You are on page 1of 22

Evaluasi status gas darah (BGA) bayi baru lahir

Pemeriksaan gas darah dan komplementernya, teknik monitoring non-invasif memberikan dokter mengenai informasi yang penting akan assesment pasien, pembuatan keputusan terapeutik, dan prognosisnya. Pemeriksaan BGA sama pentingnya untuk bayi baru lahir yang sakit kritis dan bayi sakit lainnya, namun cepatnya perubahan fisiologis, akses yang sulit pada tempat sampel arteri dan vena campuran, dan sedikitnya jumlah darah yang ada memberikan tantangan yang sulit. Makalah ini membahas pertimbangan untuk interpretasi BGA pada periode bayi baru lahir. Pemeriksaan BGA dan pemeriksaan non-invasif memberikan informasi yang penting mengenai oksigenasi. Tujuan umum terapi oksigen pada neonatus untuk menjaga PaO2 dan SaO2 arteri yang adekuat, dan untuk meminimalisir kerja jantung dan kerja nafas. Oksimetri nadi dan monitoring oksigen transkutan merupakan teknik yang sangat bergubna dalam memeriksa dan merupakan teknik monitoring non-invasif untuk oksigenasi neonatus, namun masing-masing metode memiliki keterbatasannya. Penentuan gas darah arteri pCO2 memberikan pengukuran yang paling akurat akan keadekuatan ventilasi alveolar, namun teknik kapiler, transkutaneus, dan endtidal juga teknik yang berguna. Pendekatan untuk penyakit asam-basa ditampilkan. Tiga varian hemoglobin relevan pada bayi baru lahir dipertimbangkan: hemoglobin fetus, karboksihemoglobin, dan methemoglobin. Gas darah yang diperoleh pada periode perinatal segera bisa membantu menilai asfiksi perinatal, namun perhatian khusus harus diberikan pada tempat sampling, waktu hidup, dan kemungkinan diagnosis yang ada dan yang sudah terbukti. Periode perinatal (persalinan, partus, dan hari selanjutnya) merupakan satu dari perubahan fundamental dalam status kardiorespirasi bayi. Sistem nutrisi, ekskretori, dan respirasi harus menerima tanggung jawab dengan cepat seiring perubahan sebagai organisme dari dependen menjadi individu tersendiri. Perubahan gas respirasi, yang sebelumnya fungsi plasental, harus dilakukan paru dalam hitungan menit setelah kelahiran. Sistem kardiovaskuler melalui perubahan yang sama dramatisnya, dengan perubahan dari dua sirkulasi sejajar menjadi dua sirkulasi yang berangkaian. Sehingga,

kesulitan adaptasi kardiovaskuler yang serius pada periode perinatal dan neonatus tidak mengejutkan dan sering dijumpai. Pemeriksaan gas darah dan komplemennya, teknik monitoring non-invasif memberikan dokter informasi yang peting untuk assessment pasien, pembuatan keputusan terapeutik, dan prognosisnya. Pemeriksaan gas darah sama pentingnya untuk bayi sakit dan bayi sakit kritis lainnya, namun tantangan unik diberikan oleh adanya perubahan fisiologis yang cepat, kesulitan untuk mengakses tempat sampling arteri dan mixed vena, dan kecilnya jumlah darah yang ada. Akan tetapi, kita tidak boleh meremehkan pentingnya riwayat dan temuan fisik pada bayi baru lahir. Informasi ini harus dimasukkan dalam data laborat untuk memahami dan mengobati pasien dengan baik. Nilai normal untuk gas darah arteri sangat tergantung pada usia posnatal (Gambar 1). Nilai untuk PaO2 dan SaO2 juga akan lebih rendah pada infant prematur, yang disebabkan oleh pengurangan fungsi paru, dan pada ketinggian yang tinggi, oleh karena pengurangan tekanan oksigen yang dihirup. Metode pengukuran PaO2 dan SaO yang paling akurat melibatkan penempatan kateter baik pada aorta via arteri umbilikalis atau pada arteri perifer; akan tetapi, penggunaan kateter semacam itu harus terbatas pada neonatus yagn sakit kritis karena seringnya komplikasi trombosis dan infeksi. Masalah yang berhubungan dengan kateter arteri perifer adalah hemodilusi. Untuk kateter ini agar tetap paten, mereka biasanya diperfusi dengan larutan saline heparin. Kecuali kateter tidak diperfusi, sampel dilusi akan memiliki PCO2 dan bikarbonat yang lebih rendah. Metode sampling sebaiknya meminimalisir kehilangan darah dan memastikan sampel darah arteri yang tidak terdilusi. Sampling intermiten arteri perifer seringkali merubah PaO2 secara signifikan ketika infan memberikan respon terhadap sakit dengan menangis dan akan menurunkan nilai dasar PaO2. Tempat akses arteri harus dipikirkan bila ada duktus arteriosus, yang menghubungkan aorta dan arteri pulmoner, yang masih paten karena right to left shunt akan memberikan nilai oksigen yang lebih rendah pada aorta descenden daripada darah yang memperfusi otak dan mata. Pada pasien dengan penyakit paru kronik atau masalah kardiorespirasi ringan hingga sedang, gas darah kapiler seringkali dilakukan. Nilai kapiler untuk pH dan PCO2 seringkali dalam 0,05 dan 7,5 mmHg (1 kPa) nilai arteri; akan tetapi, PO2 menurunkan PaO2 sehingga tidak bisa mengeksklusikan hiperoksemi. Nilai PO2 kapiler tidak lagi

