You are on page 1of 10

Saraf Otak I (nervus olfaktorius, N.

I) Pemeriksaan Tujuan Pemeriksaan : Untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, yang disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung local. Cara pemeriksaan : Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus, atau polip. Hal ini dapat mengurangi ketajaman penciuman. Zat pengetes yang digunakan sebaiknya zat yang dikenal sehari-hari, misalnya kopi, teh, tembakau, jeruk. Jangan menggunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung ( N.V) seperti mentol, amoniak, alcohol dan cuka. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh ia menciumnya. Tiap lubang hidung diperiksa satu per satu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Saraf Otak II (nervus optikus, N.II) Tujuan pemeriksaan : Mengukur ketajaman penglihatan (visus) dan menentukan apakah kelainan pada visus disebabkan oleh kelainan pada mata lokal atau karena kelainan pada saraf. Memeriksa lapangan pandang Memeriksa keadaan papil optik 1. Pemeriksaan visus Pemeriksaan kasar Secara kasar ketajaman penglihatan diperiksa dengan jalan membandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan pemeriksa. (Dalam hal ini ketajaman penglihatan pemeriksa tentulah harus normal , bila tidak pemeriksa telah mengoreksinya, misalnya dengan kacamata). Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jamdinding) dan membaca huruf-huruf yang ada di buku. Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa, maka hal ini dianggap normal. Pemeriksaan yang teliti Pemeriksaan visus ini dapat dilakukan dengan menggunakan gambar Snellen. 2. Pemeriksaan lapangan pandang Pemeriksaan kasar Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan jalan membandingkan lapangan pandang pemeriksa (dianggap normal) dengan lapangan pandang pasien, yaitu dengan metode konfrontasi dari Donder. Penderita disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 30-40 cm. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita harus ditutup dengan tangan atau kertas, dan pemeriksa juga harus menutup mata kanannya. Kemudian penderita disuruh melihat terus (memfiksasi matanya) pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan penderita. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dengan penderita. Gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika penderita mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa apakah iapun telah melihatnya. Bila ada gangguan lapang pandang maka pemeriksa akan lebih dulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing-masing mata harus diperiksa. Pemeriksaan yang teliti

Untuk pemeriksaan lapang pandang yang teliti kita dapat menggunakan perimeter dan kampimeter 3. Pemeriksaan keadaan papil optik Pemeriksaan keadaan papil optik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk melihat apakah papil normal, mengalami atrofi atau sembab papil (udem papil). Saraf otak III (nervus okulomotorius), Saraf otak IV (nervus trokhlearis), Saraf otak VI (nervus abdusen) Ketiga saraf otak ini diperiksa bersama-sama karena kesatuan fungsinya, yaitu mengurus otot-otot ekstrinsik dan intrinsic bola mata berupa gerakan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut otonom N III mengatur otot pupil. Cara Pemeriksaan 1. Ptosis Kelumpuhan N III dapat menyebabkan terjadinya ptosis, yaitu kelopak mata terjatuh, mata tertutup, dan tidak dapat dibuka karena lumpuhnya m. Levator palpebrae. Untuk menilai tenaga m. levator palpebrae pasien disuruh memejamkan matanya, kemudian ia disuruh membukanya. Waktu ia membuka mata kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang (menekan enteng) pada kelopak mata. Untuk meniadakan tenaga kompensasi dari m.frontalis perlu diberi tekanan pada alis mata dengan tangan satu lagi. 2. Pupil Perhatikan besarnya pupil pada mata kanan dan kiri, apakah sama (isokor) atau tidak sama (anisokor). Juga perhatikan bentuk pupil apakah bundar dan tepinya rata atau tidak. Bila pupil mengecil disebut miosis dan bila membesar disebut midriasis 3. Refleks pupil Refleks pupil terdiri dari reflek cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Pada pemeriksaan ini pasien disuruh melihat jauh (memfiksasi pada benda yang jauh letaknya), setelah itu mata kita senter dan dilihat apakah ada reaksi pada pupil. Normalnya pupil mengecil. Hal tersebut reaksi cahaya langsung positif. Kemudian perhatikan pula pupil mata yang satu lagi, apakah pupilnya ikut mengecil oleh penyinaran mata yang lainnya itu . Bila demikian, disebut reflek konsensual positif. 4. Reflek Akomodasi Penderita disuruh melihat jauh kemudian ia disuruh melihat dekat, misalnya jari kita (benda) ditempatkan dekat matanya . Reflek ini dianggap positif bila pupil mengecil. 5. Gerakan bola mata Penderita disuruh mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral, medial atas, bawah dan ke arah yang miring, yaitu atas-lateral, bawah-medial, atas medial dan bawah-lateral. Perhatikan apakah mata pasien dapat mengikutinya dan perhatikan bagaimana gerakan bola mata, apakah lancar dan mulus atau kakua. Perhatikan juga apakah ada diplopia (melihat kembar) atau nistagmus. Saraf Otak V (nervus trigeminus, N. V) Pemeriksaan : Fungsi motorik N.V Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kemudian kita raba m. masseter dan m. temporalis. Perhatikan besarnya, tonus dan kontur

