You are on page 1of 30

1. Anatomi dan fisiologi dari faring dan laring?

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan. Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adams apple atau jakun. Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid. Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun. Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan otot-otot. KARTILAGO. Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu : 4 1. Kelompok kartilago mayor, terdiri dari : Kartilago Tiroidea, 1 buah Kartilago Krikoidea, 1 buah Kartilago Aritenoidea, 2 buah 2. Kartilago minor, terdiri dari : Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah

Kartilago Epiglotis, 1 buah LIGAMENTUM DAN MEMBRANA Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu 1. Ligamentum ekstrinsik , terdiri dari : Membran tirohioid Ligamentum tirohioid Ligamentum tiroepiglotis Ligamentum hioepiglotis Ligamentum krikotrakeal 2. Ligamentum intrinsik, terdiri dari : Membran quadrangularis Ligamentum vestibular Konus elastikus Ligamentum krikotiroid media Ligamentum vokalis OTOT - OTOT Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Otot-otot ekstrinsik. Otot-otot ini menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot ini menggerakkan laring secara keseluruhan. Terbagi atas : 1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :

- M. Stilohioideus - M. Milohioideus - M. Geniohioideus - M. Digastrikus - M. Genioglosus - M. Hioglosus 2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu : - M. Omohioideus - M. Sternokleidomastoideus - M. Tirohioideus Kelompok otot-otot depresor dipersarafi oleh ansa hipoglossi C2 dan C3 dan penting untuk proses menelan (deglutisi) dan pembentukan suara (fonasi). Muskulus konstriktor faringeus medius termasuk dalam kelompok ini dan melekat pada linea oblikus kartilago tiroidea. Otot-otot ini penting pada proses deglutisi. Otot-otot intrinsik Menghubungkan kartilago satu dengan yang lainnya. Berfungsi menggerakkan struktur yang ada di dalam laring terutama untuk membentuk suara dan bernafas. Otot-otot pada kelompok ini berpasangan kecuali m. interaritenoideus yang serabutnya berjalan transversal dan oblik. Fungsi otot ini dalam proses pembentukkan suara, proses menelan dan berbafas. Bila m. interaritenoideus berkontraksi, maka otot ini akan bersatu di garis tengah sehingga menyebabkan adduksi pita suara. Yang termasuk dalam kelompok otot intrinsik adalah : 1. Otot-otot adduktor : Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik M. Krikotiroideus M. Krikotiroideus lateral Berfungsi untuk menutup pita suara.

2. Otot-otot abduktor : M. Krikoaritenoideus posterior Berfungsi untuk membuka pita suara. 3. Otot-otot tensor : Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus Mempunyai fungsi untuk menegangkan pita suara. Pada orang tua, m. tensor internus kehilangan sebagian tonusnya sehingga pita suara melengkung ke lateral mengakibatkan suara menjadi lemah dan serak. Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut : 1. Fungsi Fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring, dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk dan massa ujungujung bebas dan tegangan pita suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk : Teori Myoelastik Aerodinamik. Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara tidak langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis (adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan tekanan udara ruang subglotis meningkat,

dan mencapai puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari posterior ke anterior. Secara otomatis bagian posterior dari ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik). Kekuatan myoelastik bertambah akibat aliran udara yang melewati celah sempit menyebabkan tekanan negatif pada dinding celah (efek Bernoulli). Plika vokalis akan kembali ke posisi semula (adduksi) sampai tekanan udara ruang subglotis meningkat dan proses seperti di atas akan terulang kembali. Teori Neuromuskular Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral). 2. Fungsi Proteksi Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus piriformis lalu ke introitus esofagus. 3. Fungsi Respirasi Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial

CO2dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia reflektoris, dan obstruksi laring mengakibatkan pO2 arterial pembukaan dan laring secara akan sedangkan peningkatan hiperventilasi

menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara 4. Fungsi Sirkulasi Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N. Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung. 5. Fungsi Fiksasi Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan. 6. Fungsi Menelan Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat

berlangsungnya proses menelan, yaitu : Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus) mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis. Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus.

