Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1. A.
LATAR BELAKANG
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium. Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis.
1. B.
TUJUAN
2. Tujuan Umum Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tonsilitis secara komprehensif. 1. Tujuan khusus
Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien tonsilitis Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien tonsilitis Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada klien tonsilitis
BAB II
PEMBAHASAN
1. 1.
DEFENISI
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes dapat juga disebabkan oleh virus.
1. 2.
ETIOLOGI
Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcuc, viridans dan Streptococcuc pyrogen sebagai penyebab terbanyak, selain itu dapat juga disesbabkan oleh Corybacterium diphteriae, namun dapat juga disebabkan oleh virus (Mansyjoer, 2001).
Faktor predisposis adanya rangsangan kronik (rokok, makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan higiene, mulut yang buruk.
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections)
Etiologi menurut Mansjoer (2001) etiologi tonslitis adalah : a. Streptokokus Beta Hemolitikus Streptokokus beta hemolitikus adalah bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut. b. Streptokokus Pyogenesis Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya bermula ditenggorakan dan kulit. c. Streptokokus Viridans Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet dikatup jantung yang rusak. d. Virus Influenza Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.
1. 3.
KLASIFIKASI
1) Tonsilitis Akut Tonsilitis Akut disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus pyogene, dapat juga disebabkan oleh virus. 2) Tonsilitis Falikularis Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus. Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-
sisa makanan yang tersangkut. 3) Tonsilitis Lakunaris Bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil. 4) Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat) Eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan. 5) Tonsilitis Kronik Tonsilitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.
1. 4.
PATOFISIOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas, akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia yaitu nyeri yang menjalar ke telinga. (Nurbaiti 2001).
1. 5.
Merah dan atau bengkak amandel Putih atau kuning patch pada amandel Tender, kaku, dan atau leher bengkak Sakit tenggorokan Sulit menelan makanan Batuk Sakit kepala Sakit mata Tubuh sakit Otalgia Demam Panas dingin Hidung mampet
1. 6.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan bakteri apakah yang ada dalam tubuh pasien dan juga disertai dengan demam.
Pemeriksaan Penunjang
Terapi Menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
1. 7.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
1) Antibiotik baik injeksi seperti cefotaxim, penisilin, amoksilin, eritromisin dan lain-lain. 2) Antiperetik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen. 3) Apabila penyakit tonsil sudah kronis harus dilakukan tindakan operatif (tonsilektomi) karena penyakit tonsilitis yang sudah kronis akan terjadinya pembesaran pada tonsil sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas karena jalan nafas yang tidak efektif sehingga harus dilakukan tindakan tonsilektomi.
Penatalaksanaan Keperawatan 1) Kompres dengan air hangat 2) Istirahat yang cukup 3) Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat. 4) Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Apakah rutin / rajin membersihkan mulut 2. Pemeriksaan fisik . Aktivitas / istirahat Gejala :
- Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit. d. Eliminasi Gejala :
- Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan. Nyeri tekan pada daerah sub mandibula. Faktor pencetus : menelan ; makanan dan minuman yang dimasukkan melalui oral, obat-obatan. Tanda :
- Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
1. 2.
DIAGNOSA
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
1. 3.
INTERVENSI
2. Dx 1: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal Suhu kulit dalam batas normal Nadi dan pernafasan dalam batas normal
Intervensi:
Rasional: Pada demam dapat membantu dalam diagnosis misal kurun demam lanjut berkahir dari 24 jam.
Rasional: Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal dapat membantu mengurangi demam.
1. Dx 2: Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil Tujuan : Dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Intervensi: Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi dan waktu. Menandai non verbal, misal: gelisah, takikardi, meringis.
Rasional: Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi.
Rasional: Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa takut.
Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi/ bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik nafas dalam.
1. 4.
IMPLEMENTASI
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah diterapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam: 2001).
1. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2001).
Suhu tubuh dalam batas normal -Suhu tubuh dalam rentang normal 36-370C
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN Radang amandel merupakan infeksi pada amandel/tonsil yang kadang-kadang mengakibatkan sakit tenggorokan dan demam. Tonsilitis yaitu peradangan amandel sehingga amandel menjadi bengkak, merah, melunak dan memiliki bintik-bintik putih di permukaannya. Pembengkakan ini disebabkan oleh infeksi baik virus atau bakteri.
1. SARAN Dengan adanya makalah ini hendaknya pembaca khususnya mahasiswa keperawatan lebih memahami tentang penyakit tonsilitis ini dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam praktik keperawatan.