(bentuk)nya. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakan ada deviasi rahang bawah. Bila ada parese, rahang bawah berdeviasi ke arah yang lumpuh. Kekuatan otot saat menutup mulut dapat dinilai dengan jalan menyuruh pasien menggigit suatu benda, misalnya tong spatel dan dinilai tenaga gigitannya, misalnya dengan jalan menarik tong spatel tersebut. Fungsi sensorik N V Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah-daerah yang disarafinya (wajah). Cara melakukannya lihat bab mengenai pemeriksaan sensorik.

Saraf otak VII (nervus fasialis, N.VII) Pemeriksaan Fungsi motorik Dalam memeriksa fungsi motorik perhatikan muka penderita apakah simetris atau tidak. Penderita disuruh mengerutkan dahi, memejamkan mata secara bergantian kanan dan kiri, menyeringai, mencucurkan bibir satu persatu dan perhatikan. Selain itu dilihat juga plika nasolabialis dan sudut mulut. Bila asimetri muka jelas maka hal ini disebabkan oleh kelumpuhan jenis perifer. Dalam hal ini kerutan dahi menghilang, mata kurang dipejamkan, plika nasolabialis mendatar dan sudut mulut menjadi lebih rendah. Pada kelumpuhan jenis sentral muka tampak simetrais waktu istirahat kelumpuhan baru nyata bila penderita disuruh melakukan gerakan, misalnya menyeringai. Fungsi Pengecapan (2/3 lidah bagian depan) Penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian kita taruh pada lidah bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam. Hal ini dilakukan secara bergiliran dan diselingi istirahat. Penderita disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isarat, misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin dan 4 untuk ras asam. Saraf otak VIII (nervus Vestibulokokhlearis, N VIII) Pemeriksaan : Detik arloji Arloji ditempelkan di telinga pasiea, kemudian dijauhkan sedikit demi sedikit sampai tidak terdengar lagi, lalu dibandingkan kanan dan kiri. Suara berbisik Pada jarak tertentu dibisikkan suara diperiksa sampai barapa jauh bias mendengar, dibandingkan kanan dan kiri Test Weber Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi penderita, kemudian dibandingkan mana yang lebih keras kanan atau kiri. Bila yang keras kanan maka disebut lateralisasi ke kanan. Test Rinne Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada prosessus mastoideus. Bila sudah tidak mendengar lagi dipindahkan ke telinga maka terdengar lagi. Ini karena penghantaran udara lebih baik dari pada tulang Pemeriksaan dengan garpu tala (256 Hz) penting, apakah nervus deafness atau transmission deafness. Pemeriksaan pendengaran lebih baik kalau penderita ditutup matanya untuk menghindari kebohongan. Saraf otak IX (nervus glossofaringeus) Pemeriksaan : Pemeriksaan sensibilitas faring Dengan menyentuhkan sesuatu ke mukosa faring penderita maka akan terjadi reflek muntah. Dibandingkan kanan dan kiri. Pemeriksaan sensoris lidah 1/3 bagian posterior. Caranya seperti pada pemeriksaan N VII. Saraf otak X (nervus vagus)

