You are on page 1of 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Indonesia sebagai sebuah negara berkembang memiliki berbagai permasalahan terutama di bidang kesehatan. Berbagai permasalah kesehatan dapat belum dapat teratasi dengan baik, salah satu permasalahnya adalah insidensi kesakitan yang tinggi. Beberapa penyakit memiliki insidensi yang signifikan.selain itu di negara-negara maju tren penyakit yang timbul mengarah ke penyakit degeneratif dan metabolik. Sedangkan di Indonesia lebih mengarah ke penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang memiliki angka insidensi yang cukup tinggi adalah diare. Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun ratarata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 yang tercatat di fasilitas kesehatan mencapai 9.739.163 orang (Kemenkes RI, 2012). Dimana lebih dari 70.000 pasien melakukan rawat inap dan sekitar 1.200 pasien meninggal
1

dunia dengan CFR mencapai 1,79%. Gambaran umum diare ini juga terjadi di Bali secara umum dan kabupaten Klungkung secara khusus. Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/ MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes RI, 2012). Perencanaan rawat inap merupakan salah satu tata laksana kasus diare. Terdapat indikasi medis dan pertimbangan suatu kasus diare dapat dirawat inap. salah satu indikasi tersebut adalah derajat dehidrasi. Kasus dengan derajat dehidrasi sedang dan berat merupakan indikasi utama untuk dirawat inap. kasus tanpa dehidrasi dan dengan dehidrasi ringan juga dapat dirawat inap, namun dengan pertimbangan berbagai faktor lainnya. Seperti umur, jenis kelamin dan jenis diare kasus. Keseluruhan hal ini yang menjadi faktor yang mempengaruhi suatu kasus diare terutama diare balita untuk perlu dilakukan rawat inap. Karena beragamnya faktor-faktor yang mempengaruhi suatu kasus diare balita untuk dirawat inap, maka perlu adanya penelitian dan pembahasan lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik kasus diare balita yang dirawat inap.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah Adakah hubungan karakteristik pasien diare anak dengan kasus diare yang dirawat inap di RSUD Kabupaten Klungkung pada tahun 2012?.

1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini dibedakan menjadi tujuan umum yang merupakan hasil yang ingin didapatkan, dan tujuan khusus yang merupakan sesuatu yang ingin diteliti untuk mencapai tujuan umum. 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui karakteristik pasien diare yang dirawat inap di RSUD Kab. Klungkung tahun 2012. 1.3.2 Tujuan khusus Untuk mengetahui ada tidaknya korelasi karakteristik pasien diare anak dengan kasus diare yang dirawat inap.

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain: 1. Bagi peneliti: diharapkan dapat menambah wawasan mengenai korelasi karakteristik kasus diare yang dirawat inap dan berbagai faktor yang bisa mempengaruhinya, serta meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian-penelitian berikutnya. 2. Bagi pembaca: diharapkan dapat memberi informasi mengenai berbagai faktor yang cenderung dapat menyebabkan kasus diare untuk dirawat inap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie,2010). Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Sedangkan menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume > 200 g/kg/24 jam disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk volume tinja.

2.2. Etiologi Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab: 1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas 2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
4

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis 4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).

2. 4. Klasifikasi Terdapat beberapa pembagian diare: 1. Berdasarkan lamanya diare: a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. (Suraatmaja, 2007). 2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik: a. Diare sekresi (secretory diarrhea) b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)(Suraatmaja, 2007)

2. 5. Patofisiologi Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme dibawah ini: 1. Diare sekretorik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum (Simadibrata, 2006). 2. Diare osmotik
5

Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006). 3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006). 4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit + + Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA K ATPase di enterosit dan absorpsi Na + dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).

5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006). 6. Gangguan permeabilitas usus Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006). 7. Diare inflamasi Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan

seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
6

diare sekretorik (Juffrie, 2010). 8. Diare infeksi Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresikan oleh bakteri tersebut (Simadibrata, 2006).

2. 6 Manifestasi klinis Infeksi usus menimbulkan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).

2.7. Diagnosis 2.7.1. Anamnesis


7

Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual,

muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan (Simadibrata, 2006).

2.7.2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010). Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).
8

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif

dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain (Juffrie, 2010).

