You are on page 1of 13

Referat

ATRESIA ESOFAGUS

Liza Novita (0210333)


Mayenru Dwindra (0112172)
Ranika Paramita (0311591)
Tondy Arian (0211042)

Pembimbing:
Dr. Dewi Robinar, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KESEHATANANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2008
DAFTAR ISI

Daftar Isi..............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................2
1.1 Latar Belakang...................................................................................2
1.2 Batasan Masalah................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................3
1.4 Metode Penulisan...............................................................................3
BAB II FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI.....................................................4
2.1 Embriologi.........................................................................................4
2.2 Etiologi...............................................................................................5
2.3 Variasi................................................................................................6
2.4 Patofisiologi.......................................................................................6
2.5 Gambaran Klinis................................................................................7
BAB III DIAGNOSIS..........................................................................................8
3.1 Diagnosis............................................................................................8
3.2 Anomali Penyerta...............................................................................8
BAB IV PENATALAKSANAAN DAN KOMPLIKASI....................................9
4.1 Penatalaksanaan.................................................................................9
4.2 Resiko Pembedahan Dan Komplikasi................................................10
4.3 Prognosis............................................................................................10
BAB V PENUTUP...............................................................................................11
5.1 Simpulan............................................................................................11
5.2 Saran..................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia esofagus (AE) merupakan kelainan kongenital yang ditandai
dengan tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian
distal. AE dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus (FTE), yaitu kelainan
kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan
trakea.1
AE merupakan kelaianan kongenital yang cukup sering dengan insidensi
rata-rata sekitar 1 setiap 2500 hingga 3000 kelahiran hidup.1 Insidensi AE di
Amerika Serikat 1 kasus setiap 3000 kelahiran hidup. Di dunia, insidensi
bervariasi dari 0,4 – 3,6 per 10.000 kelahiran hidup.2 Insidensi tertinggi terdapat di
Finlandia yaitu 1 kasus dalam 2500 kelahiran hidup.1
Masalah pada atresia esofagus adalah ketidakmampuan untuk menelan,
makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi
dari lambung.1

1.2 Batasan Masalah


Referat ini membahas mengenai embriologi, etiologi, variasi,
patofisiologi, klinis, diagnosis, anomali penyerta, penatalaksanaan, resiko
pembedahan, dan prognosis dari atresia esofagus.

3
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari referat ini adalah:
1. Mengerti mengenai embriologi, etiologi, variasi, patofisiologi, klinis,
diagnosis, anomali penyerta, penatalaksanaan, resiko pembedahan dan
komplikasi, dan prognosis dari atresia esofagus.
2. Dapat mencurigai, melakukan pemeriksaan untuk mendiagnosa, dan
memberi penatalaksanaan sementara untuk mencegah komplikasi,
untuk selanjutnya merujuk pasien dengan atresia esofagus.
3. Menyelesaikan salah satu syarat pendidikan kepaniteraan klinik senior
di bidang Ilmu Kesehatan Anak.

1.4 Metode Penulisan


Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka, dengan
mengacu pada beberapa literatur.