Kelainan pada nervus ini dapat berupa disfagia (gangguan menelan), disfonia, kelainan denyut jantung (takikardi) dan parese atau paralyse arcus faring.

Pemeriksaan : Untuk melihat parese atau paralyse nervus ini, penderita disuruh membuka mulut dan diperhatikan kedudukan uvulanya, kemudian penderita disuruh mengeluarkan suara yang panjang. Untuk mengeluarkan suara yang panjang ini membutuhkan kontraksi arcus faring, yaitu akan tertarik ke atas.Bila tidak ada parese uvula juga akan tertarik ke atas dan kedudukannya di tengah sedangkan bila ada parese maka uvula tertarik ke arah normal. Yang penting diperhatikan adalah pangkal uvulanya bukan uvula itu sendiri. Saraf otak XI (nervus asesorius) Nervus ini hanya bersifat motorik saja, yatu mensarafi m. trapezius bagian atas dan m. sternocleidomastoideus Pemeriksaan : Otot Trapezeus Penderita disuruh duduk dan kedua tangan penderita dalam sikap anatomi. Kemudian kedua tangan pemeriksa diletakkan di atas bahu penderita. Penderita disuruh mengangkat bahunya dan pemeriksa menahannya. Dibandingkan kanan dan kiri. Ototsternocleidomastoideus Dimulai dengan otot yang normal, dimana tangan pemeriksa memegang dagu penderita dan penderita disuruh menengok. Bila yang diperiksa otot sebelah kiri penderita harus menengok ke kanan dan sebaliknya. Dibandingkan kekuatan otot kanan dan kiri Saraf Otak XII (nervus hipoglossus) Pemeriksaan : 1. Pergerakan lidah Penderita disuruh mengeluarkan lidahnya,, dilihat apakah mencong ke satu sisi atau tidak 2. Tremor lidah Diperhatikan apakah waktu lidah dijulurkan ada tremor dan atrofi atau tidak. Pada lesi perifer maka tremor dan atrofi papil positif. 3. Artikulasi Kita perhatikan bicara penderita, apakah ada diisathria (pelo) atautidak PEMERIKSAAN KEKUATAN OTOT Untuk memeriksa kekuatan otot dipakai 6 scoring/ gradasi yaitu: 0 = Tidak terlihat kontraksi 1 = Terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan pada sendi. 2 = Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gaya gravitasi 3 = Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 = Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan. 5 = Tidak ada kelumpuhan (normal). PEMERIKSAAN TONUS OTOT

