yang berujung pada keadaan hipovolemia pada penderita DHF.

e. Hemoglobin Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL. Pada penderita DHF, terjadi peningkatan hemoglobin akibat meningkatnya jumlah produksi sel darah merah atau polisitemia sekunder.

f. Laju Endap Darah Nilai normal dewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama Nilai normal lansia pria <20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama Nilai normal wanita hamil 18-70 mm/jam pertama. Pada penderita DHF laju endap darah juga meningkat., karena fase pengendapan yang terjadi cukup cepat.

g. Eritrosit Nilai normal dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3. Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle cell. Dimana juga salah satu parameter DHF, karena pada DHF terjadi polisitemia sekunder.

h. Retikulosit Jumlah normal retikulosit dalam darah tepi antara - 1%. Mencerminkan keaktifan sumu-sum tulang belakang. Pada penderita DHF, ditemukan peningkatan jumlah retikulosit.

CARDIO 11

i. Evaluasi Hapusan Darah Tepi Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara membuat sediaan apus darah tepi sehingga seringkali disebut pemeriksaan sediaan apus darah tepi (SDAT), yaitu untuk menilai unsur-unsur sel darah tepi seperti erotrosit, leukosit, trombosit dan mencari adanya parasit.Pemeriksaan dihitung jenis ini dilakukan untuk menentukan jumlah relatif masingmasingdari jenis sel darah putih yang ada didalam darah. Pada saat yang sama, pemeriksaan pada seleritrosit, sel leukosit dan trombosit juga dilakukan. Pada keadaan sakit, jenis sel leukosit tertentu menunjukkan angka yang tinggi dari normal. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi biasanya terjadi limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru ( muncul biasanya hari ke 3). Adanya peningkatan jumlah dan persentase

retikulosit trombosit pada pemeriksaan preparat darah apus pasien DBD. Retikulosit trombosit ialah trombosit yang mengandung peningkatan kadar RNA, sebagaimana pada retikulosit eritrosit.

Selain pemeriksaan darah lengkap, ada suatu pemeriksaan yang sangat umum digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis DHF, yaitu: Pemeriksaan Rumple Leede Salah satu pemeriksaan yang paling mudah dan cepat, serta bisa dilakukan oleh semuatenaga medis yaitu dengan pemeriksaan rumple leed (torniqute). Pemeriksaan dilakukan denganmenahan tekanan manset atau tensi sebesar setengah dari jumlah tekanan sistol dan tekanandiastol. Sistole adalah bunyi yang pertama terdengar, diastole adalah bunyi yang menghilangdiantara bunyi yang berdetak cepat, atau dapat pula dikatakan bunyi yang terakhir didengar.Kemudian tekanan manset tersebut dipertahankan selama sepuluh menit. Pemeriksaandinyatakan positif bila ditemukan perdarahan atau petechiae sebanyak 10 buah dalam waktu 10menit. Pemerikssan dinyatakan negatif bila dalam waktu 10 menit tidak timbul petechiae padaarea

CARDIO 11

pembacaan, atau timbul petechiae kurang dari 10 buah. Pemeriksaan dinyatakan normal biladalam waktu 10 menit tidak timbul petechiae, atau timbul petechiae kurang dari 5 buah.Bila hasil pemeriksaan dinyatakan positif, orang yang diperiksa kemungkinan terjadigangguan vaskuler maupun trombolik. Adanya gangguan ini dapat menimbulkan penyakit ataukeluhan tertentu, antara lain penyakit arteri koroner yang berat, gumpalan kecil dari trombosit bisa menyumbat arteri yang sebelumnya telah menyempit dan memutuskan aliran darah ke jantung, sehingga terjadi serangan jantung. Keluhan lain yaitu, mudahnya timbul memar padakulit. Seseorang bisa mudah memar karena kapiler yang rapuh di dalam kulit. Setiap pembuluhdarah kecil ini robek maka sejumlah kecil darah akan merembes dan menimbulkan bintikbintik merah di kulit (peteki) atau cemar ungu kebiruan (purpura).

VI.

Kesimpulan Sebenarnya, pada penegakkan diagnosis DHF, laboratoris singkat cukup dengan melihat adanya Trombositopenia (<100.000/mm3) dan Hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal). Dua gejala klinis (menurut WHO) pertama ditambah satu gejala laboratoris cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD. Berikut tabel kesimpulan interpretasi pemeriksaan darahh lengkap pada DHF(dewasa):

Pemeriksaan

Normal

DHF Limfositosis relatif (>45% dari total leuoksit) <4500 sel/mm3

Leukosit (differential count) Limfosit 25-35% 4500-10000 sel/mm3

Leukosit (hitung total)

CARDIO 11

Trombosit

150.000-400.000 sel/mm3

<100.000 sel/mm3 20%

Hematokrit/ Hct (PCV)

Pria 40-54% Wanita 37-47%

Hemoglobin

Pria 13.5-18.0 gram/dL Wanita 12-16 gram/dL

Lebih dari normal

Laju Endap Darah

Pria <15 mm/jam pertama Wanita <20 mm/jam pertama Pria 4.5-6.2 juta sel/mm3 Wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3

Lebih dari normal

Eritrosit

Lebih dari normal

Retikulosit

- 1%

Lebih dari normal

Evaluasi Hapusan Darah Jumlah sesuai Tepi

Limfositosis

relatif

disertai

gambaran limfosit plasma biru (hari ke-3) Retikulosit trombosit meningkat

CARDIO 11

INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA ANEMIA DEFISIENSI Fe

Pemeriksaan Darah Lengkap meliputi : - Hemoglobin - Eritrosit - Hematokrit/Hct ( PCV ) - Retikulosit - Laju Endap Darah - Trombosit - Lekosit dan hitung jenisnya (differential count) - Evaluasi hapusan darah tepi

Manfaat Pemeriksaan Darah lengkap : Membantu dx Cermin reaksi tubuh terhadap proses patologis Follow up tx (misalnya anemia, infeksi)

Sampel yang digunakan: Darah kapiler tanpa antikoagulansia Dan atau darah vena dengan antikoagulansia (EDTA)

Anemia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika darah Anda tidak memiliki cukup sel darah merah yang sehat. Sel-sel ini adalah transporter utama oksigen ke organ. Jika sel darah merah juga kekurangan hemoglobin, maka tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen. Gejala anemia seperti kelelahan terjadi karena organ tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk berfungsi dengan baik. Anemia merupakan turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam darah. Kehilangan darah merupakan penyebab utama anemia, perusakan sel darah merah atau kekurangan produksi sel darah merah yang lebih cepat dari normal. Kondisi tersebut disebabkan karena: Konsumsi makan-makanan yang banyak mengandung zat besi sangat kurang, vitamin B12, asam folat, vitamin C serta kurangnya unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.

CARDIO 11

Kekurangan zat besi merupakan faktor penting yang menjadi penyebab terjadinya anemia. Prosentase kekurangan zat besi yaitu sekitar 20% wanita, 50% wanita hamil dan 3% pria kekurangan zat besi. Vitamin B12 adalah jenis vitamin yang hanya ditemui pada makanan hewani (daging, ikan, telur, susu). Penyebab Anda kekurangan vitamin B12 dikarenakan tidak mengkonsumsi daging atau vegetarian. Sebagian besar orang non vegetarian tidak ada yang kekurangan viatamin B12 ini karena cadangannya cukup untuk produksi sel darah sampai lima tahun. Pada banyak makanan banyak tersedia asam folat, tetapi paling banyak ditemui pada sayuran hijau mentah dan hati. Darah yang dikeluarkan pada menstruasi berlebihan, sangat rawan sekali wanita yang sedang mengalami menstruasi terkena anemia karena darah yang dikeluarkan terlalu banyak sehingga menyebabkan kekurangan zat besi dan dia tidak memiliki banyak persedian zat besi. Rawan terkena anemia bagi wanita yang sedang hamil karena janin menyerap nutrisi dan zat besi untuk pertumbuhannya. disamping itu, saat kehamilan volume darah akan naik sehingga sel darah juga lebih sedikit jika dibandingkan dengan volumenya. Penyakit tertentu seperti maag, radang usus buntu, ambien dll dapat menyebabkan anemia karena penyakit ini yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran pencernaan meskipun jumlahnya sedikit. Pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi) pada operasi dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12. Penyakit yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah seperti penyakit radang kronis seperti lupus, artritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker, dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia. Untuk diagnosis pasti dan penyebabnya dapat dilakukan pemeriksaan darah di laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap yaitu pemeriksaan pada darah manusia yang dilakukan untuk menghitung seluruh komponen pembentuk darah. Saat ini sudah digunakan mesin khusus untuk mengecek pemeriksaan darah lengkap. Komponen pembentuk darah antara lain: Sel darah merah (RBC). Hematokrit. Hemoglobin. Sel darah putih (WBC).

CARDIO 11

Komponen sel darah putih. Trombosit/Platelet. Yang berperan paling penting dalam indikator seseorang menderita anemia defisiensi Fe adalah Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) Darah. Kadar Normal Hb Darah meliputi Dewasa Laki-laki Dewasa Perempuan Bayi : 13,4 17,7 gr/dL : 11,4 15,1 gr/dL : 16,5 3 gr/dL :

Jadi,jika hasil pemeriksaan Hb seseorang menunjukkan nilai di bawah standar nilai pemeriksaan Hb tersebut,maka hal ini menjadi indikator bahwa orang tersebut menderita anemia defisiensi Fe.

CARDIO 11

10

INTERPRETASI PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA TYPHUS ABDOMINALIS PENJELASAN Definisi Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Patofisiologi Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan. Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini berkembang. Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam.

