You are on page 1of 7

Artikel Penelitian

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia

Sri Idaiani, Suhardi, Antonius Yudi Kristanto


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan

Abstrak: Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi gangguan mental emosional penduduk Indonesia yang berusia >15 tahun sebesar 11,6%. Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila terus berlanjut, sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Untuk itu, diperlukan gambaran mengenai gejala mental emosional yang dialami masyarakat melalui karakteristik sosiodemografi yang mempengaruhinya serta berdasarkan ranah kelompoknya. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya besaran gejala gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia. Penelitian ini merupakan survei kesehatan jiwa pada Riskesdas 2007 yang dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia yang terdiri dari 438 kabupaten/ kota. Kriteria inklusi anggota rumah tangga yang dinilai kesehatan jiwanya adalah minimal berusia 15 tahun dan bersedia mengikuti penelitian. Penilaian kesehatan jiwa dilakukan melalui wawancara oleh petugas pewawancara dengan menggunakan kuesioner self reporting questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaann. Apabila menjawab minimal 6 jawaban ya, maka responden diidentifikasi mengalami gangguan mental emosional. Program statistik yang digunakan adalah SPSS versi 15.0 dengan metode complex samples. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gejala terbanyak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, meskipun yang berperan terhadap gangguan mental emosional adalah gejala depresi, antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Karakteristik yang paling kuat pengaruhnya terhadap gangguan mental emosional adalah usia lanjut. Kata kunci: gangguan mental emosional, Riskesdas, SRQ

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009

473

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia

Analysis of Mental Emotional Disorder Symptoms in Indonesian People Sri Idaiani, Suhardi, Antonius Yudi Kristanto
National Institute of Health Research and Development Indonesia Ministry of Health

Abstract: Based on 2007 Basic Health Research (Riskesdas), the prevalence of mental emotional disorder among Indonesian people aged >15 years was 11.6%. Mental emotional disorder is a condition which indicated an emotional changed of a person and could grow into a pathologic condition if it continues. Prevention actions should be taken to maintain the mental healthiness of a community. A description of mental emotional symptoms experienced by a community is needed through sociodemographic characteristics influenced and symptoms analysis based on the community. The main aim of this study was to undertake the magnitude of mental emotional symptoms of Indonesian population. A mental health survey was conducted within the Riskesdas 2007 frame, in 33 provinces in Indonesia, which consisted of 438 districts or cities. The inclusion criterion were age 15 years or older and were willing to participate in the research. Mental health assessment was done through interviews using self reporting questionnaire (SRQ), consisted of 20 questionnaire items. If there were at least 6 yes answers, a respondent was considered to have a mental emotional disorder. SPSS 15.0 version was used and analysis was done with complex samples method. It was concluded that the most symptoms experienced by most people were somatic symptoms, although depression symptom was the main symptom of mental emotional disorder (e.g. could not perform useful things in life, having thoughts to end life or feel useless, have work disturbance, and difficult to enjoy daily activities). The elderly had the strongest association with mental emotional disorder. Keywords: mental emotional disorder, Riskesdas, SRQ

Pendahuluan Pada tahun 1993, World Bank dan World Health Organization (WHO) menemukan metode pengukuran baru yang disebut global burden of disease. Metode ini tidak terlalu memberikan fokus pada kematian, tetapi juga pada kesakitan, dengan demikian kesehatan mental menjadi salah satu masalah yang berperan dalam global burden of disease tersebut. Tahun 2000 diperoleh data gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun 2020 menjadi 15%.1 World Health Report (WHO) 2001 menyebutkan bahwa gangguan meuropsikiatri merupakan penyumbang sepertiga disabilitas yang dinilai dengan disability adjusted life years (DALYs).2 Meskipun gangguan jiwa mempunyai kontribusi yang berarti, belum semua penderita yang mengalaminya memperoleh pengobatan oleh karena masih terdapat stigma, tidak mampu berobat dan belum semua negara memiliki kebijakan di bidang kesehatan jiwa.1,2 Untuk menyusun program kesehatan jiwa, selayaknya didukung oleh data penelitian. Data prevalensi pada masyarakat sangat penting bagi penyusunan program serta perencanaan kesehatan yang di dalamnya meliputi pembiayaan kesehatan jiwa. Salah satu cara mendapatkan data