Tabel 1. Penentuan derajat dehidrasi Penilaian A Lihat : Baik, sadar Keadaan Umum Mata Air mata, mulut dan lidah Rasa haus Periksa : Turgor kulit Hasil pemeriksaan Terapi Normal ada Minum biasa tidak haus Kembali cepat Tanpa dehidrasi Rencana terapi A

B *Gelisah,rewel Cekung Tidak ada *Haus, ingin minum banyak *Kembali lambat Dehidrasi ringan/sedang Rencana terapi B

C *Lesu, lunglai atau tidak sadar Sangat cekung dan kering Sangat kering *Malas minum atau tidak bisa minum *Kembali sangat lambat Dehidrasi berat Rencana terapi C WHO, 2010.

Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi : a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A) b. Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci (yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1 gejala) pada kolom yang sama. 2. 7.3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak

diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010). Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan
9

untuk menentukan

diagnosa yang pasti. Secara

makroskopik

harus diperhatikan

bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah,

lender, pus,

lemak, dan lain-lain.

Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002).

2.8. Penatalaksanaan Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu: 1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah 2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan 4. Antibiotik Selektif 5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh 2.8.1. Oralit Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat

mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
10

harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2012). a. Diare tanpa dehidrasi Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. c. Diare dengan dehidrasi berat Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus. Tabel 2. Jumlah oralit yang diberikan Umur Jumlah Oralit yang diberikan tiap < 12 bulan 1-4 tahun > 5 tahun Dewasa BAB 50-100 ml 100-200 ml 200-300 ml 300-400 ml

Jumlah oralit yang disediakan dirumah 400 ml/hari (2 bungkus) 600-800 ml/hari (3-4 bungkus) 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus) 1200-2800 ml/hari Kemenkes RI, 2012

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti (Juffrie,2010).

2.8.2 Zinc Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat
11

menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga

berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2012). Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan

tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita: a. Umur < 6 bulan : tablet (10 mg) per hari selama 10 hari b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2012).

2.8.3. Pemberian ASI/makanan Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
12

pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2012).

2.8.4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011). Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).

2.8.5. Pemberian Nasihat Menurut Kemenkes RI (2012), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang: 1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah 2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila : a. Diare lebih sering b. Muntah berulang c. Sangat haus d. Makan/minum sedikit
13

e. Timbul demam f. Tinja berdarah g. Tidak membaik dalam 3 hari.

14

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep Variabel Bebas Karakteristik Pasien Diare anak : Umur Gender Jenis Diare Derajat Dehidrasi Variabel Tergantung Kasus Diare anak yang di Rawat Inap

Variabel Kendali Pasien Diare Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian Pada penelitian yang akan dilakukan ini, yang menjadi variabel bebas adalah karakteristik pasien diare yang dirawat inap di RSUD Kab. KLungkung. Karakteristik pasien kemudian dibedakan menjadi beberapa variabel yaitu variabel umur yang terdiri dari kelompok umur dibawah satu tahun, satu sampai lima tahun, enam sampai dua belas tahun dan umur diatas dua belas tahun. Kemudian ada variabel gender yang terdiri dari kelompok pria dan wanita. Variabel jenis diare yang terdiri dari diare akut dan kronis. Variabel derajat dehidrasi yang dikelompokkan dalam dehidrasi ringan, sedang dan berat. Variabel kendali adalah pasien diare variabel ini dapat mengendalikan variabel tergantung, dimana jika variabel kendali dapat diubah keadaannya maka variabel
15

tergantung akan mengalami perubahan hasil. Sedangkan variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kasus diare yang dirawat inap.

3.2 Hipotesis Adanya hubungan antara variabel bebas berupa karakteristik pasien diare dengan derajat dehidrasi kasus diare anak yang dirawat inap.

16

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksakan di RSUD Kabupaten Klungkung. Pengumpulan data untuk penelitian ini memerlukan waktu selama 1 minggu, yang dimulai dari tanggal 15 Desember 2012, dengan rincian: - Menghubungi Dinas Kesehatan Kab. Klungkung dan RSUD Kab. Klungkung untuk menanyakan segala hal yang dibutuhkan apabila akan melakukan penelitian di daerah tersebut. Kegiatan ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Desember 2012. - Membawa surat resmi dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa ke Dinas Kesehatan Kab. Klungkung dan RSUD Kab. Klungkung perihal mohon ijin melakukan penelitian di daerah tersebut, serta pengumpulan data kasus diare yang dirawat inap di RSUD Kab. Klungkung sejak Januari 2012 hingga Desember 2012. Hal ini dilakukan pada hari Senin tanggal 17 Desember 2012. Penelitian dilakukan di RSUD Kab. Klungkung mengingat angka kasus diare yang dirawat inap cukup tinggi dan masuknya penyakit diare dalam 10 besar penyakit di RSUD Kab. Klungkung.