berguna, karena teknik non-invasif transkutan (tc) PO2 dan monitoring oksimetri nadi yang lebih bisa diandalkan dalam memperkirakan PaO2 dan SaO2. Oksimetri nadi atau monitoring tcPO2 sebaiknya digabungkan dengan gas darah kapiler unuk memperoleh evaluasi yang akurat dan komprehensif oksigenasi. Gas darah kapiler tidak bisa diandalkan untuk pasien yang sakit seriud, atau mereka yang mengalami syok, hipotensi, atau vasokontriksi perifer. Pada hari pertama kehidupan, perfusi yang buruk pada tangan dan kaki (akrosianosis) memastikan penggunaan gas darah kapiler. Pada keadaan-keadaan ini, gas darah arteri diperlukan. Ketepatan, yang diukur sebagai sampel replikat, dari analisis gas darah modern seharusnya dalam 0,2% pH, 4% PCO2, dan 3% untuk PO2 (Tabel 1). Akurasi yang diukur sebagai deviasi dari kalibrator, untuk analisis gas darah harus diverifikasi dalam basis yang reguler. Kesalahan analisis total untuk PaO2 dan PaCO2 mendekati kesalahan yang bisa diterima secara klinis (Tabel 1). PEMERIKSAAN OKSIGENASI Pemeriksaan gas darah dan pengukuran non-invasif memberikan informasi yang penting mengenai oksigenasi. Pengantaran oksigen (DO2) pada jaringan merupakan produk output jantung (c.o) dan isi oksigen darah (CaO2), DO2 = c.o. X CaO2. Mengabaikan oksigen yang larut dalam plasma, persamaannya bisa diperluas menjadi DO2 = (HR X SV) X (SaO2 X 1,34 X Hgb), dimana HR = heart rate, SV = stroke volume, SaO2 = saturasi hemoglobin, dan Hgb = isi hemoglobin. Pengantaran oksigen yang tidak mencukupi pada jaringan, hipoksia, bisa disebabkan oleh kegagalan jantung (penurunan HR dan (atau) SV yang akan menyebabkan penurunan c.o), atau dengan hemoglobin yang rendah (anemia) atau SaO2 yang rendah (hipoksemia) yang menyebabkan CaO2 yang rendah (Tabel 2). Ketika oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan jaringan, hipoksemia akan menyebabkan asidosis metabolik. Sehingga, pemeriksaan gas darah, erutama PO2, SaO2, pH, dan base ekses, bisa membantu menilai oksigenasi pasien dan harus dikombinasikan dengan asessmen klinis dan laborat lainnya untuk memberikan gambaran yang komprehensif. Tabel 1. Pertimbangan-pertimbangan untuk interpretasi gas darah neonatus Preanalitik

Tempat sampel (pre/pos duktus; kapiler/vena/arteri) Status pasien (menangis, diam namun sadar, tertidur) Teknik (bebas aliran darah, gelembung udara, dilusi) Waktu penyimpanan (<15 menit pada suhu kamar, <1jam pada es) Analisis Ketepatan instrumen pH 0,01 unit PCO2 267 400 (2-3 mmHg); CV <4% pO2 267-533 Pa (2-4 mmHg); CV <3% Syarat klinis pH 0,05 PCO2 400 Pa (3 mmHg) PO2 666 Pa (5 mmHg) Waktu turnaroud NICU tersier, penyakit akut <15 menit Lebih lama pada keadaan lain Interpretasi Perubahan fisiologis yang cepat Tabel 2. Beberapa penyebab hipoksia pada bayi baru lahir Kardiak output yang rendah syok Hipovolemi Transfusi fetal-maternal, akut Sepsis Infeksi streptokokus hemolitikus grup B Penyakit jantung Lesi obstruktif jantung kiri Kardiomiopati Aritmi SaO2 rendah hipoksemia Penyakit paru Sindroma distress respirasi

Sepsis Hipertensi pulmoner persisten Hernia diafragma Penyakit jantung kongenital dengan right-to-left shunt Transposisi pembuluh-pembuluh darah besar Atresia pulmoner Hemoglobin rendah anemia Transfusi fetal maternal, kronik kembar hingga transfusi kembar Hemolisis Isoimunisasi Penarikan darah

Tabel 3. Keuntungan dan keterbatasan oksimetri nadi dan monitoring transkutan untuk assessment oksigen neonatus Akurasi Deteksi hipoksemia Kemudahan penggunaan Perlu kalibrasi Keterbatasan Oksimetri nadi Sangat Baik (vs SaO2) Sangat Baik Sangat mudah Tidak Hipotensi Perfusi yang buruk Gerakan Komplikasi Deteksi hipoksemia Jarang Baik Transkutan O2 Baik (vs PaO2) Baik Cukup sulit Ya Hipotensi Perfusi yang buruk Udem Penyakit kulit Luka bakar Sangat baik

Tujuan umum terapi oksigen pada neonatus untuk menjaga PaO2 dan SaO2 yang adekuat untuk meminimalisir kerja jantung dan kerja nafas. Penting untuk disadari bahwa oksigenasi optimal akan menghasilkan tujuan PaO2/SaO2 yang berbeda untuk jenis pasien neonatus yang berbeda. Umumnya, infant prematur dengan kegagalan respirasi seharusnya memiliki nilai PaO2 antara 6,66 dan 10,66 kPa (50-80 mmHg). Tujuan ini meminimalisir kemungkinan kebutaan karena retinopati prematuritas dan menurunkan O2 yang dihirup dan tekanan jalan nafas yang diperlukan, yang bial lebih tinggi, bisa meningkatkan kecenderungan terjadinya displasia bronkopulmoner (BPD).

