You are on page 1of 25

Hilman Suhaili

SHIVERING FEVER Step 1 1. Rapid test The shows Step 2 1. Why the patients have a high fever precede by shivering and followed by a spontaneous decrease in temperature with profuse sweating?

Hilman Suhaili
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksana_Ka sus_Malaria_di_Indonesia.pdf

Hilman Suhaili

2. What happen in 2 months without symptoms ? 3. What corelation with the patient in papua and stayed for 3 months?

P. falcifarum dan P. Malariae umumnya di jumpai pada semua negara dengan malaria; di Afrika, Haiti dan Papua Nuguni umunya P. Falcifarum; P. Vivax banyak di Amerika Latin. Buku Ajar IPD Jilid III, halaman 2814, Interna Publishing.

4. Why in the physical examination shows a pale palpebral conjunctiva , sclera icterus and splenomegaly ? Palpebra conjunctiva : Disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan akibat infeksi parasit sehingga banyak sel darah merah yang mengalami lisis, dan ketika di lihat pada conjucntiva akan tampak palpebra yang anemis. Sclera icterus : Disebakan oleh ikterus prehepatik ( anemia hemolitik) sehingga kadra heme dan globin banyak yang di sintesis menjadi bilirubin oleh hepar dan akan menyebabkan keadaan ikterus yang lebih terlihat pada sclera.

Hilman Suhaili
Splenomegali : Merupakan suatu mekanisme kompensasi tubuh untuk melakukan pembentukan sel darah baru (eritropoesis) dan dalam hal ini prosesnya terjadi secara ekstrameduler. Dan lien di pacu untuk membentuk sel darah baru akibatnya akan terjadi pembesaran lien. 5. Why in the blood peripheral blood smear test shows an abnormal erythtocyte? Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting(8).

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi(4,10). http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_penyuluhan_Pengenalan_Dan_Pemahaman_Tipe_Demam.pdf

6. Why do rapid test? a. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstick

Hilman Suhaili

http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksana_Kasus_Malaria_di_Indonesia.pdf

7. Why the fever followed by fever free period for +- 12 hours? Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.(7) 2.4.1 Silkus Pada Manusia Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahuntahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).(3,7)

Hilman Suhaili
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.(3,7)

2.4.2 Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.(3,7) Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.(3,7)

2.5 Patogenesis Malaria Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.(6)

Hilman Suhaili
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.(6) Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting(8). Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset. (4). Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.(4,8) Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal(9).

2. Mediator endotoksin-makrofag

Hilman Suhaili
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa(9). 3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan(9).

2.6 Patologi Malaria Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi(4,10). http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_penyuluhan_Pengenalan_Dan_Pemahaman_Tipe_Demam.pdf

Hilman Suhaili

8. What is classification about fever? Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38C (100,4F), diukur pada oral >37,8C, dan bila diukur melalui aksila >37,2C (99F). (Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38 C. Pada anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3 C.Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, dan ransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuhsecara keseluruhan, tetapi bila telah melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh. Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui. (Sherwood, 2001)

Hilman Suhaili

Hilman Suhaili

Hilman Suhaili

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21445/4/Chapter%20II.pdf
9. What kind preventive medication form the doctor ? hKemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3). Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.(3). Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin Golongan umur (thn) <1 1-4 Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

Hilman Suhaili
5-9 10-14 >14 1 1 2

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_penyuluhan_Pengenalan_Dan_Pem ahaman_Tipe_Demam.pdf
10. Differential diagnosis?(epidiomology, definition, etiology, pathology, treatment,

pemeriksaan penunjang)

Malaria Definisi: Malaria adalah Penyakit parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit yang ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah Etiologi: Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit, dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina Parasit Malaria yang terdapat di Indonesia: 1. Plasmodium Vivax (Malaria tertiana, Benign Malaria) 2. Plasmodium Falciparum (Malaria tropika, Malignan Malaria) Patogenesis: Siklus hidup plasmodium:

Hilman Suhaili

http://helpingpeopleideas.com/

Diagnosis: 1. Anamnesis: 1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot, atau pegal. Klasik: Trias Malaria, secara berurutan periode dingin (15 - 60 menit), mengigil, diikuti periode panas (beberapa jam), diikuti periode berkeringat, temperatur turun dan merasa sehat 2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1 - 4 minggu yg lalu ke daerah endemik malaria 3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria 4. Riwayat sakit malaria