yang cukup baik dengan cara yang relatif murah, mudah dan efektif adalah dengan menggunakan alat ukur self-reporting questionnaire (SRQ). Dikatakan murah karena dapat dilakukan dalam waktu yang cukup singkat serta tidak memerlukan sumber daya manusia khusus untuk menilainya. SRQ efektif karena memiliki validitas yang cukup baik dalam hal sensistivitas dan spesifisitasnya.1 SRQ adalah kuesioner yang dikembangkan oleh WHO untuk skrining gangguan psikiatri dan keperluan penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara. SRQ banyak digunakan di negara-negara yang sedang berkembang dan tingkat pendidikan penduduknya masih rendah. Selain itu SRQ juga sangat cocok digunakan di negara yang penduduknya masih banyak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah.1,3 Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, yang menggunakan SRQ untuk menilai kesehatan jiwa penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berusia >15 tahun sebesar 11,6%.4 Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi

474

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia keadaan patologis apabila terus berlanjut sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain gangguan mental emosional adalah distres psikologik dan distres emosional. Untuk itu diperlukan gambaran mengenai gejala mental emosional yang dialami masyarakat melalui karakteristik latar belakang yang mempengaruhinya. Atas dasar hal tersebut di atas, tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya besaran gejala gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia menggunakan kuesioner SRQ. Tujuan khususnya adalah dinilainya faktor risiko sosiodemografi individu dengan gangguan mental emosional, diketahuinya gejala yang banyak dialami penduduk usia >15 tahun dan pada kelompok yang mengalami gangguan mental emosional, serta diidentifikasinya kelompok yang mengalami gejala gangguan kognitif, cemas, depresi, somatik dan penurunan energi. Metode Penelitian ini merupakan analisis lanjut data Riskesdas 2007. Riskesdas tersebut dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia yang terdiri dari 438 kabupaten/kota. Riskesdas 2007 adalah sebuah survei yang dilakukan secara potong lintang (cross sectional). Desain tersebut terutama dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di seluruh pelosok Indonesia secara menyeluruh, akurat dan berorientasi pada kepentingan para pengambil keputusan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Populasi Riskesdas 2007 adalah seluruh anggota rumah tangga atau individu di seluruh pelosok Indonesia. Populasi sumbernya adalah anggota rumah tangga yang berasal dari rumah tangga terpilih pada blok sensus. Sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga dalam Riskesdas 2007 identik dengan daftar sampel rumah tangga dan anggota rumah tangga Susenas 2007. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metodologi penghitungan dan cara penarikan sampel untuk Riskesdas 2007 identik pula dengan two stage sampling yang digunakan dalam Susenas 2007. Dari setiap kabupaten/kota yang masuk dalam kerangka sampel kabupaten/kota diambil sejumlah blok sensus yang proporsional terhadap jumlah rumah tangga di kabupaten/ kota tersebut. Kemungkinan sebuah blok sensus masuk ke dalam sampel blok sensus pada sebuah kabupaten/kota bersifat proporsional terhadap jumlah rumah tangga pada sebuah kabupaten/kota (probability proportional to size). Bila dalam sebuah blok sensus terdapat lebih dari 150 (seratus lima puluh) rumah tangga, maka dalam penarikan sampel di tingkat ini akan dibentuk sub-blok sensus. Secara keseluruhan, berdasarkan sampel blok sensus dalam Susenas 2007 terdapat 17 357 (tujuh belas ribu tiga ratus lima puluh tujuh) sampel blok sensus. Riskesdas dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2007 untuk 28 provinsi. Lima provinsi lainnya, yaitu Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009

