You are on page 1of 20

DEMAM DAN RUAM PADA ANAK

Dominicus Husada, Ismoedijanto

PENDAHULUAN Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan ruam bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spektrum diagnosis penyakit yang harus ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan serangkaian mikroba penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga berhubungan dengan superantigen bakteri), dan vaskulitides (termasuk hipersensitifitas). Kesalahan diagnosis penderita dengan demam dan ruam dapat berakibat besar bagi pasien, kontak, maupun masyarakat. Meningokoksemia yang salah didiagnosis sebagai campak dapat berakibat kematian akibat keterlambatan pengobatan. Pasien demam skarlatina yang salah didiagnosis sebagai rubella seharusnya dapat dicegah supaya tidak mengalami komplikasi otitis media. Elemen yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat mencakup anamnesis yang detil, observasi sistemik pada penderita anak yang menunjukkan tanda-tanda toksisitas, dan pemeriksaan fisik menyeluruh. Betapapapun sempurnanya, sering kali anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap mempunyai sensitifitas yang rendah. Dalam kondisi semacam itu uji laboratorium dapat menunjukkan peran yang penting. Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan demam yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisma. Para penyebab infeksi tersebut bisa menghasilkan beragam lesi di kulit. Lesi yang muncul pada umumnya akan menjadi petanda penting penegakan diagnosis. Sejarah Epidemi campak dan cacar telah terjadi sejak kekaisaran Romawi dan China pada awal abad masehi. Demam skarlatina dikenali sebagai penyakit tersendiri sejak abad 17. Cacar air dan rubella baru diidentifikasi di abad ke-18 dan 19. Pada penulisan di awal abad ke-20, penyakit eksantema makulopapular diberi nomor berdasarkan urutan kemunculan pertama kalinya. Demam skarlatina dan campak adalah 2 penyakit yang terawal di kelompok ini. Tabel berikut menggambarkan urutan penyakit berdasarkan nomor historis. Tabel 1. Nomenklatur Eksantema Infeksi Klasik
DISEASES First Second Third Fourth Fifth Sixth INFECTIOUS AGENTS Rubeola or measles Streptococcal scarlet fever Rubella or German measles Filatov-Dukes disease Erythema infectiosum ( parvovirus B19 ) Human herpes virus 6 ( roseola )

Sumber : Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ, editor. Rudolphs fundamentals of pediatrics. Edisi ketiga. Mc-Graw Hill. New York, 2002; 379-86. Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD, editor. Textbook of pediatric infectious diseases. Volume 1. Edisi ketiga. WB Saunders Company. Philadelphia, 1992; 755-82.

PATOGENESIS Cara kulit bereaksi terhadap infeksi sesungguhnya terbatas. Patogenesis manifestasi kulit dari penyakit sistemik dapat dibagi menjadi 3 kategori. Pertama, penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi melalui darah (viremia, bakteriemia, dan sebagainya) yang menghasilkan infeksi sekunder di kulit. Temuan klinis di kulit pada kelompok ini dapat merupakan efek langsung penyebab infeksi di epidermis, dermis, atau endotel kapiler dermis, atau dapat juga merupakan hasil reaksi respon imun antara organisme yang bersangkutan dengan antibodi atau faktor seluler di lokasi kulit. Cacar air, infeksi enterovirus, dan meningokoksemia adalah contoh penyakit dimana mikroba mencapai kulit melalui darah dan menimbulkan temuan di kulit tanpa campur tangan faktor imunologis pejamu. Pada penyakit campak, rubella, dan gonokoksemia, faktor waktu, gambaran histologis, dan tingkat kesulitan mendapatkan hasil pada kultur mengindikasikan adanya kombinasi 2 faktor yaitu efek langsung dan respon imunologis. Kedua, patogenesis yang berhubungan dengan penyebaran toksin dari penyebab infeksi. Infeksi terjadi di lokasi tertentu namun kemudian toksin yang dihasilkan menyebar dan mencapai kulit melalui darah. Tiga contoh penyakit dalam kelompok ini adalah demam skarlatina streptokokal, staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), dan sindroma syok toksik. Kategori ketiga adalah patogenesis pada penyakit sistemik dimana eksantema tidak dapat dimengerti dengan baik namun muncul dan diduga mempunyai dasar imunologis. Yang paling penting dari kelompok ini adalah gambaran klinis eritema multiforme eksudativum (sindroma Stevens-Johnsons) dan eritema nodosum. Pada sebagian besar kasus lokasi antigen maupun toksin yang menyebar sulit diidentifikasi. Ramundo menambahkan mekanisme keempat yaitu melalui keterlibatan vaskuler yang menghasilkan lesi di kulit. Berbagai mekanisme tersebut mungkin saja terjadi secara berurutan. Aspek klinik yang penting dari penyakit eksantematus adalah penyebaran dan progresifitas lesi. Sekalipun demikian pengetahuan mengenai hal tersebut belum banyak diungkap. Para ahli mengetahui bahwa perbedaan ketebalan kulit, kondisi vaskuler, derajat proliferasi, suhu, dan aktivitas metabolik sangat penting pada penyakit hewan dengan manifestasi kulit. Pada manusia faktor-faktor tersebut pasti juga berperan penting dan dipengaruhi oleh mikroorganisma penyebab. GEJALA DAN TANDA KLINIK Pembahasan gejala klinik dapat dilakukan dengan berbagai sudut pandang. Dalam tulisan ini uraian akan dibagi berdasarkan etiologi infeksi. Haruslah dipahami bahwa tidak ada batas yang nyata yang dapat membedakan penyebab infeksi, terutama dari aspek gejala klinik semata-mata. Etiologi infeksi terbanyak yang dapat menimbulkan demam dan ruam pada anak adalah virus. Infeksi Virus Virus dapat melibatkan kulit dengan cara menyebar ke kulit selama infeksi sistemik disertai replikasi virus pada kulit atau dengan memproduksi tumor kulit yang diinduksi virus. Sejumlah virus bersifat epidermotrofik dan bereplikasi di dalam keratinosit. Erupsi kulit yang berhubungan dengan sindroma virus akut disebut eksantema virus (viral exanthem). Jika mukosa terlibat, istilah yang digunakan adalah enantema virus. Insiden eksantema virus tidak diketahui namun untuk herpes simpleks saja, insiden per tahun dapat mencapai 5,1 per 1000 anak terinfeksi. Enteroviral dan adenoviral adalah eksantema virus terbanyak di Amerika Serikat. Semua virus dapat menimbulkan eksantema. Reaksi kulit nonspesifik terhadap infeksi virus adalah yang tidak menunjukkan distribusi klasik, morfologi lesi yang unik, enantema yang berkaitan ataupun kompleks gejala yang menyertainya. Sebaliknya, beberapa kelainan menunjukkan eksantema yang klasik, seperti morbili, rubella, atau eritema infeksiosum. Penyebab eksantema yang tidak spesifik kebanyakan tidak dapat dipastikan pada akhir perjalanan penyakitnya. Penderita infeksi virus mungkin menunjukkan gejala penyerta seperti demam, nyeri kepala, malaise, gangguan pernapasan, gangguan pencernaan, dan sebagainya. Pembedaan terhadap erupsi obat sering sukar dilakukan dan hal ini diperburuk dengan peresepan