CARDIO 11

11

Diagnosa Medis Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu : a.Diagnosis klinik Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala klinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.

CARDIO 11

12

b. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positip dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sumsum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positip pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella thypi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.

c.Diagnosis serologic Uji Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uij Widal adalah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid. Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang waktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut : a. Titer O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut b. Titer H yang tinggi ( > 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi c. Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

CARDIO 11

13

Reaksi widal (+), Titer zat anti terhadap antigen O >1/160 atau 1/200. d. Uji ini untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri Salmonella Thypi. UJi ini dimaksudkan juga untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderitanya. Akibatnya ada infeksi oleh Salmonella Typhi maka penderita membuat antibody (aglutinin) yaitu : Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri. Dari ketiga agglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal antara lain : 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Penderita a. Keadaan umum gizi penderita Gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi. b. Waktu pemeriksaan selama perjalanan penyakit Aglutinin baru dijumnpai dalam darah setelah penderita mengalami sakit selama satu minggu dan mencapai puncaknya pada minggu kelima atau keenam sakit. c. Pengobatan dini dengan antibiotik Pemberian antibiotik dengan obat antimikroba dapat menghambat pembentukan antibodi. d. Penyakit-penyakit tertentu Pada beberapa penyakit yang menyertai demam tifoid tidak terjadi pembentukan antibodi, misalnya pada penderita leukemia dan karsinoma lanjut. e. Pemakaian obat imunosupresif atau kortikosteroid dapat menghambat pembentukan antibodi.

CARDIO 11

14

f. Vaksinasi Pada orang yang divaksinasi demam tifoid, titer aglutinin O dan H meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh karena itu titer aglutinin H pada seseorang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik. g. Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya Keadaan ini dapat menyebabkan uji Widal positif, walaupun titer aglutininnya rendah. Di daerah endemik demam tifoid dapat dijumpai aglutinin pada orang-orang yang sehat.

2. Faktor-faktor teknis a) Aglutinasi silang Karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama, maka reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat juga menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies lain. Oleh karena itu spesies Salmonella penyebab infeksi tidak dapat ditentukan dengan uji widal. b) Konsentrasi suspensi antigen Konsentrasi suspensi antigen yang digunakan pada uji widal akan mempengaruhi hasilnya. c) Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen d) Daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik daripada suspensi antigen dari strain lain. Uji Enzym-Linked Immunosorbent Assay (ELISA):
a. Uji ELISA untuk melacak antibodi terhadap antigen Salmonella typhi

belakangan ini mulai dipakai. Prinsip dasar uji ELISA yang dipakai umumnya uji ELISA tidak langsung. Antibodi yang dilacak dengan uji ELISA ini tergantung dari jenis antigen yang dipakai.
b. Uji ELISA untuk melacak Salmonella typhi

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat. Uji ELISA yang sering dipakai untuk

CARDIO 11

15

melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA. Pencegahan sekunder dapat berupa : 1. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha surveilans demam tifoid. 2. Perawatan umum dan nutrisi
c. Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya

dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas perawatan.
d. Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk

mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita. Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet. Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa. e.. Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat. Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.

CARDIO 11

16

INTERPRETASI PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA ANEMIA APLASIA Anemia aplastik merupakan suatu gangguan yang mengancam jiwa pada sel induk di sumsum tulang, yang sel-sel darahnya diproduksi dalm jumlah yang tidak mencukupi. Anemia aplastik dapat congenital, idiopatik (penyebabnya tidak diketahui) atau sekunder akibat penyebab industri atau virus (Hoffbrand,Pettit,1993). Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia (kekurangan semua jenis darah). Secara morfologis, SDM terlihat normositik dan normokrimik, jumlah retikulosit rendah atau tidak ada, dan biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan jaringan lemak. Pada sumsum tulang tidak dijumpai sel-sel abnormal. Anemia aplastik idiopatik diyakini dimediasi secara imunologis, dengan T limfosit pasien menekan sel-sel induk hematopoietic. Pada stadium awal anemia aplastik, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik dapat diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat (table 1). Table 1. KLASIFIKASI ANEMIA

APLASTIK Klasifikasi Anemia aplastik berat Selularitas sumsum tulang Sitopenia sedikitnya dua dari tiga seri sel darah <25% Hitung neutrofil <500/mm3 Hitung trombosit <20.000/mm3 Hitung <60.000/mm Anemia aplastik sangat berat <200/mm3 Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposelular namun sitopenia tidak memenuhi criteria berat. retikulosit
3

kriteria

absolute

Sama seperti diatas kecuali hitung neutrofil

CARDIO 11

17

Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkolerasi dengan derajat keparahan sitopenia ketimbang selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat mencapai 80%; infeksi jamur dan sepsis bacterial merupakan penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian besar tidak membutuhkan terapi. Jumlah trombosit pada penderita anemia aplastik berkurang secara kuantitas sedang secara kualitas normal. Perubahan kualitatif morfologi yang signifikan dari eritrosit , leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia aplastik yang di dapat ( acquired a plastic anemia ). Pada beberapa keadaan , pada mulanya hanya produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegkariositik

trombositopenia. Pada pasien seperti ini ,produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan . Untuk Laju endap darah biasanya meningkat. Ditemukan bahwa 62 dari 70 kasus (89%) mempunyai laju endap darah lebih dari 100mm dalam jam pertama. Plasma darah penderita biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.

CARDIO 11

18

INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA PENDERITA TUBERCOLUSIS Tuberkolosis adalah penyakit infeksi paru yang disebabkan oleh kuman kelompok Mycobacterim tuberculosis. WHO pada tahun 1990 menyatakan bahwa sekitar 1760 juta orang (1/3 penduduk dunia) yang terinfeksi kuman tuberkulosis. Di negara berkembang tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat. Tb merupakan penyebab utama kematian nomor 2 di Indonesia. Cara penularan penyakit ini melalui droplet yang dikeluarkan oleh penderita TB yang dalam udara yang dapat bertahan dalam suhu kamar (25-30o). Orang dapat terinfeksi apabaila droplet tersebut terhirup dalam saluran pernapasan. Mycobacterim tuberculosis akan mati saat kuman ini terpapar cahaya matahari. Pemeriksaan darah lengkap itu meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, LED (Laju Endap Darah) dan diffcount. Pada penderita tubercolusis, pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Tapi tidak semua hasil dari pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan seseorang terserang penyakit tubercolusis. Hasil pemeriksaan yang dapat menunjukkan seseorang terserang tubercolusis adalah LED dan diffcount, meskipun pemeriksaan ini tidak sepenuhnya bisa menggambarkan bahwa seseorang terinfeksi Mycobacterim tuberculosis. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin terutama LED. Sebagian besar kasus kadar LED meningkat pada penderita TB paru. Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Pemeriksaan kadar limfositpun kurang spesifik. Laju endap darah terutama mencerminkan perubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif. Peningkatan laju endap darah merupakan respons yang tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan dan

CARDIO 11

19

merupakan petunjuk adanya penyakit. Bila dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju endap darah yang cepat menunjukkan suatau lesi yang aktif, peningkatan laju endap darah dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan laju endap darah yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. Netrofil juga merupakan salah satu indikator yang peka terhadap infeksi. Banyak faktor yang mempengaruhi respons netrofil terhadap infeksi, seperti penyebab infeksi, virulensi kuman, respons penderita, luas peradangan dan pengobatan. Infeksi oleh bakteri seperti Streptococcus hemolyticus dan Diplococcus pneumonine menyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan infeksi oleh Salmonella typhosa dan Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan netrofilia. Pada anak-anak netrofilia biasanya lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada penderita yang lemah, respons terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertai netrofilia. Derajat netrofilia sebanding dengan luasnya jaringan yang meradang karena jaringan nekrotik akan melepaskan leukocyte promoting substance sehingga abses yang luas akan menimbulkan netrofilia lebih berat daripada bakteremia yang ringan. Pemberian adrenocorticotrophic hormone (ACTH) pada orang normal akan menimbulkan netrofilia tetapi pada penderita infeksi berat tidak dijumpai netrofilia. Dalam infeksi Mycobacterim tuberculosis, selain LED dan netrofil yang menjadi indikator, ada juga perbandingan monosit dan limfosit. Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih dari 750/l pada anak dan lebih dari 800/l darah pada orang dewasa. Monositosis dijumpai pada penyakit mieloproliferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia mielomonositik akut; penyakit kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis; serta pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa maupun jamur. Perbandingan antara monosit dan limfosit mempunyai arti prognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan normal dan tuberkulosis inaktif, perbandingan antara jumlah monosit dengan limfosit lebih kecil atau sama dengan 1/3, tetapi pada tuberkulosis aktif dan menyebar, perbandingan tersebut lebih besar dari 1/3.

CARDIO 11

20

Jadi kesimpulannya dari pemeriksaan darah lengkap untuk penyakit Tubekolosis yang dapat dijadikan indikator antara lain LED, netrofil, dan perbandingan limfosit dan monosit. Dari semua indikator hasil pemeriksaan darah lengkap untuk infeksi Mycobacterim tuberculosis yang paling mendekati bahwa terjadi infeksi bakteri tersebut adalah perbandingan anatara monosit dan limfosit.