dan Irian Jaya Barat baru dapat dilaksanakan pada bulan September sampai November 2008. Perbedaan waktu pelaksanaan tersebut oleh karena letak geografis yang sulit serta anggaran yang terbatas. Riskesdas terintegrasi dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 (Susenas 2007). Kriteria inklusi adalah anggota rumah tangga pada rumah tangga terpilih di blok sensus terpilih pada Susenas 2007. Responden yang dinilai kesehatan jiwanya minimal berusia 15 tahun dan bersedia mengikuti penelitian. Penilaian kesehatan jiwa dilakukan melalui wawancara oleh petugas pewawancara dengan menggunakan kuesioner SRQ yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Meskipun pada dasarnya kuesioner ini sebaiknya dikerjakan langsung oleh responden atau self-administered, pada keadaan saat banyak penduduk yang tidak dapat membaca, diperbolehkan untuk digunakan melalui wawancara atau interviewer administered.1,3 Responden dinyatakan mengalami suatu gangguan psikiatri apabila total jawaban ya di atas nilai batas pisah yang ditetapkan. Nilai batas pisah SRQ berkisar antara 3 dan 10.1,3,5 Di dalam Riskesdas ditetapkan 5/6 sebagai nilai batas pisah, artinya responden yang menjawab ya lebih besar atau minimal 6 butir pertanyaan akan dianggap mengalami gangguan mental emosional atau distres yang memiliki potensi adanya suatu gangguan jiwa apabila diperiksa lebih lanjut oleh psikiater.3 Nilai batas pisah 5/6 ini didapatkan sesuai penelitian uji validitas yang telah dilakukan oleh Hartono6, peneliti pada Badan Litbang Depkes tahun 1995. Pada penelitian tersebut sensitivitas SRQ 88% dan spesifisitas 81%, nilai ramal positif 60% serta nilai ramal negatif 92%. Prosedur uji validitas ini wajib dilakukan untuk mendapatkan nilai batas pisah serta menghasilkan kuesioner yang baik pada berbagai setting.7,8 Nilai batas pisah kuesioner ini bervariasi antara penelitian satu dengan lainnya, tergantung metode pengambilan sampel, bahasa yang dipakai, serta tujuan penelitian.3 Pada survei ini, SRQ yang digunakan adalah murni 20 butir pertanyaan. SRQ-20 terdiri dari pertanyaan pertanyaan mengenai gejala yang lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6, 9, 10, 14, 15, 16, 17; gejala cemas pada butir nomor 3,4,5; gejala somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13; gejala penurunan energi pada butir 8, 11, 12, 13, 18, 20.9 Dalam analisis ini dilakukan telaah terhadap butir-butir pertanyaan SRQ-20 menurut konstruk atau ranah pembentuknya. Tidak pernah sekolah, tamat SD dan tamat SMP dikelompokkan sebagai pendidikan rendah; tamat SMA sebagai pendidikan sedang, dan tamat akademi atau perguruan tinggi sebagai pendidikan tinggi. Status perkawinan dibagi menjadi belum kawin, kawin, dan bercerai (cerai mati dan cerai hidup). Tingkat sosial ekonomi penduduk dinilai berdasarkan kuintil pengeluaran, yaitu pengeluaran perkapita rumah tangga yang dibagi menjadi kuintil (5 bagian). Kuintil, berbeda-beda pada masing-masing provinsi. Kuintil
475

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia tertinggi adalah 5, yaitu tingkat pengeluaran perkapita rumah tangga tertinggi, sedangkan tingkat pengeluaran perkapita terendah pada kuintil 1. Kuintil 1-3 digolongkan sebagai kelompok sosial ekonomi rendah, sedangkan kuintil 4 dan 5 digolongkan sosial ekonomi tinggi. Seluruh data dianalisis secara cross sectional. Karakteristik sosiodemografi responden dan gejala yang banyak dialami penduduk dianalisis secara deskriptif dengan menyajikannya berdasarkan sebaran distribusi dan frekuensi. Untuk melihat hubungan antara faktor risiko yang terkait karakteristik sosiodemografi dilakukan analisis bivariat. Setelah dijabarkan, dilakukan analisis multivariat regresi logistik untuk semua variabel dengan nilai p<0,25 pada analisis bivariat. Sebagai variabel tergantung adalah gangguan mental emosional dan karakteristik sosiodemografi sebagai variabel bebas. Seluruh data diproses dengan menggunakan komputer. Program statistik yang digunakan adalah SPSS versi 15.0 dengan metode complex samples. Terdapat limitasi analisis multivariat pada penelitian ini oleh karena variabel yang ada pada dasarnya dirancang untu analisis deskriptif. Hasil Riskesdas berhasil mengunjungi 17 150 blok sensus dari 438 jumlah kabupaten/kota. Sebagian kecil blok sensus tidak berhasil dijangkau oleh Riskesdas oleh karena beberapa kendala geografis serta keamanan. Dari 17 357 blok sensus Susenas terdapat 278 352 rumah tangga. Jumlah rumah tangga Riskesdas adalah 258 284 (respons rate 98%). Jumlah anggota rumah tangga yang dianalisis adalah 657 782 orang. Akan tetapi, data karakteristik sosiodemografi dan butir pertanyaan
Tabel 1. Sebaran Responden Berdasarkan Karakteristik Sosiodemografi, Riskesdas 2007 Karakteristik responden Kelompok umur (tahun) Umur muda (15-34) Umur sedang (35-64) Umur tua (65+) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Pendidikan tinggi Pendidikan sedang Pendidikan rendah Pekerjaan Pegawai/sekolah Non Pegawai Ibu RT Tidak bekerja Status perkawinan Belum kawin Kawin Cerai Tempat tinggal Kota Desa Sosial ekonomi Tinggi Rendah f %