4
BAB II
FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ATRESIA ESOFAGUS

2.1 Embriologi
Secara umum telah diterima bahwa primordial respirasi merupakan
evaginasi ventral dari lantai foregut postfaringeal pada awal gestasi minggu ke
empat dan apeks paru primitif terletak pada bagian caudal evaginasi ini. Pada
masa pertumbuhan cepat, trakea yang terletak di ventral berpisah dari esofagus
yang terletak di dorsal. Menurut sebuah teori, trakea berpisah akibat pertumbuhan
cepat longitudinal dari primordial respirasi yang menjauh dari foregut. Teori lain
menyatakan bahwa trakea pada awalnya merupakan bagian dari foregut yang
belum berpisah kemudian berpisah karena proses pembentukan apeks paru kearah
kranial. Proses ini berhubugan dengan pola temporospatial dari gen Sonic
hedgehog (Shh) dan pembelahan selanjutnya. Proses pemisahan foregut
berlangsung ke arah kranial yang akan menyebabkan perpisahan trakeoesofageal.
Lebih lanjut pemisahan epitel foregut ini ditandai dengan peningkatan apoptosis.
Belum jelas bagaimana ekspresi gen ini menyebabkan apoptosis.3
Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa defek primer diakibatkan tidak
membelahnya foregut akibat kegagalan pertumbuhan trakea ataupun kegagalan
trakea untuk berpisah dari esofagus. Menurut kedua teori ini atresia esofagus
proksimal bukan merupakan malformasi primer tetapi sebagai hasil pengaturan
kembali foregut proksimal. Teori kegagalan pemisahan ini menghubungkan
keberadaan celah trakeoesofageal pada aresia esofagus dengan FTE. Teori lain
menyatakan bahwa atresia esofagus proksimal merupakan malformasi sebagai
akibat dari persambungan antara trakea dengan esofagus distal. Teori kegagalan
pemisahan menyatakan bahwa FTE merupakan persambungan foregut dorsal
sedangkan teori atresia primer menyatakan bahwa fistula tumbuh dari trakea
menuju esofagus.3

5
2.2 Etiologi
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui.
Terdapat laporan yang menghubungkan atresia esofagus dalam keluarga. Terdapat
2% resiko apabila saudara telah terkena kelainan ini. Kelainan ini juga
dihubungkan dengan trisomi 21, 13 dan 18. angka kejadian pada anak kembar
dinyatakan 6 X lebih banyak dibanding bukan kembar.1
Saat ini, banyak yang percaya bahwa perkembangan terjadinya atresia esofagus
tidak berhubungan dengan genetik. Debat mengenai proses embriopatologi ini
terus berlangsung, akan tetapi hanya sedikit perkembangan yan didapat. Teori His
lama menyatakan lateral infolding membagi foregut menjadi esofagus dan trakea,
tetapi penemuan di bidang embriologi manusia tidak mendukung teori ini.1
Pada tahun 1984, O’Rahily menyatakan bahwa terdapat fix cephalad point dari
pemisahan trakeoesofageal, dengan elemen dari trakeobronkial dan esofageal
memanjang menuju kaudal. Teori ini kurang cocok untuk atresia esofagus, tetapi
menjelaskan TEF sebagai defisiensi aau kegagalan mukosa esofagus, sebagai
pertumbuhan linear organ pada pembelahan selular dari epitel esofagus.1
Pada tahun 1987, Kluth menyatakan septal trakeoesofageal memegang peranan
penting dalam perkembangan atresia esofagus. Berdasar proses embriopatologik
dalam perkembangan meskipun masih tahap awal, tetapi telah terjadi diferensiasi
antara trakea dan esofagus, dimana jarak diantara keduanya terlalu dekat sehingga
tidak terjadi pemisahan. Ia juga menyatakan bahwa gangguan vaskularisasi juga
dapat berperan dalam terjadinya aresia esofagus ataupun fistula.1
Pada tahun 2001 Oxford dan lainnya menyatakan bahwa kesalahan posisi ventral
ektopik dari notochord pada embrio berusia 21 hari gestasi dapat menyebabkan
gangguan lokus gen, gangguan apoptosis pada foregut dan jenis jenis atresia
esofagus. Kondisi ini dapat terjadi karena variasi pengaruh teratogen pada masa
gestasi awal seperti kembar, paparan racun, atau kemungkinan aborsi.1

6
2.3 Variasi Atresia Esofagus
Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi.
Menurut Gross of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah
sebagai berikut:1
• Tipe A – atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
• Tipe B – atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
• Tipe C – atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
• Tipe D – atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
• Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
• Tipe F – stenosis esofagus kongenital (<1%)

Gambar 2.1 Variasi Atresia Esofagus

2.4 Patofisiologi
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini
dapat terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan
kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion,
sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.1
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau
liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara
dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau
menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang

7
seringkali mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus
menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek
atau anpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah
manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.1
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti
biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret
sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang. Trakea juga
dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi
refluks gastroesofagus; yang daat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bakan
apnea.1