CARDIO 11

21

INTERPRETASI PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA NEONATUS Manfaat dan Interpretasi Hasil Laboratorium Hematologi Pada Anak Laboratorium klinik atau laboratorium medis ialah laboratorium di mana berbagai macam tes dilakukan pada spesimen biologis untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan pasien. Hematologi menerima keseluruhan darah dan plasma. Mereka melakukan penghitungan darah dan selaput darah. Pemeriksaan hematologi Rutin atau darah rutin pada anak meliputi 6 jenis pemeriksaan; yaitu Hemoglobin / Haemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht/PCV), Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count), hitung jenis (differential count), Hitung trombosit / platelet count, Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan Hitung eritrosit. MANFAAT PEMERIKSAAN LABORATORIUM HEMATOLOGI ANAK

Hematologi Rutin (CBC) Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan dengan menentukan jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi rutin meliputi pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit, trombosit, hematokrit, dan nilai-nilai MC. Tidak diperlukan persiapan khusus sebelumnya. Manfaat pemeriksaan untuk mengevaluasi anemia, leukemia, reaksi inflamasi dan infeksi, karakteristik sel darah perifer, tingkat hidrasi dan dehidrasi, polisitemia, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan menentukan perlu atau tidaknya kemoterapi.

Hematokrit (PCV) Pemeriksaan hematokrit menggambarkan perbandingan persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan trombosit terhadap volume seluruh darah atau konsentrasi (%) eritrosit dalam 100mL/dL keselurahan darah. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan eritrosit. Kenaikan nilai hematokrit berarti konsentrasi darah semakin kental, dan diperkirakan banyak plasma darah yang keluar dari pembuluh darah hingga berlanjut pada kondisi syok hipovolemik sperti pada

CARDIO 11

22

kasus DBD dan gangguan dehidrasi. Penurunan hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah akut, anemia, leukemia, dan kondisi lainnya.

Eritrosit. Pemeriksaan eritrosit dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan sel darah merah yang berfungsi sebagai alat transport utama yang membawa oksigen. Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari. Setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit sebesar 1% dari seluruh jumlah eritrosit yang ada dan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit oleh sumsum tulang. Bila tingkat kerusakan sel eritrosit lebih cepat (umur eritrosit lebih pendek) dari kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit (disebut proses hemolisis), maka akan menimbulkan kondisi anemia. Evaluasi anemia dan polisitemia, serta deteksi kelainan sel darah merah lainnya seperti pada kondisi leukemia, demam rematik, hemorrhage, infeksi kronik dan sebagainya

Retikulosit Pemeriksaan hitung retikulosit dilakukan untuk mengukur jumlah sel darah merah muda dalam volume darah tertentu. Pada kondisi normal, jumlah retikulosit mencapai 1% dari total jumlah sel darah merah. Peningkatan pembentukan retikulosit merupakan respon sumsum tulang terhadap kondisi tubuh yang memerlukan lebih banyak sel darah merah seperti yang terjadi pada kondisi anemia. Dengan demikian, pemeriksaan ini merupakan penilaian terhadap fungsi sumsum tulang. Evaluasi aktivitas eritropoetik yang dapat menunjukkan kondisi anemia hemolitik dan perdarahan; dan menentukan terapi pada berbagai kondisi anemia. Hitung rekulosit rendah berkaitan dengan derajat anemia.

Analisa Hb (HPLC) HPLCmerupakan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif untuk HbA2 dan HbF (%), serta pemeriksaan untuk mendeteksi hemoglobin yang abnormal (Hb

CARDIO 11

23

variant) secara kualitatif (adanya S window, D window, C window). Manfaat pemeriksaan untuk endeteksi anemia mikrositik, dan hemoglobinopati seperti thalassemia beta trait. Waktu Pembekuan Pemeriksaan untuk skrining yang digunakan untuk mengetahui capillary function, jumlah platelet dan kemampuan platelet menempel pada dinding pembuluh darah. Manfaat pemeriksaan untuk mengvaluasi sistem pembekuan darah dan pemantauan terapi heparin.

Waktu trombin Pemeriksaan waktu trombin dapat digunakan untuk pemantauan terapi dengan heparin. Manfaat pemeriksaan untuk menentukan hipofibrinogenemia yang parah, disfibrinogenemia, dan adanya heparin seperti antikoagulan; memantau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), fibrinolisis, terapi fibrinolitik dan heparin.

Nilai Normal Hasil Laboratorium Hematologi Anak Hematologi dalam hasil laboratorium menunjukkan hasil uji terhadap sampel darah. Jenis pemeriksaan hematologi antara lain: Jenis pemeriksaan satuan nilai Normal

Hematologi rutin (Hb, Lk, hitung jenis, Trb, LED) Leukosit (WBC) Hemoglobin Trombosit (PLT)) LED (ESR) (Westergren) ribu/L g/dL ribu/L mm/l jam 5-10 P 12-15 150-400 P<20

CARDIO 11

24

Hitung jenis leukosit


% % % % % % %

0-1 1-3 2-6 50-70 20-40 2-8 P 37-43

Basofil Eusinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Hematokrit

Masa pendarahan Masa pembekuan Masa tromboplastin

menit menit

1-6 10-15

detik detik

30,3 41,1 30,3 41,1

P K

Fibrinogen

mg/dL mg/dL

200-400 200-400

P K

D-dimer

ng/mL

< 300

Analisa dan Interpretasi hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Anak 1. Hemoglobin (Hb) o Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL, neonatus 14-27 gram/dL. Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-16 gram/dL, wanita hamil 10-15 gram/dL o Interpretasi Hasil :

CARDIO 11

25

Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi. Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis, leukemia leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat (vegan). Dari obat-obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin, primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.

Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD (bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis, polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari obatobatan: metildopa dan gentamisin. 2. Hematokrit

o Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, bayi kurang 1 bulan atau neonatus 40-68% Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita hamil 3046% o Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah. Secara kasar, hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin. o Interpretasi Hasil :

Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka bakar, dehidrasi / diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht >60%.

Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung, perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya adalah Ht <15%. 3. Leukosit (Hitung total)

o Nilai normal 4500-10000 sel/mm3 o Nilai normal bayi di bawah 1 bulan atau Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi sampai balita rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm3, ibu hamil ratarata 6000-17000 sel/mm3, postpartum 9700-25700 sel/mm3 o Interpretasi Hasil: Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit, dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis

CARDIO 11

26

yaitu:

Anemia hemolitik Sirosis hati dengan nekrosis Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga) Keracunan berbagai macam zat Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan sulfonamid.

o Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis, anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue), keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis), dan beberapa antibiotik lainnya. Leukosit (hitung jenis) o Nilai normal hitung jenis

Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3) Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3) Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3) Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3) Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3) Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

o Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat. o Interpretasi Hasil :

Shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia

CARDIO 11

27

perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.

Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

4. Trombosit o Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3. o Interpretasi Hasil :

Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang bahaya pada <30.000 sel/mm3.

Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.

5. Laju endap darah o Nilai normal anak <10 mm/jam pertama o Nilai normal dewasa pria<15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama Nilai normal lansia pria<20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama Nilai normal wanita hamil 18-70 mm/jam pertama o Interpretasi Hasil :

LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit keganasan.

LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan poikilositosis.

6. Hitung eritrosit o Nilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3. Nilai normal dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3. o Interpretasi Hasil:

CARDIO 11

28

Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle cell.

o Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia, kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus, konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam mefenamat) 7. G6PD NEONATUS o Pemeriksaan G6PD merupakan pengukuran konsentrasi G6PD dalam darah. G6PD adalah suatu enzim yang berperan dalam proses pembentukan dan perombakan sel darah merah dan pencegahan hemolisis pada eritrosit. Kelainan enzim G6PD menyebabkan proses pembentukan dan perombakan sel darah merah menjadi tidak normal dan mudah pecah (hemolitik). Hemolisis yang disebabkan defisiensi G6PD dapat terulang menjadi infeksi virus atau bakteri akut dan kelainan metabolik seperti asidosis. Defisiensi G6PD dapat mengakibatkan destruksi berlebihan. o Manfaat Pemeriksaan: Deteksi kemungkinan adanya defisiensi G6PD pada bayi baru lahir. o Persyaratan & Jenis Sampel: Darah, darah heparin tumit bayi (heel prick), usia bayi lihat catatan. o Lihat pedoman pengambilan sampel spesimen dengan skin puncture (PN-OPRPST-SKINP). o Stabilitas Sampel: 2 - 8 C = 3 minggu (di kertas saring) o Persiapan Pasien: Tidak untuk bayi yang menerima tranfusi darah o Metode: Kolorimetrik Nilai Rujukan:> 3,6 U/g Hb Hitung Darah Normal Jika dilakukan pemeriksaan kadar Hb pada tali pusat, kadar Hb normal bervariasi antara 16,5 17,1 gr/dl dan dipengaruhi oleh waktu pemasangan klem pada tali pusat. Hitung retikulosit awalnya tinggi (2-6 %) tetapi turun hingga di bawah 0,5 5 pada usia 1 minggu dan disertai penurunan kadar Hb sampai sekitar 10 11 gr/dl pada usia 8 minggu hingga pada usia 6 bulan didaptkan kadar Hb 12,5 gr/dl. Dalam sediaan hapusan darah, ditemukan eritrosit berinti pada 4 hari pertama dan sampai usia 1 minggu pada bayi prematur. Jumlah eritrosit yang berinti tersebut akan CARDIO 11

29

meningkat pada bayi dengan kasus hipoksia, perdarahan, atau penyakit hemolitik pada neonatus. Anemia pada neonatus Penyebab anemia pada neonatus : Perdarahan fetomartenal, kembar-kembar, tali pusat, plasenta Destruksi meningkat hemolisis karena imun atau non imun atau infeksi Produksi sel darah/ hemopoesis menurun aplasia eritrosit kongenital, infeksi Umumnya anemia pada neonatus akibat hemolisis imun atau perdarahan dengan penyebab hemolisis non imun yang terjadi dalam waktu 24 jam. Gangguan produksi eritrosit biasanya tidak tampak selam sedikitnya 3 minggu. Hemolisis sering disertai ikterus berat dan penyebabnya HDN (hemolytic disease of the newborn) atau kelainan kongenital membran atau metabolisme eritrosit. Transfusi eritrosit mungkin diperlukan pada anemia simtomatik dengan Hb < 10,5 gram/dl.