Sebaliknya, infant term dengan hernia diafragmatika atau hipertensi pulmoner persisten mungkin memerlukan nilai 10,66 13,33 kPa (80-100 mmHg) untuk menjaga stabilitas, meminimalisir resistensi pulmoner, dan menghindari memburuknya hipertensi pulmoner. Infant dengan BPD atau penyakit paru kronik menunjukkan perbaikan pertumbuhan dan hipertensi pulmoner yang lebih sedikit (cor pulmoner) ketika SaO2 dijaga >92% selama bangun, tidaur, dan pemberian makan. Penggunaan liberal suplemen oksigen bisa berbahaya dengan menyebabkan penutupan duktus srteriosus pada beberapa infant dengan penyakit jantung kongenital, seperti hipoplastik jantung kiri, dengan menurunkan resistensi vaskuler pulmoner pada infant lain dengan shunt left-to-right yang lebih besar. Oksimetri nadi dan monitoring oksigen transkutan merupakan sangat berguna dalam menghitung dan merupakan monitoring non-invasif oksigenasi neonatus. Dalam kebanyakan keadaan mereka menghitung gas darah dengan mengijinkan dokter untuk secara non-invasif mengikuti tren oksigenasi pasien. Akan tetapi, tidak satupun teknik yang bisa menggnatikan monitoring gas darah pada pasien yang sakit kritis karena tidak satupun menyediakan informasi yang tepat dan komprehensif pada oksigenasi, ventilasi, status asam-basa, dan varian hemoglobin. Oksimetri nadi telah digunakan secara luas karena menggambarkan SaO2 dengna akurat, mudah digunakan, dan sngat jarang menghasilkan komplikasi. Tidak satupun dari oksimetri nadi ataupun monitoring oksigen transkutan bisa diandalkan untuk hipotensi berat atau vasokontriksi perifer. Hasil palsu SaO2 bisa terjadi bila probe oksimeter nadi ditempatkan dengan tidak benar, menghasilkan sinyal yang buruk atau shunt optikal, atau bila ada gerakan pasien atau probe. Selama ini ada perhatan mengenai monitorin oksimetri nadi, bila tidak ditambah dengan penentuan gas darah arteri intermiten, tidak akan melindungi dengan adekuat infant yang sangat prematur dari hiperoksia yang terjadi sebelum terjadinya retiniopati prematuritas dan kebutaan. Untuk infant prematur yang paling kecil, yang retinanya masih berkembang, keandalan eksklusif pada oksimetri nadi non-invasif untuk menghindari hiperoksi tidak direkomendasikan. Sebaliknya, menjaga oksimetri nadi SaO2 dalam rentang 88-92% dan secara intermiten menggunkan gas darah arteri untuk memastikan SaO2 dan PaO2 lebih disukai. ASSESSMENT VENTILASI ALVEOLAR

Penentuan gas darah arteri PCO2 memberikan pemeriksaan yang paling aklurat dari keadekuatan ventilasi alveolar. Konsentrasi PaCO2 pada pasien menggambarkan keseimbangan antara produksi metabolik CO2 dan ekskresi oleh ventilasi. Sehingga, seorang dokter mungkin memberikan respon pada peningkatan PaCO2 dengan menurunkan tingkat metabolik (sedasim paralisis, atau reduksi stress panas) atau dengan meningkatkan ventilasi [meningkatkan tingkat ventilator atau tidal volume, atau dengan pemberian surfaktan pada infant prematur dengan sindroma distress respirasi, (RDS) untuk memperbaiki komplian]. Dokter harus mengakkan target atau rentang yang bisa diterima untuk PaCO2 untuk pasien tertentu. Walaupun rentang normal PaCO2 setelah jam pertama kehidupan bisa dianggap 4,66 6 kPa (35-45 mmHg), nilai CO2 yang diinginkan untuk situasi tertentu bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Sebagai contoh, pada hipertensi pulmoner persisten bayi baru lahir, tekanan atteri pulmoner bisa diturunkan baik oleh alkalosis respirasi atau metabolik. Alkalosis respirasi sedang bisa secara cepat menurunkan resistensi vaskuler pulmoner pada beberapa pasien seperti itu. Karena hipokapneu bisa menurunkan aliran darah otak dan berhubungan dengan deficit neurologis, kebanyakan dokter tidak lagi menargetkan nilai PCO2 < 3,33 kPa (<25 mmHg). Infant dengan BPD seringkali mentoleransi nilai PCO2 6,66 8 kPa (50-60 mmHg), memastikan bahwa nilai status gas darah yang normal tidak berharga dalam menentukan peningkatan kerja nafas yang diperlukan untuk mencapainya. Pendekatan dengan istilah hiperkapneu yang diijinkan atau ventilasi gentle dengan tekanan ventilator yang lebih rendah sementara mentoleransi sedikit peningkatan PaCO2 menghasilkan penurunan penyakit paru kronik untuk infant prematur dengan RDS. Untuk kebanyakan neonatus dan infant kecil, monitoring tcPCO2 biasanya lebih disukai daripada monitoring CO2 end-tidal (PET CO2) sebagai cara untuk menilai dan mengetahui tren PaCO2 dan ventilasi alveolar. Tidal volume yang kecil, tingkat respirasi yang cepat, dan ventilasi/perfusi alveolar yang tidak homogen pada neonatus dengan penyakit paru sering mendahului monitoring PETCO2 pada bayi baru lahir, terutama pada prematur kecil. Sebaliknya, tcPCO2 menunjukkan korelasi yang baik dengan PaCO2 dan memberikan monitor tren yang sangat baik, secara akurat menunjukkan perubahan pada PaCO2. Monitor tcPCO2, tidak seperti monitor tcPO2 yang harus dipanaskan hingga 43-440 C, tidak menyebabkan luka bakar kulit. Ketika

digunakan pada suhu 40-420 C, elektrode tcPCO2 bisa ditinggalkan selama 4 jam pada neonatus dan 8 jam pada infant dan anak yang lebih tua. Karena nilai tcPCO2 kadangkal tidak akurat, kalibrasi in vivo pada gas darah arteri atau kapiler seringkali diperlukan. Kesalahan overestimasi pada pasien hiperkarbi seringkali terjadi. ASSESSMENT STATUS ASAM-BASA Gas darah memberikan informasi penting mengenai status asam-basa baik pada neonatus yang sakit kritis dan kronik atau pasien yang kurang kritis. Kita bisa melakukan pendekatan analisis penyakit asam-basa sederhaan dengan menjawab tiga pertanyaan. Yang pertama, apakah kondisinya asidosis atau alkalosis (pH kurang atau lebih dari 7,4)? Yang kedua, apa penyebab metabolik primer (bikarbonat rendah atau tinggi atau respirasi (pCO2 tinggi atau rendah)? Yang ketiga, apakah kompensasinya sudah baik? Gambar 2 menunjukkan pendekatan yang berguna secara klinis pada interpretasi gas darah pada bayi baru lahir dan infant. Untuk menganalisis dengan menjelaskan gas darah dengan tepat, istilah tertentu harus didefinisikan. emia merujuk pada keadaan adarah, sebagai contoh, asidemiua adalah kondisi keasaman darah yang berlebihan yang diindikasikan oleh pH. osis merujuk pada proses patologis dimana asam atau basa diperoleh atau hilang dari tubuh. Asidosis mungkin tidak mengarah pada asidemis, tergantung pada kemampuan pasien untuk mengkompensasinya. Kompensasi merupakan respon pada kelainan primer, usaha untuk membawa pH sedekat mungkin pada netral. Kompensasi penuh seringkali tidak tercapai, dan gas darah yang nampaknya terkompensasi penuh untuk masalah primer sepertinya memberikan gambaran campuran, daripada koreksi yang menyeluruh. Tabel 4 menampilkan penyebab yang paling sering untuk penyakit asam-basa pada neonatus. Asidosis metabolik paling sering disebabkan oleh ketidakadekuatan perfusi jaringan (syok) karena hipovoleme, penurunan kardiak output, atau sepsis. Hipoksemis yang disebabkan oleh penyakit jantung atau paru sering memberikan sumbangan pada hipoksemia jaringan dan menyebabkan asidosis laktat yang terlihat dengan keadaan hipoperfusi. Sepsis pada bayi baru lahir, sebagaimana pada orang yang lebih tua, bisa menyebabkan asidosis metabolik dengna menurunkan perfusi (syok dingin) dan dengan mengganggu metabolisme aerobik seluler (syok hangat). Untuk mengkompensasi asidosis metabolik, neonatus dan infant term akan berusaha