Fungsi kortikal (orientasi) : Baik mampu mengenal ruangan,waktu,tempat,dan orang-orangyang ada di sekitarnya. 3. Berat badan/Tinggi badan ; 4. TTV T =36,40 C P = 80x/menit R = 20x/menit S = 100/80 mmHg D. Pemeriksaan Fisik 1. Kepala dan rambut Bentuk simetris tidak ada lesi atau benjolan,tidak ada nyeri. 2. Mata Bentuk simetris, konjungtiva merah muda,sklera mata putih,tidak memakai alat bantu penglihatan,lapang pandang baik,tidak ada keluhan. 3. Hidung Bentuk simetris,tidak ada lesidan benjolan,fungsi penciuman baik. 4. Telinga Bentuk simetris, telinga bersih, fungsi pendengaran baik. 5. Oral Cavity Mukosa bibir kering, kondisi gigi kurang bersih,tonsil klien terlihat membesar. 6. Leher Tidak ada pembesaran KGB, tidak ada pembesaran tyroid,pergerakan leher baik. 7. Dada Bentuk simetris, pergerakan dada baik,pola nafs normal. 8. Abdomen Bentuk simetris,tidak ada nyeri tidak ada keluhan. 9. Genetalia Tidak terpasang DC 10. Punggung dan bokong Tidak ada lesi dan dekubitus,tidak ada nyeri. 11. - Ekstremitas Atas : Bentuk simetris,kondisi kuku bersih, terpasang infus di sebelah kiri. - Ekstermitas bawah : Bentuk simetris,kondisi kuku bersih,pergerakan bebas,tanpa ada keluhan/nyeri. - Kekuatan Otot : Skala otot Klien 0-5 : * 4 = Bergerak menahan tahanan tetapi kekuatannya berkurang
5 5 12. Integumen Keadaan kulit bersih, tidak terdapat lesi dan keadaan kulit lembab. E. Pola Aktivitas NO AKTIVITAS 1. Nutrisi dan Cairan DI RUMAH DI RUMAH SAKIT
2.
3.
4.
*Nutrisi Jenis Frekuensi Tambahan Pantangan Keluhan *Cairan Jenis Frekuensi Jumlah Istirahat dan Tidur Tidur siang Tidur malam Kualitas Eliminasi *BAB Bentuk Frekuensi Warna *BAK Warna Frekuensi Keluhan Personal Hygiene Mandi Gosok Gigi Cuci Rambut Ganti Pakaian
Bubur 3x1 Air putih 7 gelas/hari 1680 ml/hari 1 jam 5-6 jam/hari -
Normal feces 1x2/hari Kuning khas Kuning khas 2-4x/hari 2x/hari 2x/hari 3x/minggu 1x/hari
Normal feces 1x/hari Kuning khas Kuning khas 3x/hari Di seka 1x/hari 2x/hari 2x/hari
F. Data Penunjang 1. Data fsikologis Klien terlihat stabil,persepsi terhadap penyakit ia yakin dan optimis akan kesembuhan penyakitnya. 2. Data sosial Hubungan klien dengan lingkungan rumah sakit dan tenaga kesehatan baik,serta dukungan keluarga sangat penuh untuk kesembuhan klien. 3. Data spiritual Klien selalu berdoa untuk kesembuhannya. 4. Data ekonomi Klien termasuk keluarga yang perekonomiannya menengah. 6. Pemeriksaan Laboraturium Pemeriksaan Hasil Normal
13-16 g/dl 5000-10.000/ul P40-48,w37-43% P4,5-5,5,w4-5 jt/ul 150.000-400.000/ul P0-10, W 0-15 mm/j
G. Therapi Infus RL Cefotaxime Plasminex Tradosik H. Analisa Data NO Tgl/jam 1. 27 September 2012 11.00 -
15 gtt/menit 2x500 mg IV 2x250 mg IV 1 amp drip Penyebab Masalah Invasi Nyeri kuman/bakteri/virus pada tonsil
Data DS : - Klien mengeluh nyeri pada saat menelan. Klien mengeluh nyeri pada tenggorokannya. DO : - Terlihat luka insisi pada tonsil klien. Klien terlihat meringis.
Tindakan pembedahan
Luka insisi
2.
DS : - Klien mengeluh nyeri pada daerah post op DO : - Terlihat adanya luka insisi.
Penyebaran Kuman
Resti Infeksi II. DIAGNOSA KEPERAWATAN : 1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pasca operasi. 2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran kuman akibat invasif pasca operatif. III. RENCANA KEPERAWATAN
Nama : An. R Umur : 9 tahun Ruang/kamar : Raflesia/II Tgl masuk RS No.Med.Rec Diagnosa Medis : 26-09-2012 : 205694 : Tonsilitis Kronik
Tujuan & KH Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam diharapkan klien tidak mengeluh nyeri. Kriteria Hasil : - nyeri hilang/berkurang. - klien mengatakan tenggorokan tidak terasa sakit. - skala nyeri berkurang. - tonsil klien kembali normal dan tidak kemerahan.
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran kuman akibat invasif pasca operatif.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam diharapkan menunjukkan peningkatan penyembuhan luka tepat waktu dengan kriteria hasil : - Tanda-tanda infeksi tidak terjadi.
2. Observasi TTV.
-Mengetahui keadaan umum klien danMerupakan tanda adanya infeksi apabila terjadi peradangan. -Antibiotik dapat mencegah sekaligus membunuh kuman penyakit untuk berkembang biak.