Penyakit Hemolitik pada Neonatus (HDN) HDN adalah penyakit akibat lewatnya antibodi IgG dari sirkulasi ibu melalui plasenta ke dalam sirkulasi fetus di mana antibodi tersebut bereaksi dengan eritrosit janin dan menyebabkan penghancurannya oleh sistem retikuloendotel janin. Penyebab terseringnya adalah antibodi imun sistem ABO. HDN Rhesus Gambaran Klinis Penyakit berat kematian intrauterin kaibat hidrops fetalis Penyakit sedang neonatus dengan anemia berat dan ikterus dengan menunjukkan tanda-tanda takikardia, edema, pucat, hepatosplenomegali. Penyakit ringan anemia ringan dengan atau tanpa ikterus

CARDIO 11

30

Temuan laboratorium saat lahir Darah tali pusat. Anemia bervariasi (hemoglobin <16 g/dl) dengan hitung retikulosit yang tinggi. Bayi Rh D-positif, uji antiglobulin direk positif, dan bilirubin serum meningkat. Pada kasus sedang dan berat, banyak eritoblas yang ditemukan pada sediaan hapusan darah. Ibu Rh D-negatif dengan kadar anti-d plasma yang tinggi.

Pengobatan Transfusi tukar mungkin perlu diberikan dengan indikasi : 1. Gambaran klinis pucat, ikterus, dan tanda-tanda gagal jantung yang jelas 2. Temuan laboratorium hemoglobin <14 g/dl dengan uji antiglobulin direk yang positif, bilirubin serum tali pusat > 60mol/l atau bilirubin serum bayi > 300mol/l. Bayi prematur lebih rantan mengalami kernikterus dan harus diberi transfusi tukar pada kadar bilirubin >200mol/l

CARDIO 11

31

Intrepetasi Darah Lengkap Anemia Pernisiosa

Pada tubuh kita terdapat tindakan- tindakan pengontrolan darah dalam pengangkutan O2. Meskipun begitu dalam pengangkutan O2 tidak selalu dapat di pertahankan untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Kata anemia mampu menunjukkan kemampuan darah untuk mengangkut O2 di bawah normal. Dan hal ini dapat di tandai oleh hematokrit yang rendah, penurunan laju eritropoiesis, kehilangan eritrosit dalam jumlah besar, ataupun defisiensi kadar hemoglobin (Hb). Pada Kasus Anemia pernisiosa, ini merupakan akibat dari gangguan produksi dan pematangan sel darah merah. Penyebab pematangan sel darah merah yang terganggu adalah karena adanya kegagalan untuk mengasorbsi vitamin B12 pada traktus gastrointestinal. Biasanya hal ini di dasari dengan kelainan berupa atrofi mukosa lambung, yang gagal menghasilkan sekret lambung normal. Sel-sel parietal pada kelenjar lambung menyekresi glikoprotein yang disebut factor intrinsik, yang bergabung dengan vitamin B12 dari makanan, sehingga B12 dapat di absorbs oleh usus halus. Hal tersebut dapat terjadi dengan proses: (1) Faktor intrinsic berikatan erat dengan vitamin B12 dan terlindungi dari pencernaan oleh secret gastrointestinal. (2) ikatan tadi akan berikatan dengan reseptor khsuus yang terletak di brush border membrane mukosa di ilium. (3) kemudian Vitamin B12 diangkut ke dalam darah selama beberapa jam berikutnya melalui proses pinositosis, yang mengangkut factor intrinsic bersama vitamin melewati membrane. (4) setelah terabsorbsi maka vitamin ini akan di simpan dalam jumlah besar di hati yang kemudian di lepasakan secara perlahan sesuai kebutuhan sumsum tulang untuk pematangan sel darah merah. Oleh karena itu, kekurangan factor intrinsic akan menyebabkan kurangnya ketersediaan vitamin B12 yang berakibat terganggunya proses pematangan sel darah merah. Jumlah minimum vitamin B12 yang harus di konsumsi agar pematangan sel darah merah tetap normal adalah 1-3 mikogram. Dan yang disimpan di hati dan jaringan tubuh lainnya kira-kira 1000 kali jumlah ini. Jadi, untuk menimbulkan anemia akibat kegagalan pematangan sel darah merah akibata gangguan absorbs vitamin B12 selama 3-4 tahun. Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan vitamin

CARDIO 11

32

B12 adalah pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin B1, penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn),pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12 diserap,vegetarian. Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kesemutan di tangan dan kaki, hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan,pergerakan yang kaku. Gejala lainnya adalah buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan biru, luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar,penurunan berat bada,warna kulit menjadi lebih gelap,linglung,depresi, dan penurunan fungsi intelektual. Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin untuk anemia. Pada contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop, tampak megaloblas (sel darah merah berukuran besar). Juga dapat dilihat perubahan sel darah putih dan trombosit, terutama jika penderita telah menderita anemia dalam jangka waktu yang lama. Jika diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar vitamin B12 dalam darah. Jika sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya. Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik, Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap faktor intrinsik.

Biasanya antibodi ini ditemukan pada 60-90% penderita anemia pernisiosa. Pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu analisa lambung. Dimasukkan sebuah selang kecil (selang nasogastrik) melalui hidung, melewati tenggorokan dan masuk ke dalam lambung. Lalu disuntikkan pentagastrin (hormon yang merangasang pelepasan faktor intrinsik) ke dalam sebuah vena. Selanjutnya diambil contoh cairan lambung dan diperiksa untuk menemukan adanya faktor intrinsik. Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling.

Diberikan sejumlah kecil vitamin B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan diukur penyerapannya. Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin B12, lalu penyerapannya diukur kembali. Jika vitamin B12 diserap dengan faktor intrinsik, tetapi tidak diserap tanpa faktor intrinsik, maka diagnosisnya pasti anemia pernisiosa. Pengobatan kekurangan vitamin B 12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian vitamin B12. Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral (ditelan), karena itu diberikan melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai kadar vitamin B12 dalam darah kembali normal.

CARDIO 11

33

Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan.Penderita harus mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya. Jika penyebabnya adalah asupan yang kurang, maka anemia ini bisa dicegah melalui pola makanan yang seimbang.

CARDIO 11

34

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap Pada Penduduk Di Daerah Pegunungan


PEMBAHASAN Sebagian besar penduduk di pegunungan telah mengalami aklimatisasi sejak bayi. Ukuran dadanya sangat membesar, sedangkan ukuran tubuhnya agak mengecil sehingga rasio kapasitas ventilasi terhadap massa tubuh menjadi besar. Selain itu jantungnya juga telah terbiasa untuk memompa curah jantung dalam jumlah ekstra (lebih banyak dari penduduk dataran rendah) sejak lahir. Pengangkutan oksigen oleh darah ke jaringan juga lebih mudah oleh penduduk dataran tinggi. Perhatikan gambar berikut :

Kadar

oksigen arteri pada penduduk asli yang tinggal di tempat tinggi hanya 40 mmHg,

tetapi karena jumlah hemoglobinnya lebih banyak, maka jumlah oksigen dalam darah penduduk dataran tinggi lebih banyak daripada penduduk di dataran rendah. Kadar pada penduduk dataran tinggi hanya 15 mmHg lebih rendah daripada dataran rendah. Meskipun vena

vena penduduk

arterinya sangat rendah, ini menunjukkan bahwa pengankutan

oksigen ke jaringan sangat efektif pada penduduk dataran tinggi. Pada penduduk dataran tinggi, massa sel darah merah menjadi terlalu besar sehingga viskositas darah menjadi beberapa kali lipat, viskositas darah ini akan menurunkan aliran darah jaringan sehingga pengangkutan oksigen juga berkurang, untuk mengatasi hal ini jumlah sel darah merah dan hematokrit meningkat.

CARDIO 11

35

PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN Pada penduduk di pegunungan, massa sel darah merah menjadi terlalu besar sehingga viskositas darah menjadi beberapa kali lipat, viskositas darah ini akan menurunkan aliran darah jaringan sehingga pengangkutan oksigen juga berkurang. Untuk meningkatkan pengangkutan oksigen ke jaringan, tubuh akan meningkatkan jumlah sel darah merah. Dalam sel darah merah terdapat hemoglobin yang memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen yang akan membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru menuju jaringan-jaringan. Pada pemeriksaan hemoglobin, penduduk pegunungan memiliki kadar hemoglobin dalam jumlah besar.

PEMERIKSAAN HEMATOKRIT Hematokrit merupakan persentase volume sel darah merah dengan volume darah keseluruhan. Pada pemeriksaan hematokrit penduduk pegunungan, karena jumlah sel darah merah tinggi maka hematokrit juga tinggi.

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED) Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai LED, salah satunya adalah kadar sel darah merah yang tinggi, mengakibatkan rendahnya nilai LED. Pada penduduk di pegunungan didapatkan hasil bahwa nilai Laju Endap Darah rendah, karena jumlah sel darah merah yang tinggi.