Diperiksa dengan cara menggerakkan sendi-sendi secara pasif. Pada keadaan normal akan ada sedikit tahanan. Bila tidak ada tahanan samasekali disebut hipotonia, bila meningkat disebut hipertonia. REFLEKS FISIOLOGIS ANGGOTA GERAK ATAS Refleks Biseps Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90 0, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu. Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m.biseps, kemudian dipukul dengan reflex hammer. Normal akan timbul kontraksi otot biseps. Refleks triseps. Lengan ditopang dan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90 0, tendon m.triseps dipukul dengan reflex hammer. Normal akan timbul ANGGOTA GERAK BAWAH Refleks patella = knee jerk = KPR Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hamer. Respon berupa kontraksi otot quadriseps femoris yaitu ekstensi dari lutut. Refleks Achilles = Achilles tendon reflex = APR Penderita diminta melemaskan kakinya dan berada dalam posisi dorsofleksi. Untuk memudahkan pemeriksaan, kaki yang diperiksa bisa diletakkan/ disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendo Achilles dipukul dengan reflex hammer. Respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. REFLEKS PATOLOGIS ANGGOTA GERAK ATAS Refleks Hoffmann Pasien hiperekstensi pergelangan tangan, kemudian ujung jari tengah disentil (snapped) dan kita lihat gerakan fleksi dari jari-jari yang lain dan aduksi dari ibu jari Grasping reflex. Jari pemeriksa saling bertautan dengan jari pasien ekstensi pada pergelangan tangan. Bila penderita sadar, maka diperintahkan supaya jangan menahan tangan pemeriksa. Refleks positif bila ujung-ujung jari pasien menahan ujungujung jari pemeriksa. ANGGOTA GERAK BAWAH Refleks Babinski Telapak kaki bagian lateral digores mulai dari bawah keatas, bisa menggunakan benda kunci/ ujung ball-point (prinsipnya jangan terlalu tajam seperti jarum karena pasien sangat sensitif sehingga respon jadi sulit dievaluasi), pasien sebelumnya diberitahu supaya berusaha jangan bergerak. Bila timbul ekstensi/ dorsofleksi jari jempol maka dikatakan ada refleks babinski. Variasi refleks Babinski Beberapa gerakan yang sering digunakan untuk menimbulkan dorsofleksi jari jempol kaki adalah Oppenheim (goresan jari sepanjang tepi depan tulang tibia dari atas ke bawah), Gordon (memencet otot gastrocnemius), Schaefer (memencet tendon achilles), Chaddock (goresan sepanjang tepi lateral kaki diluar telapak kaki, dari bawah keatas). ANGGOTA GERAK BAWAH Klonus

Klonus adalah kontraksi ritmik dari otot yang timbul bila otot diregangkan secara pasif. Klonus dijumpai pada kerusakan supranuklir (UMN, piramidal). Ada 2 macam klonus yaitu klonus kaki dan klonus patela. Klonus kaki dapat dibangkitkan dengan menempatkan tangan pemeriksa di telapak kaki, kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan), jawaban berupa gerakan plantar dan dorsofleksi bolak-balik secara bergantian. Klonus patela dapat dibangkitkan dengan memegang patela penderita (posisi tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan), kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) ke arah distal sambil diberikan tahanan enteng, jawaban berupa gerakan bolak-balik dari patela. SISTEM SENSORIK Sensasi Superfisial, disebut juga sebagai perasaan eksteroseptif atau protektif , yang mengurus rasa raba, rasa nyeri, dan rasa suhu . Sensasi Dalam, disebut juga sebagai perasaan proprioseptif yang mencakup rasa gerak (kinetik), rasa sikap (stagtonesia) dari otot dan persendian, rasa getar (pallesthesia), rasa tekan dalam, rasa nyeri-dalam otot . Sensasi Viseral, disebut juga sebagai perasaan interoseptif yang dihantar melalui serabut otonom aferen dan mencakup rasa lapar, enek, dan rasanyeri pada visera . Sensasi Khusus, yaitu : menghidu, melihat, mendengar, mengecap, dan keseimbangan, yang diatur oleh saraf otak tertentu . PEMERIKSAAN SENSIBILITAS Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan neurologis yang lain karena bergantung pada perasaan penderita, jadi bersifat subjektif. Faktor sugesti juga dapat berpengaruh, dan tidak jarang penderita meng-iakan saja apa yang disugestikan oleh dokter. Agar didapatkan hasil pemeriksaan yang baik perlu diperhatikan : selama pemeriksaan diupayakan agar penderita berada dalam keadaan tenang dan perhatiannya dapat dipusatkan pada pemeriksaan, untuk itu sebaiknya penderita memejamkan mata . Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik ini meliputi : Jarum, yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundle atau jarum pada perlengkapan reflex hammer) atau rader untuk rasa nyeri superfisial . Kapas, untuk rasa raba . Botol berisi air hangat/panas dan air dingin, untuk rasa suhu . (10 0-15oC/ 400450C) Garpu tala (128Hz), untuk rasa getar . Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif), seperti : a). Jangka, untuk 2 (two) point tactile discrimination . b). Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dsb), untuk pemeriksaan Stereognosis . c). Pensil/Pen, untuk graphesthesia . Ada 2 macam gangguan sensorik Sensorik Protopatik/Elementer (nyeri superfisial, suhu, raba) dan Proprioseptik (tekan, getar, posisi, nyeri dalam/tekan) . Sensorik Diskriminatif/Luhur/Kortikal (2/two point tactile discrimination, stereognosis, graphesthesia, barognosis, tophesthesia, extinction phenomenon/sensory extinction) .

