You are on page 1of 2

Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel dan konsentrasi natrium

Pengaturan osmolaritas cairan eksternal berhubungan erat dengan konsentrasi natrium, karena natrium merupakan ion terbanyak dalam ruangan ekstrasel. Secara normal, konsentrasi natrium plasma diatur dalam batas yang kecil 140 sampai 145 mEq/L dengan konsentrasi rata-rata sekitar 142 mEq/L. Osmolaritas rata-rata bernilai sekitar 300 mOsm/L (kira-kira 282 mOsm/L bila terkoreksi akibat tarikan antar ion) dan jarang berubah melebihi 2 sampai 3 persen.

Memperkirakan Osmolaritas Plasma dari Konsentrasi Natrium Plasma


Pada kebanyakan laboratorium klinik, osmolaritas plasma tidak diukur secara rutin. Akan tetapi, karena natrium dan anion yang terkait merupakan 94 persen dari zat terlarut dalam ruang ekstrasel, osmolaritas plasma (P ) dapat diperkirakan secara kasar sebagai : P = 2,1 X Konsentrasi natrium plasma

Contohnya, dengan konsentrasi natrium plasma 142 mEq/L, osmolaritas plasma akan dapat diperkirakan dari rumus diatas menjadi 298 mOsm/L. Perkiraan osmolaritas plasma semacam ini biasanya memiliki keakuratan beberapa persen dari nilai yang diukur secara langsung. Normalnya, ion natrium dan anion yang terkait (terutama bikarbonat dan klorida) mewakili sekitar 94 persen dari osmolalitas ekstrasel, dengan glukosa dan ureum yang turut berperan sekitar 3 sampai 5 persen dari osmolalitas total. Akan tetapi, karena ureum dengan mudah menembus kebanyakan membrane sel, ureum menghasilkan sedikit tekanan osmotik efektif dalam keadaan mantap. Oleh sebab itu, ion natrium di cairan ekstrasel dan anion yang terkait adalah penentu utama pergerakan cairan melintasi membran sel. Walaupun terdapat berbagai mekanisme yang mengontrol jumlah natrium dan ekskresi air oleh ginjal, dua sistem utama yang terlibat khusus dalam pengaturan konsentrasi natrium dan osmolaritas cairan ekstrasel adalah: (1) system osmoreseptor-ADH dan (2) mekanisme rasa haus.

System Umpan Balik Osmoreseptor-ADH


Contohnya, bila osmolaritas (konsentrasi natrium plasma) meningkat di atas normal akibat kekurangan air, system umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut: 1. Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (yang secraa praktis berarti peningkatan konsentrasi natrium plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nucleus supraoptik, mengkerut.

2. Pengerutan sel osmoreseptor menyebabkan hal tersebut terangsang, yang akan mengirimkan sinyalsaraf ke sel saraf tambahan di nucleus supraoptik, yang kemudian meneruskan sinyal ini menyusuri tangkai kelenjer hipofise ke hipofisis posterior. 3. Potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH, yang disimpan dalam granula sekretorik (atau vesikel) di ujung saraf. 4. ADH memasuki aliran darah dan di transpor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis, dan duktus koligentes medula. 5. Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorpsi air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat. Jadi, air disimpan dalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut lainnya terus dikeluarkan dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut dalam cairan ekstrasel, yang akan memperbaiki kepekatan cairan ekstrasel mula-mula yang berlebihan. Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan cairan ekstrasel menjadi terlalu encer (hipoosmotik). Contohnya, pada asupan air yang berlebihan dan penurunan osmolaritas cairan ekstrasel, lebih sedikit ADH yang terbentuk, lalu tubulus ginjal mengurangi pemeabilitasnya tehadap air, sehingga lebih sedikit air yang diarbsorbsi, dan sejumlah urin encer dibentuk. Hal tersebut kemudian memekatkan cairan tubuh dan mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal.

Sintesis ADH di Nukleus supraoptik dan Nukleus Paraventrikular Hipotalamus dan Pelepasan ADH dari Hipofisis Posterior
Hipotalamus terdiri atas dua jenis neuron-neuron magnosel (besar) yang mensintesis ADH di nucleus supraoptik dan nucleus paraventrikular hipotalamus, kira-kira sebanyak lima perenam di nucleus supraoptik dan seperenam di nucleus paraventrikular. Kedua nucleus ini mempunyai perpanjangan akson sampai ke hipofisis posterior. Setelah disintesis, ADH ditranspor melalui akson-akson neuron ke bagian ujungnya, yang berakhir di kelenjar hipofisis posterior. Bila nucleus supraoptik dan nucleus paraventrikular dirangsang oleh peningkatan osmolaritas atau faktor lain, impuls saraf berjalan kebagian ujung saraf ini, yang akan mengubah permeabilitas membrannya dan meningkatkan pemasukan kalsium. ADH yang dilepaskan kemudian dibawa dalam kapiler darah hipofisis posterior ke dalam sirkulasi sistemik. Sekresi ADH sebagai respons terhadap rangsangan osmotic sifatnya cepat, sehingga kadar ADH plasma dapat meningkat bebrapa kali lipat dalam beberapa menit. Oleh sebab itu, sekresi ADH merupakan suatu cara cepat untuk menghambat ekskresi air oleh ginjal. Area neuronal kedua yang penting dalam mengontrol osmolaritas dan sekresi ADH terletak di sepanjang regio anteroventral ventrikel ketiga, yang disebut regio AV3V. Pada bagian atas regio ini terdapat suatu struktur yang disebut organ subfornikal, dan pada bagian inferior terdapat struktur lain yang disebut organum vaskulosum lamina terminalis.

You might also like