menurunkan PCO2 dengan hiperventilasi; akan tetapi, kompensasi biasanya tidak menyeluruh, sehingga tidak mencapai pH 7,4. Panduan untuk PCO2 yang diinginkan sebagai berikut: Dua digit terakhir pH seharusnya sama dengan PCO2 yang diharapkan. Bila PCO2 ...

Survei monitoring gas darah transkutan diantara NICU Eropa


Abstrak
Latar belakang: PCO2 dan PO2 merupakan parameter monitoring yang penting dalam NICU. Dibandingkan dengan pemeriksaan gas darah konvensional yang menyebabkan kehilangan darah yang signifikan pada preterm, pemeriksaan transkutan (tc) mengijinkan, monitoring non-invasif yang kontinyu jumlah gas darah. Tujuan penelitian ini untuk mensurvei penggunaan dan pendapat diantara NICU dengan bahasa Jerma mengenai monitoring gas darah tc. Metode: Kuisioner dibuat dan dikirimkan pada 56 kepala perawat NICU di Jerma, Swiss, dan Austria. Hasil: Kuisioner yang dijawab komplet diperoleh dari 41 NICU. Dari dua unit ini tidak dilakukan pemeriksaan tc. Pada kebanyakan NICU, baik PtcO2 dan PtcCO2 dilakukan bersamaan. Kebanyakan unit merubah sensor setiap 3 jam; akan tetapi, temperatur yang direkomendasikan pada 440 C hanya pada 15% unit. Hanya pada 8% unit gas darah arteri diperoleh untuk memvalidasi nilai tc. Variasi yang besar ditemukan mengenai jumlah saturasi oksigen yang diinginkan [limit median atas: 95% (rentang 80-100%); limit median bawah: 86% (rentang 75-93%)] dan PO@ [limit median atas: 70 mmHg (rentang 45-90 mmHg); limit median bawah: 44 mmHg (rentang 30-60 mmHg)]. Kesimpulan: Survei kami menunjukkan bahwa penggunaan monitor tc masih digunakan dengan luas diantara NICU dengan bahasa Jerman,walaupun data sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan mereka ditinggalkan pada banya NICU diseluruh dunia. Sebagai tambahan, kami menyarankan bahwa metode monitoring oksigenasi yang ada sekarang tidak mencegah hiperoksemia pada infant preterm.

Latar belakang
Infant preterm rentan terhadap perubahan oksigen arteri atau tekanan karbon dioksida. Perubahan suplai oksigen memberikan sumbangan pada perkembangan selanjutnya dari retinopati prematuritas atau displasia bronkopulmoner. Hipokarbi berhubungan dengan perkembangan selanjutnya periventikuler leukomalasia dan serebral palsy, dan

sementara hiperkarbi bisa melindungi otak perinatal dari kerusakan hipoksemi-iskemi, ini juga bisa menyebabkan retardasi vaskularisasi retina. Walaupun masih berjalannya diskusi mengenai nilai optimal tingkat gas darah, terdapat konsensys bahwa tenana parsial oksigen arteri dan karbondioksida (PaO2 dan PaCO2) seharusnya dijaga dalam rentang yang sempit. Sehingga penentuan intermiten atau kontinyu gas darah diperlukan. Akan tetapi, sampling gas darah yang berulang untuk pemeriksaan PaO2 dan PaCO2 yang tepat sulit dilakukan pada infant preterm penggunaan kateter berhubungan dengan komplikasi dan kehilangan darah yang signifikan. Sampel darah kapiler, yang menyekitkan namun mudah digunakan untuk memperoleh, memberikan nilai kepuasan untuk PaCO2 namun cenderung menurunkan PaO2. Pemeriksaan transkutan (tc) oksigen PtcO2 dan tekanan karbon dioksida (PtcCO2) merupakan metode non-invasif yang menawarkan beberapa janji. Beberapa penelitian menunjukkan korelasi yang baik antara nilai tc dan arteri. Akan tetapi, selama pengobatan klinis rutin, beberapa masalah seperti luka bakar- muncul. Terlebih lagi, korelasi yang buruk antara PaO2 dan PtcO2 ditemukan dengan kondisi klinis yang rutin. Dengan berdasarkan laporan-laporan ini, surat mengenai pemeriksaan tc PO2 diterbitkan oleh ihak berwenanga dari Kanada dan Inggris, dan setelah pengenalan klinis oksimetri nadi, minat pada monitoring konsigen tc menurun dan ditinggalkan di banyak NICU diseluruh dunia. Akan tetapi, status sebenarnya monitoring gas darah tc di NICU dengan bahasa Jerman masih belum diketahui. Penelitian observasional saat ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Sampai sejauh mana monitoring gas darah tc dilakukan pada NICU dengan bahasa Jerman? 2. Laporan yang ada bahwa perawat menolak melakukan monitoring tc karena dipertanyakan reliabilitasnya, apa pendapat perawat mengenai reliabilitas nilai tc? 3. Apakah ada perbedaan antar NICU mengenai aspek teknik aplikasi sensor tc? 4. Metode apa yang digunakan untuk mendeteksi hipo- atau hiperoksia dan pada limit atas dan bawah untuk saturasi oksigen dan tekanan parsial pada NICU yang berbeda?