Hilman Suhaili
5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terahir 6. Riwayat mendapat tranfusi darah 2. Pemeriksaan Fisik: 1. Demam ( t 37 C) 2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat 3. Pembesaran limfa (splenomegali) 4. Pembesaran hati (hepatomegali) Pemeriksaan Fisik malaria berat: 1. t rektal 40 C 2. Nadi cepat dan lemah/kecil 3. TS < 70 mmHg (dewasa), < 50 (anak) 4. R > 35 x/menit, 5. Penurunan kesadaran (GCS < 11) 6. Manifestasi perdarahan (petekhiae, purpura, hematom) 7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang) 8. Anemia berat 9. Ikterik 10. Ronkhi pada kedua paru 11. Pembesaran limfa dan hepar 12. Gagal ginjal (oliguri / anuri) 13. Gajala neurologik Kaku kuduk, reflak patologis Pemeriksaan Lab: 1. Pemeriksaan dengan mikroskop: Pemeriksaan sediaan darah tebal dantipis di puskesmas/lapangan/RS untukmenentukan: 1. ada tidaknya parasit malaria (+/-) 2. spesies dan stadium plasmodium 3. Kepadatan parasit 2. Pemeriksaan dengan test diagnostik cepat (Rapid diagnostik test):

Hilman Suhaili
Berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dg menggunakan metode imunokromatografi dlm bentuk dipstik Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat: 1. Hb dan Ht 2. hitung jumlah lekosit dan trombosit 3.GD, Serum bilirubin, SGOT/SGPT, Alkali posfatase, Albumin/globulin, ureum/kreatinin, Na, K, analisa gas darah 4. EKG 5. Foto toraks 6. Analisa cairan cerebrospinal 7. Biakan darah dan uji serologi 8. Urinalisis

Komplikasi malaria: Malaria otak (Cerebral Malaria) Malaria otak sering timbul sebagai malaria berat yang menyebabkan kematian. Gejala yang timbul dapat tampak sebagai penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma, kejang- kejang atau psikosis organik (Chipman dkk, 1967). Penyebab malaria otak masih merupakan hipotesa yaitu akibat eritrosit yang mengandung parasit menjadi lebih mudah melekat pada dinding pembuluh kapiler (Miller, 1972). Hal ini disebabkan karena menurunnya muatan listrik permukaan eritrosit (Conrad, 1969) dan pembentukan tonjolan-tonjolan kecil dipermukaan eritrosit sehingga terjadi bendungan di pembuluh darah otak kecil (Miller, 1972). Semakin matang parasit dalam eritrosit semakin besar daya lekat eritrosit tersebut, terutama di organ dalam tetapi tidak di peredaran darah, yang memungkinkan penyakit menjadi berat walaupun konsentrasi eritrosit yang terinfeksidi peredarandarah rendah (Hall, 1977). Melekatnya eritrosit yang terinfeksi pada pembuluh darah kapiler dapat mengakibatkan terhambatnya aliran darah otak dan oedema (Maegraith, 1974). Oedema otak ini sering ditemukan pada waktu otopsi, tetapi gejala klinik dari peningkatan tekanan intrakranial jarang sekali ditemukan (Harinasuta dkk, 1982) dan CT scan tidak menyokong oedema sebagai gambaran primer dari malaria otak (Looareesuwan dkk, 1983). Sedangkan Schmutzhard dkk (1984) menemukan gejala sisa saraf yang cukup lama dari sindroma psikosaorganik, heminaresia atau hemihipestesia dan epilepsi.