antimikroba. Gejala penyerta, waktu munculnya erupsi, dan riwayat pemakaian obat sangat membantu menegakkan diagnosis. Lesi kulit pada eksantema virus yang tidak khas biasanya terdiri dari makula atau papula eritematus yang blanchable, yang tersebar difus di tubuh dan ekstremitas. Presentasi yang lebih jarang meliputi bentuk vesikular, pustular, urtikarial, maupun skarlatiniformis. Purpura jarang ditemukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kebanyakan eksantema virus pada musim panas disebabkan oleh kelompok enterovirus sedangkan yang timbul pada musim dingin disebabkan oleh virus saluran pernapasan. Eritema infeksiosum disebabkan oleh parvovirus B19. Adenovirus tipe 1, 2, 3, 4, 7, dan 7a telah diisolasi dari anak-anak dan remaja dengan eksantema. Fukumi dan kawan-kawan menemukan ruam muncul pada sekitar 2% dari infeksi adenovirus. Hope-Simpson dan Higgins menemukan angka yang lebih tinggi, 8%. Enam spesies virus herpes manusia mempunyai manifestasi kulit dengan derajat klinik yang berbeda-beda. Hampir semua cacar air berhubungan dengan eksantema. Di lain pihak, infeksi CMV jarang ditandai dengan eksantema. Infeksi virus Epstein-Barr menunjukkan eksantema antara 3-100%, tergantung dari paparan terhadap ampisilin. Kurang dari 10% infeksi primer dengan herpes simpleks berhubungan dengan manifestasi kulit. Eritema multiforme sering muncul pada infeksi herpes simpleks yang rekuren. HHV-6 dan 7 merupakan penyebab roseola infantum. Enterovirus dewasa ini merupakan penyebab terbanyak penyakit eksantematus. Di lain pihak, poxvirus jarang menimbulkan eksantema. Manifestasi klinik enterovirus bervariasi. Pada infeksi Coxsackie A16 dan echovirus 9 ruam mungkin didapatkan pada 50% penderita. Hanya sekitar 15% penderita echovirus 4 yang memiliki eksantema. Angka untuk echovirus 6 jauh lebih rendah lagi. Hope-Simpson dan Higgins menemukan eksantema pada hanya sekitar 5% penderita infeksi rhinovirus. Tabel berikut memuat daftar eksantema yang disebabkan oleh enterovirus. Tabel 2. Eksantema yang Disebabkan oleh Enterovirus
PENYEBAB Coxsackie group A1-A24 Coxsackie group B1-B6 Echovirus 1-34 Enterovirus 68-72 Coxsackie A16, A5, A10 Coxsackie group A Other enterovirus Aseptic meningitis PENYAKIT

Hand-foot-mouth disease Herpangina

Sumber: Mancini AJ. Skin infections and exanthems. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ, editor. Rudolphs pediatrics. Edisi kedua puluh satu. Mc-Graw Hill. New York, 2002; 1217-31.

Dari famili Togaviridae, rubella adalah yang terpenting. Beberapa alphavirus juga dapat menimbulkan eksantema. Setiap virus mempunyai kekhususan wilayah geografis. Hal serupa juga terjadi pada flavivirus, termasuk dengue. Eksantema biasanya bukan tanda infeksi influenza, sekalipun penelitian menemukan angka 1-8%. Dari famili Paramyxoviridae, campak adalah yang terpenting. Eksantema juga sering ditemukan pada infeksi parainfluenza tipe 1-3 dan RSV, terutama pada bayi muda. Infeksi virus mumps jarang menimbulkan ruam eksantematus. Hepatitis B adalah penyebab utama Sindroma Gianotti-Crosti pada anak. Eksantema juga bisa ditemukan pada infeksi virus Lassa, Marburg, dan tentu saja- HIV-1. Tabel berikut memuat deskripsi berbagai infeksi virus yang menimbulkan demam dan ruam pada anak.

Tabel 3a. Eksantema pada Infeksi Virus yang Umum menurut Lembo (1)
PENYAKIT Measles PENYE BAB Virus campak UMUR Bayi, remaja MU SIM Dingin, semi TRANS MISI Droplet pernapas an INKU BASI 10-12 PRODROMAL Demam tinggi, batuk, pilek, konjungtivitis, 24 hari GAMBARAN DAN STRUKTUR RUAM Makulopapular (konfluen), mulai dari wajah, menyebar ke tubuh; 3-6 hari; menjadi coklat; deskuamasi halus; toksik, tampak tidak nyaman, fotofobia; ruam mungkin tidak muncul pada infeksi HIV Diskrit, nonkonfluen, makula dan papula berwarna merah muda, dimulai dari wajah dan menyebar ke bawah; 1-3 hari Makula diskrit pada tubuh dan leher; ruam mendadak timbul lalu menghilang; 0,5-2 hari; beberapa pasien tanpa ruam ENAN TEMA Kopliks spot pada mukosa bukal sebelum ruam KOMPLIKASI Kejang demam, otitis, pneumonia, ensefalitis, laringotrakeitis, trombositopenia; SSPE yang tertunda PREVENSI Umum: vaksin campak 12-15 bulan, dan ulangan pada 12 tahun; Paparan: vaksin campak jika dalam 72 jam: globulin serum jika dalam 6 hari (lalu menunggu 5-6 bulan untuk vaksinasi) Umum vaksin rubella 12-15 bulan dan ulangan pada 12 tahun; Paparan: kemungkinan globulin serum Tidak ada KOMENTAR Laporan kesehatan masyarakat; laporan epidemi; menular 3 hari sebelum muncul gejala sampai 4 hari setelah ruam

Rubella (German measles, minor measles)

Virus rubella

Bayi, dewasa muda

Dingin, semi

Droplet pernapas an

14-21

Malaise, demam tidak tinggi, pembesaran kelenjar leher, belakang telinga, dan oksipital; 0-4 hari Rewel, demam tinggi, 3-4 hari, pembesaran kelenjar servikal dan oksipital

Berbagai makula eritematus pada palatum molle Berbagai makula eritematus pada palatum molle

Artritis, trombositopenia, ensefalopati, embriopati fetal

Roseola (exanthema subitum)

HHV 6 dan 7

Bayi (6 bulan-2 tahun)

Semu a

Tidak diketahui ; saliva atau karier tanpa gejala

5-15 (?)