KESIMPULAN Pada penduduk dataran tinggi, hasil pemeriksaan darah, baik pemeriksaan hemoglobin maupun hematrokit memiliki hasil yang lebih tinggi dari penduduk di dataran rendah. Sedangkan Laju Endap Darah (LED) lebih rendah.

CARDIO 11

36

INTERPRETASI PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA PEROKOK

Pemeriksaan darah lengkap menurut FK UNAIR meliputi kadar Hb, Laju Endap Darah (LED), jumlah leukosit, dan diff count dan evaluasi hapusan darah tepi. Sedangkan menurut Barbara A Brown meliputi kadar Hb, PCV atau hematokrit, jumlah leukosit, dan diff count dan evaluasi hapusan DT. Manfaat pemeriksaan darah lengkap adalah untuk membantu diagnosa, cermin reaksi tubuh terhadap proses patologis, dan follow up terapi misalnya anemia dan infeksi. Pada perokok, ketika dilakukan pemeriksaan Hb, maka hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar hemoglobin meningkat dikarenakan CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin sehingga terjadi desaturasi hemoglobin yang akan menyebabkan daya angkut oksigen berkurang. Oksigen yang berkurang akan menyebabkan hipoksia jaringan, sedangkan nikotin dapat menyebabkan pelepasan epinefrin, norepinefrin, dan ADH yang akan membuat pembuluh darah menyempit. Dengan menyempitnya pembuluh darah akan terjadi defisit suplai oksigen hingga terjadi hipoksia pada jaringan. Hipoksi jaringan yang disebabkan oleh CO dan nikotin mengakibatkan eritropoetin meningkat kemudian hemoglobin juga meningkat. Ketika dilakukan pemeriksaan hematokrit, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sel darah lebih banyak daripada plasma, karena hemoglobin yang meningkat menunjukkan jumlah eritrosit meningkat pula. Sehingga pada pemeriksaan nilainya di atas normal (pada laki-laki di atas 47 % dan wanita diatas 42 %). Karena jumlah sel darah lebih banyak dan meningkatkan viskositas maka pada pemeriksaan LED, menunjukkan bahwa nilai LED turun (di bawah 1 mm/jam). Pengaruh rokok terhadap viskositas dan kadar hemoglobin digambarkan pada diagram di bawah ini :

CARDIO 11

37

Variable bebas merokok

Carbon monoxida

nikotin

Pergantian posisi O2 di eritrosit

Pelepasan epinefrin, norepinefrin, dan ADH

Denaturasi hemoglobin

Penyempitan pembuluh darah

Daya angkut oksigen berkurang

Defisit suplai oksigen

Hipoksia jaringan arteri

Variable tergantung 1. suhu tubuh 2. polisitemia vera

erotropoietin 3. Polisitemia absolute 4. leukemia hemoglobin 5. hemoglobinopati 6. dehidrasi 7. Dengue High Fever hematokrit 8. Diare

Viskositas darah

CARDIO 11

38

Faktor-faktor Kesalahan Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap


Pemeriksaan darah lengkap memiliki beberapa manfaat, diantaranya digunakan untuk membantu diagnosis dan menjadi cermin reaksi tubuh terhadap proses patologis. Pemeriksaan darah lengkap menurut FK UNAIR terdiri dari: Pemeriksaan hemoglobin Laju Endap Darah (LED) Jumlah leukosit Diff count dan evaluasi apusan darah tepi

Sedangkan menurut Barbara A Brown, pemeriksaan darah lengkap terdiri dari: Pemeriksaan hemoglobin PVC atau hematokrit Jumlah leukosit Diff count dan evaluasi apusan darah tepi

Berikut ini adalah beberapa factor yang menyebabkan kesalahan hasil pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan Hemoglobin Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet, namun cara oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmet. Sampai saat ini baik di PUSKESMAS maupun dibeberapa Rumah sakit di negara kita masih menggunakan alat Sahli. Sering pula alat ini tidak pernah ditera. Alat ini sebenarnya sudah tidak dianjurkan lagi; apalagi untuk kepentingan klinik, survey/penelitian. Kesalahan yang ditimbulkan oleh alat ini cukup besar yaitu 20%. Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang

CARDIO 11

39

membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Di samping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman, penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan. Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode sahli ini masih memadai dan bila pemeriksaannya telat terlatih hasilnya dapat diandalkan

Bentuk-bentuk kesalahan yang lain pada pemeriksaan hemoglobin : Hasil-hasil analisa kimia kuantitatif selalu tak lupu dari kesalahan-kesalahan yang diakibatkan oleh berbagai sebab. Untuk dapat mengenal lebih baik dan menghindari kesalahan-kesalahan maka GAUSS membagi tiga kesalahan sebagai berikut : 1. Kesalahan kasar Kesalahan kasar timbul akibat kekeliruan-kekeliruan. Pada penanganan sampel, pipetasi, reageagensia, panjang gelombang pengukuran, dan lain-lain. Hasil yang diukur biasanya tidak masuk akal, misalnya konsentrasi glukosa yang negatif. Maka dari itu, kesalahn demikian pada umumnya dapat diketahui. Namun tidak dapat dilupakan kekeliruan pada sampel dapat menimbulkan akibat yang sangat fatal, misalnya pada pemeriksaan-pemeriksaan darurat. Pada umumnya kesalahan kasar dapat dihindari melalui sistem organisasi laboratoriun yang baik dan teratur. 2. Kesalahan acak Apabila kita mengukur konsentrasi suatu zat pada kondisi yang sama untuk beberapa kali dalam satu sampel, maka kita tidak akan mendapatkan hasil yang sama. Hasil-hasil yang didapat pasti berdeviasi secara sempurna, namun dapat dibatasi pada suatu angka minimum dengan cara melaksanakan pemeriksaan dengan cermat dan teliti, menggunakan reagensia dan alat-alat yang berkualitas tinggi. 3. Kesalahan sistematik Kesalahan sistematik biasanya disebabkan oleh pipet yang kurang akurat, penyimpangan dari suhu pengukuran (terutama pada penentuan aktivitas enzim), reagensia yang sudah rusak serta fotometer yang tidak akurat. Pada umumnya nilainilai yang diukur dapat dikenali dengan suatu trend (searah). Nilai-nilai tersebut terletak secara sistematik di atas atau di bawah niali yang sebenarnya (misalnya niali rujukan).

CARDIO 11

40

A. Ketelitian

Ketelitian terutama dipengaruhi oleh kesalahan acak yang tak dapat dihindari. Untuk mendapatkan hasil analsa dengan ketelitian yang baik, dibutuhkan peralatan dan reagensia yang berkualitas tinggi, pelaksanaan pemeriksaan yang cermat oleh petugas yang terampil dan terlatih. Dalam hal ini yang terpenting misalnya pemipetan yang eksak. Terutama pada teknik semi-mikro dan mikro. Apabila pipet-pipet yang digunaka tidak sesuai dan tidak akurat, maka mudah sekali menimbulkan penyimpangan- penyimpangan yang relatif besar.

B. Keakuratan/Ketepatan

Ketepatan suatu analisa terutama tergantung dari distribusi kesalahan sistematik di dalam keseluruhan tahapan dalam analisa. Oleh karena itu peningkatannya hanya dapat dicapai dengan membatasi-membatasi kesalahan sistematik. Dalam hal ini tindakan-tindakan yang perlu diambil antara lain adalah kalibrasi secara tepat dari pipet-pipet, mengusahakan ketepatan dari suatu pengukuran, pengontrolan secara kontinyu dari fotometer, dan tentunya juga pelaksanaan dari pemeriksaan yang teliti dan cermat. Laju Endap Darah (LED)

Yang dimaksud LED adalah kecepatan pengendapan eritrosit dari suatu sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam mm per jam. LED menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit dan plasma. Darah dengan antikoagulan yang dimasukkan dalam tabung berlumen kecil dan diletakkan tegak lurus akan menunjukkan pengendapan eritrosit dengan kecepatan yang disebut dengan Laju Endap Darah ( LED ). Nilainya pada keadaan normal relatif lebih kecil karena pengendapan eritrosit disebabkan karena gravitasi diimbangi oleh tekanan keatas ( Frances K, Th 1997 )

Faktor- faktor yang mempengaruhi LED

CARDIO 11

41

1. Perbandingan Anti Koagulan Perbandingan anti koagulan dan darah yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya defibrinasi atau partial cloting yang akan memperlambat LED . 2. Suhu Bila suhu semakin tinggi maka LED akan rendah ( Dep Kes RI,Th1995 ) 3. Waktu Pemeriksaan Untuk pemeriksaan LED harus dikerjakan maximal 2 jam setelah sampling darah . Apabila dikerjakan setelah 2 jam maka bentuk eritrosit akan menjadi spheris , keadaan ini menyulitkan terjadinya rouleaux dan akibatnya akan memperlambat LED 4. Cara dan Faktor Tehnik Tabung LED harus benar benar tegak, kemiringan 3 dapat menyebabkan kesalahan diatas 30 % .Perubahan besar pada temperatur juga dapat menyebabkan kenaikkan ukuran sedimentasi sehingga akan mempengaruhi hasil pemeriksaan ( Frances K Th 1997 ) Apabila tabung diletakkan miring maka eritrosit lebih dahulu beralih kepada pembentukkan rouleaux . Dari azas ini kadang digunakan juga untuk menentukan LED
0 0

dengan cepat , tetapi cara ini tidak dibenarkan , kedudukan tabung yang miring 3 mempercepat LED sebanyak 30 % ( DJ Th Wagener Th 1990 ) 5. Penampang Tabung Makin besar diameter tabung maka hasil LED akan rendah 6. Adanya gumpalan dalam darah menyebabkan hasil LED tidak betul

akan

7. Gelembung gelembung udara pada tabung juga akan menyebabkan adanya kesalahan 8. Temperatur ruang yang tinggi menyebabkan nilai LED meningkat dan penurunan temperatur akan menyebabkan nilai LED semakin turun Hematokrit Hematokrit dapat diukur dengan menggunakan darah vena atau darah kapiler dengan

