You are on page 1of 11

A. Bionomik Lalat 1. Kebiasaan hidup Lalat Musca domestica tidak menggigit, karena mempunyai tipe mulut menjilat.

Lalat Musca domestica paling dominan banyak ditemukan di timbunan sampah dan kandang ternak. Kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat-zat organik yang membusuk dan berkembangbiak di dalam bangkai, meletakkan telur pada tubuh hewan yang mati dan larva makan dari jaringan-jaringan yang membusuk (Singgih, 2006). 2. Tempat perindukan Tempat yang disenangi adalah tempat basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif/dikandang (Depkes, 1992). Kotoran binatang (kuda, sapi, ayam dan babi), kotoran manusia, saluran air kotor, sampah, kotoran got yang membusuk, buah-buahan, sayuran busuk dan biji-bijian busuk menjadi tempat yang disenangi lalat juga (Singgih, 2006). 3. Jarak terbang Jarak terbang lalat sangat tergantung pada adanya makanan yang tersedia, rata-rata 6-9 km, kadang-kadang dapat mencapai 19-20 km dari tempat berkembang biak (Singgih, 2006). 4. Kebiasaan makan Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari terutama pada pagi hingga sore hari. Lalat makan paling sedikit 2-3 kali sehari. Lalat sangat tertarik pada makanan yang dimakan oleh manusia sehari-hari seperti gula, susu dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah (Depkes, 2001). Protein diperlukan untuk bertelur. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau makanan yang basah, sedangkan makanan yang kering yang dibasahi atau dicairkan oleh ludahnya terlebih dahulu baru dihisap. Air merupakan hal yang sangat penting dalam hidup lalat. Tanpa air lalat hanya hidup 48 jam saja (Depkes, 2001). Makanan yang berbentuk padat dengan diameter lebih besar dari 0,045 mm, sebelum dihisap dicairkan terlebih dahulu dengan cara

mengeluarkan cairan dari mulutnya yang mengandung enzim seperti halnya butir-butir gula pasir yang dilarutkan dengan air liurnya dan kemudian larutan gula dihisap (Singgih, 2006). 5. Tempat istirahat Pada waktu hinggap lalat mengeluarkan ludah dan tinja yang membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk mengenal tempat lalat istirahat. Lalat beristirahat pada tempat-tempat tertentu, pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik dan lain-lain serta sangat menyukai tempat-tempat dengan tepi tajam yang permukaannya vertikal. Biasanya tempat istirahat ini terletak berdekatan dengan tempat makanan atau tempat berbiak dan biasanya terlindung dari angin, di rumah lalat beristirahat pada kawat listrik, langitlangit, lantai, jemuran dan dinding serta tidak aktif pada malam hari. Tempat hinggap lalat biasanya tidak lebih dari lima meter (Depkes, 2001). 6. Lama hidup Lama hidup lalat sangat tergantung pada makanan, air dan temperatur. Pada musim panas berkisar antara 2-4 minggu, sedangkan pada musim dingin biasanya mencapai 70 hari (Singgih, 2006). 7. Temperatur dan kelembaban Lalat mulai aktif beraktifitas pada temperatur 15 oC dan aktifitas optimumnya pada temperatur 21 oC, lalat memerlukan suhu sekitar 3540oC untuk beristirahat, dan pada temperatur di bawah 10oC lalat tidak aktif dan di atas 45 oC terjadi kematian pada lalat. Kelembaban erat hubungannya dengan temperatur setempat. Kelembaban berbanding terbalik dengan temperatur. Jumlah lalat pada musih hujan lebih banyak dari pada musim panas. Lalat sangat sensitif terhadap angin yang kencang, sehingga kurang aktif untuk keluar mencari makanan pada waktu kecepatan angin tinggi (Singgih, 2006). 8. Sinar Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya. Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya

sinar buatan. Efek sinar pada lalat tergantung pada temperatur dan kelembaban. Jumlah lalat akan meningkat jumlahnya pada temperatur 20C25 C dan akan berkurang jumlahnya pada temperatur < 10 C atau > 49 C serta kelembaban yang optimum 90 % (Singgih, 2006). 9. Warna dan Aroma Lalat tertarik pada cahaya terang seperti warna putih dan kuning, namun takut pada warna biru. Lalat tertarik pada bau atau aroma tertentu, termasuk bau busuk dan esens buah. Bau sangat berpengaruh pada alat indra penciuman, yang mana bau merupakan stimulus utama yang menuntun serangga dalam mencari makanannya, terutama bau yang menyengat. Organ kemoreseptor terletak pada antena, maka serangga dapat menemukan arah datangnya bau (Singgih, 2006). B. Peranan Lalat dalam Kesehatan Manusia 1. Lalat sebagai vektor penyakit Jenis lalat yang paling banyak merugikan kesehatan manusia adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomitura) dan latirine (Fannia canicularis). Lalat rumah merupakan pemakan yang berbau busuk, biasanya juga memakan bahan berbentuk cairan seperti sirup, susu, buah-buahan, sayuran yang basah dan membusuk, sputum, kotoran dan air (Depkes, 2001). Lalat rumah ini tersebar merata di berbagai penjuru dunia, beberapa penyakit yang ditularkan melalui makanan oleh lalat ini seperti disentri, kholera, typhoid, dan diare. Penyakit tersebut disebabkan karena sanitasi lingkungan yang buruk. Penularan terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh dan kaki-kaki lalat yang kotor yang merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit kemudian hinggap pada makanan yang dikonsumsi manusia (Depkes, 2001). Lalat rumah, lalat hijau, lalat biru dapat membawa kuman dari sampah atau kotorannya kepada makanan dan menimbulkan penyakit bawaan makanan. Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya. Sewaktu lalat menikmati makanan ia akan mencemari makanan melalui cairan yang dikeluarkan oleh makanan yang dicerna dan masuk kembali

kedalam permukaan makanan. Bila lalat terlampau banyak makan maka lalat dapat membuang kotoran diatas makanan, sehingga makanan menjadi tercemar oleh telor atau larva lalat (Depkes, 2001). 2. Lalat sebagai penyebab miasis Miasis adalah investasi larva lalat pada jaringan atau organ tubuh manusia atau hewan yang masih hidup untuk jangka waktu tertentu dan larva lalat tersebut memakan jaringan yang masih sehat maupun sisa-sisa jaringan yang telah mati. Miasis dapat menimbulkan kerusakan jaringan atau organ tubuh manusia misalnya lalat Chrysomia bezziana yang betina sering hinggap pada telinga anak-anak sambil menghisap cairan nanah telinga, lalat ini akan bertelur, telur menetas keluar larva dan akan masuk lebih dalam untuk menjadi dewasa (Widyaningsih, 2007). 3. Lalat sebagai pengganggu kenyamanan Kepadatan lalat yang tinggi sebagai pengganggu orang yang sedang bekerja dan istirahat. Lalat dapat memberikan efek psikologis negatif, karena keberadaannya sebagai tanda kondisi yang kurang sehat (Singgih, 2006). C. Pengendalian Lalat 1. Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan a. Mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat, seperti : 1) Kandang ternak Kandang harus dapat dibersihkan, lantai harus kedap air dan dapat disiram setiap hari (Depkes, 2001). 2) Timbunan pupuk kandang Timbunan pupuk kandang yang dibuang ke tanah permukaan pada temperatur tertentu dapat menjadi tempat perindukan lalat. Tumpukan pupuk tersebut dapat ditutup dengan plastik atau bahan lain yang anti lalat. Cara ini dapat mencegah lalat untuk bertelur juga dapat membunuh larva dan pupa karena panas yang keluar dari proses komposting dapat memperpendek lalat untuk keluar (Depkes, 2001).