7. Fungsi Batuk Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada mukosa laring. 8. Fungsi Ekspektorasi Dengan adanya benda asing pada laring, maka sekresi kelenjar berusaha mengeluarkan benda asing tersebut. 9. Fungsi Emosi Perubahan emosi dapat meneybabkan perubahan fungsi laring, misalnya pada waktu menangis, kesakitan, menggigit dan ketakutan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28894/1/embriologi%20dan %20anatomi%20laring.pdf

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311002/BAB%20II.pdf

2. Mengapa anak menderita nyeri telan, tenggorok tersa panas, batuk dan nafsu makan menurun?

Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.
Invasi kuman patogen (bakteri / virus)

Penyebaran limfogen

Faring & tonsil

Proses inflamasi

Tonsilitis akut

hipertermi

Edema tonsil

Tonsil & adenoid membesar

Nyeri telan

Obstruksi pada tuba eustakii

Sulit makan & minum kelemahan Resiko perubahanstatus nutrisi < dari kebutuhan tubuh

Kurangnya pendengaran

Infeksi sekunder

Otitis media Intoleransi aktifitas Gangguan persepsi sensori : pendengaran

https://www.google.com/url? sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDUQFjAB&url=http %3A%2F%2Fsofaners.files.wordpress.com%2F2013%2F03%2Faskeptonsilitis.doc&ei=ZTDcUeShFIPJrAfB34DwAw&usg=AFQjCNEdjwfpxh_zJZQLF4wlGDPri6jkQ&sig2=3wUKsERklo6xa1zi0KuGkQ Mekanisme batuk o Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan dan merupakan reaksi fisiologis tubuh untuk membersihkan saluran napas Batuk berdahak terjadi akibat paparan partikel berlebihan, sehingga mukus yang di produksi oleh sel goblet dihasilkan berlebihan .

Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama: 1. Reseptor batuk 2. Serabut saraf aferen 3. Pusat batuk 4. Susunan saraf eferen 5. Efektor RESEPTOR Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Reseptor yg terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di , laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada percabangan bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor terdapat dil aring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga,l ambung, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma SERABUT SARAF AFEREN Serabut aferen terpenting ada pada cabang Nervus Vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan Juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis. Nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring. Nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma. N. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal ,n. Trigeminus, n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. PUSAT BATUK Oleh serabut aferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabutserabut eferen meneruskan rangsangan yang berupa impuls saraf ke Efektor . EFEKTOR Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkhus, diafragma, otot- otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah akan terjadi mekanisme batuk. MEKANISME

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan Cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka, oesofagus dan pita suara menutup. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional ( berkisar antara 50% dari tidal Volume ) Dengan dihisap sejumlah besar volume, maka akan bermanfaat pada: 1. Volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. 2. Volume yang besar akan memperkecil rongga udara / alveoli yang

tertutup ,sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah Pada fase kompresi, glotis akan tertutup selama 0,2 detik. otot perut berkontraksi, shg diafragma naik dan menekan paru - paru, diikuti pula dengan kontraksi intercosta internus. yang pada akhirnya menyebabkan tekanan pada paru paru meningkat hingga 100 mmHg Pada Fase Ekspulsi , secara aktif glotis akan terbuka ekspirasi. Udara akan keluar akan lagi dan berlangsung fase pita suara ,sehingga

menggetarkan

menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap' Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai

16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%. Batuk Berdahak, Arimbi, Sp.Pd Bag. Ilmu Penyakit Dalam , FKU Surabaya 3. Mengapa pada pemeriksaan orofaring didapatkan tonsil :T3-T3, hiperemis, kripte melebar, destritus (+), faring : hiperemis, dinding posterior bergranular?? UWK

a. Tonsilitis bakterial i. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil reaksi radang keluarnya leukosit PMN detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas) mengisi kriptus bercak kuning (kemungkinan granula) ii. Detritus jelas Tonsilitis folikularis iii. Detritus bergabung membentuk alur Tonsilitis lakunaris iv. Atau mungin detritus menyebar membentuk pseudomembran b. Tonsilitis kronik Proses radang yang berulang epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut pengerutan kripte melebar diisi detritus menembus kapsul tonsil perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris pada anak + pembesaran kelenjar submandibula

faring : hiperemis, dinding posterior bergranular


Invasi kuman patogen (bakteri / virus) Penyebaran limfogen

Faring & tonsil

Proses inflamasi

Tonsilitis akut

hipertermi

Edema tonsil

Tonsil & adenoid membesar

4. Apakah hubungan anak mengkosumsi es puter dengan keluhan?? FAKTOR RESIKO ??

http://re pository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1150/1/08E00706.pdf

Hasil uji Chi-Square didapatkan nilai p=0,014 (p<0,05) menunjukkan bahwa riwayat konsumsi minuman dingin berhubungan dengan terjadinya faringitis kronik. Hitungan ratio odds (95% CI) didapatkan 3,095 (1,243-7,706) berarti

kelompok yang sering mengkonsumsi minuman dingin mempengaruhi resiko kejadian faringitis kronik sebesar 3,095 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak sering mengkonsumsi minuman dingin dan pengaruh tersebut secara statistik bermakna. Keadaan seperti mengkonsumsi makanan pedas dan minuman dingin secara berkala dapat mengiritasi mukosa faring dan esofagus yang meningkatkan terjadinya inflamasi kronik http://eprints.undip.ac.id/37318/1/Shinta_MA.pdf

5. Mengapa anak sering mengantuk di kelas??


Invasi kuman patogen (bakteri / virus) Penyebaran limfogen

Faring & tonsil

Proses inflamasi

Tonsilitis akut

hipertermi

Edema tonsil

Tonsil & adenoid membesar

Nyeri telan

Obstruksi pada tuba eustakii

Sulit makan & minum kelemahan Resiko perubahanstatus nutrisi < dari kebutuhan tubuh

Kurangnya pendengaran

Infeksi sekunder

Otitis media

Intoleransi aktifitas Gangguan persepsi sensori : pendengaran

Mengantuk < O2

6. Terapi apakah yang di berikan oleh dokter berdasarkan keluhan penderita?? Tonsilektomi

Tonsilektomi

didefinisikan

sebagai

operasi

pengangkatan

seluruh

tonsil

palatina (Hermani B, 2004). Menurut Mosbys Dictionary of Medicine, Nursing and Health Profession (2006) pula, tonsilektomi adalah eksisi surgikal tonsil palatina untuk mencegah tonsilitis rekuren.

Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil(Wanri A, 2007).Menurut American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS) (1995), indikator klinis untuk prosedur surgikal adalah seperti berikut :

Indikasi Absolut a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi

Indikasi Relatif a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten d. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik (Hermani B, 2004). Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh

mengakibatkan terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi absolute untuk surgery. Pada kasus yang ekstrim, obstructive sleep apnea ini boleh menyebabkan hipoventilasi alveolar, hipertensi pulmonal dan kardiopulmoner (Paradise, JL, 2009).

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23175/3/Chapter%20II.pdf

Pada fase akut tonsilektomi tdk boleh di lakukan?? Mengapa ??

Kontraindikasi Tonsilektomi Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut adalah: 1. Gangguan perdarahan 2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat 3. Anemia 4. Infeksi akut yang berat http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23175/3/Chapter%20II.pdf

7. Mengapa anak sudah minum obat tetapi belum sembuh juga?

Hanya simtomatik Pengobatan tidak adekuat Minumnya tidak teratur

8. Pemeriksaan penunjang apa yang di lakukan dokter untuk mendiagnosis penyakitnya??

Universitas Sumatera Utara

9. Apakah ada hubungan antar umur pasien dengan keluhan yang dilakukan? Mungkin karena factor kebiasaan jajan yang tidak higienis.