Fifth disease (erythema infectiosum)

Parvoviru s B19

Prepuber tal, guru sekolah

Dingin, semi

Droplet pernapas an; transfuse darah; plasenta

5-15

Nyeri kepala, malaise, mialgia, sering demam

Eritema lokal pada pipi (slapped cheek); eritema merah muda pada tubuh dan ekstremitas; mungkin gatal; ruam mungkin tertunda masa prodromal hingga 3-7 hari; berlangsung 2-4 hari; dapat berulang 2-3 minggu kemudian

Tidak ada

Kejang demam tunggal atau beerulang; sindroma hemofagositik; ensefalopati; penyebaran pada pasien imunokomproma is Artritis, krisis aplastik pada pasien anemia hemolitik kronik, hidrops anemia pada fetus, vaskulitis, granulomatosis Wegener

Laporan kesehatan masyarakat; laporan epidemi, menular 2 hari pra gejala dan 57 hari pasca ruam Tidak ada epidemi

Isolasi pasien dengan krisis aplastik namun tidak pasien normal dengan fifth disease

Laporan epidemi; sekali ruam muncul, host normal tidak menular; pasien dengan krisis aplastik sering tidak menunjukkan ruam

Tabel 3b. Eksantema pada Infeksi Virus yang Umum menurut Lembo (2)
PENYAKIT Chickenpox (varicella) PENYE BAB Virus varicellazoster UMUR 1-14 tahun MU SIM Akhir musim gugur, dingin, awal semi TRANS MISI Droplet pernapas an INKU BASI 12-21 PRODROMAL Demam GAMBARAN DAN STRUKTUR RUAM Papula pruritik, vesikel dengan berbagai derajat; 2-4 tumbuh, kemudian menjadi krusta; tersebar pada tubuh dan kemudian wajah dan ekstremitas; 7-10 hari; terulang beberapa tahun kemudian mengikuti distribusi dermatomal (zoster, shingles) ENAN TEMA Mukosa mulut, lidah KOMPLIKASI Infeksi kulit stafilokokus atau streptokokus, artritis, serebelar ataxia, ensefalitis, trombositopenia, sindroma Reye (dengan aspirin), miokarditis, nefritis, hepatitis, pneumonia, embriopati fetal, diseminasi pada pasien imunokomproma is Meningitis aseptik, hepatitis, miokarditis, pleurodinia, paralisis: biasanya pada pasien yang lebih muda PREVENSI VZIG untuk pasien imunokompromais yang terpapar, wanita hamil yang suseptibel, neonatus preterm, dan bayi yang ibunya mengalami varicella 5 hari sebelum sampai 2 hari sesudah lahir; imunisasi aktif mungkin dengan vaksin hidup dilemahkan KOMENTAR Asiklovir pada pasien imunokompromai s dan mungkin pasien normal (kontroversial); menular 1-2 hari sebelum ruam dan 5 hari setelah ruam (biasanya tidak lagi menular ketika semua lesi menjadi krusta dan tidak ada lesi baru muncul) Ruam mungkin muncul dengan demam atau setelah deferfesen; ruam mungkin muncul pada <50% penyakit virus; epidemi mungkin terjadi, menular hingga 2 minggu

Enteroviruse s

Coxsacki evirus, ECHOvir us, dan lain-lain

Bayi, young children

Panas, gugur

Fekaloral

4-6

Bervariasi; rewel, demam, nyeri tenggorok, mialgia, nyeri kepala

Tangan-kaki-mulut: vesikel di lokasi tersebut; Yang lain: tidak spesifik, biasanya halus, nonkonfluen, ruam makular atau makulopapular, jarang petekie, urtikaria, atau vesikel; berlangsung 3-7 hari

Ya

Tidak ada

Sumber: Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.

Tabel 3c. Eksantema pada Infeksi Virus yang Umum menurut Lembo (3)
PENYAKIT Mononucleos is PENYE BAB Virus EpsteinBarr UMUR Anakanak, remaja MU SIM Semu a TRANS MISI Kontak dekat; saliva, transfusi darah INKU BASI 28-49 PRODROMAL Demam, adenopati, edema palpebra, nyeri tenggorok, hepatosplenome gali, malaise, limfositosis GAMBARAN DAN STRUKTUR RUAM Makulopapular atau morbiliformis pada tubuh dan ekstremitas, mungkin konfluen; sering dipicu pemberian ampisilin atau alopurinol; ruam pada 15-50% berbetuk drug-induced; berlangsung 2-7 hari Papula, papulovesikel, diskrit atau konfluen; wajah, lengan, ekstremitas, sering pada tubuh juga; 4-10 hari ENAN TEMA Bervariasi KOMPLIKASI Anemia, trombositopenia, anemia aplastik, hepatitis; jarang: sindroma hemofagositik, sindroma limfoproliferatif PREVENSI Tidak ada KOMENTAR CMV dan toksoplasmosis juga menghasilkan penyakit seperti mononukleosis; hasil tes monospot dan heterofil negatif

Sindroma GianottiCrosti (popular acrodermatiti s of childhood)

Virus hepatitis NB, EpsteinBarr, dan lain-lain

1-6 tahun

Semu a

Bervarias i; fekal, seksual, produk darah (hepatitis B)

Tak diketa hui; 5180 hari (hepati tis B)

Biasanya tidak ada, kecuali pada penyakit virus spesifik; artritis-artralgia untuk hepatitis B

Bervariasi

Seperti penyakit spesifiknya

Hepatitis B: HBIG dan vaksin

Sumber: Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.