CARDIO 11

42

teknik makro maupun mikro. Pada teknik mikro, darah ditampung dalam tabung kapiler dengan panjang 7 cm dan diameter 1mm yang kemudian di centrifuge dengan kecepatan tertentu dalam waktu tertentu. Plasma dan eritrosit yang sudah terpisah diukur dengan menggunakan alat baca berskala khusus. Cara ini cepat dan mudah tetapi gaya sentrifugal centrifus harus di control untuk menghindari kesalahan. Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi ketika membaca dengan skala, sehingga diperlukan ketepatan dalam membaca. Evaluasi Hapusan Darah Tepi Prinsip : setelah darah dipaparkan di atas gelas objek lalu di cat dan di periksa di bawah mikroskop. Pemeriksaan : menggunakan lensa objektif 100x dengan minyak emersi a. Eritrosit (3S : size, shape, staining) Apakah ada kelainan dari ertrosit Dalam keadaan normal eritrosit tidak berinti, bila kita jumpai eritrosit yang berinti maka harus dihitung jumlahnya per 100 leukosit b. Trombosit Pada hapusan darah yang baik, sukar ditemukan trombosit (menandakan jumlah trombosit berkurang) Bila dalam lapangan pandang dijumpai beberapa trombosit (4-10)

menandakan bahwa jumlah trombosit ini normal Bila jumlah trombosit terlihat banyak sekali (menandakan jumlah trombosit naik) c. Leukosit Menggunakan perhitungan differential count (hitung jens leukosit) Prnsip : menghitung dan mengelompokkan leukosit yang tampak pada hapusan darah tepi untuk menentukan jumlah relatif tiap jenis leukosit. Jumlah sel yang dihitung adalah 100 sel. Diff count Hitung jenis leukosit menyatakan berbagai jenis leukosit yang ada dalam darah. Hitung jenis ini sering kali diabaikan bila jumlah leukosit normal, dan tidak ada kelaunan hematologik, baik klinin maupun laboratories. Namun demikian, banyak kelainan seperti CARDIO 11

43

keganasan, inflamasi dan kelainan imunologik menyebabkan perubahan persentase ini, walaupun jumlah sel masih dalam batas normal. Pemeriksaan sediaan apus masih merupakan cara yang disukai untuk melakukan hitung jenis, tetapi cara automatik sekarang sudah mulai bisa diterima

Hitung leukosit

Leukosit dibedakan dari eritrosit karena leukosit itu berinti. Pada hitung sel, jumlah sel berinti dianggap sama dengan jumlah leukosit. Bila dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, hitung leukosit tadi harus dikoreksi, tetapi biasanya hitung leukosit dapat dilakukan dengan mudah. Pada hitung jumlah leukosit, sampel yang digunakan sangat sedikit dan ada kemungkinan kesalahan dalam pengenceran dan sampling. Karena darah mengandung lebih banyak eritrosit di banding leukosit, pengencerannya lebih kecil dengan volume sampel yang digunakan lebih besar. Hampir semua laboratorium besar menggunakan cara automatik untuk hitung leukosit, baik dengan cara menghitung partikel secara elektronik maupun dengan prinsip pembauran cahaya, cara manual dengan menggunakan hemositometer masih dapat dipercaya bila dilakukan dengan teliti.

CARDIO 11

44

INTERPRETASI PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PENDERITA PNEUMONIA

Penjelasan: Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer: (1) aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, (2) inhalasi aerosol yang infeksius, dan (3) penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.

Diagnosis: Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun disebabkan oleh kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan Fisis 1. Awitan akut biasanya oleh kuman patogen seperti S.Pneumoniae. Streptococus spp, Staphylococcus 2. Awitan lebih insidious dan ringan pada orang tua atau imunitas menurun akibat kuman yang kurang patogen seperti Pseudomonas, Klebsiella. 3. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak nafas, tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara pernafasan bronkial). 4. Warna, konsistensi dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan radiologis, pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkhogram misalnya oleh Streptococcus pneumoniae. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu. Pemeriksaan Laboratorium Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit normal atau rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus atau mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau lemah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/uL dan pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Lekositosis >15.000/UL seringkali

CARDIO 11

45

dijumpai. Dominasi netrofil pada hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakteri sebagai penyebab. Lekosit >30.000/UL dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus dan stafilokokus. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan yang ekstensif tidak perlu dilakukan, tetapi pemeriksaan laboratorium mungkin akan membantu dalam memperkirakan mikroorganisme penyebab.

CARDIO 11

46

PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP THALASSEMIA Thalassemia Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah).

Gambar. Hemoglobin pada Talasemia mayor Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.

Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini. Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena. 2 jenis yang utama adalah Alfa-thalassemia (melibatkan rantai alfa) dan Betathalassemia (melibatkan rantai beta). Thalassemia juga digolongkan berdasarkan apakah seseorang memiliki 1 gen cacat (Thalassemia minor) atau 2 gen cacat

CARDIO 11

47

(Thalassemia mayor). Alfa-thalassemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1 gen), dan beta-thalassemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. 1 gen untuk beta-thalassemia menyebabkan anemia ringan sampai sedang tanpa menimbulkan gejala; 2 gen menyebabkan anemia berat disertai gejala-gejala. Sekitar 10% orang yang memiliki paling tidak 1 gen untuk alfathalassemia juga menderita anemia ringan. Gejala dan tanda Semua thalassemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalassemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice),luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalassemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. Diagnosa Thalassemia lebih sulit didiagnosis dibandingkan penyakit hemoglobin lainnya. Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean corpuscular volume). Elektroforesa bisa membantu, tetapi tidak pasti, terutama untuk alfa-thalassemia.Karena itu diagnosis biasanya berdasarkan kepada pola herediter dan pemeriksaan hemoglobin khusus. Pengobatan Atasi anemia dengan tranfusi PRC (packed red cell). Tranfusi hanya diberikan bila Hb < 8 g/dL. Sekali diputuskan untuk diberi tranfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan diatas 12 g/dL dan tidak melebihi 15 g/dL.Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat.

CARDIO 11

48

Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalamirupture. Pencangkokan sumsum tulang dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan talasemiamayor.Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C diperlukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melaluitranfusi darah. Pencegahan Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia. UJI LABORATORIUM PADA TALASEMIA Berbagai uji laboratorium diperlukan untuk diagnostik sindrom talasemia, mulai dari uji darah sederhana, indeks hematologik, morfologi eritrosit dan jumlah retikulosit yang semuanya termasuk pemeriksaan rutin; selanjutnya fragilitas eritrosit yang sangat mudah untuk dilaksanakan, pemeriksaan Hb F, Hb A2, Hb E dan elektroforesis yang memerlukan peralatan tidak terlalu canggih sampai analisis sintesis globin dan analisis DNA yang lebih canggih, beberapa di antaranya seperti tertera di bawah. Preparat apus darah tepi sindrom talasemia menunjukkan kelainan yang jelas, berupa anisositosis yang nyata, hipokromi, poikilositosis, bentuk sel tak keruan (bizarre cell), fragmented cell, normoblas (asidofil) kadang sampai banyak sekali sehingga mempertinggi jumlah leukosit, basophilic stippling; sel target (menyolok pada Hb E homozigot); retikulosit meningkat. Adanya inclusion bodies dalam eritrosit pada pengecatan dengan brilliant cresyl blue atau methylene blue merupakan kriteria diagnostik penyakit Hb H.Mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular hemoglobin (MCH) bersama fragilitas osmotik merupakan uji saring yang sederhana dan cepat.Bain melaporkan pada wanita hamil, MCV kurang dari 83 uu3 dapat dipakai sebagai uji saring awal trait talasemia- dengan sensitivitas amat tinggi. Demikian pula MCH <26uug. Sayang sekali nilai-nilai itu hanya dapat diandalkan bila diperoleh dengan electronic counter. Pemeriksaan yang setara dengan nilai MCV dan MCH adalah pemeriksaan mikroskopik preparat apus darah tepi dengan pengecatan Giemsa, Wright, May-Grunwald atau May-GrunwaldGiemsa.