10.Mengapa dokter menyarankan untuk tindakan selanjutnya di poli THT dan apa tindakan dari dr.THT nya?

Epidemologi Bakteri / virus yang sering menyebabkan tonsilfaringitis.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1150/1/08E00706.pdf

11.DD?

Tonsillitis

Patofisiologi c. Tonsilitis bakterial i. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil reaksi radang keluarnya leukosit PMN detritus (kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas) mengisi kriptus bercak kuning ii. Detritus jelas Tonsilitis folikularis iii. Detritus bergabung membentuk alur Tonsilitis lakunaris iv. Atau mungin detritus menyebar membentuk pseudomembran d. Tonsilitis kronik Proses radang yang berulang epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut pengerutan kripte melebar diisi detritus menembus kapsul tonsil perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris pada anak + pembesaran kelenjar submandibula Penatalaksanaan a. Tonsilitis akut 1. Viral a. Istirahat b. Simtomatis c. Minum cukup d. Analgetika e. Antivirus (jika gejala sangat berat) 2. Bakterial a. Jika ditemukan bakteri Streptokokus Hemolyticus Grup A penisilin atau eritromisin selama 10 hari b. Antipiretik c. Obat kumur mengandung desinfektan

b. Tonsilitis kronik 1. Terapi lokal higiene mulut dengan berkumur atau obat hisap 2. Jika infeksi berulang dan kronik tonsilektomi, indikasinya: a. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonate d. Rinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil dihilangkan dengan pengobatan e. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan 1. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptococcus - hemalyticus 2. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan 3. OME/OMSK Komplikasi a. Tonsilitis akut bakterial i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii. ix. x. xi. OMA Bernafas lewat mulut Tidur ngorok Gangguan tidur Sleep apnea Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) Abses peritonsil Abses parafaring Bronkitis Miokarditis Glomerulonefritis akut Artritis Septikemia karena infeksi V. Jugularis Interna (sindrom Lemierre)

b. Tonsilitis kronik i. ii. iii. iv. Rinitis kronik Sinusitis OM Komplikasi jauh: (hematogen dan limfogen) 1. Endokarditis 2. Artritis 3. Nefritis SUMBER : TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER FK UI

Faringitis

Penatalaksanaan a. Faringitis akut i. Faringitis viral 1. Istirahat & minum cukup 2. Kumur dengan air hangat 3. Analgetika 4. Antivirus metisoprinol (Isoprenosine) pada infeksi Herpes Simpleks a. Dewasa ii. Faringitis bakterial 1. Antibiotik a. Penicillin G Banzatin 50.000 U/KgBB, IM dosis tunggal b. Amoksisilin 50 mg/KgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari c. Eritromisin 4 x 500 mg/hari : 60-100 mg/KgBB dibagi 4-6 kali/hari b. < 5 tahun : 50 mg/KgBB dibagi 4-6 kali/hari

2. Kortikosteroid Deksamethasone a. Dewasa b. Anak 3. Analgetika 4. Kumur dengan air hangat atau antiseptik iii. Faringitis fungal 1. Nystasin 100.000-400.000 2 kali/hari 2. Analgetika b. Faringitis kronik i. Kronik hiperplasi 1. Kaustik faring dengan larutan nitras argenti atau listrik 2. Obat kumur atau tablet hisap 3. Jika perlu obat batuk antitusif atau ekspetoran 4. Mengobati penyakit di hidung atau sinus paranasal ii. Kronik atrofi 1. Mengobati rinitis atrofi 2. Obat kumur dan menjaga kebersihan mulut : 8-16 mg IM : 0,08 0,3 mg/KgBB IM

SUMBER : TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN KEPALA DAN LEHER FK UI