Infeksi Bakteri Ekspresi klinis infeksi bakteri yang mempunyai manifestasi kulit sangat bervariasi.Infeksi stafilokokus phage grup II pada bayi muda akan ditandai ruam sedangkan pada dewasa jarang menimbulkan penyakit. Infeksi S. pneumoniae jarang ditandai eksantema. Infeksi N. meningitidis hampir selalu ditandai dengan eksantema. Sekalipun jumlah kasus tidak sebanyak eksantema virus, penyakit demam dan ruam yang disebabkan oleh bakteri memegang peran penting mengingat kemungkinan derajat beratnya penyakit serta tersedianya terapi definitif. Deskripsi beberapa infeksi bakteri yang menimbulkan demam dan ruam pada anak dipaparkan pada beberapa tabel berikut ini. Infeksi Jamur dan Protozoa Prosentase terbesar penyebab utama penyakit yang ditandai dengan demam dan ruam pada anak adalah infeksi virus dan bakteri. Mikroorganisma lain yang mampu menimbulkan demam dan ruam adalah infeksi jamur, protozoa, cacing, klamidia, rickettsia, dan mycoplasma, Deskripsi infeksi jamur dan protozoa terurai dalam beberapa tabel yang melengkapi uraian ini.

Tabel 4a. Eksantema pada Infeksi Bakteri yang Umum menurut Lembo (1)
PENYA KIT Scarlet fever PENYE BAB Group A streptoco ccus UMUR Usia seko lah MUSIM Musim gugur, dingin, semi TRANS MISI Kontak langsung, droplet INKU BASI 1-4 PRO DROMAL Nyeri tenggoro kan, nyeri kepala, nyeri perut, pembesa ran kelenjar leher, demam, 0-2 hari, onset akut GAMBARAN DAN STRUKTUR RASH Eritema difus seperti sandpaper pada perabaan, dan tampilan goose flesh; aksentuasi eritema pada lipatan fleksural (garis pastia); kepucatan sekeliling mulut, selama 2-7 hari, bisa mengalami eksfoliasi Onset mendadak, eritroderma yang tender menuju bulla flaksid yang difus; pengelupasan sekitar mulut dan hidung yang nyata, eksfoliasi difus (tanda Nikolsky), demam, konjungtivitis, hidung berair Eritroderma difus menyerupai sunburn; hipotensikemungkinan ortostatik, diare, tmesis, kebingungan; deskuamasi pada tahap akhir ENAN TEMA Petekiae di palatum, lidah strawberry KOMPLI KASI Abses peritonsilar, demam reuma, glomerulon efritis PREVENSI Cegah demam reuma dengan penisilin dalam 10 hari onset faringitis; obati dengan penisilin KOMENTAR Ruam yang sama pada Arcanobacterium haemolyticum pada remaja; streptococcus gup A dapat juga memproduksi syok toksik atau sindroma syok bakteriemik yang sebenarnya, sebagai tambahan selulitis, limfangitis, atau erisipelas; S aureus bisa memproduksi ruam skarlatiniform

Scalded skin syndrome

S aureus producing exfoliative toxin

Neona tus dan bayi

Semua

Kolonisasi, kontak

Tak diketahui

Tidak ada

Tidak umum

Syok

Obati dengan nafsilin iv atau vankomisin jika MRSA

Toxic shock syndrome

S aureus producing toxic shock syndrome toxins

Biasa nya remaja putri

Semua

Kolonisasi, kontak

Bervaria si, umum nya 1-5

Myalgia, mendahului croup virus atau pneumonia jika bifasik; mungkin sekunder setelah infeksi luka

Konjungti vitis

Syok, disfungsi multi organ, SIRS

Nafsilin iv atau vankomisin jika resisten, klindamisin plus cairan iv, dopamine, kemungkinan IVIG, steroid; cegah dengan pergantian tampon berulang

Tabel 4b. Eksantema pada Infeksi Bakteri yang Umum menurut Lembo (2)
PENYA KIT Meningoco ccemia PENYE BAB N meningitidis UMUR Semu a ( <5 thn) MUSIM Dingin, semi, mengikut i epidemi influenza TRANS MISI Kontak dekat yang lama INKU BASI 5-15 PRO DROMAL Demam, malaise, mialgia, 110 hari GAMBARAN DAN STRUKTUR RASH Eritematus, nonkonfluen, papul diskrit (awal); petekie, purpura, ekimosis pada tubuh, ekstremitas, telapak tangan dan kaki Makulopapular awal, kemudian petekie atau purpura (jarang); pada ekstremitas, telapak tangan dan kaki, tubuh Pada lokasi gigitan primer, eskar, papulovesikel sekunder pada derajat yang sama sepanjang masa sakit; vesikel lebih sedikit daripada cacar air (5-30); pada tubuh dan ekstremitas proksimal ENAN TEMA Petekie KOMPLI KASI Syok, meningitis, perikarditis, artritis, endoptalmiti s, gangren, DIC PREVENSI Kontak: rifampisin; Umum: vaksin, obati dengan ceftriakson, cefotaksim, penisilin (jika sensitif) Lepaskan ticks sesegera mungkin; gunakan repelen tick; obati dengan doksisiklin Obati dengan doksisiklin KOMENTAR N gonorrhoeae, pneumococcus, H influenzae type b, streptococcus grup A dapat memproduksi manifestasi klinik serupa Ehrlichia chaffeensis dan rickettsiae lainnya dapat memproduksi penyakit yang serupa dengan atau tanpa ruam Sering dibingungkan dengan cacar air; mungkin lebih banyak dari yang diduga, terutama pada daerah kota yang padat dengan perumahan yang buruk

Rocky Mountain spotted fever

R rickettsii

Semu a (>5 thn) Laki > Perem puan

Panas

Karier ticks

3-12

Demam, mialgia, nyeri kepala, malaise, tampak sakit, 2-4 hari Demam, menggigil, nyeri kepala, malaise, 47 hari

Petekie bervariasi

Syok, miokarditis, ensefalitis, pneumonia

Rickettsial pox

R akari

Semu a

Semua

Mite penghisap darah

7-14

Tidak diketahui

Biasanya tidak ada

Sumber: Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.

Tabel 5. Infeksi Jamur dengan Manifestasi Kulit


AGEN Dermatophytic fungi PENYAKIT Tinea capitis, tinea cruris, tinea pedis, tinea circinata Congenital cutaneous candidiasis Chronic mucocutaneous candidiasis Acquired candidiasis Infeksi oportunistik berat Systemic candidiasis Infeksi pernapasan primer Histoplasma capsulatum Histoplasmosis Eritema nodosum, eritema multiforme, eritematus, makulopapular Infeksi pernapasan primer Infeksi pernapasan primer Eritema nodosum, erupsi bentuk akne Awalnya ruam makulopapular eritematus. Kemudian menjadi eritema multiforme dan eritema nodosum Lesi nodular yang kemudian mengalami ulserasi Lesi nodular yang kemudian mengalami ulserasi. Eritema nodosum. Ruam makulopapular, general Lesi nodular eritematus General Infeksi congenital Penyakit imunodefisiensi KARAKTER KLINIK LESI Lesi makulopapular, terlokalisir, kecoklatan yang kemudian menjadi scaly; eritema nodosum Lesi vesicular diskrit Lesi eksudatif, eritematus, konfluen Lesi kemerahan konfluen General General, termasuk skalp Paling sering pada daerah popok EKSANTEMA DISTRIBUSI

Candida albicans

Cryptococcus neoformans Coccidioides immitis

Cryptococcosis Coccidioidomycosis

Sporotrichum schenckii Blastomyces dermatidis

Sporotrichosis Blastomycosis

Inokulasi kutan Infeksi pernapasan primer

Biasanya tangan, lengan, dan paha

Sumber: Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD, editor. Textbook of pediatric infectious diseases. Volume 1. Edisi ketiga. WB Saunders Company. Philadelphia, 1992; 755-82.