Metode
Kuisioner terdiri dari empat bagian utama dan dijelaskan dibawah. Pre-tes terhadap kuisioner dilakukan pada institusi penulis. Dua puluh perawat diminta untuk menjawab pertanyaan. Empat pertanyaan dalam versi awal dianggap menimbulkan salah paham dan diubah untuk versi final kuisioner. Kuisioner final dikirim ke NICU dengan surat. Untuk menghindari bias karena perbedaab regulasi medis nasional, kuisioner didistribusikan hanya pada negara yang berbahasa Jerman. Dari daftar 168 universitas rumah sakit di Jerman, Austria, dan Swiss, setiap tiga unit dipilih (n = 56 unit). Karena perawat bertanggungjawab untuk penggunaan peralatan tc, kepala perawat diminta untuk menjawab kuisioner sesuai dengan panduan institusional mereka. Penggunaan pemeriksaan tc Bagian pertama kuisioner didesain untuk memperoleh informas mengenai penggunaan pemeriksaan tc. Pertanyaannya sebagai berikut: 1. Pada usia berapa pasien yang paling anda perhatikan (hanya untuk infant preterm / preterm dan neonatus / neonatus dan infant lebih tua)? 2. Pada pasien mana anda melakukan pemeriksaan tc (pasien dengan ventilasi mekanik konvensional / pasien CPAP / hanya pasien dengan suplemen oksigen / semua pasien)? 3. Parameter apa yang anda ukur (tc PO2 / tc PCO2 / keduanya)? 4. Dari pabrik mana sistem monitoringnya? Praktek merawat Bagian kedua kuisioner terdiri atas pertanyaan mengenai praktek merawat selama pemeriksaan tc: 1. Seberapa sering anda merubah tempat sensor (setiap 1 / 2 / 3 jam / lebih / kurang)? 2. Apakah anda berfikir perubahan membahayakan praktek minimal handling? 3. Apakah anda menggunakan pengobatan khusus untuk daerah kulit eritem?

Detail teknik dari monitoring tc Bagian ketiga meneliti detail teknik penggunaan tc dan meliputi pertanyaan berikut: 1. Seberapa sering anda merubah tempat sensor? 2. Berapa temperatur sensor? Akurasi pemeriksaan transkutan Bagian terakhir kuisioner untuk korelasi pemeriksaan tc dan gas darah invasif. Pertanyaan berikut ini ditanyakan: 1. Apa pendapat anda mengenai keakuratan pemeriksaan tc (baik / sedang / buruk)? 2. Pada rata-rata, seberapa sering anda membandingkan nilai tc dengan gas darah (rutin / tergantung nilai)? 3. Sumber darah apa apa yang anda gunakan untuk validasi (kapiler / arteri / vena)? 4. Mengenai monitoring oksigenasi pada infant preterm, nilai mana yang lebih penting ketika memperkirakan hipoksia (saturasi / tc PO2) dan hiperoksia (saturasi / tc PO2)? Apa nilai limit atas dan bawahnya? Statistik Data dianalisis dengan statistik deskriptif menggunakan software Excel (Microsoft). Data ditampilkan sebagai median atau persentase relatif.

Hasil
Kuisioner diselesaikan oleh 41 dari 56 NICU (73%). Diantara 41 unit dengan kuisioner yang komplet, 2 tidak melakukan pemeriksaan tc dan dieksklusikan dari analisis selanjutnya. Kepala perawat dari 15 unit non-responden dihubungi pertelepon dimana dipastikan tidak ada pemeriksaan tc pada 8 unit, pemeriksaan tc dilakukan namun tidak ada informasi lebih lanjut ditawarkan pada 4 unit, dan tidak ada informasi sama sekali pada 3 unit.

Penggunaan pemeriksaan tc Kebanyakan NICU yang dievaluasi (28/39) terutama merawat bayi baru lahir preterm dan term. Pada 11 NICU sisanya, baik bayi baru lahir dan infant dirawat. Kebanyakan unit melakukan pemeriksaan tc pada infant dengan ventilasi mekanik atau pada infant dengan sokongan tekanan positif kontinyu (CPAP). Sekitar 30% unit juga menggunakan monitoring tc untuk infant dengan suplemen oksigen. Kebanyakan jawaban dari unit menggunakan kombinasis sensor tc PO2 dan tc PCO2. Beberapa unit menggunakan tc PO2 atau tc PCO2 dan dua unit menggunakan kedua sensor secara terpisah (Gambar 1B). Alat untuk pemeriksaan gas darah tc dari banyak suplier; akan tetapi, Radiometer merupakan yang paling sering digunakan, diikuti dengan Hewlett Packard dan Hellige. Praktek merawat Analisis handling menunjukkan kebanyakan unit merubah tempat sensor setiap 3 jam bahkan lebih sering, 6 dari 39 unit merubah sensor setiap 4 jam, dan 3 dari 39 merubah kurang dari 4 jam. Tidak ada korelasi antara perubahan frekuensi dan pabrik. Pada 60% unit yang berpartisipasi, perawat menganggap perubahan sensor sebagai rasa tidak nyaman untuk pasien dan melanggar kebijakan minimal handling. Sekitar sepertiga unit tidak memiliki pengobatan khusus untuk daerah sensor eritem, dimana sisanya menggunakan berbagai terapi ointment. Detalil teknis pemeriksaan tc Perbedaan besar ditemukan mengenai aspek teknik monitoring gas darah. Pada 17 dari 39 unit, sensor dikalibrasi setiap perubahan tempat sensor. Kalibrasi rutin sensor dilakukan setiap 4 jam pada 8 unit dan sekali sehari pada 11 unit. Temperatur sensor terutama tergantung pada usia pasien; akan tetapi, kebanyakan unit sensor bekerja pada temperatur 430 C. Pada beberapa unit, temperatur antara 42 dan 440 C (Gambar 1C). Pendapat individu mengenai akurasi nilai transkutan Pemeriksaan gas darah invasif rutin dilakukan untuk perbandingan dengan nilai tc pada 14 dari 39 pasien (Gambar 1D). Gas darah terutama diperoleh dari darah kapiler,

