You are on page 1of 5

MENINJAU ULANG KAWIN KONTRAK (MUTAH) DALAM PERSPEKTIF PAHAM SYIAH

MUSA RUMBARU

NAILA PUSTAKA JOGJAKARTA 2013

DATA BUKU

Judul, MENINJAU ULANG KAWIN KONTRAK (MUTAH) DALAM PERSPEKTIF PAHAM SYIAH Penyusun, Drs. Musa Rumbaru, MH. Penerbit, Naila Pustaka Tahun terbit, 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang.

ii

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, buku kecil MENINJAU ULANG KAWIN KONTRAK (MUTAH) DALAM PERSPEKTIF PAHAM SYIAH berhasil dicetak dan disuguhkan kepada pembaca dalam suasana yang insyallah pas dibutuhkan. Isu yang diangkat memang bersifat klasik, tetapi selalu aktual, lebih-lebih dalam kondisi sekarang di tengah situasi dunia yang serba bebas dan serba membolehkan dengan alasan HAM. Itulah salah satu alasan penulis yang masih memandang penting bahwa persoalan kawin kontrak atau nikah mutah perlu dikaji ulang dengan lebih mengambil data dari pihak-pihak yang memandang perlu dan boleh. Mutah atau kawin kontrak adalah problem klasik yang akhir-akhir ini kembali mencuat di masyarakat, khususnya di kampus-kampus kota. Berbagai diskusi dan pembicaraan tentang kawin kontrak diadakan, terutama oleh kelompok-kelompok mahasiswa kota. Mereka kembali mempertanyakan makna kawin kontrak, hukum, urgensi dan relevansinya bagi kehidupan masyarakat modern yang cenderung menganut paham sex bebas, dan bahkan tidak sedikit yang mengajukannya sebagai bentuk pemecahan problem prostitusi liar. Kawin kontrak atau mutah adalah satu dari sekian banyak macam pernikahan yang tidak umum di negeri kita, tetapi di sebagian negara lain atau di sebagian masyarakat kita, pernikahan semacam ini terjadi. Mereka yang menjalankan kawin kontrak berpedoman pada pendapat salah seorang ulama yang dianggap membolehkannya. Sebagaimana sudah diketahui secara umum bahwa kawin kontrak adalah nikah yang dibatasi dalam waktu tertentu, apakah dalam sehari, seminggu, sebulan atau setahun. Para ulama sunni menerangkan bahwa kawin kontrak adalah nikah seorang pria dengan seorang wanita dalam batasan waktu yang sudah ditentukan, misalnya satu tahun, sebulan, seminggu atau sehari. Dinamakan kawin kontrak atau nikah mutah, di samping alasan pembatasan waktu, juga karena pihak laki-laki dalam pernikahannya hanya bertujuan untuk kesenangan seksual, dan kesenangan ini dilakukan dalam batasan waktu dan ongkos tertentu atas dasar kesepakatan bersama, yaitu pihak laki-laki dan wanita. Menurut para ulama sunni, khususnya yang bergabung dalam empat mazhab: Hanafiah, Malikiah, Syafiiyah dan Hambaliah menghukumi haram pada kawin kontrak. Mereka menyatakan batal jika pernikahan dilakukan dengan cara mutah atau system kontrakan. Mereka juga mengatakan bahwa nikah mutah adalah pernikahan syubhat dan banyak mengandung hal-hal negative. Tujuan dari pernikahan ini tidak lain hanya untuk melampiaskan nafsu syahwat. Meskipun secara hukum dinilai menyalahi aturan syari dan hampir seluruh ulama menentangnya, ada juga sekelompok manusia yang membolehkannya. Mereka adalah orangorang syiah. Walaupun fatwa seorang sahabat, Abdullah bin Abbas ra, yang pernah membolehkan mutah tidak secara mutlak, tetapi hanya ketika keadaan darurat, para ulama Syiah justru membolehkannya secara mutlak, tanpa pembatasan dan bahkan dipromosikan. Bahkan, walaupun terdapat sebagian ulama Syiah yang mengharamkannya, seperti Imam alSyaukani dalam kitabnya, Nayl al-Authar, mayoritas orang Syiah tetap menghalalkan nikah mutah secara mutlak. Kontroversi inilah akhirnya mengundang perhatian penulis untuk mengkaji lebih jauh pernikahan mutah atau kawin kontrak dari sudut pandang orang-orang Syiah sendiri. Bukubuku yang menjadi pedoman orang-orang Syiah yang membolehkan nikah mutah atau kawin kontrak dikaji ulang dan penulis menemukan kesimpulan yang sangat mencengangkan. Dalam temuannya salah satunya disebutkan bahwa kitab-kitab rujukan Syiah, baik secara tersurat maupun tersirat, ternyata mengharamkan kawin kontrak atau nikah mutah. Dengan demikian, terdapat dua kesimpulan yang berbeda dari data yang sama oleh dua kelompok