No
Tgl/ jam
Hasil/Respon
Paraf
Hasil : Skala nyeri klien 2, nyeri dengan tidak nyaman. Hasil : Klien terlihat tenang.
tanda-tanda infeksi.
Tidak terjadi tanda-tanda infeksi. Hasil : T = 36,20C P =80x/menit R =22x/menit S =100/80 mmHg.
2.Mengobservasi TTV.
No.DX Perkembangan Pasien Keperawatan DX.I S : Klien masih mengeluh nyeri. O : Skala nyeri 2 A : Nyeri belum teratasi. P : Lanjutkan intervensi DX.II S:O : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi. A : Resiko tinggi infeksi tidak terjadi. P : Pertahankan intervensi.
Paraf Pelaksana
KONSEP MEDIS 1. Pengertian Tonsilitis kronik adalah tonsil yang dapat mengalami peradangan menahun. (M.A. Handerson, Ilmu Bedah untuk Perawat, 1989) 2. Etiologi Penyebab tonsillitis kronik sama dengan tonsillitis akut yaitu kuman golongan atreptococcus hemolyticus viridans dan streptococcus pyogenes, tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif. Faktor predisposisi timbulnya radang kronik ini ialah yang menahun (misalnya : makanan), pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat, serta hygiene yang buruk.
3. Gambaran Klinis Gambaran klinis dari tonsillitis yaitu tonsil membesar dengan adanya hipertropi dan jaringan parut. Sebagian kripta tampak mengalami stenosis, tapi eksudat yang sering kali purulen. Gambaran klinis lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil biasanya membuat lekukan. Biakan tonsilia dengan penyakit kronis biasanya menunjukan beberapa organisme yang virulensinya relatif rendah. Gejala tonsillitis kronik sebagai brikut a. Keluhan sakit menelan, liur banyak. b. Panas, sakit kepala, rasa sakit ditelinga c. Tonsil warna merah dan membengkak. d. Tonsil tampak bercak kecil dan sumbatan pada kripta (angila lakrimalis) pada tonsillitis folio kuralis bercaknya besar. e. Bercak tampak bergabung menjadi satu meluas sampai ke arkus varing. f. Oedem pada arkus varing dan mungkin sampai palatum mole. g. Sakit tekan pada limforadi. h. Bercak dapat meluas keseluruh jaringan limfe dilingkaran welldeyer.
4. Patofisiologi Pada tonsilitis kronik terdapat dua bentuk yaitu hipertroil dan aerotnsil karena proses berulang, maka selain epitel mukosa terkikis, jaringan limfoik diganti oleh jaringan parut. Jaringan parut ini sesuai dengan sifatnya akan mengalami pengerutan. Kelompok jaringan limfoid mengerut, sehingga ruang antara kelompok melebar. Hal ini secara klinik tampak sebagai pelebaran kriptus
dan kriptus ini diisi oleh defritus. Proses berjalan terus, sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsillitis. Pada anak-anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe sub mandibula. 5. Pathways Tonsilitis berulang Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis Proses penyembuhan limfoid
Mengganggu Tonsil membesar & nervus Pengangkatan jaringan glasovaringeus adenopati reginal gangguan telinga nyeri menelan tengah potensial komplikasi Resiko Infeksi perdarahan nyeri bicara
tonsilektomi
luka insisi
kesulitan
Resiko
nyaman, nyeri
volume
input nutrisi
6. Komplikasi Tonsillitis yang tidak segera ditangani/diterapi dapat berkembang menjadi penyakit yang berbahaya. Komplikasi ke daerah sekitar tonsil berupa a. Rinitis kronis b. Sirositis Komplikasi ke organ yang jauh dari tonsil seperti Indokarditis Miositis Iridoksitis Artritis Dermatitis Nefritis, ufeisis
Pruritis
Utikaria
Furun kilosis 7. Penatalaksanaan Pengobatan dan perawatan yang diberikan pada pasien tonsillitis kronik adalah: a. Tonsilektomi b. Antibiotika, analgetika/anti panas c. Makan-makanan yang lembut d. Makanan yang pedas dan panas dilarang TONSILEKTOMI Indikasi tonsilektomi yang penting dapat diterima anak-anak adalah sebagai berikut : 1. Serangan tonsillitis berulang yang tercatat (walaupun telah diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat) 2. Tonsilitis berhubungan dengan streptococcus menetap dan patogenik (keadaan karier) 3. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap 6 bulan setelah infeksi mononucleosis (biasanya pada dewasa muda) 4. Hiperplasia tonsil yang obstruksi Kontra indikasi 1. Infeksi pernafasan bagian atas yang berulang 2. Infeksi sistemik 3. Asma 4. Tonus otot yang melemah 5. sinositus
KONSEP KEPERAWATAN Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap (Gebbie and Lavin, 1974) yaitu : 1. Pengkajian 2. diagnosa keperawatan 3. Perencanaan 4. Pelaksanaan 5. Evaluasi 1. PENGKAJIAN Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan pengkajian yang cermat untuk mengenali masalah klien, agar dapat memberikan arah pada tindakan keperawatan. Pengkajian data merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi data-data dari klien yang meliputi biopsikososial spiritual yang komprehensif. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Data utama adalah pasien. Data-data tambahan yang dibutuhkan dapat diperoleh dari sumber lain, missal : keluarga, tenaga kesehatan lain, catatan-catatan oleh tenaga kesehatan yang tercatat dalam dokumentasi medis pasien dan hasil pemeriksaan penunjang. Adapun data yang diperoleh dari pasien tonsillitis : Data Subyektif a. Keluhan sakit menelan b. Sakit kepala c. Pasien sakit di telinga d. Pasien sakit tekan di limfoid