4.2 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif crossectional dengan data sekunder kasus diare yang di rawat inap dari RSUD Kab. Klungkung selama tahun 2012. Penelitian menggunakan uji chi square dan tabulasi silang yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
17

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah data kasus diare yang dirawat inap di RSUD Klungkung pada tahun 2012. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan diketahui populasi berjumlah 374 orang. Dari populasi tersebut kemudian akan dilakukan inklusi serta eksklusi. Kriteria inklusi adalah Pasien diare bayi dan balita yang dirawat inap di RSUD Klungkung pada tahun 2012. Kriteria eksklusi adalah Pasien diare yang disertai penyakit lain Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang dilakukan. Seluruh populasi terinklusi sehingga populasi tetap berjumlah 158 orang. Populasi ini kemudian akan dilakukan sampling. Untuk menentukan besaran sampel menggunakan teknik Slovin dengan rumus sebagai berikut. n= N = Jumlah Populasi e = rentang eror (5%) Berdasarkan perhitungan, ditemukan sampel sebesar 113 orang yang kemudian akan diteliti. Namun mempertimbangkan jumlah populasi yang tidak terlalu berbeda dengan penghitungan sampel dan cukup memadai untuk diteliti dalam waktu 3 minggu, maka seluruh populasi tersebut dijadikan sebagai sampel.

18

4.4 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel lain, maka variabel penelitian pada penelitian ini antara lain: Variabel bebas : Umur, gender, jenis diare dan derajat dehidrasi Variabel tergantung : Kasus diare yang dirawat inap Variabel kendali : Pasien diare Setiap variabel yang ada dalam penelitian memiliki banyak pengertian, sehingga perlu didefinisikan terlebih dahulu. Tabel 3. Definisi Operasional Variabel No. 1. Nama Variabel Umur Definisi Operasional Skala 1. 2. 3. 4. 5. Kategorikal Klasifikasi

2. 3. 4.

5. 6.

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun Gender Jenis kelamin sampel I. Pria II. Wanita Jenis Diare Jenis diare sampel Kategorikal I. Akut II. Kronis Derajat Tingkat dehidrasi Kategorikal I. Tidak ada dehidrasi dehidrasi sampel II. Dehidrasi ringan III. Dehidrasi sedang IIII. Dehidrasi berat Kasus Diare Jumlah kasus diare Nominal yang dirawat yang dirawat inap inap Pasien diare Jumlah pasien yang Nominal didiagnosis diare

Umur sampel. Diukur rasio dalam tahun

19

4.5 Alat Dan Bahan Penelitian Dalam penelitian ini bahan yang diperlukann adalah berupa data jumlah kasus diare yang dirawat inap dan rekam medis sampel. Alat penelitian berupa software excel dan SPSS untuk pengolahan data.

4.6 Rencana Analisis Penelitian Penelitian dimulai dengan pengumpulan data dan pengelompokan sampel, data kemudian diolah dan dikelompokkan dalam beberapa variabel. Masing-masing kelompok variabel kemudian diuji menggunakan analisis cross tab dan chi square. Hasil uji dicocokan dengan hipotesis yang telah dibuat dan kemudian dijabarkan.

4.7 Prosedur Penelitian Identifikasi Masalah

Pengumpulan Data dan Informasi

Analsisis Data

Penyusunan Skripsi

20

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Analisis 5.1.1 Frekuensi Dibawah ini akan dicantumkan frekuensi/persentase tiap variabel yang telah dihitung. Tabel 4.1Validitas variabel Derajat Umur N Valid Missing 158 0 Jenis Kelamin Jenis Diare 158 0 158 0 Dehidrasi 158 0

Tabel 4.2 Frekuensi variabel umur Cumulative Frequency Percent Valid Percent Valid 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun Total 112 25 11 7 3 158 70.9 15.8 7.0 4.4 1.9 100.0 70.9 15.8 7.0 4.4 1.9 100.0 Percent 70.9 86.7 93.7 98.1 100.0

Tabel 4.3 Frekuensi variabel jenis kelamin Frequency Percent Valid Percent Valid Laki - Laki Perempuan Total 96 62 158 60.8 39.2 100.0 60.8 39.2 100.0 Cumulative Percent 60.8 100.0

21

Tabel 4.3 Frekuensi variabel jenis diare Cumulative Frequency Percent Valid Percent Valid Akut Kronis Total 155 3 158 98.1 1.9 100.0 98.1 1.9 100.0 Percent 98.1 100.0