iii

yang berbeda, yaitu kaum Sunni yang mengharamkan kawin kontrak atau mutah dan Syiah yang menghalalkannya. Inilah salah satu menarik dari buku Meninjau Ulang Kawin Kontrak (Mutah) dalam Perspektif Paham Syiah di tengah buku-buku lain yang juga membahas tentang kawin kontrak. Penulis tidak melihat kawin kontrak dari sudut pandang subjektivitasnya sendiri, baik subjektivitas sebagai personal maupun anggota kelompok yang menentang kawin kontrak. Hasil kajian dan penelitiannya tidak diambil dari buku-buku atau data-data yang dimiliki oleh pihak-pihak yang mengharamkannya, tetapi justru dari pihak yang membolehkannya. Akan tetapi, kenapa kesimpulannya berbeda, yaitu mengharamkan kawin kontrak. Di sinilah perlunya kehadiran pembaca untuk ikut mengkritisinya, barangkali ada yang keliru dalam tulisan ini. Semoga buku ini bermanfaat.

Jayapura

Musa Rumbaru

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL DATA BUKU KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN: SYIAH DAN KAWIN KONTRAK BAB II POSISI UMAR BIN KHATHTHAB DALAM MASALAH NIKAH MUTAH BAB III POSISI AHLU BAIT DALAM MASALAH NIKAH MUTAH Riwayat Kesatu Riwayat Kedua Riwayat Ketiga Riwayat Keempat BAB IV FITNAH SYIAH TERHADAP PARA SAHABAT NABI SAW Fitnah terhadap Ibnu Abbas ra Kebohongan Syiah terhadap Ibnu Umar ra Kebohongan Syiah terhadap Asma binti Abubakar ra HUJJAH SYIAH DALAM MENGHALALKAN KAWIN KONTRAK

BAB V

BAB VI KEGANJILAN KAWIN KONTRAK Mut'ah Dihalalkan Untuk Siapa? Ijab-Qabul dalam nikah Mutah dan Syarat-Syaratnya Mut'ah Adalah Bagian Dari Rukun Iman Syiah Menyukai Kawin Kontrak Tidak Ada Batasan Dalam Kawin Kantrak Ongkos Untuk Wanita Yang Dikawin Kontrak Boleh Menakah Ongkos Mutah Pada Wanita Yang Sudah Digauli Boleh Memuteh Seorang Wanita Berkali-kali Barang Siapa Ingin Memperbarui Mutah, Maka Beri Tambahan Tidak Ada Waris-mewaris Dalam Mut'ah Bermutah Dengan Gadis Boleh Bermutah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami Bermutah Dengan Wanita Pezina (Pelacur) Menggadaikan Kemaluan di Bawah TabirMutah Dalam Mutah, Boleh Menyetubuhi Dari Dubur DAFTAR PUSTAKA

You might also like