Data Obyektif a. Panas b. Liur banyak c. Tonsil tampak memerah d. Tonsil bengkak e. Oedema pada arkus faring
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Beberapa diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan pre atau post operasi tonsillitis antara lain : a. Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan masukan cairan sekunder terhadap nyeri saat menelan. b. Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri saat menelan. c. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang komplikasi, penatalaksanaan nyeri, pengaturan posisi dan pembatasan aktivitas. d. Nyeri berhubungan dengan pembedahan. e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik terhadap pembedahan. f. Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang. g. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian pra operasi dan post operasi takut tentang beberapa aspek pembedahan. h. Resiko tinggi terhadap komplikasi, infeksi berhubungan dengan factor pembedahan 3. PERENCANAAN Merpakan prioritas, hasil yang diharapkan dari pasien dengan kegiatan keperawatan yang spesifik. Beberapa diagnosa yang menjadi focus intervensinya adalah : a. Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan masukan cairan sekunder terhadap nyeri saat menelan. Rencana tujuan Klien dapat meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml Rencana tindakan Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu tubuh Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa. b. Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan masukan sekunder nyeri saat menelan. Rencana tujuan Klien menunjukan nafsu makan Rencana tindakan Beri makanan porsi kecil dan sering atau makanan yang menarik untuk pasien. c. Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang komplikasi, penatalaksanaan nyeri, pengaturan posisi dan pembatasan aktivitas. Rencana tujuan Klien dapat menggambarkan proses penyakit, penyebab-penyebab dan factor penunjang pada gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala. Rencana tindakan
Diskusikan
aspek
ketidalmampuan
dari
penyakit,
lamanya
penyembuhan
dan
harapan
kesembuhan. d. Nyeri berhubungan dengan pembedahan. Rencana tujuan Klien menyatakan nyeri hilang/terkontrol Rencana tindakan Pantau tanda-tanda vital Berikan tindakan nyaman missal perubahan posisi, musik, relaksasi. e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan mobilitas fisik terhadap pembedahan. Rencana tujuan Klien berpartisipasi secara fisik dan atau verbal dalam aktivitas. tentukan tingkat bantuan yang diperlukan. f. Resiko tinggi terhadap kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan dirumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan diri saat pasien pulang. Rencana tujuan Klien menyatakan mrngerti tentang instruksi, melaksanakan dengan tepat ketrampilan perawatan diri yang diperlukan, mengidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perawatan. Rencana tindakan Ajarkan dan biarkan pasien merawat luka jika penggantian perlu dilakukan di rumah.
g. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kejadian pra operasi dan post operasi, takut tentang beberapa aspek pembedahan. Rencana tujuan Mengungkapkan pemahaman tentang kejadian pra operasi dan pasca operasi, melaporkan berkurangnya perasaan cemas atau gugup, ekspresi wajah rileks, kurang bicara. Rncana tindakan Jelaskan apa yang terjadi selama periode pra operasi dan pasca operasi termasuk tes laboratorium pra operasi, alas an status puasa. h. Resiko tinggi terhadap komplikasi, infeksi berhubungan dengan factor pembedahan. Rencana tujuan Tidak ada infeksi Tidak ada komplikasi Rencana tindakan Pantau suhu badan tiap 4 jam, keadaan luka ketika melakukan perawatan. 4. IMPLEMENTASI Merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut : a. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi. b. Dokumenyasi intervensi dan respon klien. 5. EVALUASI Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan dan menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai. Evaluasi dilakukan dengan memakai criteria evaluasi, dengan melibatkan klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Evaluasi dikatakan berhasil apabila masalah sudah dapat diatasi dengan kata lain tujuan sudah tercapai sesuai dengan rencana tujuan yang telah ditetapkan.
PENUTUP A. Kesimpulan 1. Tonsilitis kronik adalah tonsil yang dapat mengalami peradangan menahun. 2. Kasus tonsillitis kronik tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari srmua penyakit tenggorokan berulang. 3. Tonsiliyis kronik sering ditemukan pada anak-anak. 4. Pengobatan pada klien tonsillitis kronik adalah berupa tindakan tonsilektomi dan pemberian antibiotik serta anti piretik. B. Saran Dalam setiap melakukan pengkajian keperawatan, seorang perawat hendaknya mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh karena dengan pengkajian yang menyeluruh segala aspek, maka didapatkan data yang lengkap sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan yang tepat.