307 807 305 888 52 260 319 578 346 381 36 225 144 221 483 720 119 921 333 374 136 228 75 663 155 822 455 715 54 423 257 464 408 496 247 150 418 810

46,2 45,9 7,8 48,0 52,0 5,4 21,7 72,6 18,0 50,1 20,5 11,4 23,4 68,4 8,2 38,7 61,3 37,1 62,9

Tabel 2. Hubungan Bivariat antara Gangguan Mental dan Karakteristik Responden Riskesdas 2007 Gangguan mental -N= 581.244 (%) Kelompok umur (tahun) Umur muda (15-34) Umur sedang (35-64) Umur tua (65+) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Pendidikan tinggi Pendidikan sedang Pendidikan rendah Pekerjaan Pegawai/sekolah Non Pegawai Ibu RT Tidak bekerja Status perkawinan Belum kawin Kawin Cerai Tempat tinggal Kota Desa Sosial ekonomi Tinggi Rendah Gangguan mental +N= 76.538 (%) ORkasar 95%CI Nilai p

47,6 45,9 6,5 49,4 50,6 5,8 22,7 71,5 18,9 50,8 20,0 10,3 24,1 68,8 7,1 39,2 60,8 37,6 62,4

35,2 46,8 18,0 37,1 62,9 3,1 14,0 82,8 11,0 46,1 23,7 19,2 17,1 66,3 16,5 34,8 65,2 33,6 66,4

Referens 1,38 3,72 Referens 1,65 Referens 1,13 2,13 Referens 1,56 2,03 3,19 Referens 1,36 3,29 Referens 1,21 Referens 1,18

0,001 1,35-1,40 3,61-3,84 1,62-1,68 0,001

0,001 1,07-1,20 2,01-2,25 0,001 1,50-1,61 1,96-2,10 3,07-3,32 0,001 1,32-1,39 3,18-3,40 0,001 1,16-1,25 0,001 1,16-1,22