10

Tabel 6a. Manifestasi Kulit pada Infeksi Protozoa dan Cacing (1)
AGEN Plasmodium spp. Toxoplasma gondii Malaria Acquired toxoplasmosis Congenital toxoplasmosis Giardia lamblia Entamoeba histolytica Leishmania tropica Leishmania braziliensis and mexicana Trypanosoma gambiense Trypanosoma cruzi Trichomonas vaginalis Ascaris lumbricoides Enterobius vermicularis Necator americanus Trichinella spiralis Giardiasis Amebiasis Oriental sore American cutaneous leishmaniasis African trypanosomiasis American trypanosomiasis; Chagas disease Vulvovaginalis Roundworm infestation Pinworm infestation Hookworm disease Trichinosis PENYAKIT MANIFESTASI KULIT Kadang urtikaria umum pada infeksi kronis Kadang ruam makulopapular, eritematus, umum Ruam petekial umum Jarang urtikaria Jarang urtikaria Lesi nodular merah yang mengalami ulserasi, berlangsung 2-3 bulan Lesi papular eritematus yang mengalami vesikulasi dan ulserasi Lesi nodular merah pada lokasi gigitan, diikuti rash pruritik, luas, seperti eritema multiforme Lesi nodular pada sisi gigitan. Ruam makulopapular luas, rekuren, eritematus. Jarang urtikaria, eritema multiforme Eritema nodosum Jarang urtikaria Papula dan papulovesikel pada permukaan terpapar (kaki). Urtikaria luas Sering urtikaria. Ruam makulopapular umum bisa timbul. Petekie sering muncul

Sumber: Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD, editor. Textbook of pediatric infectious diseases. Volume 1. Edisi ketiga. WB Saunders Company. Philadelphia, 1992; 755-82.

11

Tabel 6b. Manifestasi Kulit pada Infeksi Protozoa dan Cacing (2)
AGEN Strongyloides stercoralis Ancylostoma braziliense Schistosoma haematobium, mansoni and japonicum Trichobilharzia acellata, physellae, and stagnicolae Wuchereria bancrofti Onchocerca volvulus Echinococcus granulosus and multilocularis PENYAKIT Strongyloidiasis; creeping eruption (cutaneous larva migrans) Creeping eruptions (cutaneous larva migrans) Schistosomiasis Swimmerss itch; collectors itch Filariasis Onchocerciasis Echinococcosis MANIFESTASI KULIT Lesi makulopapular eritematus pada kaki. Creeping eruption. Creeping eruption Erupsi papular pruritik di tempat paparan; urtikaria general; lesi granulomatus Awalnya eritema dan urtikaria, diikuti papula dan vesikulasi; pruritik Eritema terlokalisir; urtikaria; eritema nodosum Ruam scaly, papular, kronik Urtikaria berulang

Sumber: Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD, editor. Textbook of pediatric infectious diseases. Volume 1. Edisi ketiga. WB Saunders Company. Philadelphia, 1992; 755-82.

12

PENEGAKAN DIAGNOSIS Sering diagnosis pasti demam dan ruam pada anak sulit ditegakkan. Banyak tenaga kesehatan hanya menyebutkan campak dan atau cacar air sebagai diagnosis final tanpa melakukan evaluasi lebih lanjut. Penegakan diagnosis perlu memperhitungkan beberapa faktor penting, termasuk penyakit non infeksi. Karena umumnya anak dengan demam dan ruam akut mempunyai gambaran umum yang serupa yang terjadi pada banyak penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya, penegakan diagnosis sering dapat dilakukan hanya dengan mengamati pola penyakit semata-mata (misalnya dengan pengenalan visual eksantema yang timbul) atau dengan menggunakan tes laboratorium yang minimal (misalnya ruam yang konsisten dengan demam skarlatina diikuti tes aglutinasi lateks untuk streptokokus grup A yang positif). Sekalipun demikian, spektrum penyakit infeksi begitu luas sehingga keluhan maupun tanda yang didapatkan kebanyakan sangat tidak khas dan pengamatan pola tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. Dalam hal ini diperlukan penggunaan tes laboratorium. Penelitian dengan serangkaian tes spesifik (kultur streptokokus, serologi untuk rubella, campak, hepatitis A dan B, Epstein-Barr, parvo, dan M. pneumoniae) dapat menemukan diagnosis dari 65% kasus dengan lesi eksantematus menyeluruh yang tidak dapat dipastikan hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Keputusan klinik jelas berada di tangan para klinisi untuk sekedar menunggu dan mengamati perjalanan sakit, melakukan serangkaian pemeriksaan ketika pasien dinyatakan berada dalam resiko morbiditas yang signifikan (namun pengobatan tersedia), ataupun lebih tinggi dari itu- melakukan upaya diagnosis dan penatalaksanaan segera untuk kasus yang nampak toksik, ditandai perubahan status mental, tanda vital yang tidak stabil, atau menunjukkan komponen petekial dan purpurik. Pendekatan diagnosis untuk anak dengan ruam petekial dan atau purpurik meliputi anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik menyeluruh, serta beberapa pemeriksaan tambahan sesuai indikasi, seperti darah lengkap, profil koagulasi, kultur darah, tenggorok, dan analisa cairan spinal. Anamnesis Anamnesis yang lengkap dan terarah sangat penting dalam membatasi diagnosis banding yang dipikirkan setiap kali menghadapi penderita demam dan ruam pada anak. Pertanyaan menyangkut ruam secara mendetail merupakan kunci yang harus didahulukan. Paparan terhadap penyebab infeksi, riwayat penyakit sebelumnya, pengobatan yang diterima, dan riwayat sosial sering memberikan petunjuk diagnosis yang berharga. Berhati-hatilah bahwa dalam anamnesis dapat muncul petunjuk yang menipu ke arah diagnosis yang keliru. Pemeriksaan setelah anamnesis, yang dilakukan dengan teliti, akan membuka keadaan pasien lebih mendetail dan menampilkan dianosis banding yang lebih objektif. Sebagian besar penyakit eksantema akut memberikan kekebalan seumur hidup. Dengan demikian, jika dalam anamnesis ditemukan riwayat menderita penyakit tersebut sebelumnya, kemungkinan terulangnya penyakit yang sama dapat disingkirkan. Namun hal ini tentu bergantung pada daya ingat orang tua serta ketepatan diagnosis di masa lalu. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis. Dimulai dari keadaan umum dan tanda vital, pemeriksaan kemudian dilanjutkan pada status tiap organ secara umum, dan akhirnya mengamati ruam dengan seksama. Menurut Garg dan kawan-kawan (2008) ada 3 hal penting menyangkut ruam yang harus bisa ditentukan yaitu : warna, konsistensi dan feel of lesion, serta komponen anatomi dari kulit yang terlibat (epidermal, dermal, subkutan, atau kombinasi) Tabel di halaman berikut memuat rincian pemeriksaan fisik yang penting untuk dikerjakan Pemeriksaan Penunjang Beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis juga tercantum dalam tabel.