dengan hanya 8% dari unit memperoleh sampel darah arteri (Gambar 2). Kebanyakan perawat responden menganggap pemeriksaan tc sama baiknya (29/39) atau sedang (9/39) dalam menilai gas darah arteri, sementara hanya satu perawat NICU yang menyatakan bahwa pemeriksaan tc mengarah pada penilaian yang buruk. Pertanyaan mengenai deteksi hiperoksia dan hipoksia dijawab hanya oleh 35 unit, namun ini memberikan data yang menarik. Untuk mendeteksi hiperoksia pada infant preterm, 16 dari 35 NICU hanya menggunakan saturasi oksigen, 10 hanya menggunakan PtcO2, 8 menggunakan keduanya dan 1 tidak menggunakan keduanya. Limit median atas untuk saturasi 95% (rentang 80-100%) dan limit median bawah untuk PtcO2 70 mmHg (rentang 45-90 mmHg). Untuk mendeteksi hipoksia, kebanyakan unit (24/35) hanya menggunakan saturasi, dimana 9/35 unit menggunakan kedua metode (Ptc)2 dan saturasi) dan dua unit hanya menggunakan metode gas darah invasif. Limit median bawah untuk saturasi 86% (rentang 75-93%) dan limit median bawah untuk PtcO2 44 mmHg (rentang 36-60 mmHg).

Pembahasan
Untuk mencegah kerusakan akut atau kronik, gas darah harus dimonitor pada infant pretem. Pemeriksaan transkutan (tc) gas darah merupakan alat yang berharga untuk monitoring non-invasif yang kontinyu. Monitoring tc berhubungan dengan beberapa masalah dan telah dilaporkan bahwa jenis monitoring ini ditinggalkan dibanyak NICU diseluruh dunia. Sampai sekarang, tidak ada data yang tersedia mengenai penggunaan monitor tc di NICU dengan bahasa Jerman. Dalam penelitian observasional kami, kami menerima jawaban 41 dari 56 NICU. Dari mereka, 39 memberikan respon bahwa mereka saat ini menggunakan monitoring tc. Empat dari 15 unit non responden juga melakukan pemeriksaan tc, namun tidak memberikan informasi lebih lanjut. Sehingga perwakilan survei kami menganggap bahwa setidaknya 43 dari 56 NICU (77%) menggunakan monitoring gas darah tc. Berlawanan dengan data yang menyatakan ketidakinginan perawat menggunakan monitoring tc, penelitian kami menunjukkan penerimaan luas teknik ini diantara perawat NICU. Kebanyakan perawat yang disurvei menyatakan bahwa akurasi

pembacaan tc paling bisa diandalkan. Akan tetapi, kebutuhan untuk merubah tempat sensor tc dianggap sebagai pelanggatan kebijakan minimal handling. Monitoring tc dan oksimetri nadi merupakan teknik yang berguna untuk monitoring non-invasif oksigenasi pada bayi baru lahir yang memerlukan suplemen oksigen. Dimana gas darah kapiler dan pulsimetri cukup untuk mendeteksi hipoksia, tidak cukup untuk untuk menggunakan salah satu saja untuk mencegah hiperoksia. Bagaimanapun juga, dalam penelitian sekarang, 16 dari 35 NICU hanya menggunakan saturasi untuk mendeteksi hiperoksia. Karena nilai oksimetri nadi tidak bisa untuk mendeteksi hiperoksia, PO2 arteri sebaiknya juga diukur inermiten. Sekitar separuh dari semua unit yang menjawab menyatakan baha mereka melakukan analisis gas darah eksklusif dari sampel darah kapiler, namun perkiraan PO2 kapiler hanya bisa mengeksklusi hipoksia dan tidak cukup untuk mendeteksi hiperoksia. Sehingga, bisa dispekulasikan bahwa kebijakan monitoring oksigen saat ini dari beberapa unit mengekspos infant yang memerlukan tambahan oksigen pada resiko yang lebih tinggi akan kerusakan karena oksigen, seperti retinopati. Variasi besar ditemukan diantara berbagai NICU dengan melihat definisi hipoksia dan hiperoksia. Limit atas untuk saturasi oksigen memiliki rentang antara 80% dan 100% dan bila pemeriksaan tc digunakan, limit atas memiliki rentang dari 45 dan 90 mmHg (median 70 mmHg). Rentang lebar yang serupa ditemukan untuk deteksi hipoksia dengan batas saturasi yang lebih rendah antara 75% dan 93% (mean 86%). Perbedaan ini penting dan bisa menjelaskan beberapa perbedaan yang dijelaskan pada outcome infant preterm. Perbedaan ini memerlukan penelitian dan spesifikasi lebih lanjut. Data yang ada tidak mengijinkan diferensiasi antara nilai target untuk infant dengan oksigen tambahan atau mereka dengan sokongan respirasi. Penelitian sekarang meliputi beberapa keterbatasan yang sebagian berhubungan dengan metode yang dipilih untuk memperoleh informasi. Yang pertama, sampel penelitian berdasarkan kembalinya kuisioner yang komplet. Kami mencapai tingkat pengembalian sebesar 73%, yang dianggap sebagai hasil yang baik dan mengijinkan interpretasi yang bisa diandalkan. Yang kedua, kuisioner tidak didesain untuk mengidentifikasi hubungan antara kebijakan monitoring pada institusi dan parameter outcome klinis, penelitian ini tidak menyediakan data yang mencukupi untuk merencanakan protokol penelitian yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu. Yang terakhir, kuisioner hanya didesain untuk

menerima informasi yang konsisten dengan panduan institusi. Pada beberapa kasus, situasi yang unik dari pasien bisa menyebabkan deviasi dari kebijakan umum. Penelitian follow-up bisa menspesifikasi lebih lanjut penggunaan monitoring tc dibawah kondisi klinis yang berbeda (ventilasi,suplai oksigen, CPAP) dan pada populasi yang berbeda (infant preterm, term), dan bisa memasukkan alasan primer untuk penggunaan monitoring tc. Akan tetapim faktor-faktor ini sebaiknya dilakukan diantara neonatologis yang datang.