476

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia yang tidak lengkap dianggap sebagai nilai missing dan tidak dianalisis. Karakteristik sosiodemografi responden yang mengikuti survei ini diperlihatkan pada tabel 1. Terdapat 76 538 (11,6 %) responden yang mengalami gangguan mental emosional. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rasio odds (OR) variabel sosiodemografi yang berhubungan dengan gangguan mental emosional berkisar 1,1-3,7. Semua variabel memiliki nilai kemaknaan <0,25 sehingga seluruhnya dimasukkan ke dalam analisis multivariat (tabel 3). Untuk melihat hubungan antara variabel karakteristik responden dengan gangguan mental emosional, dilakukan analisis multivariat. Sebagai rujukan adalah kelompok umur <35 tahun, laki-laki, pendidikan tinggi, pekerjaan sebagai pegawai tetap, belum kawin dan sosial ekonomi tinggi. Berdasarkan analisis, OR seluruh variabel sosiodemografi terhadap gangguan mental emosional berkisar 1,0-2,5. Usia memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap gangguan mental emosional dibandingkan variabel lainnya, khususnya usia tua lebih dari 65 tahun. Dalam tabel 4 ditampilkan gejala gangguan mental emosional berdasarkan butir-butir pertanyaan SRQ-20. Pada bagian kiri tabel, ditunjukkan jumlah dan persentase penduduk yang mengalami gejala gangguan mental emosional selama 30 hari terakhir. Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa gejala yang paling banyak dialami adalah gejala somatik, misalnya sakit kepala, mudah lelah, sulit tidur, tidak nafsu makan dan rasa tidak enak di perut. Pada bagian kanan tabel, ditunjukkan gejala yang dialami penduduk yang mengalami gangguan mental emosional (nilai total SRQ e6). Berdasarkan data di atas, dapat diketahui beberapa gejala
Tabel 3. Hubungan Multivariat antara Gangguan Mental dan Karakteristik Responden OR Kelompok umur (tahun) Umur muda (15-34) Umur sedang (35-64) Umur tua (65+) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Pendidikan tinggi Pendidikan sedang Pendidikan rendah Pekerjaan Pegawai/sekolah Non Pegawai Ibu RT Tidak bekerja Status perkawinan Belum kawin Kawin Cerai Tempat tinggal Kota Desa Sosial ekonomi Tinggi Rendah
suaian

95%CI

Nilai p

Referens 1,31 2,54 Referens 1,46 Referens 1,10 1,61 Referens 1,11 1,24 1,80 Referens 1,05 1,39 Referens 1,05 Referens 1,10

0,001 1,27-1,34 2,44-2,64 0,001 1,43-1,50 0,001 1,04-1,17 1,52-1,71 0,001 1,07-1,15 1,19-1,29 1,73-1,87 0,001 1,02-1,09 1,33-1,44 0,005 1,02-1,10 0,001 1,07-1,13

Tabel 4. Distribusi Penduduk Secara Umum dan Kelompok yang Mengalami Gangguan Mental Emosional Berdasarkan Gejala yang Banyak Dialami

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Butir pertanyaan Sering menderita sakit kepala Tidak nafsu makan Sulit tidur Mudah takut Mersa tegang. cemas atau kuatir Tangan gemetar Pencernaan terganggu/buruk Sulit untuk berpikir jernih Mearasa tidak bahagia Menangis lebih sering Merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari-hari. Sulit untuk mengambil keputusan. Pekerjaan sehari-hari terganggu. Tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup. Kehilangan minat pada berbagai hal. Merasa tidak berharga. Mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup. Merasa lelah sepanjang waktu. Mengalami rasa tidak enak di perut. Mudah lelah

n
309.632 113.657 145.428 53.498 78.498 57.948 68.279 46.86 34.097 28.765 28.765 44.492 30.949 21.238 24.237 20.626 661.078 72.053 109.394 173.739

%
46,8 17,2 22,0 8,1 11,9 8,8 10,3 7,1 5,2 4,4 5,4 6,7 4,7 3,2 3,7 3,1 1,7 10,9 16,5 26,3

Ggn Mental Emosional (+) % 95% CI 23,5 23,1 - 23,9 46,0 45,4 - 46,6 41,0 40,5 - 41,6 68,8 68,1 - 69,4 63,0 62,4 - 63,6 65,3 64,6 - 65,9 57,4 57,4 - 58,1 74,6 73,9 - 75,2 78,7 78,0 - 79,4 80,3 84,1 74,6 85,8 90,9 86,4 89,3 89,6 60,2 46,8 37,4 79,6 83,5 73,9 85,3 90,3 85,6 88,7 88,7 59,5 46,1 36,9 81,0 84,6 75,3 86,4 91,4 87,1 89,9 90,3 61,0 47,4 37,9

