You are on page 1of 19

SEMINAR ENDODONSIA Sifat Fisik Dan Mekanis Penambahan Bahan Anti Inflamasi ke dalam Bahan Pulp Capping Kalsium

Hidroksida : Penelitian In Vitro

Sumber Pengarang Halaman Pembimbing Seminaris

: Dental Materials Journal , 2012 Vol 31(1) : Phumisak Louwakul, Veera Lertchirakarn : 32-39 : Diani Prisinda, drg., MARS, Sp KG Dian, drg : Haniyah Bahasuan

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PROFESI KEDOKTERAN GIGI BANDUNG 2013

DAFTAR ISI

Abstrak..............................................................................................3 Pendahuluan.........................................................................................4 .............................................................................................................................. Bahan dan metode...............................................................................6 Persiapan PCFA.........................................................................6 Pelepasan Fluosinolon Asetonid In Vitro..................................6 Pengukuran pH...........................................................................8 Penentuan Waktu Pengerasan....................................................8 Penentuan Kekuatan Tekan........................................................9 Penentuan Disintegrasi...............................................................9 Penentuan Kandungan Kelarutan Asam Arsen........................10 Analisis Statistik......................................................................11 Hasil.....................................................................................................12 Pelepasan Fluosinolon Asetonid In Vitro................................12 Pengukuran pH.........................................................................13 Penentuan Waktu Pengerasan, Kekuatan Tekan, Disintegrasi, dan Kandungan Kelarutan Asam Arsen...................................14 Diskusi.................................................................................................15 Kesimpulan.........................................................................................19

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pelepasan fluosinolon asetonid dari bahan pulp capping eksperimen yang mengandung fluosinolon asetonid (PCFA) dan

membandingkan beberapa sifat fisik dan mekanisnya dengan Dycal. PCFA merupakan semen kalsium hidroksida hard-setting yang mengandung fluosinolon asetonid 50mmol/L. Media yang dibuat dari bahan setting dikumpulkan untuk menilai pelepasan fluosinolon asetonid menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dan pengukuran pH menggunakan pH meter. Waktu pengerasan, kekuatan tekan, disintegrasi, dan kelarutan asam arsen diukur sesuai dengan ISO 3107:2004. Dycal digunakan sebagai kelompok kontrol. Fluosinolon asetonid dari PCFA dapat dilepas pada rentang konsentrasi tertentu. Waktu pengerasan, pH, kelarutan asam arsen pada PCFA secara signifikan lebih tinggi dibandingkan Dycal. Kekuatan tekan dan disintegrasi PCFA sebanding dengan kelompok kontrol. PCFA dapat digunakan sebagai alternatif bahan pulp capping pada jaringan pulpa yang terinflamasi.

Kata kunci : Kalsium hidroksida, Dycal, bahan anti inflamasi, fluosinolon asetonid, pulp capping

PENDAHULUAN

Pulp capping direct atau pulptomi parsial merupakan suatu metode terapi pada pulpa gigi yang sudah terbuka dan ditutup dengan bahan pelindung pulpa dari trauma lanjutan dan memungkinkan terjadinya penyembuhan dan perbaikan. Bahan yang digunakan pada perawatan pulpa vital harus berkontak dengan jaringan pulpa, sehingga bahan tersebut tidak boleh beracun dan biokompatibel dengan jaringan. Bahan pulp capping juga harus memberikan kemampuan seal yang baik. Masalah utama pada terapi pulpa vital adalah kondisi inflamasi yang berat yang tidak dapat diprediksi pada jaringan dibawahnya dan keberhasilan secara klinis dalam jangka panjang yang bervariasi. Peradangan kronis pada jaringan pulpa dapat menyebabkan respon degenerasi pulpa atau nekrosis pulpa. Untuk mencegah komplikasi ini, bahan anti inflamasi telah digunakan pada terapi lesi karies yang dalam atau pulpa yang terbuka pada gigi permanen dengan apeks yang sudah tertutup sempurna. Obat anti inflamasi yang dicampur menggunakan alat dapat menjadi bahan pulp capping direct yang efektif untuk karies yang sudah mengekspose jaringan pulpa. Bahan anti inflamasi, seperti kortikosteroid, memiliki kemampuan untuk menghambat proses inflamasi, seperti menghambat hiperemi dan odema, mengurangi rasa sakit, dan menginduksi penyembuhan pulpa. Penggunaan kortikosteroid topikal dalam terapi pulpa vital pada prosedur pulp capping telah dilaporkan pertama kali lebih dari 50 tahun yang lalu oleh Rapoport dan Abramson, dengan kesuksesan 80-93%. Namun, produk komersial (Ledermix, Lederle Pharmaceuticals, Division of Cyanamid Wolfratshausen, Germany) yang mengandung 1% triamsinolon asetonid dan 3,21% demetilklortetrasiklin dalam semen base zinc okside eugenol, memberikan hasil yang tidak terduga dan sering tidak menguntungkan. Hal tersebut dapat terjadi karena tidak terkontrolnya pelepasan steroid yang