Kelainan darah

Hilman Suhaili
Hemolisis dapat disebabkan oleh malaria dan obat anti malaria. Hemolisis dapat juga disebabkan karena meningkatnya fragilitas osmotik dari eritrosit yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, sehingga umur eritrosit menurun (Fogel, 1966). Pada penderita dengan defisiensi glukosa 6pospat dehidrogenase dan hemoglobin abnormal, hemolisis yang terjadi meningkat dalam pengobatan dengan anti malaria (Pinder, 1973). Sedangkan Black Water Fever yang sebenarnya yaitu hemolisis tanpa adanya defisiensi G6PD, jarang terjadi dan selalu disertai adanya hemoglobinuria, hemolisis intravaskuler, kegagalan ginjal dan infeksi berat malaria (Bell, 1983). Anemia terjadi akibat meningkatnya eritrosit yang rusak (hemolisis), fagositosis eritrosit dan penurunan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang (Srichaikul dkk, 1967). Trombositopenia mungkin disebabkan oleh memendeknya umur platelet (Skudowitz dkk, 1973), juga didga karena Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) akibat hemolisis (Fletcher dkk, 1972) sehingga menimbulkan perdarahan pada kulit, mukosa dan kadang-kadang pida retina (Harinasuta, dkk, 1982). Perdarahan dapat jugs disebabkan karena kerusakan berat hati yang terinfeksi malaria sehingga timbul gangguan koagulopati.

Edema paru Edema paru merupakan komplikasi yang sering dan hampir selalu menyebabkan kematian. Patogenesisnya belum jelas, mungkin berhubungan dengan menurunnya volume aliran darah yang efektif, tidak berfungsinya aliran pembuluh, darah kecil paru-paru, meningkatnya permeabilitas kapiler, volume cairan intravena yang berlebihan (Brooks dkk, 1968) DIC atau uremia (Punyagupta dkk, 1974).

Kegagalan hati Pembesaran hati, jaundice, dan kelainan fungsi hati sering terjadi pda malaria falsiparum (Ramachandran dkk, 1976). Jaundice yang timbul umumnya karena kelainan sel hati, biasanya ringan, kadang-kadang berat. Transaminase yang meningkat jarang melebihi 200 IU (WHO, 1980). Peningkatan yang cukup tinggi dari beberapa kadar ensim serum dan bilirubin mungkin sebagian disebabkan karena hemolisis (Hall dkk, 1975). Sedangkan perpanjangan masa protrombin disebabkan karena DIC atau akibat efek dari kina (Pirk dkk, 1945).

Kegagalan ginjal Kelainan fungsi ginjal sering ditemui pada malaria falsiparum berat seperti proteinuria, oliguria, anuria dan uremia. Kegagalan ginjal hampir selalu disebabkan oleh nekrosis tubulus akut yang diperkirakan akibat kelainan perfusi ginjal karena hipovolemi atau berkurangnya peredaran darah pada pembuluh

Hilman Suhaili
darah kapiler ginjal (Sitprija dkk, 1967). Glomerulonefritis akut terjadi sebagai komplikasi malaria falsiparum karena terjadi nefritis imun kompleks (Bhamarapravati dkk, 1973).

Diare Kurang berfungsinya penyerapan usus pada malaria disebabkan karena adanya kelainan mukosa berupa edema, kongesti, perdarahan petechiae dan terdapat banyak eritrosit yang terinfeksi sehingga terjadi nekrosis dan ulserasi usus (Hall, 1977). Malabsorpsi diketemukan selama fase akut malaria falsiparum E oleh Karney dkk (1972).

Hipoglikemia Sering ditemukan pada penderita malaria falsiparum sedang, berat dan tersering pada wanita hamil. Kemungkinan penyebab hipoglikemi adalah karena konsumsi glukosa oleh parasit dan iangsangan pengeluaran insulin oleh obat anti malaria (White dkk, 1983). Kelaparan yang timbul akibat tak mau makan dan muntah-muntah serta penggunaan glikogen hati memungkinkan terjadinya hipoglikemia tersebut.

Abortus, kelahiran prematur, stillbirth dan bayi berat lahir rendah Keadaan-keadaan ini mungkin disebabkan karena berkurangnya aliran darah plasenta akibat kongesti dan timbunan eritrosit yang terinfeksi serta makrofag di dalam villus-villus plasenta dan sinus-sinus vena (McGregor dkk, 1983). Eritrosit yang mengandung parasit banyak terdapat pada aliran darah bagian maternal dan biasanya talc terlihat pada bagian fetal (Hall, 1977). Menurut McGregor (1984) hiperpireksia dapat juga mengakibatkan terjadinya abortus. http://myluvlylynn.blog.uns.ac.id/2012/02/29/komplikasi-malaria/

TREATMENT

Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin. Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis, pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa komplikasi dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksin-pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita malaria falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa

Hilman Suhaili
komplikasi. Selain itu kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.(14). Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria. Khusus di Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan kombinasi obat antimalaria lain, untuk mengobati penderita resisten multidrugs. Obat antibiotika yang sudah diujicoba sebagai profilaksis dan pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-trimetoprim dan siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat anti malaria yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan kina(14).

a. Pengobatan malaria falciparum Lini pertama: Artesunat+Amodiakuin+Primakuin dosis artesunat= 4 mg/kgBB (dosis tunggal), amodiakuin= 10 mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin= 0,75 mg/kgBB (dosis tunggal). Apabila pemberian dosis tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal penderita dewasa yan dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin masing-masing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin. Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok Umur(3). Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat Artesunat 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th

1 1 1 1 1

2 2 1 2 2 2

3 3 2 3 3 3

4 4 2-3 4 4 4

Amodiakuin Primakuin Artesunat

II

Amodiakuin Artesunat

Hilman Suhaili
III
Amodiakuin

Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria falciparum. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada di dalam darah(3). Pengobatan lini kedua malaria falciparum diberikan bila pengobatan lini pertama tidak efektif. Lini kedua: Kina+Doksisiklin/Tetrasiklin+Primakuin Dosis kina=10 mg/kgBB/kali (3x/hari selama 7 hari), doksisiklin= 4 mg/kgBB/hr (dewasa, 2x/hr selama 7 hari), 2 mg/kgBB/hr (8-14 th, 2x/hr selama 7 hari), tetrasiklin= 4-5 mg/kgBB/kali (4x/hr selama 7 hari). Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Tabel 3. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria falciparum Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur 0-11 bln 1-4 th 5- 9 th 10-14 th 15 th * Kina 3x 3x1 3x 3x2-3 I Doksisiklin Primakuin Kina II-VII
* ** ***

3x -

1 3x1 -

2x1** 2 3x 2x1**

2x1*** 2-2 3x2-3 2x1***

Doksisiklin

: dosis diberikan per kgBB : 2x50 mg doksisiklin : 2x100 mg doksisiklin

b. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale Lini pertama: Klorokuin+Primakuin Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit(3).

Hilman Suhaili
Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB/hr (selama 14 hari). Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai dengan tabel. Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale Hari Jenis obat Jumlah tablet menurut kelompok umur (dosis tunggal) 0-1 bln Klorokuin I 2-11 bln 1-4 th 1 1 5-9 th 2 2 1 10-14 th 3 3 1 15 th 3-4 1 3-4 1 2 1 1

Primakuin Klorokuin

II

Primakuin Klorokuin 1/8

III IV-XIV

Primakuin Primakuin -

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh (3). Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:(3) Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali setelah hari ke-14. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru). Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin Lini kedua: Kina+Primakuin Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari). Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur sebagai berikut:

Hilman Suhaili
Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur Hari Jenis obat 0-1 bln
*

2-11 bln
*

1-4 th

5-9 th

10-14 th

15 th

1-7 1-14
*

Kina Primakuin

3x

3x1

3x2

3x3 1

: dosis diberikan per kgBB

Pengobatan malaria vivax yang relaps Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur(3).

Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps


Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur Hari Jenis obat 0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th 15 th

Klorokuin 1 Primakuin Klorokuin 2 Primakuin Klorokuin 3 14-14 Primakuin Primakuin

1/8 -

2 1 2 1 1 1 1

3 1 3 1 1 1 1

3-4 2 3-4 2 2 2 2

c. Pengobatan malaria malariae Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur penderita(3).

Hilman Suhaili
Tabel 7. Pengobatan Malaria Malariae Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur Hari I II III Jenis obat Klorokuin Klorokuin Klorokuin 0-1 bln 1/8 2-11 bln 1-4 th 1 1 5-9 th 2 2 1 10-14 th 3 3 1 15 th 3-4 3-4 2

d. Kemoprofilaksis Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3). Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali.(3). Tabel 8. Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin Golongan umur (thn) <1 1-4 5-9 Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu) 1

Hilman Suhaili
10-14 >14 1 2

2.10 Prognosis 1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan(3). 2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. 3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ(3). Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%. Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%. Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu: Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%. Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%. Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_penyuluhan_Pengenalan_Dan_Pemahaman_Tipe_Demam. pdf

1. Jelaskan tentang ACT dalam terapi malaria

Hilman Suhaili

http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksana_Ka sus_Malaria_di_Indonesia.pdf

You might also like