Tabel 4.4 Frekuensi variabel derajat dehidrasi Frequency Percent Valid Percent Valid Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat Total 16 69 70 3 158 10.1 43.7 44.3 1.9 100.0 10.1 43.7 44.3 1.9 100.0 Cumulative Percent 10.1 53.8 98.1 100.0

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa untuk umur didominasi oleh pasien dengan umur dibawah 1 tahun (70%), jenis kelamin laki-laki (60,8%), jenis diare akut (98,1%) dan dengan derajat dehidrasi tersering yaitu derajat dehidrasi sedang (44,3%). Hasil yang diperoleh sesuai dan relevan dengan tinjauan pustaka yang dilakukan dimana usia dibawah satu tahun lebih rentan mengalami diare dan perlu mendapatkan perhatian lebih karena mudah mengalami dehidrasi sehingga perlu adanya tindakan rawat inap. hasil penghitungan frekuensi derajat dehidrasi juga menunjukkan hasil yang relevan dimana kasus diare anak dengan derajat dehidrasi sedang yang paling banyak untuk dirawat inap. Namun perlu diperhatikan bahwa kelompok tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan mencapai 53,8% yang berarti lebih dari setengah sampel. Hal ini perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut.

22

5.1.2. Tabulasi silang Selain menghitung frekuensi tiap variabel, dilakukan juga uji tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antavariabel. Ingin diketahui hubungan derajat dehidrasi dengan variabel lainnya. 5.1.2.1 Variabel derajat dehidrasi dengan umur Hipotesis : H0 : tidak adanya hubungan antara umur pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami. H1 : adanya hubungan antara umur pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami.

Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung > , maka H0 diterima. Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung < , maka H0 ditolak. Tabel 5.1 Case Processing Summary derajat dehidrasi
Cases Valid N Umur * Derajat Dehidrasi 158 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 158 Total Percent 100.0%

Tabel 5.2 cross tabulasi umur * derajat dehidrasi

Derajat Dehidrasi Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan Umur 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 8 4 1 2 50 9 6 3 Sedang 52 11 4 2 Dehidrasi Berat 2 1 0 0 Total 112 25 11 7

23

Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung > , maka H0 diterima. Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung < , maka H0 ditolak. Tabel 5.1 Case Processing Summary derajat dehidrasi
Cases Valid N Umur * Derajat Dehidrasi 158 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 158 Total Percent 100.0%

Tabel 5.2 cross tabulasi umur * derajat dehidrasi

Derajat Dehidrasi Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan Umur 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 5 Tahun Total 8 4 1 1 16 50 9 6 1 69 Sedang 52 11 4 1 70 Dehidrasi Berat 2 1 0 0 3 Total 112 25 11 3 158

24

Tabel 5.3 Chi-Square umur* derajat dehidrasi


Monte Carlo Sig. (2-sided) 95% Confidence Interval Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 8.260
a

Monte Carlo Sig. (1-sided) 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound

df 12 12

Asymp. Sig. (2sided) .765 .845

Sig. .699 .864 .515


b b b b

Lower Bound .690 .857 .505 .066

Upper Bound .708 .870 .525 .076

7.192 11.036 3.539 158


c

.060

.071

.036b

.032

.040

a. 15 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,06. b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000. c. The standardized statistic is -1,881.

Dari hasil tabel diatas ditemukan Asymp. Sig (2 sided) 0,765. Dengan ketentuan sebelumnya. Asymp. Sig (2 sided) 0,765 > (0,05) maka H0 diterima. Jadi tidak ada hubungan antara umur pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami.

25

5.1.2.2 Variabel derajat dehidrasi dengan jenis kelamin Hipotesis : H0 : tidak adanya hubungan antara umur pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami. H1 : adanya hubungan antara umur pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami. Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung > , maka H0 diterima. Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung < , maka H0 ditolak.

Tabel 6.1 Case Processing Summary untuk jenis kelamin


Cases Valid N Derajat Dehidrasi * Jenis Kelamin 158 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 158 Total Percent 100.0%

Tabel 6.2 tabulasi silang derajat dehidrasi * jenis kelamin


Jenis Kelamin Laki - Laki Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat Total 10 38 46 2 96 Perempuan 6 31 24 1 62 Total 16 69 70 3 158

26

Tabel 6.3 chi square derajat dehidrasi * jenis kelamin


Monte Carlo Sig. (2-sided) 95% Confidence Interval Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 1.721
a

Monte Carlo Sig. (1-sided) 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound

df 3 3

Asymp. Sig. (2sided) .632 .632

Sig. .673 .674 .627


b b b b

Lower Bound .663 .665 .618 .406

Upper Bound .682 .683 .637 .425

1.721 1.849 .696 158


c

.404

.415

.245b

.236

.253

a. 2 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,18. b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 2000000. c. The standardized statistic is -,834.