CARDIO 11

49

Adanya mikrositosis dan hipokromi harus mengingatkan kita kepada trait talasemia di samping anemi defisiensi besi.Uji fragilitas osmotik satu tabung dengan 0,36% larutan salin terbufer mudah sekali dikerjakan dan mempunyai arti yang sangat penting sebagai uji saring: pada orang normal lebih dari 96% eritrosit akan terhemolisis, sedangkan pada penderita talasemia atau trait banyak eritrosit tidak mengalami hemolisis osmotik. Inclusion bodies dalam eritrosit merupakan kelebihan globin- dan dapat diperlihatkan dengan pengecatan methylene blue (tampak bulat, terdistribusi tak rata) atau dengan brilliant cresyl blue (tampak berukuran sama dan rata terdistribusi). Uji ini merupakan kriteria diagnostik penyakit Hb H.Inclusion bodies juga terdapat pada talasemia- pasca splenektomi. Hb F diperiksa dengan memanfaatkan sifat resistennya terhadap asam dan alkali kuat. Secara mikroskopik, pada preparat apus darah tepi yang dipaparkan pada larutan asam semua Hb kecuali Hb F akan terelusi keluar, sehingga eritrosit yang mengandung banyak Hb F akan tampak oranye atau merah dengan pengecatan eosin atau tampak biru tua dengan pengecatan amido black; sel yang tidak mengandung Hb F tampak pucat sehingga dinamakan ghost cell. Normal kurang dari 8% eritrosit memperlihatkan pengecatan positif ringan; pada talasemia- banyak sekali eritrosit tercat dengan intensitas tak sama antar sel, sedang pada high persistent fetal hemoglobin (HPFH) kcnaikan Hb F merata pada semua eritrosit.Pemeriksaan Hb F spektrofotometrik metode Pembrey (modifikasi dari metode dua-menit Betke) memberi basil yang reproducible pada kadar Hb F 0,550%, sedangkan untuk kadar Hb F di atas 50% metode Jonxis dan Visser lebih baik.Hb F meninggi pada 50% trait talasemia-, tetapi ini tidak punya anti diagnostik. Hb F amat meningkat pada talasemia- homozigot dan pada HPFH.Elektroforesis Hb memegang pecan sangat penting pada diagnostik sindrom talasemia.Elcktroforesis dapat memisahmisahkan berbagai jenis hemoglobin. Prinsip elektroforesis adalah memanfaatkan sifatamfoter dari globin sebagai molekul protein. Rantai globin dari Hb normal maupun abnormal mempunyai muatan listrik dengan kekuatan yang berbeda-beda. Bila hemolisat eritrosit ditaruh dalam medan listrik, maka berbagai macam Hb akan bergerak ke arah salah satu kutub dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung dari muatan listriknya, sehingga dalam waktu tertentu akan terpisah satu sama lain. Dalam praktek biasanya dipakai lempeng selulose asetat sebagai supporting medium, meskipun mungkin starch gel medium Iebih baik. Dengan elektroforesis, Hb A2, Hb E dan lain-lain Hb dapat ditentukan secara kuantitatif dengan cara mengelusi pita-pita basil elektroforesis. Prosedur ini secara teknis rumit sedang

CARDIO 11

50

penentuan dengan densitometer (scanner) kurang dapat diandalka. Elektroforesis juga digunakan untuk memisah-misahkan fragmen deozynucleic acid (DNA) dengan ukuran panjang yang berbeda-beda pada analisis DNA. Kromatografi mikrokolom merupakan cara yang mudah dan memuaskan untuk menentukan Hb A2 dan Hb E. Nilai normal adalah 1,5%3,5% dengan rerata 2,28%; pada trait talasemia- berkisar 3,6%7,8% dengan rerata 5,2%, sedangkan pada Hb E homozigot berkisar antara 25% sampai 30%. Uji prespitasi DCIP (dichlorophenolindolphenol) digunakan untuk uji saring Hb E.

Molekul Hb E akan mengalami disosiasi dan presipitasi bila diinkubasikan dengan cat tersebut pada 37C. Timbulnya banyak endapan pada dasar tabung menunjukkan Hb E homozigot,sedangkan kekeruhan atau endapan ringan terdapat pada Hb E heterozigot, penyakit Hb H dan penyakit tal- /Hb E. Kekeruhan juga terdapat pada normal, defisiensi besi, trait talasemia dan hemoglobin Constant Spring (Hb CS). Analisis sintesis rantai globin adalah pemeriksaan laboratorium yang secara tegas membuktikan ketidakseimbangan produksi rantai globin pada talasemia. Rantai globin masih disintesis oleh retikulosit, sehingga sintesis rantai itu dapat diukur secara in vitro pada eritrositdarah tepi (1,5,6,7,8). Pada prosedur ini eritrosit diinkubasikan dengan leucin radioaktif selama waktu tertentu, kemudian dicuci, dilisiskan dan rantai-rantai globin dipisahkan dengan kromatografi kolom. Jumlah radioaktivitas yang terikat pada masing-masing jenis rantai globin menunjukkan besarnya sintesis selama masa percobaan itu.

Gambar 1 memperlihatkan analisis sintesis rantai , dan pada normal dan pada talasemia.

CARDIO 11

51

Analisis DNA adalah teknik pemeriksaan yang relatif baru. Pada prosedur ini DNA yang dianalisis bisa dari sel apa saja, karena setiap sel dari suatu individu mengandung semua gena/ DNA yang ada pada individu tersebut, tetapi gena tertentu hanya berfungsi pada organ tertentu; misalnya gena yang menyandi insulin hanya berfungsi pada sel- Langerhans, gena globin dalam eritrosit saja yang berfungsi membentuk rantai globin. Karena itu analisis DNA untuk mendeteksi mutasi pada gena globin dapat dilakukan pada leukosit polimorfonuklear, fibroblas, sel epitel pipi dan sebagainya, bahkan pada darah kering. Terhadap DNA dapat dilakukan pemeriksaan : 1. Deteksi direk delesi gena : dengan analisis Southern blot delesi gen- pada talasemia heterozigot dapat digunakan probe gen-C, dan pada talasemia- + dan talasemia-a homozigot dengan menggunakan probe gen-. 2. Deteksi direk gena mutan dengan enzim endonuklease restriktif : endonuklease restriktif suatu enzim berasal dari bakteri memotong DNA pada tempat tertentu. Ragmen yang dihasilkan mempunyai ukuran bermacam-macam dan dapat dipisahpisahkan dengan elcktroforesis. Apabila suatu mutasi menyebabkan hilangnya suatu sisi restriksi (restriction site) dalam gena, maka suatu fragmen restriksi dengan ukuran berbeda akan muncul dan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas gena. 3. Deteksi mutasi dengan probe oligonukletida sintetik : bila mutasi telah diketahui, maka suatu probe oligonukleotida yaitu Gambar 1. Sintesis rantai globin: pada orang normal sintesis globin- dan - seimbang; pada talasemia- globin- << globin-. suatu untai DNA yang komplementer dengan DNA mutan dapat disintesis. Oligonukleotida tersebut akan mengidentifikasi mutan secara langsung. 4) Deteksi mutasi dengan linkage analysis : cara ini dapat digunakan bila mutasi tidak dikenal. Seperti di atas, endonuklease restriksi menghasilkan fragmen dengan berbagai ukuran panjang. Beberapa tempat pemotongan adalah polimorfik dan sifat ini diwariskan menurut hukum Mendel; restriction fragment length polymorphism

(RFLP). Jika lokus mutan terkait terhadap polimorfisme, maka analisis DNA dari orang tua dan lain-lain anggota keluarga mengenai polimorfisme tcrsebut dapat

mengidentifikasi apakah anak atau janin mewarisi mutasi tersebut. Untuk dapat dianalisis jumlah DNA harus cukup. Dari cuplikan yang hanya sedikit, DNA dapat

CARDIO 11

52

diperbanyak dengan cloningatau dengan polymerase chain reaction (PCR). Kloninggen memerlukan waktu sampai 10 hari, sedangkan prosedur PCR hanya memerlukan waktu beberapa jam.Prinsip cara ini adalah: oligonukleotida sintetik yang komplementer dengan suatu segmen DNA/gena dapat bertindak sebagai primgr yang dapat mengamplifikasi gena itu secara enzimatik in-vitro, sehingga dari satu untai DNA dapat diperbanyak menjadi> 10 kali. Suatu prosedur yang baru-baru ini dikembangkan adalah deteksi mutan secara langsung dengan cara amplification refractory mutation system (ARMS). Prinsip cara ini adalah: hanya primer yang komplementer dengan urutan DNA mutan yang dapat mengamplifikasikan segmen DNA target.Jika mutan yang diteliti memang komplementer dengan primer yang dipakai, maka akan terjadi amplifikasi, sebaliknya tidak terjadinya amplifikasi berarti mutan yang diteliti tidak komplementer dengan primer yang dipakai, sehingga percobaan harus dilanjutkan lagi dengan primer yang lain. DNA produk amplifikasi dielektroforesis dan selanjutnya dibaca dengan probe radioaktif atau divisualisasikan dengan pengecatan etidium bromida. Gambar 2 memperlihatkan basil analisis DNA pada talasemia- . Uji-uji laboratorium di atas diperlukan sesuai dengan kepcntingannya seperti dibicarakan di bawah. TALASEMIA MAYOR Diagnosis talasemia mayor khususnya talasemia-P biasanya tidak sulit, karena gejala kliniknya yang khas berupa kega-33 a b

CARDIO 11

53

Gambar 2. Pola elektroforesis DNA hasil PCR prosedur ARMS : i Marker OX 174 Hae III digested; ii blanko: a. iii sampel + primer IVS1Nt5 mutan > amplifikasi (pita 285bp) iv sampel + primer IVSINt5 normal > amplifikasi negatif Kesimpulan : homozigot IVS1Nt5mutan/IVSINt5mutan b. iii sampel + primer IVSINt5 mutan > amplifikasi (pita 285bp) iv sampel + primer IVS1Nt5 normal > hasil idem Kesimpulan : heterozigotIVSINt5mu. ,n/IVS1Nt5normal .Pita 861 bp = hasil amplifikasi dengan primer kontrol (untuk mengontrol apakah PCR efektif). galan pertumbuhan, anemi sedang sampai berat, mungkin ikterus ringan, wajah mongoloid, rodent like mouth mungkin tampak, (hepato) splenomegali yang bisa masif; tulang mengalami perubahan, kortek menjadi tipis, medula porosis. Kedua orang tua sebagai trait mempunyai Hb A2 yang meningkat. Elektroforesis memastikan ada/tidaknya HbE atau Hb patologik yang lain. Untuk pemantauan hemosiderosis perlu pcmeriksaan kadar besi serum, kapasitas ikat besi (IBC) laten, kadar feritin. Penimbunan besi pada jaringan dapat dilihat dari pungsi sumsum tulang. Penderita penyakit tal-R/HbE umumnya memperlihatkan gejala sama dengan talasemia mayor, meskipun lebih ringan. Pada elektroforesis ditcmukan HbF meningkat dan pita Hb E. Diagnosis talasemia mayor dan Hb E cukup dengan uji laboratorium rutin, kadar Hb F, anal isis HbA2 pada orang tua dan mungkin elektroforesis. Dalam praktek analisis sintesis globin tidak dikerjakan terhadap penderita talasemia, tetapi analisis DNA penderita banyak dilakukan karena diperlukan untuk memperoleh informasi, khususnya macam-macam mutasi yang ada pada populasi/ras tertentu.Pola mutasi ini sangat diagnosis prenatal. TALASEMIA MINOR (HETEROZIGOT, TRAIT ATAU PEMBAWA BAKAT) Talasemia minor tidak menimbulkan masalah klinis, biasanya anemi ringan, diperlukan untuk kepentingan