p 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009

477

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia yang erat hubungannya atau memberikan kontribusi yang besar untuk gangguan mental emosional, antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, kehilangan minat pada berbagai hal, pekerjaan sehari-hari terganggu. Gejala somatik (sakit kepala, mudah lelah, tidak nafsu makan, pencernaan terganggu) tidak terlalu banyak berperan pada gangguan mental emosional, meskipun banyak dialami penduduk. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa semakin banyak gejala yang dialami, maka semakin besar kecenderungan mengalami gangguan mental emosional. Kuantitas gejala mempengaruhi terjadinya suatu gangguan mental emosional atau distres emosional. Hal ini berlaku pada seluruh ranah baik kognitif, cemas, depresi, somatik dan penurunan energi. Diskusi Berdasarkan hasil penelitian ini, yang dilakukan di 33 provinsi di Indonesia dengan menggunakan Self Reporting Questionnaire -20 pada penduduk atau anggota rumah tangga yang berusia minimal 15 tahun dapat diketahui bahwa karakteristik sosiodemografi, faktor risiko yang berhubungan paling erat dengan gangguan mental emosional adalah usia lanjut. Semakin rendah pendidikan, semakin tinggi risiko mengalami gangguan mental emosional. Kondisi ini sesuai dengan yang terjadi pada umumnya. Selain pendidikan, kondisi lain yang berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa antara lain kemiskinan, pengangguran, gender serta situasi yang penuh tekanan lainnya. Kelompok masyarakat yang memerlukan perhatian adalah anak dan dewasa muda, wanita dan lanjut usia.11 Pada penelitian ini, kesehatan jiwa anak dan remaja masih belum dapat ditelusuri oleh karena keterbatasan kuesioner, yaitu SRQ lebih diperuntukkan untuk kelompok masyarakat dewasa. Gejala gangguan mental emosional yang banyak di alami penduduk antara lain sakit kepala (46,3%), mudah lelah (28%), sulit tidur (21,6%), rasa tidak enak di perut (17,5%) dan tidak nafsu makan (16,6%). Gejala-gejala tersebut tidak banyak berbeda dengan gejala terbanyak yang dialami responden di Nanggroe Aceh Darussalam secara umum berdasarkan Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) 2006 yaitu sakit kepala (51,2%), mudah lelah (37%), sulit tidur (26%), merasa tidak enak di perut (25,6%) dan tidak nafsu makan (22,1%). 10 Pada penduduk yang menjadi korban pada peristiwa bencana alam tsunami akhir tahun 2004, gejala yang banyak dialami penduduk antara lain sakit kepala (50,4%), mudah lelah (36,1%), sulit tidur (26,5%), merasa tidak enak di perut (24,6%) dan merasa cemas atau khawatir (21,7%).10 Penelitian yang

Tabel 5. Distribusi Gejala Gangguan Kognitif, Cemas, Depresi, Somatik dan Penurunan Energi Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Mental Emosional Gangguan Mental Emosional (-) N=581.244 % 95% CI Gejala kognitif Tidak ada gejala kognitif 1 gejala kognitif 2 gejala kognitif 3 gejala kognitif Gejala cemas Tidak ada gejala cemas 1 gejala cemas 2 gejala cemas 3 gejala cemas Gejala depresi Tidak ada gejala depresi 1 gejala depresi 2 gejala depresi 3 gejala depresi 4-7 gejala depresi Gejala somatic Tidak ada gejala somatik 1 gejala somatik 2 gejala somatik 3 gejala somatik 4 gejala somatik Gejala penurunan energi Tidak ada gejala penurunan energi 1 gejala penurunan energi 2 gejala penurunan energi 3 gejala penurunan energi 4-6 gejala penurunan energi Gangguan Mental Emosional (+) N=76.538 % 95% CI

95,2 49,2 16,2 1,1 98,3 79,0 38,3 9,5 96,8 57,1 21,2 5,9 0,4 99,1 94,2 76,7 42,0 9,0 99,3 88,3 59,8 21,7 2,3

9 5 -95,3 48,4-50,0 15,5-17,1 0,9-1,3 98,2-98,3 78,6-79,5 38,5-40,1 9,0-10,0 96,7-96,9 56,5-57,8 20,3-22,2 5,3- 6,6 0,3- 0,6 99,0-99,1 94,0-94,4 76,2-77,2 41,1-42,8 8,5- 9,6 99,3-99,4 87,9-88,6 5 9 -59,8 20,9-22,5 2,1- 2,6