Dari hasil tabel diatas ditemukan Asymp. Sig (2 sided) 0,632. Dengan ketentuan sebelumnya. Asymp. Sig (2 sided) 0,632 > (0,05) maka H0 diterima. Jadi tidak ada hubungan antara jenis kelamin pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami.

27

5.1.2.1 Variabel derajat dehidrasi dengan jenis diare Hipotesis : H0 : tidak adanya hubungan antara jenis diare pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami. H1 : adanya hubungan antara jenis diare pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami. Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung > , maka H0 diterima. Jika nilai Asymp. Sig (2 sided) chi square hitung < , maka H0 ditolak.

Tabel 7.1 Case Processing Summary untuk jenis diare


Cases Valid N Derajat Dehidrasi * Jenis Diare 158 Percent 100.0% N 0 Missing Percent .0% N 158 Total Percent 100.0%

Tabel 7.2 tabulasi silang derajat dehidrasi * jenis diare


Jenis Diare Akut Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat Total 16 69 69 1 155 Kronis 0 0 1 2 3 Total 16 69 70 3 158

28

Tabel 7.3 Chi-Square


Monte Carlo Sig. (2-sided) 95% Confidence Interval Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 69.290
a

Monte Carlo Sig. (1-sided) 95% Confidence Interval Sig. Lower Bound Upper Bound

df 3 3

Asymp. Sig. (2sided) .000 .001

Sig. .000 .000 .000


b b b b

Lower Bound .000 .000 .000 .000

Upper Bound .001 .001 .001 .001

15.425 15.204 10.572 158


c

.001

.001

.000b

.000

.000

a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,06. b. Based on 10000 sampled tables with starting seed 624387341. c. The standardized statistic is 3,251.

Dari hasil tabel diatas ditemukan Asymp. Sig (2 sided) 0,000. Dengan ketentuan sebelumnya. Asymp. Sig (2 sided) 0,000 < (0,05) maka H0 ditolak. Jadi ada hubungan antara jenis diare pasien dengan derajat dehidrasi yang dialami.

29

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Umur dengan Kasus Diare yang Dirawat Inap Berdasarkan hasil peelitian dan analisis diketahui bahwa pasien diare dengan kelompok umur satu tahun merupakan penyumbang tertinggi pada kasus diare yang dirawat inap dengan persentase 70.9%. kelompok umur 2 tahun sebesar 15,8%, umur 3 tahun 7,0%, umur 4 tahun 4,4%, dan umur 5 tahun dengan jumlah kasus terendah sebesar 1,9%. Tingginya kasus diare pada kelompok umur 1 tahun ini sesusai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan angka kejadian diare paling tinggi pada anak usia satu tahun kebawah (68,75%). (Minarti Majid, 2011) Hasil ini juga didukung tinjauan pustaka yang ada, episode diare banyak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden tertinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Terdapat beberapa perbedaan pada saluran pencernaan bayi dan dewasa. Sistem pertahanan saluran cerna pada bayi masih belum matang. Sekresi asam lambung belum sempurna saat lahir dan membutuhkan waktu hingga beberapa bulan untuk dapat mencapai kadar bakteriosidal dimana pH < 4. Begitu pula dengan barier mukosa berkembang sesuai dengan bertambahnya usia. Ada perbedaan ikatan mikrovilus terhadap bakteri atau toksinnya serta komposisi mukus intestinal pada bayi dan dewasa. Perbedaan jumlah flora normal terjadi karena saluran pencernaan pada awalnya steril dan flora normal saluran cerna berkembang beberapa bulan awal kehidupan. Pada neonatus, produksi beberapa enzim pencernaan belum berkembang sempurna, misalnya produksi lipase oleh pankreas. Selain itu efek penurunan kadar

30

antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang kemungkinan terpapar bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak akan memperbesar risiko.