CARDIO 11

54

kadar Hb rata-rata 12 g% di bawah nilai normal, indeks hematologik menunjukkan volume rata-rata eritrosit (MCV) dan hemoglobin per eritrosit rata-rata (MCH) di bawah normalseperti anemia defisiensi besi. Diagnosis talasemia minor diperlukan untuk mcnerangkan atau meramalkan pola pewarisan pada keluarga dan untuk kepentingan konsultasi pranikah. Gambar 3 memperlihatkan tata alir penelusuran diagnosis trait talasemia. TALASEMIA INTERMEDIA Ini suatu istilah klinis untuk bentuk talasemia

Gambar 3. Pola uji saring talasemia di lapanganbagai variasi spektrum klinik. Genotipik dapat : talasemia-+, talasemia- dan HPFH, interaksi talasemia- atau dengan Hb S, C, E dan lain-lain, talasemia- heterozigot berat, talasemia-, interaksi talasemia- dengan - talasemia- atau dengan komplikasi kelainan akuisita. Untuk diagnosis kasuskasus demikian diperlukan analisis DNA dan penelusuran pedigree

CARDIO 11

55

PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP PADA PENDERITA ANEMIA HEMOLITIK

Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah.Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.

Gambaran klinis : Kepucatan membran mukosa Ikterus ringan yang berfluktuasi Splenomegali Urine gelap (karena urobilinogen berlebihan).

Anemia hemolitik ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya, yaitu : ANEMIA HEMOLITIK HEREDITER A. DEFEK MEMBRAN Sferositosis Herediter Anemia hemolitik herediter yang paling sering terjadi pada orang Eropa Utara dan diturunkan secara dominan autosomal. Eliptosis Herediter Anemia yang disebabkan kegagalan heterodinner spektrin untuk bergabung dengan dirinya menjadi heterotetramer. Ovalositosis Asia Tenggara Anemia yang disebabkan delesi 9 asam amino pada pertautan domain sitoplasma dan transmembran protein band 3. Epidemiologinya pada Malaysia, Filipina, dan Indonesia. B. KELAINAN METABOLISME ERITROSIT Defisiensi Glukosa-6-fosfat Dehidrogenase Anemia yang disebabkan oleh defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase CARDIO 11

56

dan menurun terkait seks, mengenai pria, dan dibawa oleh wanita yang memperlihatkan kadar G6PD eritrosit sekitar separuh dari nilai normal. Defisiensi Glutation dan Sindrom Lain Defek pada jalur pentosa fosfat yang menyebabkan terjadinya sindrom yang menyerupai defisiensi G6PD. Defek Jalur Glikolitik (Embden-Meyerhof) Defek yang jarang ditemukan dan dapat menyebabkan anemia hemolitik non sferositik kongenital. Defek Piruvat Kinase Anemia yang terjadi karena eritrosit menjadi kaku disebabkan berkurangnya pembentukan ATP. ANEMIA HEMOLITIK DIDAPAT A. ANEMIA HEMOLITIK IMUN Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat Anemia yang disebabkan oleh produksi antobodi tubuh terhadap eritrosit sendiri dimana reaksi tersebut terjadi pada suhu sekitar 37C. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin Anemia yang disebabkan oleh produksi antobodi tubuh terhadap eritrosit sendiri dimana reaksi tersebut terjadi pada suhu sekitar 4C. Anemia Hemolitik Aloimun Anemia dimana antibodi yang dihasilkan oleh satu individu bereaksi dengan eritrosit individu lain. Anemia Hemolitik Imun Yang Diinduksi Obat Obat dapat menyebabkan anemia hemolitik imun melalui 3 mekanisme berbe-da : o Antibodi yang ditujukan pada kompleks membran eritrosit obat. Contoh : penisilin dan ampisilin. o Deposisi komplemen melalui kompleks obat protein (antigen) antibodi pada permukaan eritrosit. Contoh : kuinidin dan rifampisin o Anemia hemolitik autoimun sejati. Contoh : metildopa dan fludarabin B. SINDROM FRAGMENTASI ERITROSIT Anemia yang timbul akibat kerusakan fisik pada eritrosit, baik pada permukaan yang CARDIO 11

57

abnormal atau sebagai anemia hemolitik mikroangiopatik yang disebabkan oleh eritrosit yang melewati benang fibrin yang terdeposit dalam pembuluh darah kecil. C. HEMOGLOBINURIA MARS Anemia yang disebabkan oleh kerusakan eritrosit antara tulang-tulang kecil kaki, biasanya terjadi selama jalan mars atau lari dalam waktu lama. D. ANEMIA HEMOLITIK DIDAPAT (INFEKSI) Infeksi dapat mencetuskan krisis hemolisis akut pada defisiensi G6PD atau menyebabkan anemia hemolitik mikroangiopatik. Infeksi malaria Falciparum menyebabkan hemolisis intravaskular akut yang disertai gagal ginjal akut (demam Blackwater). E. ANEMIA HEMOLITIK DIDAPAT (AGEN KIMIA DAN FISIKA) Obat tertentu (contoh : dapson, salazopirin) pada dosis besar dapat menyebabkan terjadinya hemolisis intravaskular oksidatif. F. ANEMIA HEMOLITIK DIDAPAT (ANEMIA HEMOLITIK SEKUNDER) Anemia yang timbul akibat penyakit sistemik sehingga umur eritrosit memendek.

G. ANEMIA

HEMOLITIK

DIDAPAT

(HEMOGLOBINURIA

NOKTURNAL

PAROKSISMAL (PNH)) Anemia yang disebabkan gangguan klonal pada sel induk sumsum tulang, berupa gangguan sintesis jangkar glikosilfosfatidilinisitol (GPI) yang melekatkan beberapa protein permukaan pada membran sel.

Anemia hemolitik dapat didiagnosis dengan jalan : 1. Menentukan Anemia hemolitik dibandungkan dengan anemia jenis lain dengan memeriksa : Adanya tanda penghancuran dan pembentukan eritrosit pada waktu yang sama Terjadinya anemia yang diikuti dengan sistem eritropoesis yang meningkat (hipersensitivitas eritropoesis) Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dengan cepat tanpa diimbangi dengan proses eritropoesis yang normal. 2. Menentukan penyebab spesifik dari anemia hemolitik tersebut. 3. Mengklasifikasikan termasuk ke dalam jenis anemia hemolitik apa

CARDIO 11

58

Gambar 1 Gambaran apus darah penderita anemia hemolitik ditandai dengan mikrosferosit (hiperkrom mikrositer) dan bentuk eritrosit abnormal.

Pemeriksaan Laboratorium untuk Diagnosa Anemia Hemolitik : A. Tes Fragilitas Osmotik Pemeriksaan darah ini disuspensikan dalam berbagai konsentrasi larutan dapar salin hipotonik. Sel darah merah yang lisis ditentukan presentasenya pada tiap-tiap konsentrasi. Pada sferositosis maka sel darah merah akan mengalami lisis pada larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat. Sebaliknya pada thalasemia sel darah merah baru mengalami lisis pada larutan dengan konsentrasi yang lebih encer dibandingkan normal atau berarti fragilitas osmotiknya menurun. B. Penghitungan Retikulosit Hapusan dibuat dari campuran darah yang diinkubasikan dalam larutan cat supravital dan retikulosit akan tampak sebagai sel eritrosit dengan dasar hijau dan dengan jala-jala retikulin yang berwarna gelap. Retikulosit ini pada pengecatan rutin hapusan darah tepi tampak sebagai sel darah merah yang ukurannya lebih besar dan berwarna lebih kebiruan yang disebut sebagai sel polikromatofil. C. Penentuan kadar bilirubin serum Penentuan kadar bilirubin ini dengan menggunakan reagen deazosulphanilic acid. Tes bilirubin direk: untuk mendeteksi bilirubin glukoronat. Tes bilirubin indirek: untuk mendeteksi bilirubin bebas. Normal kadar bilirubin serum total kurang dari 1% dan pada umumnya sebagian besar adalah bilirubin bebas. Pada anemia hemolitik kadar ini naik 13% dengan mayoritas bilirubin bebas.

CARDIO 11

59

D. Penentuan hemoglobin plasma Dasar pemeriksaan ini adalah protein yang mengandung heme akan mengoksidasi bensidin bersama dengan peroksida (H2O2) dan merubah warna hijau menjadi biru dan akhirnya menjadi merah ungu. Perubahan warna ini diukur secara spektrofotometris untuk menentukan kadar hemoglobin plasma.

CARDIO 11

60

You might also like