Kesimpulan
Survei ini menyediakan data yang berharga mengenai situasi saat ini dari monitoring gas darah klinis di NICU dengan bahasa Jerma dan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1) Monitoring gas darah transkutan sering digunakan pada NICU; 2) banyak variasi mengenai rentang target saturasi oksigen atau PO2; dan 3) pada infant yang memerlukan tambahan oksigen, metode monitoring oksigen sekarang mungkin tidak cukup untuk mencegah hiperoksia.

Apakah hiperoksemia dan hipokapnia menambah resiko cidera otak setelah asfiksi intrapartum?
Latar belakang: Episode hiperoksemia dan hipokapnia, yang mungkin memberikan sumbangan terhadap cidera otak, terjadi tidak sengaja pada neonatus yang mengalami asfiksi berat pada jam pertama pos-natal. Tujuan: Untuk menentukan apakan hiperoksemia dan / atau hipokapnia selama 2 jam pertama kehidupan menambah resiko cidera otak setelah asfiksia intrapartum. Metode: Penelitian kohort retrospektif pada infant term dengan pos-asfiksi hipoksik iskemik encepalopati (HIE) lahir antara 1985 dan 1995. Hiperoksemia berat dan sedang didefinisikan sebagai PaO2 >26,6 dan PaO2 >13,3 kPa (200 dan 100 mmHg). Hipokapnia didefinisikan sebagai PaCO2 <2,6 dan PaCO2 <3,3 kPa (200 dan 100 mmHg). Hasil negatif dipastikan oleh usia 24 bulan didefinisikan sebagai kematian, serebral palsy berat, atau serebral palsy apapun dengan kebutaan, ketulian, atau hambatan perkembangan. Dengan outcome sebagai variabel dependen, analisis multivariat dilakukan meliputi variabel hiperoksemik dan hipokapnia, dan faktor-faktor yang disesuaikan untuk beratnya penyakit awal. Hasil: Dari 244 infant, 218 mendapat outcome, 127 diantaranya negatif (64 kematian, 63 deficit neurodevelopmental). Analisis multivariat menunjukkan hubungan antara hasil negatif dan episode hiperoksemia berat (rasio perbandingan (OR) 3,85, tingkat kepercayaan 95% (CI) 1,67 hingga 8,88, p = 0,002), dan hipokapnia berat (OR 2,34, 95% CI 1,02 hingga 5,37, p = 0,044). Resiko outcome negatif tertinggi pada infant yang memiliki baik hiperoksemia berat dan hipokapnia berat (OR 4,56, 95% CI 1,4 hingga 14,9, p = 0,012). Kesimpulan: Hiperoksemia berat dan hipokapnia berat berhubungan dengan efek negatif pada infant dengan pos asfiksi HIE. Selama jam pertama kehidupan, suplementasi oksigen dan ventilasi sebaiknya dikendalikan dengan baik.

alam meresusitasi infant yang mengalami asfiksi berat setelah kelahiran, sulit untuk mencapai dengan cepat dan menjaga keseimbangan yang tepat antara hiperoksemia dan hipoksemia, dan antara hipokapnia dan

hiperkapnia. Suplementasi oksigen dan / atau ventilasi mungkin tidak adekuat atau berlebihan karena adaptasi variabel kardiorespirasi posnatal dan respon terhadap

intervensi terapeutik, kesulitan dalam monitoring dan interpretasi pemeriksaan gas darah, dan ketidakmampuan untuk menerapkan tindakan korektif yang cepat. Lebih banyak sokongan respirasi daripada yang diperlukan menghasilkan hiperoksemia atau hipokapnia, yang bisa meningkatkan resiko ancaman cidera otak. Efek negatif hiperoksemia pada otak diperantarai secara primer oleh peningkatan radikal oksigen bebas toksik. Hiperoksemia sebagian bisa berbahaya untuk otak selama periode reperfusi setelah asfiksi berat. Pada model binatang asfiksi, suplementasi oksigen meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen, menurunkan perfusi orak, dan secara negatif mempengaruhi outcome neurologis jangka pendek. Efek yang serupa terlihat pada neonatus manusia yang terekspos oksigen selama resusitasi. Hipokapnia pada binatang diketahui menurunkan aliran darah otak, namun tidak terjadi secara konsisten pada neonatus manusia. Infant dengan pos asfiksi HIE seringkali mengalami episode hiperoksemia dan / atau hipokapnia antara kelahiran dan transfer ke tempat perawatan kami. Ini memberikan data untuk analisis hubungan antara hiperoksemia dan / atau hipokapnia pada jam pertama kehidupan dan outcome negatif. Tujuan kami untuk menentukan apakan hiperoksemia dan / atau hipokapnia menambah resiko cidera otak setelah asfiksia intrapartum.

METODE
Populasi Subyek penelitian retrospektif ini ditujukan pada asfiksi intrapartum antara 1985 dan 1995 yang masuk NICU pada Hospital for Sick Children, Toronto, yang merupkan pusat rujukan tersier untuk sekitar 55000 kelahiran term pertahun. Alasan untuk masuknya adalah ketergantungan ventilator terus menerus dan / atau HIE. Kriteria Inklusi Yang berikut ini merupakan empat kriteria inklusi dimodifikasi Obstetricians and Gynecologists Kanada. (1) Satu atau lebih dari hal berikut: a. Apgar skor lima menit kurang dari 5 b. Asidosis metabolik (deficit basa darah arteri >16 mmol/l) dari Society od