3) Sampah basah dan sampah organik Pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah yang dikelola dengan baik dapat menghilangkan media

perindukan lalat. Bila pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumahrumah tidak ada, sampah dapat dibakar atau dibuang ke lubang sampah, dengan catatan bahwa setiap minggu sampah yang dibuang ke lubang sampah harus ditutup dengan tanah sampai tidak menjadi tempat berkembangbiaknya lalat (Depkes, 2001). Dalam iklim panas larva lalat ditempat sampah dapat menjadi pupa dalam waktu hanya 34 hari. Sampah basah harus dikumpulkan paling lambat 2 kali dalam seminggu, untuk daerah tertentu. Bila tong sampah kosong, maka perlu dibersihkan sisasisa sampah yang ada di dasar tong. Pembuangan sampah akhir ketempat terbuka perlu dilakukan dengan pemadatan sampah dan ditutup setiap hari dengan tanah merah setebal 15 30 cm (Depkes, 2001). 4) Tanah yang mengandung bahan organik Lumpur dan lumpur organik dari air buangan di saluran terbuka, tangki septik dan rembesan dari lubang penampungan harus dihilangkan. Tempat berkembang biak lalat dapat dihilangkan dengan menutup saluran, tetapi perlu dipelihara dengan baik (Depkes, 2001). b. Mengurangi sumber yang menarik lalat. Dalam kondisi tertentu lalat akan tertarik pada makanan, ikan, tepung, sirup, gula, tempat pembuatan susu, air kotor dan bau buah yang manis khususnya mangga. Untuk mengurangi sumber yang menarik lalat dapat dicegah dengan melakukan kebersihan lingkungan, membuat saluran pembuangan air limbah (SPAL), menutup tempat sampah dan untuk industri yang menggunakan produk yang dapat menarik lalat dapat dipasang alat pembuang bau (Depkes, 2001).

c. Mencegah kontak antara lalat dengan kotoran yang mengandung kuman penyakit Sumber kuman penyakit dapat berasal dari kotoran manusia, bangkai binatang, sampah basah, lumpur organik, maupun orang sakit mata. Cara untuk mencegah kontak antara lalat dan kotoran yang mengandung kuman dengan membuat konstruksi jamban yang memenuhi syarat sehingga lalat tidak bisa kontak dengan kotoran, mencegah lalat kontak dengan orang yang sakit, tinja, kotoran bayi dan penderita sakit mata dan mencegah agar lalat tidak masuk ke tempat sampah dari pemotongan hewan dan bangkai binatang (Depkes, 2001). d. Melindungi makanan, peralatan dan orang yang kontak dengan lalat Perlindungan terhadap makanan, peralatan dan orang yang kontak dengan lalat dapat dilakukan dengan membuat makanan dan peralatan makan yang digunakan harus anti lalat, makanan disimpan di lemari makan, makanan perlu dibungkus, jendela dan tempattempat terbuka dipasang kawat kasa, penggunaan kelambu agar terlindung dari lalat, nyamuk dan serangga lainnya, kipas angin elektrik dapat dipasang untuk menghalangi lalat masuk serta memasang stik berperekat anti lalat sebagai perangkap (Depkes, 2001). 2. Pemberantasan lalat secara langsung Cara yang digunakan untuk membunuh lalat secara langsung adalah cara fisik, cara kimiawi dan cara biologi (Depkes, 2001). a. Cara fisik Cara pemberantasan secara fisik adalah cara yang mudah dan aman tetapi kurang efektif apabila lalat dalam kepadatan yang tinggi. Cara ini hanya cocok untuk digunakan pada skala kecil seperti di rumah sakit, kantor, hotel, supermarket dan pertokoan lainnya yang menjual daging, tempat produksi makanan, sayuran, serta buahbuahan. Beberapa cara fisik yang dapat dilakukan antara lain (Depkes, 2001) :