Tonsilitis
Pengertian Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsil dengan pengumpulan lekosit, sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta (Adam Boeis, 1994: 330).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan invasif yang dilakukan untuk mengambil tonsil dengan atau tanpa adenoid (Adam Boeis, 1994: 337).
Etiologi 1. Streptokokus hemolitikus grup A. 2. Pneumokokus. 3. Stafylokokus. 4. Haemofilus influezae. Pathofisiologi 1. Terjadinya peradangan pada daerah tonsila akibat virus. 2. Mengakibatkan terjadinya pembentukan eksudat. 3. Terjadi selulitis tonsila dan daerah sekitarnya. 4. Pembentukan abses peritonsilar. 5. Nekrosis jaringan. Gejala-gejala 1. Sakit tenggorokan dan disfagia.
2. 3. 4. 5. 6.
Penderita tidak mau makan atau minum. Malaise. Demam. Nafas bau. Otitis media merupakan salah satu faktor pencetusnya.
Penatalaksanaan 1. Tirah baring. 2. Pemberian cairan adekuat dan diet ringan. 3. Pemberian obat-obat (analgesik dan antibiotik). 4. Apabila tidak ada kemajuan maka alternatif tindakan yang dapat di lakukan adalah pembedahan. Indikasi tindakan pembedahan Indikasi absolut 1. Timbulnya kor pulmonale akibat adanya obstruksi jalan nafas yang kronis. 2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea pada waktu tidur. 3. Hipertrofi yang berlebihan yang mengakibatkan disfagia dan penurunan berat badan sebagai penyertanya. 4. Biopsi eksisi yang di curigai sebagai keganasan (limfoma). 5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada jaringan sekitarnya. Indikasi relatif Seluruh indikasi lain untuk tindakan tonsilektomi di anggap sebagai indikasi relatif. Indikasi lain yang paling dapat di terima adalah 1. Serangan tonsilitis yang berulang. 2. Hiperplasia tonsil dengan gangguan fungsional (disfagia). 3. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan. 4. Tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan dan terapi.
Kontraindikasi 1. 2. 3. 4. Persiapan Demam yang tidak di ketahui penyebabnya. Asma. Infeksi sistemik atau kronis. Sinusitis. operasi yang mungkin di lakukan
Pemeriksaan laboratorium (Hb, lekosit, waktu perdarahan).Berikan penjelasan kepada klien tindakan dan perawatan setelah operasi.Puasa 6-8 jam sebelum operasi.Berikan antibiotik sebagai propilaksis.Berikan premedikasi jam sebelum operasi. Pengkajian 1. Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor pendukung terjadinya tonsilitis serta bio-psiko-sosio-spiritual. 2. Peredaran darah : Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan perubahan posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin, ekstrimitas tampak pucat. 3. Eliminasi : Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/alvi), distensi abdomen, menghilangnya bising usus. 4. Aktivitas/istirahat : Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh, kehilangan sensasi atau parese/plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran, menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum. 5. Nutrisi dan cairan : Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra kranial), gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah. 6. Persarafan : Pusing/syncope, nyeri kepala, menurunnya luas lapang pandang/pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama
pada daerah muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran. 7. Kenyamanan : Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah. 8. Pernafasan : Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea, timbulnya periode apnea dalam pola nafas. 9. Keamanan Fluktuasi dari suhu dalam ruangan. 10. Psikologis : Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam, takut, cemas. Masalah dan rencana tindakan keperawatan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan jaringan atau trauma pada pusat pernafasan. Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda distress pernafasan. Rencana tindakan: 1. Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi kepala dalam keadaan sejajar dengan tulang belakang/sesuai indikasi). 2. Lakukan suction jika di perlukan. 3. Kaji fungsi sistem pernafasan. 4. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/usaha mengeluarkan sekret. 5. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan tindakan. 6. Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit menjadi pucat/cyanosis).Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler pada ekstrimitas. Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik. Rencana tindakan: 1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas. 2. Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih dapat di lakukan. 3. Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
4. Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus. 5. Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai kemampuan. 6. Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant jika di perlukan.Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas. Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema cerebri, perdarahan pada otak. Tujuan: Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori. Rencana tindakan: 1. 2. 3. 4. Gangguan Tujuan: Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang relaks dan tenang. Rencana tindakan: 1. Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh pasien dengan menggunakan skala. 2. Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari nyeri yang di rasakan. 3. Ciptakan lingkungan yang tenang. 4. Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa cara dalam melakukan tehnik relaksasi.Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak. Tujuan: Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi. Rencana tindakan: 1. Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek serta mudah di pahami). Kaji status neurologis dan catat perubahannya. Berikan pasien posisi terlentang. Kolaborasi dalam pemberian O2. Observasi tingkat kesadaran, tanda vital. rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya trauma
secara fisik.
2. Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan yang dialami pasien. 3. Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi. 4. Pergunakan tehnik komunikasi non verbal. 5. Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal. Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan persepsi. Tujuan: Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya. Rencana tindakan: 1. Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri. 2. Dampingi dan dengarkan keluhan pasien. 3. Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif. 4. Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur). 5. Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya. Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan dengan an inervasi pada bladder dan rectum. Tujuan: Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/uri) secara normal sesuai dengan kebiasaan pasien. Rencana tindakan: 1. Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan pengkajian. 2. Auskultasi bising usus dan distensi abdomen. 3. Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai indikasi). 4. Kaji/palpasi distensi dari bladder. 5. Lakukan bladder training sesuai indikasi. 6. Bantu/lakukan pengeluaran feces secara manual. 7. Kolaborasi dalam(pemberian gliserin, pemasangan dower katheter dan pemberian obat sesuai indikasi). Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi perifer yang tidak adekuat, adanya edema, imobilisasi. Tujuan: Tidak terjadi kerusakan integritas kulit (dikubitus). Rencana tindakan: 1. Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi luka atau lecet.
2. Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap kering dan bersih. 3. Ganti posisi tiap 2 jam sekali. 4. Rapikan alas tidur agar tidak terlipat. Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan: Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalaksanaan. Rencana tindakan: 1. Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan. 2. Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor penghambat tersebut. 3. Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan terhadap penatalaksanaan. 4. Libatkan keluarga dalam penyuluhan. 5. Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara teratur. Source: Boeis, Adam, 1994, Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta: EGC. Junadi, Purnawan, 1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik prosesproses penyakit, Jakarta: EGC.
Tonsilitis lakunaris dengan gejala bercak yang berdekatan, bersatu dan mengisis lakuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil. a. Tonsilitis Difteri Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. b. Tonsilitis Septik Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan. 3. Angina Plout Vincent Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39 C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang gangguan pecernaan. a. Tonsilitis kronik Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif. (Soepardi,Efiary Arsyad,dkk 2007) 2. ANATOMI FISIOLOGI
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 1030 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama: 1. Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf. 2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda. 3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai Stadium. Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas warisan dari ibu mulai
menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat memakan kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus. Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan penyakit pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan kulit. (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid. 3. ETIOLOGI TONSILITIS Penyebab tonsilitis bermacam macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini yaitu : 1. Streptokokus Beta Hemolitikus 2. Streptokokus Viridans 3. Streptokokus Piogenes 4. Virus Influenza Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections). Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. Pneumococcus Staphilococcus Haemalphilus influenza Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens. Menurut Iskandar N (1993). Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus. Streptococcus B hemoliticus grup A Streptococcus viridens Streptococcus pyogenes Staphilococcus Pneumococcus Virus
Adenovirus ECHO Virus influenza serta herpes Menurut Firman S (2006), penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
Membran Limfogen
Proses Inflamasi
5. TANDA DAN GEJALA 1. Nyeri tenggorok 2. Nyeri telan 3. Sulit menelan 4. Demam 5. Mual 6. Anoreksia 7. Kelenjar limfa leher membengkak 8. Faring hiperemis 9. Edema faring 10. Pembesaran tonsil 11. Tonsil hiperemia 12. Mulut berbau 13. Otalgia (sakit di telinga) 14. Malaise 6. TEST DIAGNOSTIK Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi : Leukosit : terjadi peningkatan Hemoglobin : terjadi penurunan Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat Terapi Tes Schick atau tes kerentanan di ptori Audiometri : adenoid terinfeksi 7. KOMPLIKASI Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu : o Abses pertonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A. o Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga. o Mastoiditis akut
o o o o o o o
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid. Laringitis Sinusitis Abses paraparineal Abses Retrofaringeal Adenitis servikal supuratif Ketulian permanen Komplikasi sistemik : radang ginjal akut dan demam rematik
8. PENCEGAHAN Tidak boleh makan sembarangan Kebersihan gigi dan mulut Imunisasi DPT Kumur air hangat 3 X sehari Terapi antibiotik Kompres hangat di leher Operasi tonsil Menghindari kontak langsung penderita tonsillitis 9. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Medis a) Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan. b) Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika : Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun. Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun. Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun. Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik. Hemoragi Merupakan komplikasi potensial setelah tonsilektomi. Jika pasien memuntahkan banyak darah dengan warna yang berubah atau dengan warna merah terang pada interval yang sering, atau bila frekuensi nadi dan pernapasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu dokter bedah. Siapkan alat yang digunakan untuk memeriksa tempat operasi terhadap pendarahan : sumber cahaya, cermin, kasa, hemostat lengkung, dan basin pembuang. Kadang, akan berguna jika dilakukan menjahit atau meligasi pembuluh yang berdarah. Jika tidak terjadi pendarahan lebih lanjut , beri pasien es dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk tidak banyak bicara dan batuk karena dapat menyebabkan nyeri tenggorok. Bilas mulut alkalin dan larutan normal salinhangat mengatasi lendir kental yang mungkin ada setelah operasi tonsilektomi ( masih dipertanyakan keefektivitasannya).