2.5 Gambaran Klinis


Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atersia esophagus,
antara lain:2
• Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut)
• Sianosis
• Batuk dan sesak napas
• Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esophagus yang buntu
dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke dalam jalan napas
• Perut kembung, karena udara melalui fistel masuk ke dalam lambung dan
usus
• Oligouria, karena tidak ada cairan yang masuk
• Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan
jantung, atresia rectum atau anus.2

8
BAB III
DIAGNOSIS ATRESIA ESOFAGUS

3.1 Diagnosis
Atresia esofagus dapat dicurigai keberadaan nya sebelum kelahiran
melalui pemeriksaan USG pada minggu ke 18 kehamilan apabila di dapatkan
gelembung perut janin yang sedikit atau tidak ada. Sensitifitas pemeriksaan ini
sebesar 42% akan tetapi bila dikombinasikan dengan adanya polihidramnion
maka nilai prediksi meningkat hingga 56%. Metode lain untuk meningkatkan
diagnosa ini adalah dengan pemeriksaan USG dan MRI pada leher janin untuk
melihat buntunya kantung atas esofagus.3,5
Pada bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion semestinya diperiksa
dengan nasogastric tube sesegera mungkin untuk menyingkirkan ada nya AE.
Bayi dengan AE tidak mampu menelan ludah dan air ludah nya akan terus keluar
sehingga membutuhkan suction. Pada tahap ini sebelum pemberian makan
pertama, kateter stiff wide-bored (10 – 12) dimasukan melalui mulut menuju
esofagus. Pada pasien dengan AE kateter tidak dapat masuk lebih dari 10 cm. Foto
polos dada dan abdomen akan memperlihatkan ujung kateter terhenti di
mediastinum posterior (T2 – T4), juga keberadaan udara pada traktus
gastrointestinal menandakan keberadaan FTE distal. Perlu di pehatikan bahwa
kateter harus bersifat kaku. Untuk mencegah kesalahan penilaian.3,5

3.2 Anomali Penyerta


Lebih dari 50% bayi dengan atresia esofagus memiliki 1 atau lebih
kelainan tambahan. Sistem yang terlibat adalah :3
• Kardiovaskuler (29%)
• Anorektal (14%)
• Genitourinari (14%)
• Gastrointestinal (13%)
• Vertrebral/skeletal (10%)
• Respirasi (6%)

9
• Genetik (4%)
BAB IV
PENATALAKSANAAN DAN KOMPLIKASI ATRESIA ESOFAGUS

4.1 Penatalaksanaan
Pada anak yang telah dicurigai menderita atresia esophagus, bayi tersebut
harus segera segera dipindahkan ke bagian neonatal atau pediatrik yang memiliki
fasilitas medis. Tindakan bedah harus segera dijadwalkan sesegera mungkin.4
Sebagai penatalaksanaan preoperasi, perlu diberi tindakan pada bayi
dengan AE. Posisi tidur anak tergantung kepada ada tidaknya fistula, karena
aspirasi cairan lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeo-
esofagus ditidurkan setengah duduk. Anak tanpa fistel diletakkan dengan kepala
lebih rendah (posisi Trendelenberg). Suction 10F double lumen di gunakan untuk
mengeluarkan sekret dan mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi diletakan
pada incubator dan tanda vital terus di pantau. Akses vena harus tersedia untuk
memberi nutrisi, cairan dan elektrolit, dan sebagai persiapan. Antibiotik spektrum
luas dapat diberikan sebagai profilaksis.3
Bayi dengan distress pernafasan memerlukan perhatian khusus, seperti
intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Tekanan intra abdomen yang
meningkat akibat udara juga perlu di pantau. Seluruh bayi dengan AE haus
dilakukan echocardiogram untuk mencari kelainan jantung.3
Tidak dilakukan tindakan merupakan pilihan pada bayi dengan sindroma
Potter (agenesis renal bilateral) dan trisomi 18 karena angka kematian tahun
pertama pada bayi ini lebih dari 90%. Bayi dengan kelainan jantung yang tidak
bisa dikoreksi atau perdarahan intra ventrikel grade 4 juga sebaiknya tidak di
operasi.3
Anak dipersiapkan untuk operasi sesegera mungkin. Pembedahan dapat
dilakukan dalam satu tahap atau dua tahap tergantung pada tipe atresia dan
penyulit yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma pada esophagus
proksimal dari gastrostomi. Penutupan fistel, anastomosis esophagus, atau
interposisi kolon dilakukan kemudian hari setelah janin berusia satu tahun.4