Pemeriksaan rasa raba Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau perabaan ujung-ujung jari pemeriksa yang diusahakan sekecil mungkin dimana harus dihindari adanya tekanan atau bangkitan rasa nyeri . Mulailah dari daerah yang paling terganggu dan bergerak menuju daerah yang normal, sementara itu penderita diminta menunjukkan kapan dia mulai merasakan adanya rangsangan tersebut secara lebih jelas . Yang perlu dicatat disini adalah perubahan sensasi atau perbedaan sensasi tersebut (dari daerah abnormal ke daerah yang normal) secara simetris diseluruh bagian tubuh .

Pemeriksaan rasa nyeri Sebagai perangsang digunakan jarum atau peniti, sama seperti pemeriksaan rasa raba, dimana tusukan hendaknya cukup keras sehingga betul-betul dirasakan rasa nyeri dan bukan rasa disentuh atau rasa raba, sebelumnya perlu diberitahukan kepada penderita bahwa yang diperiksa adalah rasa nyeri dan bukan rasa raba . Diperiksa seluruh tubuh, dan bagian-bagian yang simetris dibandingkan , untuk itu tusukan harus sama kuat . Bila memeriksa sensibilitas pada penderita yang gelisah atau dengan penurunan kesadaran, maka pemeriksaan rasa tusuk masih dapat dilakukan, sedang yang lainnya seperti rasa raba atau rasa suhu perlu ditangguhkan . Pada anak, pemeriksaan ini yang biasanya dilakukan dan dinilai dari reaksi atau tangisan si anak (bayi) . Pemeriksaan rasa suhu Terdapat dua macam rasa suhu, yaitu rasa panas dan rasa dingin, dimana pemeriksaannya dengan menggunakan tabung/botol yang diisi air es untuk rasa dingin dan air panas untuk rasa panas . Selanjutnya penderita disuruh mengatakan dingin atau panas bila dirangsang secara bergantian, dimana pemeriksaannya seperti pada ke-2 pemeriksaan sebelumnya . Untuk memeriksa rasa dingin digunakan air yang bersuhu sekitar 10 15 derajat celsius, dan untuk panas yang bersuhu sekitar 40 45 derajat celsius, karena suhu yang kurang dari 5 derajat celsius dan yang lebih dari 50 derajat celsius dapat menimbulkan rasa nyeri . Pemeriksaan rasa gerak dan rasa sikap Tes mengangkat kedua lengan (ekstensi lengan) di depan penderita dengan telapak tangan menghadap ke atas , kemudian penderita diminta untuk mempertahankan posisi tersebut dan mata ditutup . Pada kelemahan otot satu sisi atau gangguan proprioseptik, maka lengan akan turun dan menuju kea rah dalam . Tes ini dapat juga dilakukan dengan menaik-turunkan kedua lengan tersebut, kemudian penderita diminta menentukan lengan mana yang posisinya lebih tinggi. Adapun tes ini dapat dikombinasikan dengan tes Romberg, dimana penderita diminta berdiri dengan tumit kaki kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus, dan kedua lengan ekstensi ke depan , kemudian penderita disuruh menutup matanya, maka bila ada gangguan proprioseptik pada kaki, penderita akan jatuh pada satu sisi . Pemeriksaan rasa getar Dilakukan dengan menempatkan garputala berfrekuensi 128 Hz yang sedang bergetar pada daerah dengan tulang yang menonjol, seperti pergelangan tangan, pergelangan kaki, maleolus lateral dan medial kaki, tibia, spina iliaka