13

Tabel 7. Pemeriksaan Fisik Penderita dengan Demam dan Ruam


NO 1 Tanda vital PEMERIKSAAN KETERANGAN Suhu, terutama tingginya demam Nadi Respirasi Tekanan darah Sadar Tampak sakit - akut Tampak sakit kronis Tampak toksik

Keadaan umum

3 4 5 6 7 8

Pembesaran kelenjar dan lokasi Lesi konjungtiva, mukosa, dan genital Pembesaran hepar dan lien Artritis Nuchal rigidity atau disfungsi neurologis Gambaran ruam Tipe :

Makular Papular Makulopapular Petekiae atau purpura Eritroderma difus : Penekanan pada flexural crease Deskuamasi dengan stroking (Nikolsky sign) Eritroderma terlokalisir : Expansile Nyeri Urtikaria Vesikula, pustula, bulla Nodul Ulcer annular ; iris; arciform; linear; bulat; umbilicated zosteriform; linear; tersebar; terisolasi; berkelompok area terpapar ; sentripetal atau sentrifugal umum atau terlokalisir simetris atau asimetris daerah fleksor, ekstensor, sela jari, telapak tangan dan kaki, dermatomal, area terekspose, dsb Mukosa buccal Palatum Faring dan tonsil Okular Kardiak Pulmonary Gastrointestinal Musculoskeletal Reticuloendothelial Neurologis

Diskrit atau uniform Deskuamasi Konfigurasi atau lesi individual : Susunan lesi : Pola distribusi dan lokasi : Lokasi : 9 10 Enantema yang berhubungan Temuan lain yang berhubungan ( terisolir maupun dalam klaster )

11

Pemeriksaan fisik umum lainnya

Sumber: Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals of clinical diagnosis. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw Hill Medical. New York, 2008; 23-40. Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015. Sanders CV. Approach to the diagnosis of the patient with fever and rash. Dalam: Sanders CV, Nesbitt LT, editor. The skin and infection. Williams & Wilkins. Baltimore, 1995; 296-304.

14

Tabel 8. Beberapa Pemeriksaan Penunjang untuk Demam dan Ruam


TES Umum : darah lengkap, urinalisis, kimia klinik Aspirat lesi kulit : pengecatan Gram dan kultur Tidak spesifik Sangat membantu pada lesi pustular atau petekial. Positif hingga 50% pada kasus meningococcemia akut Infeksi jamur, penyakit granulomatous, vaskulitis Imunofluoresen : Rocky Mountain spotted fever (RMSF), SLE Semua kasus bakteremia dan sebagian fungemia Infeksi virus Infeksi gonokokal yang menyebar Infeksi streptokokal dan rickettsial, infeksi spiroketal ( sifilis, leptospirosis, Lyme ), mikoplasma, infeksi jamur ( kriptokokosis, koksidioidomikosis ), infeksi virus ( hepatitis B, Epstein-Barr, CMV, campak, adenovirus ), trichinosis, SLE Infeksi virus herpes ( multinucleated giant cell ) APLIKASI

Biopsi

Kultur dari sumber lain : Darah Hapus tenggorok / rektum Tenggorok, rektum, uretra, cervix, sendi Tes serologis

Pengecatan Wright atau Giemsa dari cairan vesikular

Sumber: Sanders CV. Approach to the diagnosis of the patient with fever and rash. Dalam: Sanders CV, Nesbitt LT, editor. The skin and infection. Williams & Wilkins. Baltimore, 1995; 296-304 (Modified from Stein JH, ed. Internal medicine. 4 th ed. St. Louis; Mosby, 1994; 1854) Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals of clinical diagnosis. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw Hill Medical. New York, 2008; 23-40.

ALGORITMA DIAGNOSIS Beberapa pakar mengemukakan algoritma dalam diagnosis dan penatalaksanaan anak dengan demam dan ruam. Algoritma tersebut menggunakan beberapa pendekatan yang berbeda sekalipun dengan dasar teori yang serupa. Beberapa kemungkinan dalam mendiagnosis harus selalu diperhitungkan. Anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik yang cermat, serta pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan pada umumnya cukup untuk membuat diagnosis. Sekalipun demikian, pada sebagian kasus masih diperlukan pengamatan penyakit untuk beberapa saat serta evaluasi terhadap hasil pengobatan.