10
4.2 Resiko Pembedahan dan Komplikasi
Resiko yang ditimbulkan pasca pembedahan adalah akibat dari
pembedahan itu sendiri, akibat obat anestesi yang digunakan, perdarahan, cedera
saraf dan pneumotoraks.6
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan, meliputi:
• Dismotilitas esophagus, yang terjadi akibat kelemahan otot-otot dinding
esophagus. Pada keadaan ini membutuhkan tindakan khusus saat bayi akan
makan atau minum.
• Hampir 50% dari pasien akan mengalami gastroesophageal refluks
disease (GERD) pada masa kanak-kanak atau dewasa. GERD merupakan
suatu keadaan dimana terjadinya aliran balik isi lambung ke dalam
esophagus. Keadaan ini memerluka pengobatan khusus.
• Trakeoesofageal fistula yang berulang.
• Kesulitan menelan (disfagia) yang dapat disebabkan oleh tersangkutnya
makanan pada bekas pembedahan.
• Kesulitan bernafas dan batuk. Hal ini berhubungan dengan lambatnya
pengosongan makanan di esophagus oleh karena tersangkutnya makanan
oleh bekas pembedahan atau aspirasi makanan ke dalam trakea.6

4.3 Prognosis
Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat penyulit
pada paru. Keberhasilan pembedahan tergantung pada beberapa faktor resiko,
antara lain berat badan lahir bayi, ada atau tidaknya komplikasi pneumonia dan
kelainan congenital lainnya yang menyertai. Prognosis jangka panjang tergantung
pada ada tidaknya kelainan bawaan lain yang mungkin multiple.4

11
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital dengan variasi fistula
trakeoesofageal maupun kelainan kongenital lainnya. Atresia esofagus dapat
dicurigai sejak kehamilan, dan didiagnosa segera setelah bayi lahir. Bahaya utama
pada AE adalah resiko aspirasi, sehingga perlu dilakukan suction berulang.
Penatalaksanaan pada AE utama adalah pembedahan, tetapi tetap dapat
meninggalkan komplikasi lebih lanjut yang berhubungan dengan gangguan
motilitas esofagus.

5.2 Saran
Perlu dilakukan pemeriksaan dengan NGT untuk mencari ada tidaknya
atresia esofagus pada bayi baru lahir terutama dengan faktor resiko ibu yang
memiliki polihidramnion ataupun tanda dari bayi seperti mulut berbuih, air liur
yang terus keluar, batuk dan sesak nafas, ataupun kembung. Dalam perujukan,
perlu dilakukan tindakan khusus saat pemindahan, yaitu untuk mencegah
hipotermia, sumbatan jalan nafas dan aspirasi dengan suction berulang, dan
gangguan sirkulasi seperti dehidrasi, hipoglikemia dan gangguan elektrolit dengan
pemberian cairan intravena.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Blair G. Esophageal Atresia With Or Without Trakheoesophageal Fistula.


http://www.emedicine.com [diakses 15 Februari 2008]
2. Kronemer K. Esophageal Atresia/Tracheoesophageal Fistula.
http://www.emedicine.com [diakses 15 Februari 2008]
3. Spitz L. Esophageal Atresia And Tracheoesophageal Malformation in
Pediatric Surgery. USA, Elsevier Saunders. 2005; 352-370
4. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Fistel dan Atresia. Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi ke-2. Jakarta, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, 2004; 502-3.
5. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Atresia Esofagus. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta. Infomedika Jakarta, 1998; 199-201.
6. Esophageal Atresia. http://www.encyclopediasurgery.com [Diakses tanggal
3 februari 2008].

13

You might also like