anterior superior, sacrum, sternum, klavikula, prosesus spinosus vertebra, prosesus stiloideus radius dan ulna serta jari-jari . Sebelumnya perlu dijelaskan kepada penderita, bahwa akan dilakukan pemeriksaan rasa getar, dimana selanjutnya ditanya apakah merasakan getarannya ? dan disuruh memberitahukan bila mulai tidak merasakan getarannya lagi, kemudian garputala dipindahkan ke bagian tulang yang lainnya atau dibandingkan dengan bagian tulang pemeriksa. Dengan demikian, dapat diperiksa adanya rasa getar, dan sampai berapa lemah masih dapat dirasakan, dengan jalan membandingkan dengan bagian tulang lain dari penderita atau dengan rasa getar pemeriksa (pemerksa normal) . Pemeriksaan stereognosia Penderita disuruh menutup mata, kemudian ditempatkan bermacam benda ke dalam tangannya, dimana benda yang ditempatkan tersebut hendaklah benda yang sederhana, dan telah dikenal pada kehidupan sehari-hari, misalnya : kunci, gelas, uang logam, atau arloji, kemudian penderita disuruh untuk menyebutkan benda apa yang dipegangnya, atau disuruh melukiskan ukuran, bentuk, dan materi benda tersebut Pemeriksaan diskriminasi 2 titik Tes kemampuan untuk mengetahui apakah ditusuk dengan dua jarum atau satu jarum pada waktu yang bersamaan . Untuk itu dapat digunakan jangka Weber atau dua buah jarum/peniti, yang ditusuk di bagian-bagian tubuh penderita pada waktu yang bersamaan, dimana penderita harus mampu mengetahui apakah ia ditusuk dengan satu atau dua jarum ? . (lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm/ kaki 3-8 mm, telapak tangan 8-12 mm, dorsum manus 20-30 mm, dada/lengan bwh/ tungkai bwh 40 mm, punggung/ lengan atas/paha 70-75 mm) Pemeriksaan Gramesthesia Dalam keadaan mata tertutup, penderita diminta untuk mengenali huruf/angka yang digoreskan pada bagian tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita, dengan menggunakan pensil atau jarum tumpul, kemudian dibandingkan antara kanan dan kiri . Pemeriksaan barognosia Tes kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang, atau kemampuan membeda-bedakan berat benda, untuk itu digunakan bendabenda yang bentuk dan ukurannya sama serta terbuat dari bahan yang sama pula, namun beratnya dibuat berbeda, misalnya dengan menambahkan pemberat (misalnya, timbal) di dalamnya . Hilangnya kemampuan untuk membedakan berat benda tersebut, dinamakan barognosia . Pemeriksaan tophesthesia / topognosia Tes kemampuan penderita untuk melokalisasi tempat dari rasa raba . Dalam keadaan mata tertutup, penderita diminta untuk memberitahukan tempat pada tubuhnya yang disentuh oleh pemeriksa. Pemeriksaan Perspirasi (tes sensorik khusus) Bagian depan tubuh (leher ke bawah kiri & kanan) dilabur/disapu dengan tepung yang mengandung yodium, kemudian tubuh penderita ditutupi dengan semacam sungkup supaya cepat berkeringat, dan setelah beberapa lama (1-2 jam), sungkup dibuka, kemudian dicatat bagian tubuh dimana tepung tetap putih (berarti tidak ada produksi keringat) . Digunakan pada kasus-kasus paraplegia untuk menentukan batas lesinya (memperkuat hasil pemeriksaan/tes nyeri dalam menentukan batas lesi mielum) .

You might also like