6.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kasus Diare yang Dirawat Inap Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa dari 158 sampel, 60.8% berjenis kelamin lakilaki dan 39,2% berjenis kelamin permpuan. Hal ini berbeda dengan epidemologi di negara lain. Di luar negeri angka kesakitan lebih tinggi pada kalangan perempuan sedangkan angka kematian lebih tinggi pada kalangan laki-laki juga pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan angka kesakitan ini, dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Jurnalis jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan (75,9% vs 24,1%). Sedangkan berdasarkan penelitian di Bali juga mendapatkan laki-laki lebih banyak dari perempuan (60% vs 40%) (Mahalini, 2004). Pada kasus tertentu jenis kelamin mempengaruhi terjadinya penyakit akan tetapi pada kasus diare jenis kelamin tidak mempengaruhi kejadian diare.

6.3 Hubungan Jenis Diare dengan Kasus Diare yang Dirawat Inap Jumlah kasus diare berdasarkan jenis diare yang ditemukan dalam penelitian adalah 98,1% untuk diare akut dan 1,9% untuk diare kronis. Berdasarkan uji tabulasi ditemukan adanya hubungan antara jenis diare dengan derajat dehidrasi kasus. Hal ini dimungkinkan karena sedikitnya kasus diare kronis, namun semua kasus diare kronis mengalami derajat dehidrasi berat. Dibandingkan dengan tingginya kasus diare akut yang dominan merupakan kasus dengan derajat dehidrasi ringan sampai sedang. Hasil

31

ini hampir sesuai dengan literatur bahwa kejadian diare akut didapatkan 80%, dan diare melanjut lebih kurang 15%, sedangkan yang menjadi diare persisten sebanyak 5%. Hasil ini juga mendukung penelitian lain dimana 258 kasus diare akut hanya 7,17% berkembang menjadi diare akut dehidrasi berat (Sulaiman, 2011)

6.4 Hubungan Derajat Dehidrasi dengan Kasus Diare yang Dirawat Inap Berdasarkan hasil penelitian pada variabel derajat dehidrasi ditemukan bahwa dehidrasi sedang merupakan kelompok tertinggi dengan 44,3%, dehidrasi ringan dengan 10,1%, tanpa dehidrasi 10,1% dan dehidrasi berat 1,9%. Namun perlu diperhatikan bahwa kelompok tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan mencapai 53,8% yang berarti lebih dari setengah sampel. Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, ataupun kesembuhan pada pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh balita yang lebih banyak

mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada kematian. Hal ini yang menjadi pertimbangan pihak rumah sakit dalam merawat inap kasus diare balita meski hanya datang dengan dehidrasi ringan bahkan tanpa dehidrasi karena jika pemberian cairan oral rehidrasi, tidak segera membaik. Diperlukan observasi dan rawat inap untuk mencegah terjadinya perburukan derajat dehidrasi pasien.

32

BAB VII PENUTUP

7.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan, dapat ditarik beberapa simpulan yaitu : 1. Pasien diare dengan usia 1 tahun kebawah (70%), lebih sering mengalami kasus diare yang dirawat inap dibandingkan umur lain. Setelah dilakukan tabulasi silang dengan derajat dehidrasi, tidak ditemukan hubungan antara keduanya (H0 diterima). 2. Pasien diare dengan jenis kelamin laki-laki (60,8%), lebih tinggi dari jenis kelamin perempuan (39,2%). Setelah dilakukan tabulasi silang dengan derajat dehidrasi, tidak ditemukan hubungan antara keduanya (H0 diterima). 3. Pasien diare dengan jenis diare akut (98,1%) tampak signifikan dari keseluruhan kasus diare yang dirawat inap dibandingkan dengan jenis diare kronis (1,9%). Setelah dilakukan tabulasi silang dengan derajat dehidrasi, ditemukan hubungan yang bermakna antara keduanya (H0 ditolak). 4. Pasien diare dengan derajat dehidrasi tersering yaitu derajat dehidrasi sedang (44,3%) dibandingkan kategori derajat dehidrasi lainnya. Setelah dilakukan tabulasi silang dengan derajat dehidrasi, tidak ditemukan hubungan antara keduanya (H0 diterima).

33

7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diberikan beberapa saran yaitu : 1. Balita terutama umur 1-2 tahun merupakan kelompok umur paling rentan dan beresiko mengalami diare. Sehingga perlu adanya pengawasan lebih dari orang tua untuk mencegah balitanya mengalami diare. 2. Pihak pemberi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit mampu menetapkan prosedur standar untuk pelayanan kasus diare terutama pada balita. Sehingga berbagai kemungkinan dapat tertanggulangi dengan baik dan rumah sakit melakukan rawat inap pada kasus secara rasional.

34

You might also like