15

Adapted from : Prince A. Infectious diseases. In: Behrman RE, Kliegman RM (eds). Nelson Essentials of Pediatrics, 3rd ed. Philadelphia. WB Saunders 1998: 317

Petechial or purpuric rash

CBC with differential and platelet count Consider : Coagulation studies Blood culture CSF cytology and culture

Viruses : Enterovirus Congenital rubella CMV Atypical measles HIV Hemorrhagic fever virus Hemorrhagic varicella Bacteria : Sepsis (meningococcal, gonococcal, pneumococcal, Haemophilus influenzae) Endocarditis Pseudomonas aeruginosa Rickettsia Rocky Mountain spotted fever Endemic typhus Ehrlichiosis Others : Henoch-Schonlein purpura Vasculitis Thrombocytopenia

FEVER AND RASH


History and physical examination Appearance of the rash

Macular or maculopapular rash

Viruses : Roseola ( HHV-6 ) Epstein-Barr virus Adenovirus Measles Rubella Fifth disease (parvovirus) Enterovirus Hepatitis B virus (papular acrodermatitis) HIV Dengue virus Bacteria : Mycoplasma pneumoniae Group A Streptococcus (scarlet fever) Arcanobacterium hemolyticus Secondary syphilis Leptospirosis Pseudomonas Meningococcal infection (early) Salmonella Lyme disease Listeria monocytogenes Rickettsia : Early Rocky Mountain spotted fever Typhus Ehrlichiosis Others : Kawasaki disease Coccidioides immitis

Diffuse erythroderma

Bacteria : Scarlet fever (Group A streptococcus) Toxic shock syndrome (Staphylococcus aureus) Staphylococcal scarlet fever Staphylococcal scalded skin Fungi (Candida albicans)

Other rashes

Gambar 1a. Algoritma untuk Demam dan Ruam menurut Pomeranz dkk (1)
Sumber: Pomeranz AJ, Busey SL, Sabnis S, Behrman RE, Kliegman RM. Pediatric decision-making strategies to accompany Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company. Philadelphia, 2002; 224-9.

16

Adapted from : Prince A. Infectious diseases. In: Behrman RE, Kliegman RM (eds). Nelson Essentials of Pediatrics, 3rd ed. Philadelphia. WB Saunders 1998: 317

Urticarial rash

Viruses : Epstein-Barr virus Hepatitis B virus HIV Enteroviruses Bacteria : Mycoplasma pneumoniae Group A streptococcus Shigella Meningococcus Yersinia Others : Parasites Insect bites Drug reaction

Vesicular, bullous, pustular rash

Consider : Gram stain and culture of the lesion Tzanck preparation PCR testing

FEVER AND RASH (continued)

Viruses : Herpes simplex Varicella zoster Coxsackie virus A and B ECHO (enteric cytopathogenic human orphan) virus Bacteria : Staphylococcal scalded skin syndrome Staphylococcal bullous impetigo Group A streptococcus impetigo Others : Toxic epidermal necrolysis Erythema multiforme (Stevens-Johnson syndrome) Rickettsial pox

Erythema nodosum

Consider : Streptococcal culture or antigen detection tests Hepatitis B serology PPD (tuberculous skin test) Chest X-ray

Viruses : Epstein-Barr virus Hepatitis B Bacteria : Group A streptococci Tuberculosis Yersinia Cat-scratch disease Fungi : Coccidiomycosis Histoplasmosis Others : Sarcoidosis Inflammatory bowel disease Systemic lupus erythematosus Behcet disease

Ecthyma gangrenosum Erythema chronicum migrans Distinctive rashes Necrotic eschar Erysipelas rashes Koplik spots Erythema marginatum

Pseudomonas aeruginosa Lyme disease Aspergillosis, mucormycosis Group A streptococcus Measles Rheumatic fever

Gambar 1b. Algoritma untuk Demam dan Ruam menurut Pomeranz dkk (2)
Sumber: Pomeranz AJ, Busey SL, Sabnis S, Behrman RE, Kliegman RM. Pediatric decision-making strategies to accompany Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company. Philadelphia, 2002; 224-9.

17

TERAPI Menurut Lembo (2004), pengobatan anak dengan demam dan ruam meliputi petunjuk antisipatif dan intervensi spesifik. Petunjuk antisipatif sudah cukup pada pasien yang dapat diidentifikasi dengan jelas, penyakitnya akut, dapat sembuh sendiri, dan berupa infeksi yang noninvasif. Orang tua perlu diberi tahu mengenai lamanya sakit, perubahan klinis yang diharapkan, potensi komplikasi, dan cara pengenalannya, serta kapan waktu untuk kontrol kembali ke tenaga kesehatan. Surveilans aktif untuk mencari komplikasi dapat dilakukan apabila pengasuh pasien diperkirakan tidak terlalu mampu merawat dengan baik atau bila pasien menunjukkan derajat toksisitas yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya. Intervensi terapeutik bisa suportif, empirik, maupun definitif. Terapi suportif cukup bagi semua pasien terutama yang saat datang menunjukkan kekacauan homeostasis fisiologis. Intervensi ini bertujuan mencegah dan mengganti kehilangan cairan, memelihara oksigenasi, ventilasi dan perfusi yang adekuat, dan mendukung metabolisme melalui stabilitas kadar gula dalam darah. Untuk sebagian besar pasien pemeliharaan atau penggantian cairan dapat dicapai dengan rute enteral. Penggunaan antipiretik perlu dilakukan hati-hati terutama dalam hal pemilihan jenis obat. Sindrom Reye pernah dilaporkan pada anak dengan eksantema virus yang mengkonsumsi aspirin. Untuk penderita dengan demam dan ruam yang disebabkan oleh kelainan inflamasi sistemik (JRA, SLE), NSAID memegang peran penting untuk mengendalikan demam dan mengatur aktivitas penyakitnya. Terapi empiris diberikan apabila diagnosis penyakit yang bisa diobati tersebut sejalan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas namun konfirmasi untuk diagnosis sangat terbatas, baik karena tes yang lebih spesifik untuk penyakit itu masih tertunda maupun memang tidak tersedia tes khusus untuk kelainan tersebut. Antibiotika dapat diberikan pada pasien dengan infeksi kulit lokal seperti selulitis atau eritema kronikum migrans, untuk pasien dengan ruam petekial dan atau purpurik yang diperkirakan mempunyai infeksi invasif atau terhadap pasien yang nampak toksik atau menunjukkan ketidakstabilan kardiovaskular. Antibiotika yang tepat, agresif, dan segera diberikan, dibantu pengobatan suportif, akan menjadi penyelamat pada infeksi bakteri invasif serta staphylococcal exfoliative toxin syndrome pada bayi muda. Antibiotika mungkin juga berguna pada syok toksik stafilokokal, terutama untuk mengobati infeksi lokalnya dan mencegah kekambuhan. Pilihan empiris untuk antibiotika ditentukan oleh usia pasien, dan adanya fokus infeksi seperti meningitis. Bayi muda (kurang dari 2 bulan) sering terinfeksi streptokokus grup B, batang enterik gram negatif, dan yang lebih jarang- Listeria monocytogenes dan bakteria berkapsul seperti S. pneumonia, H. influenzae tipe b, N. meningitidis dan N. gonorrhoeae. Herpes simpleks menyeluruh dan meningoensefalitis herpes perlu dipertimbangkan pada bayi kurang dari 1 bulan yang mengalami ruam vesikuler serta bukti laboratoris DIC atau dengan pleiositosis carian spinal steril. Bayi yang lebih tua, anak, dan remaja lebih sering terkena patogen berkapsul dan genus salmonella. Bagi neonatus kombinasi ampisilin dan aminoglikosida, atau yang lebih sering dipakai, sefalosporin generasi ketiga, nampaknya merupakan terapi empiris yang memadai. Pemberian asiklovir parenteral perlu dipertimbangkan jika herpes simpleks merupakan salah satu kemungkinan. Bagi pasien yang lebih tua injeksi parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga sudah memadai. Di daerah yang mengalami peningkatan resistensi S. pneumoniae terhadap penisilin, penambahan vankomisin merupakan alternatif yang baik. Pasien dengan penegakan diagnosis melalu pengenalan pola, penemuan kasus, agregasi sindromik, biopsi atau per eksklusionum mungkin bisa menerima intervensi definitif jika tersedia. Intervensi definitif tidak selalu menyembuhkan. Oleh karena itu diperlukan peresepan antibiotika, obat antiinflamasi, atau imunosupresan. Infeksi streptokokus grup A dan kelainan yang berkaitan dengannya sepeti demam reuma akut sebaiknya diobati dengan penisilin. Terapi standar untuk faringitis yang berhubungan dengan demam skarlatina atau demam reumatik akut adalah penisilin oral atau benzatin penisilin intramuskular. Infeksi herpes simpleks atau virus varicella-zoster bisa diterapi dengan asiklovir