1) Perangkap lalat (fly trap) Lalat dalam jumlah yang besar atau padat dapat ditangkap dengan alat ini. Tempat yang menarik lalat untuk

berkembangbiak dan mencari makan adalah kontainer yang gelap. Bila lalat mencoba makan dan terbang akan tertangkap dalam perangkap yang diletakkan di mulut kontainer yang terbuka itu. Cara ini hanya cocok digunakan di luar rumah. Sebuah model perangkap terdiri dari kontainer plastik atau kaleng untuk umpan, tutup kayu atau plastik dengan celah kecil dan sangkar di atas penutup. Celah selebar 0,5 cm antara sangkar dan penutup tersebut memberi kelonggaran kepada lalat untuk bergerak menuju penutup. Setengah bagian kontainer harus terisi umpan. Lalat yang masuk ke dalam sangkar akan segera mati dan umumnya terus menumpuk sampai mencapai puncak serta tangki harus segera dikosongkan. Perangkap harus ditempatkan diudara terbuka di bawah sinar cerah matahari, jauh dari keteduhan pepohonan.

Gambar 2.1 Bentuk-bentuk fly trap 2) Umpan kertas lengket berbentuk lembaran (sticky tapes) Alat ini tersedia di pasaran, biasanya di gantung di atap, menarik lalat karena kandungan gulanya. Lalat yang hinggap

pada alat ini akan terperangkap oleh lem. Alat ini dapat berfungsi beberapa minggu bila tidak tertutup sepenuhnya oleh debu atau lalat yang terperangkap.

Gambar 2.2 Sticky tapes dan aplikasinya 3) Perangkap dan pembunuh elektronik (light trap with electrocutor) Lalat yang tertarik pada cahaya akan terbunuh setelah kontak dengan jeruji yang bermuatan listrik yang menutupi. Sinar bias dan ultraviolet menarik lalat hijau (blow flies) tetapi tidak terlalu efektif untuk lalat rumah metode ini harus diuji dibawah kondisi setempat sebelum investasi selanjutnya dibuat. Alat ini kadang digunakan di dapur rumah sakit dan restoran.

Gambar 2.3 Light trap with electrocutor dan aplikasinya

4) Pemasangan kawat kasa pada pintu dan jendela atau ventilasi. Pemasangan kawat kasa dapat menangkap lalat yang akan masuk melalui pintu dan jendela. Hal ini mudah dilakukan dan dapat berguna untuk waktu yang lama. b. Cara kimia Pemberantasan lalat dengan insektisida dilakukan hanya untuk periode yang singkat apabila sangat diperlukan, karena cepat menjadi resisten. Aplikasi yang efektif dari insektisida dapat secara sementara memberantas lalat dengan cepat, yang diperlukan pada KLB kolera, disentri atau trachoma. Penggunaan pestisida ini dapat dilakukan melalui cara umpan (baits), penyemprotan dengan efek residu (residual spraying) dan pengasapan (space spaying). 1) Cara umpan (baits)

Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001

2) Penyemprotan dengan efek residu (indoor residual spraying)

Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001 3) Pengasapan (indoor and outdoor space spaying)

Sumber : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001

c. Cara biologi Pemberantasan lalat dengan cara alamiah membutuhkan waktu yang lama untuk menurunkan jumlah kepadatan lalat. Hal ini tergantung pada hewan pemakan lalat yang ada di sekitar tempat perindukan lalat. Pemberantasan lalat dengan cara biologi dapat dilakukan dengan memanfaatkan sejenis semut kecil berwana hitam (Phiedoloqelon affinis) untuk mengurangi populasi lalat rumah ditempat tempat sampah.

DAFTAR PUSTAKA : Singgih H S, Koesharto, Hadi U K, Gunandini D J, Soviana S, Wirawan I A, Chalidaputra M, dkk. 2006. Hama Permukiman Indonesia Pengenalan, Biologi & Pengendalian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2001. Petunjuk Pemberantasan Lalat. Direktorat jendral PPM dan PLP, Jakarta. Teknis

Widyaningsih, Indah dan Bambang Supriyono. 2007. Miasis. Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Surabaya.

You might also like