c. Kelahiran dengan sectio caesaria karena fetal distress (2) Kebutuhan ventilasi mekanik segera setelah persalinan. (3) Bukti encepalopati meliputi perubahan keadaan kesadaran dan / atau kejang. (4) Encepalopati keterlibatan multiorgan dan setidaknya satu organ atau sistem lain yang terlibat. Kriteria eksklusi Infant dieksklusikan untuk persalinan preterm (usia kehamilan < 37 minggu), abnormalitas kongenital apapun (meliputi abnormalitas otak yang didiagnosis sebelum periode intrapartum), kesalahan metabolisme saat kelahiran, infeksi kongenital, syok sepsis atau hemoragik, meningitis, sindroma aspirasi mekonium berat, atau trauma lahir kranial, infant dengan ancaman antenatal (hilanga gerakan fetal lebih dari 24 jam, kurangnya variabilitas jantung fetus saat rawat inap ibu dirumah sakit, atau oligohidraminion) dieksklusikan karena bisa terjadi antepartum. Pencaria subyek dan pengumpulan data Infant dengan HIE ditemukan dengan mencari database kesehatan NICU dan rumah sakit. Data berhubungan dengan riwayat maternal dan obstetrik, kehamilan, parturitas, transpor, resusitasi, dan jalur neonatus dikumpulkan secara retrospektif dari CM pasien. Hasil analisis gas darah dan variabel ventilasi dikumpulkan pada jam pertama setelah kelahiran. Data outcome ditentukan dai catatan follow up neonatus dan klinis neurologis dan dari kunjungan ulang kerumah sakit. Data outcome tersedia pada usia 1 tahun meliputi assessment fungsi motor, visual, dan pendengaran. Infant dengan penundaan perkembangan yang dipertanyakan memiuliki nilai Bayley yang diukur pada 21-24 bulan. Ketika dokumentasi follow up tidak lengkap, dokter keluarga infant atau dokter anaknya dihubungi dengan telepon, dan, bila dianggap tidak tepat, keluarga infant diminta melalui surat untuk berpartisipasi dengan wawancara telepon. Non-responden dianggap bila hilang dalam follow up. Badan Etika Penelitian Hospital for Sick Children menyetujui penelitian ini.

Definisi ekspos terhadap hiperoksemia dan hipokapnia Dua tingkat hiperoksemia dan hipokapnia didefinisikan sebagai berikut. Hiperoksemia sedang didefinisikan sebagai tekanan oksigen arteri parsial (PaO2) >13,3 kPa (100 mmHg), dan hiperoksemia berat sebagai PaO2 26,6 kPa (200 mmHg). Hipokapnia sedang didefinisikan sebagai tekanan karbondioksida arteri parsial (paCO2) <3,3 kPa (25 mmHg) dan hipokapnia berat sebagai PaCO2 <2,6 kPa (20 mmHg) (yang pertama disebut dipilih untuk penelitian oleh lainnya). Definisi-definisi ini dipilih sebelum analisis statistik. Definisi outcome Outcome negatif didefinisikan sebagai kematian atau kecacatan neurodevelopmental pada survivor dipastikan satu atau lebih dari hal sebagai berikut: (1) Cerebral palsy berat, didefinisikan sebagai kecacatan berat aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan hipertonia atau hiperrefleksia, didiagnosis pada usia 12 bulan. (2) Cerebral palsy ringan hingga sedang dan hambatan perkembangan pada usia 12 bulan, keduanya dipastikan pada usia 21-24 bulan. Cerebral palsy ringan hingga sedang didefinisikan sebagai kecacatan aktivitas sehari-hari yang berhubungan dengan hipertonus atau hiperreleksia yang ditentukan dengan perawat berkualifikasi pada follow up atau klinik neurologik. Hambatan perkembangan didefinisikan dengan skor Baylet lebih rendah dari 2 SD dibawah mean usia, antara 21 dan 24 bulan. (3) Cerebral palsy apapun dengan kebutaan kortikal atau ketulian sensorineural karena asfiksia, didiagnosis pada usia 2 bulan. Analisis statistik Data dijelaskan dengan menggunakan pengukuran ringkasan, meliputi mean, median, dan standar deviasi. Analisis univariat yang berhubungan dengan variabel prediktor hiperoksemia dan hipokarbi dan jumlah analisis gas darah tiap pasien terhadap outcome dilakukan dengan menggunakan tes X2 dan model regresi univariat sederhana. Untuk kovariat yang diukur pada skala ordinal, hubungan dengan outcome ditentukan dengan menggunakan tes tren Cochran-Armitage. Untuk meminimalisir efek resusitasi awal,

data yang diperoleh selama 20 menit pertama tidak dimasukkan dalam analisis. Analisis data terbatas pada mereka yang tersedia hingga 120 menit karena variabel dependen waktu digunakan untuk menyesuaikan beratnya penyakit awal. Analisis univariat hubungan diperiksa antara (a) kejadian hiperoksemia (sedang atau berat) pada gas darah arteri manapun selama 20-120 menit pertama kehidupan dan outcome; (b) kejadian hipokapnia (sedang atau berat) pada gas darah arteri manapun selama 20-120 menit kehidupan dan outcome; (c) ekspos terhadap hiperoksemia berat dan / atau hipokapnia berat (gabungan variabel ekspos dengan tiga kategori ekspos: tidak satupun hiperoksemia atau hipokapnia, pada salah satu diantaranya, atau pada keduanya) dan outcome. Variabel faktor resiko yang berhubungan dengan outcome negatif pada p < 0,1 pada analisis univariat dimasukkan dalam analisis multivariat. Analisis regresi logistik multivariat dilakukan menggunakan seleksi forward stepwise, mengendalikan beratnyapenyakit. Tiga pengukuran beratnya penyakit awal dri penelitian sebelumnya dimasukkan kedalam analisis multivariat: Apgar skor lima menit, waktu untuk menegakkan pola nafas, dan deficit basa pertama yang tersedia diukur sebagai angka standar deviasi dari mean nilai normal. Direncanakan untuk memasukkan juga jumlah pengukuran gas darah bila nilai p variabel ini dibawah 0,1 pada analisis univariat. Pada analisis multivariat, p < 0,05 dianggap signifikan. Analisis multivariat dilakukan menggunakan software SAS (versi 8,02; SAS Institute Inc., Cary, North Carolina, USA).

HASIL
Selama 1985-1995, 244 infant term memenuhi syarat untuk penelitian masuk pada NICU. Mean SD usia kehamilan dan berat lahir infant adalah 40,0 minggu dan 3450 (520) g. Laki-laki memenuhi 60% infant. Asidosis metabolik berat terjadi pada 135 dari 236 infant, mean SD pertama tersedia untuk defisit dasar adalah 17,2 (7,5). Onset lambat respirasi untuk lima menit atau lebih terlihat pada 146 dari 209 infant, dengan mean waktu untuk menegakkan nafas reguler 30,3 (45,9) menit.

You might also like