Laryngitis

Patogenesis a. Laringitis akut Infiltrasi leukosit submukosa (oleh sel mononukleus) jika terjadi infeksi sekunder maka timbul sel-sel PMN lapisan mukosa superfisial mengelupas terbentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh pseudomembran b. Laringitis kronik

Efek bahan mengiritasi laring vasodilatasi dan hiperemi perdarahan submukosa, udem interstisial dan menghasilkan eksudat inflamasi berisi sel mononukleus daerah yang terkena diinvasi oleh jaringan fibroblas fibrosis dan hialinisasi penebalan dan deformitas struktur Terjadi perubahan epitel Daerah berepitel skuamosa menebal karena akantosis, keratosis dan parakeratosis Kelenjar hipertrofi (pada awal penyakit) atrofi sindroma sika

Dasar diagnosis 1. Riwayat penyakit dan kelainan laring 2. Biakan tenggorok (jika penyakit menetap atau resisten) 3. Isolasi virus penyebab dari apusan tenggorokan (hanya jika ada epidemi) Penatalaksanaan 1. Istirahat suara total 2. Simtomatis 3. Humidifikasi di kamar dingin dan pemberian ekspetoran (mengurangi rasa kering dan gatal di tenggorok serta mengencerkan sekret) 4. Tenda uap dingin jika ada laringitis hebat dan stridor ringan 5. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi sekunder

Abses peritonsil

Penyakit ini terjadi akibat kuman aerob atau anerob yang menyerang ruang peritonsil. Akibatnya, rongga mulut bagian belakang bernanah. Komplikasi dari penyakit ini berupa dehidrasi, pendarahan, aspirasi paru, dan lain-lain. Gejala Terdapat gejala dan tanda tonsilitis akut, demam tinggi, otalgia, nyeri saat menelan, nyeri tenggorok, muntah, mulut berbau, suara sengau, kadangkadang sulit membuka mulut.

Pengobatan Perawatan untuk stadium awal dengan meberikan antibiotik dosis tinggi. Jika amandel bernanah maka segera dilakukan pembersihan. Penderita juga disarankan untuk berkumur dengan atiseptik untuk mencegah kuman dan bakteri. http://health.detik.com/read/2009/06/29/142802/1155774/770/abses-peritonsil

Abses Peritonsil (Quinsy)

Proses ini merupakan komplikasi dari tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus weber di kutub atas tonsil. Pada umumnya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis. Pada daerah superior dan lateral fossa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar sehingga infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Pada stadium permulaan (stadium infiltrat) selain pembengkakan tampak

permukaannya hiperemis. Bila proses terus berlanjut terjadi supurasi sehingga daerah tersebut menjadi lebih lunak. Pembengkakakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula ke arah kontra lateral. Bila proses berlangsung terus, peradangan

jaringan disekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna sehingga timbul trismus. Gejala tanda yang ada diantaranya gejala tonsilitis akut, serta terdapat odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga (otalgia), mungkin terdapat muntah (regurgitasi) mulut berbau (foetor ex ore) banyak ludah (hipersalivasi) suara gumam (hot potato voice) dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula dan terdapat nyeri tekan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke arah depan, dapat teraba fluktuasi, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detruitus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah. Terapi yang bisa digunakan pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penisilin atau klindamisin dan obat-obat simptomatik, serta perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.Apabila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses kemudian di insisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Kemudian pasien dilanjutkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan bersamasama dengan tindakan drainase abses disebut tensilektomi "a'chaud". Bila tonslektomi dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses disebut dengan tonsilektomi "a'tiede". dan bila tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi "a' froid". Pada umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses. Komplikasi yang dapat terjadi pada abses peritonsil ini adalah 1. Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan aspirasi paru atau piema.

2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis 3. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak. http://www.dokterdesa.com/2012/10/abses-peritonsil-quinsy.html

Dibedakan akut dan kronis,kronis eksaserbasea akut?

You might also like