18

oral atau intravena. Keuntungan asiklovir untuk herpes simpleks dan varicella-zoster pada pejamu yang imunokompeten belum sepenuhnya jelas. Bagi pasien yang mengalami demam persisten lebih dari 48 jam (10% kasus) atau rekrudesen, pengulangan IVIG direkomendasikan. Alternatif lain adalah menggunakan metilprednisolon 30 mg/kg/hari selama 1-3 hari. Pasien yang memerlukan pengulangan terapi cenderung mempunyai keterlibatan jantung yang lebih besar yang mencakup efusi perikardial, disfungsi ventrikel, dan ektasia arteri koroner. Sekalipun demikian hasil pengobatan relatif serupa dengan yang tanpa pengulangan. BACAAN LANJUT Anonimous. Pendekatan diagnostik penyakit eksantema akut. Dalam: Soedarmo SPS, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, editor. Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Edisi kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2002; 100-8. Belazarian L, Lorenzo ME, Pace NC, Sweeney SM, Wiss KM. Exanthematous viral diseases. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw Hill Medical. New York, 2008; 851-72. Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD, editor. Textbook of pediatric infectious diseases. Volume 1. Edisi ketiga. WB Saunders Company. Philadelphia, 1992; 755-82. Davies EG, Elliman DAC, Hart CA, Nicoll A, Rudd PT. Manual of childhood infections. Edisi kedua. WB Saunders. London, 2001; 31-5. El-Radhi AS, Caroll J, Klein N, et al. Fever in common infectious diseases. Dalam: ElRadhi AS, Caroll J, Klein N, editor. Clinical manual of fever in children. Springer-Verlag. Berlin, 2009; 117-21. El-Radhi AS, Caroll J, Klein N. Differential dignosis of febrile diseases. Dalam: El-Radhi AS, Caroll J, Klein N, editor. Clinical manual of fever in children. Springer-Verlag. Berlin, 2009; 279-80. Fisher RG, Boyce TG. Moffets pediatric infectious diseases. A problem oriented approach. Edisi keempat. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia, 2005; 374-412. Garg A, Levin NA, Bernhard JD. Structure of skin lesions and fundamentals of clinical diagnosis. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw Hill Medical. New York, 2008; 23-40. Innis BL. Dengue and dengue hemorrhagic fever. Dalam: Porterfield JS, editor. Exotic viral infections. Chapman & Hall Medical. London, 1995; 103-46. Krugman S. Diagnosis of acute exanthematous diseases. Dalam: Gershon AA, Hotez PJ, Katz SL, editor. Krugmans infectious diseases of children. Edisi kesebelas. Mosby. Philadelphia, 2004; 925-32. Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ, editor. Rudolphs fundamentals of pediatrics. Edisi ketiga. Mc-Graw Hill. New York, 2002; 379-86. Lee EL. Common viral infections. Dalam: Robinson MJ, Lee EL, editor. Pediatric problems in tropical countries. PG Publishing. Singapore, 1991: 161-74. Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015. Lim VKE, Lee EL. Fever and infection: principles and practice. Dalam: Robinson MJ, Lee EL, editor. Pediatric problems in tropical countries. PG Publishing. Singapore, 1991: 151-60. Long SS. Mucocutaneous symptom complexes. Dalam: Long SS, Pickering LK, Prober CG, editor. Principles & practice of pediatric infectious diseases. Edisi ketiga. Churchill Livingstone. Philadelphia, 2008; 118-23. Maldonado Y. Measles. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company. Philadelphia, 2000; 946-51.

19

Mancini AJ. Skin infections and exanthems. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ, editor. Rudolphs pediatrics. Edisi kedua puluh satu. Mc-Graw Hill. New York, 2002; 1217-31. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology, the biologic basis for disease in adults and children. Edisi kedua. Mosby-Year Book, Inc. St Louis, 1994; 1567-70 Minford A, Arumugam R. Illustrated signs in clinical pediatrics. Churchill Livingstone. New York, 1998; 97-134. Pengsaa K. Viral exanthems in children. Unpublished. Mahidol University. Bangkok, 2007. Pomeranz AJ, Busey SL, Sabnis S, Behrman RE, Kliegman RM. Pediatric decisionmaking strategies to accompany Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company. Philadelphia, 2002; 224-9. Ramundo MB. Fever and rash. Dalam: Grace C, editor. Medical management of infectious diseases. Marcel Decker Inc. New York, 2003; 129-50. Sanders CV. Approach to the diagnosis of the patient with fever and rash. Dalam: Sanders CV, Nesbitt LT, editor. The skin and infection. Williams & Wilkins. Baltimore, 1995; 296304. Taylor S, Raffles A. Diagnosis in color: pediatrics. Mosby-Wolfe. London, 1997; 307-38. Weston WL, Lane AT, Morelli JG. Color textbook of pediatric dermatology. Edisi ketiga. Mosby. St. Louis, 2002; 9-14, 89-118. Wolinsky JS, McCarthy M. Rubella. Dalam: Porterfield JS, editor. Exotic viral infections. Chapman & Hall Medical. London, 1995; 19-46.

20

You might also like