4,8 50,8 83,8 98,9 1,7 21,0 60,7 90.5 3,2 42,9 78,8 94,1 99,6 0,9 5,8 23,3 58,0 91,0 0,7 11,7 40,2 78,3 97,7

4,7-5,0 50,0-51,6 82,9-84,5 98,7-99,1 1,7- 1,8 20,5-21,4 59,9-61,5 90,0-91,0 3,1- 3,3 42,2-43,5 77,8-79,7 93,4-94,7 99,4-99,7 0,9-1,0 5,6-6,0 22,8-23,8 57,2-58,9 90,4-91,5 0,6- 0,7 11,4-12,1 39,4-41,0 77,5-79,1 97,4-97,9

478

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009

Analisis Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia dilakukan pada beberapa negara lain, khususnya pada kelompok penduduk yang berasal dari kalangan sosial ekonomi rendah ditemukan bahwa gejala terbanyak yang dialami penduduk adalah perasaan cemas, tegang, khawatir (55,0%). Gejala berikutnya adalah sakit kepala (54,0%) serta merasa tidak bahagia (44,5%). Pada penelitian tersebut disebutkan bahwa gejala yang sedikit dilaporkan adalah pikiran untuk mengakhiri hidup (14,0%) dan gemetar saat berjabatan tangan (16,0%).1 Gejala yang banyak memberikan kontribusi terhadap gangguan mental emosional antara lain tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Meskipun gejala terbayak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, tetapi gejala tersebut tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap gangguan mental emosional. Terlihat bahwa semakin banyak gejala yang dialami, baik gejala depresi, cemas, kognitif, somatik maupun penurunan energi, semakin tinggi kecenderungan mengalami gangguan mental emosional. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa stresadalah kumulasi berbagai gejala.7 Kesimpulan dan Saran Gejala terbanyak yang dialami masyarakat adalah gejala somatik, meskipun yang berperan terhadap gangguan mental emosional adalah gejala depresi, antara lain tidak mampu melakukan hal yang bermanfaat dalam hidup, mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu dan merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Kelompok yang cenderung lebih banyak mengalami gangguan mental emosional antara lain usia tua, perempuan, pendidikan rendah, tidak bekerja dan mempunyai tingkat pendapatan perkapita rumah tangga rendah. Disarankan dilakukan identifikasi gejala depresi sedini mungkin untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa yang lebih berat. Oleh karena faktor usia berhubungan paling kuat dibandingkan faktor karakteristik lainnya, maka diperlukan perhatian yang lebih besar terhadap kelompok masyarakat yang berusia lanjut agar gangguan emosional tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih berat. Daftar Pustaka
Harpham T, Reichenheim M, Oser R, Thomas E,Hamid N, Jaswal S, et al. Measuring health in cost effective manner. Health Policy and Planning. 2003;18(3):344. 2. WHO. WHO report. Mental health: new understanding, new hope. Geneva: WHO; 2001 3. WHO. A users guide to the self reporting questionnaire.Geneva: WHO; 1994. 4. Departemen Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Depkes RI; 2008 5. Al-Subaie AS, Mohammed K, Al-Malik T. The Arabic self reporting questionnaire as a psychiatric screening instrument in medical patients. Ann Saudi Med. 1998;18(4):308-10. 6. Hartono IG. Psychiatric morbidity among patients attending the Bangetayu community health centre in Indonesia [Tesis]. Perth: University of Western Australia; 1995 7. Bowling A. Measuring disease, 2nd edition. Philadelphia: Open University Press; 2001. 8. Mc Dowell I. Measuring health: A guide to rating scales and questionnaire, 3rd edition. New York: Oxford University Press; 2006. 9. Chereian VI, Peltzer K, Cherian L. The factor-structure of the self reporting questionnaire (SRQ-20) in South Africa. East Afr Med J. 1998;75(11):654-56. 10. Identifikasi faktor risiko stres dan variabel sosiodemografi berdasarkan Survei Kesehatan Daerah Nanggroe Aceh Darussalam 2006. Media Litbangkes. 2008; Vol XVIII Sup 1. 11. Desjarlais R, Eisenberg L, Good B, Kleinman A. World mental health. New York: Oxford University Press; 1995. HQ 1.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 10, Oktober 2009

479

You might also like