Diet cairan atau semicari beberapa hari . Serbat dan gelatin adalh makanan yang dapat diberikan . Makanan yang harus dihindari adalah makanan pedas, dingin, panas, asam, atau mentah. Makanan yang dibatasi adalah makanan yang cenderung meningkatkan mukus yang terbentuk misanya susu dan produk lunak (es krim). Pendidikan yang dapat diberikan kepada pasien dan keluarga adalah tentang tanda dan gejala hemoragi. Biasanya tanda dan gejala muncul 12-24 jam pertama. Paien diinstruksikan untuk melapor setiap pendarahan yang terjadi. c) Pasca operasi Pemantauan keperawatan kontinu diperlukan pada pasca operasi segera Periode pemulihan karena risiko signifikan hemoragi Kepala dimiringkan kesamping memungkinkan drainase dari mulut dan faring memberi kenyamanan posisi Napas oral dilepaskan jika menunjukkan reflek menelan Collar es dipasang pada leher, dan basin serta tisu disiapkanekspectorasi darah dan lendir d) Analgetik e) Antipiretik (Brunner & Suddart.(2001).Kperawatan Medikal Bedah.Edisi 8. Volume 2. Jakarta.EGC) 2. a) b) c) d) e) Penatalaksanaan Keperawatan Kompres air hangat Istirahat yang cukup Cairan diberikan adekuat Banyak minum air hangat Diit cairan atau lunak sesuai kondisi pasien INDIKASI TINDAKAN TONSILAKTOMI INDIKASI ABSOLUT: 1. Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi komplikasi penyakitpenyakit kardiopulmonal.
2. Abses peritonsiler (Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau mulut yang terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut. 3.
4. Tonsil yang diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan gambaran patologis jaringan. INDIKASI RELATIF:
1. Jika mengalami Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan respon sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai. 2. Bau mulut atau bau nafas tak sedap yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. 3. Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang yang diduga sebagai carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon positif terhadap pengobatan dengan antibiotika. 4. Pembesaran tonsil di salah satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan keganasan (neoplastik)
KONTRAINDIKASI Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi melakukan pembedahan tonsil karena bila dikerjakan dapat terjadi komplikasi pada penderita, bahkan mengancam kematian. Keadaan tersebut adalah kelainan hematologik, kelainan alergi-imunologik dan infeksi akut. Kontraindikasi pada kelainan hematologik adalah anemi, gangguan pada sistem hemostasis dan lekemi. Pada kelainan alergi-imunologik seperti penyakit alergi pada saluran pernapasan, sebaiknya tidak dilakukan tonsilektomi bila pengobatan kurang dari 6 bulan kecuali bila terdapat gejala sumbatan karena pembesaran tonsil. Pembedahan tonsil sebagai pencetus serangan asthma pernah dilaporkan. Tonsilektomi juga tidak dikerjakan apabila terdapat infeksi akut lokal, kecuali bila disertai sumbatan jalan napas atas. Tonsilektomi sebaiknya baru dilakukan setelah minimal 23 minggu bebas dari infeksi akut. Di samping itu tonsilektomi juga tidak dilakukan pada penyakit-penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti diabetes atau penyakit jantung pulmonal ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian Hari/tanggal : Rabu, 28 Oktober 2010-10-28 Waktu : 08.30 WIB Tempat : Ruang Delima Oleh : Perawat Lina A. Identitas Klien Nama : Nn.T Umur : 19 th Pekerjaan : Mahasiswa Alamat : Sleman,Jogjakarta Status Pernikahan : Belum menikah Suku : Jawa, Indonesia Diagnosa Medis : Tonsilitis Akut Tanggal Masuk RS : 28 Oktober 2010 No.RM : 430055 I.
B. Penanggung Jawab Nama : Ny.S Umur : 42 th Alamat : Sleman,Jogjakarta Hubungan : Ibu II. Riwayat Kesehatan A. Keluhan Utama : Klien mengatakan nyeri pada tenggorok dan sakit saat menelan. B. Keluhan Tambahan : - Suara serak - Merasa lesu - Tidak nafsu makan - Nafas berbau C. Alasan masuk rumah sakit : Nyeri yang tidak tertahankan D. Riwayat penyakit lalu : Belum pernah mengalami penyakit pernapasan E. Riwayat penyakit sekarang : Awalnya klien demam selama 2 hari. Kemudian klien mengukur suhu dan diperoleh suhu 38,20C. Setelah itu klien memutuskan untuk periksa ke rumah sakit X, karena ia mengalami nyeri pada tenggorok dan sakit saat menelan. Saat dilakukan pemeriksaan bagian mulut terjadi pembesaran pada jaringan limfatik kedua sisi orofaring. Klien kemudian disarankan untuk dilakukan pemeriksaan kultur : usap tonsilar. Ternyata hasilnya positif terdapat Streptococcus group A. Tim medis menyarankan klien untuk dilakukan operasi dan klien menyetujui. III. Pengkajian Fisik A. Tanda-tanda vital : Nadi : 84 x/menit Respirasi : 22x/menit TD : 100/60 mmHg Suhu : 38,20 C B. Pemeriksaan mulut dan tenggorok : - Berbicara kurang jelas - Suara serak dan parau - Warna lidah merah - Palatum simetris - Uvula simetris - Napas bau - Tonsil = T3 (kanan dan kiri) C. Pemeriksaan Fisik :
- Pemeriksaan kepala : bentuk nesochepal, rambut hitam, tipis dan bersih - Pemeriksaan mata : tidak ada sekret di sudut mata, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pasien bisa membaca dan membedakan warna. - Pemeriksaan telinga : bersih, tidak ada cairan keluar, simetris antara kanan dan kiri - Pemeriksaan hidung : bersih dan tidak ada sekret - Pemeriksaan mulut dan tenggorokan : tidak ada caries pada gigi, terdapat pembesaran pada jaringan limfatik kedua sisi orofaring. - Pemeriksaan leher : JVP tidak meningkat - Pemeriksaan dada : ekspansi dada simetris, tidak ada nyeri tekan IV. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai oleh DS: - Pasien mengatakan nyeri saat menelan - Klien mengatakan nyeri hanya di tenggorok DO : - Saat menelan pasien meringis - Pasien gelisah - Tonsil merah dengan bercak keputih-putihan - Tonsil : T3 kanan dan kiri 2. Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan tonsilektomi ditandai oleh : DS: - pasien mengatakan takut operasi DO : - pasien gelisah - pasien murung - TD 100/60 mmHg - Nadi 84x/menit - RR 22x/menit - Suhu 38,20C - Akan dilakukan tonsilektomi 3. Kurang pengetahuan mengnai kondisi berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan DS: - Pasien mengeluh deman - Pasien mengatakan susah menelan - Pasien mengatakan sakit tenggorokan - Pasien mengatakani tidak pernah mengalami sakit seperti ini - Pasien mengatakan tidk tau mengenai tonsilektomi DO: - Pasien bertanya mengapa ia demam - Pasien bertanya mengapa harus dilakukan tonsilektomi - Pasien terlihat bingung 4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil, ditandai oleh : DS : - Pasien mengatakan demam DO : - Suhu : 38,20C
5.
RR : 22 x/menit Nadi : 84 x/menit TD : 100/60 mmHg Tonsil : T3 Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya anoreksia ditandai oleh : DS : Pasien mengatakan tidak nafsu makan Pasien mengatakan sakit saat menelan DO : Pasien lemas Kulit kering
Rasional
Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri / Anjurkan ketidaknyamanan perilaku 2. Meningkatkan penggunaan rasa sehat manajemen stress Berikan 3. Analgetik dapat analgetik, menurunkan rasa misalnya kodein; nyeri ASA; dan darvan sesuai indikasi Berikan 1. informasi akurat dan konsisten mengenai prognosis. Hindari argumen mengenai persepsi pasien terhadap situasi tersebut 2. Dorong pasien/ orang terdekat untuk menyatakan perasaan
Dapat mengurangi ansietas dan ketidak mampuan pasien untuk membuat pilihan/keputusan berdasarkan realita Memberi kesempatan untuk menerima masalah, memperjelas kenyataan takut, dan menurunkan ansietas sampai ke tingkat yang dapat diterima 3. Tunjukkan / 3. Memberi dorong tindakan manajemen aktif relaksasi situasi untuk misalnya menunkan imajinasi perasaan tak berdaya Setelah dilakukan1. Tegaskan jumlah 1. Informasi dapat tindakkan persiapan pra memberikan
berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan DS: Pasien mengeluh deman Pasien mengatakan susah menelan Pasien mengatakan sakit tenggorokan Pasien mengatakani tidak pernah mengalami sakit seperti ini Pasien mengatakan tidk tau mengenai tonsilektomi DO: Pasien bertanya mengapa ia demam Pasien bertanya mengapa harus dilakukan tonsilektomi Pasien terlihat bingung
keperawatan 3 x 24 jam diharapkan pasien memahami mengenai penyakitnya dengan kriteria : DS : Pasien mengatakan sudah paham mengenai penyakitnya 2. DO: Pasien lebih rileks
operasi dan retensi informasi.Kaji tingkat ansietas sehubungan dengan diagnosis dan pmbedahan
petunjuk tentang reaksi pasien pasca operasi. Ansietas dapat mempengaruhi pemahaan informasi yang diberikan sebelum operasi 2. Terdapat stresor Berikan atau yang berlebihan ulang penjelasan dan mungkin pada tingkat disertai dengan penerimaan pengetahuan yang pasien. terbatas. Salah Diskusikan satu konsep ketidakakuratan kadang tak dapat dalam persepsi dihindari, namun tentang proses ketidakberhasilan penyakit dan untuk mengali terapi bersama dan klien dan orang memperbaikinya terdekat dapat mengakibatkan kegagalan pasien mencapai kemajuan kesehatan