dapat menyebabkan kesuksesan jangka panjang dan efek samping yang tidak dapat diprediksi. Baru-baru ini, sejumlah bukti telah menunjukkan manfaat dari penggunaan steroid untuk mengurangi inflamasi dan menstimulasi penyembuhan pulpa. Dengan demikian, aplikasi steroid jangka pendek pada pulpa yang terinflamasi dianggap dapat mengatasi inflamasi dan mendukung penyembuhan. Fluosinolon asetonid merupakan kortikosteroid sintetik yang biasanya digunakan untuk penatalaksanaan kelainan dermatologi dan lesi vesikuloerosif pada rongga mulut. Efek penggunaan fluosinolon asetonid pada terapi kulit bergantung pada konsentrasinya. Fluosinolon asetonid dengan konsentrasi yang tinggi menghambat aktivitas mitosis epidermal, tetapi konsentrasi yang rendah sedikit meningkatkan aktivitas tersebut. Peningkatan proliferasi pada fibroblas kulit manusia yang dikultur tercatat atas berbagai konsentrasi. Baru-baru ini, berbagai konsentrasi (0.110 mol/L) menunjukkan efek positif pada proliferasi sel pulpa, dan kedua fibronektin, dan sintesis kolagen tipe I. Dengan diketahuinya efek anti-inflamasi tersebut, efek tersebut dapat menstimulasi penyembuhan jaringan pulpa gigi sebelum pembentukan jembatan dentin. Keberhasilan penggunaan bahan ini dalam perawatan pulpa membutuhkan kontrol pelepasan kortikosteroid yang cermat. Penelitian ini berfokus pada penggabungan fluosinolon asetonid dengan bahan pulp capping untuk mendukung penyembuhan jaringan pulpa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pelepasan fluosinolon asetonid dari bahan pulp capping yang mengandung fluosinolon asetonid (PCFA) dan membandingkan beberapa sifat fisik dan mekanis antara PCFA dan semen kalsium hidroksida komersial lain.

BAHAN DAN METODE

Persiapan PCFA Komponen dari PCFA yaitu dua pasta semen kalsium hidroksida terdiri dari semen base dan katalisator (tabel 1). Semua komponen PCFA dan semua perannya sama dengan semen kalsium hidroksida dengan hard setting komersial (Dycal, Dentsply Inc., Milford, DE, USA), kecuali fluosinolon asetonid yang ditambahkan kedalam PCFA sebagai komponen aktif lain. Bubuk fluosinolon asetonid (Fluocinolone acetonide, FARMABIOS S.R.L., Gropello Cairoli, Italia) dilarutkan dalam larutan dimetil sulfiksida (DMSO; CHROMASOLV Plus, Sigma-Aldrich Corp., St. Louis, MO, USA) untuk mendapatkan konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, 75, 100, dan 150 mmol/L sebelum digabungkan dengan katalisator. PCFA disimpan pada suhu 4 C sebelum digunakan. Jumlah yang sama antara base dan katalisator dicampur dan dibiarkan keras pada suhu ruangan untuk membentuk semen kalsium hidroksida dengan hard setting. Dycal digunakan sebagai kelompok kontrol (kecuali dalam uji pelepasan secara invitro) dan dipersiapkan sesuai dengan instruksi pabrik.

Pelepasan Fluosinolon Asetonid In Vitro Uji pelepasan fluosinolon asetonid in vitro dimodifikasi dari Haesslesin dkk. Sampel dicampur dan segera dimasukkan plastik silinder (tinggi 5mm, diameter 8mm). Sebelum pengerasan sempurna, air deionisasi (DI) sebanyak 1 ml dituangkan ke dalam permukaan masing-masing spesimen. Semua spesimen disimpan pada suhu 37C. Media kondisioner dikumpulkan pada interval waktu tertentu (4 jam, 8 jam, 1, 2, 3, 5, 7, 14, 21, dan 28 hari dan bulan bulan berikutnya) dan diganti dengan air DI segar dengan jumlah yang sama. Bahan sampel dikumpulkan sampai hasil menunjukkan pelepasan dengan tingkat yang konstan. Supernatan yang dikumpulkan disimpan pada suhu 2-8 C sampai dilakukan analisis. Jumlah

pelepasan fluosinolon asetonid ditentukan oleh sistem kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) yang dilengkapi dengan detektor UV-VIS (Shimadzu, Model SPD-10A, Shimadzu Corp., Kyoto, Jepang). Sebanyak 50 L sampel dianalisis pada fase C18, kolom 5 m (250mm x 4,6mm) (Inertsil, GL Sciences Inc., Tokyo, Jepang). Campuran air dan metanol (30:70 berdasarkan volume) yang disampaikan pada laju air 0,7 ml/menit digunakan sebagai fase gerak. Fluosinolon asetonid terdeteksi pada panjang gelombang 238 nm dan waktu retensi 11 menit. Standar fluosinolon asetonid dibuat dari persediaan larutan fluosinolon asetonid dalam DMSO (4,52 mg/ml) dan diencerkan dengan air DI. Konsentrasi standar dianggap proporsional dengan area yang terintegrasi dari penyerapan UV. Kurva standar yang dikalibrasi adalah linear (R2>0.99) selama rentang konsentrasi fluosinolon asetonid yang tercatat berada diantara 1 sampai 100 mol/L. Berbagai konsentrasi fluosinolon asetonid (10 sampai 150 mmol/L) diisi ke dalam semen. Jumlah pelepasan fluosinolon asetonid dicatat dan konsentrasi yang sesuai dipilih untuk penelitian lebih lanjut. Sepuluh sampel disiapkan untuk masing-masing kelompok. Semen tanpa fluosinolon asetonid digunakan sebagai kelompok kontrol. Pelepasan fluosinolon asetonid dihitung dan dicatat dalam mol/L.

Tabel 1

Komposisi Base dan Katalisator Bahan Pulp Capping Eksperimen Kuantitas %

Base 1,3-Butylene glycol disalicylate Zinc oxide Titanium oxide-calcium phosphate Calcium tungstate Iron oxide pigment Katalisator Calcium hydroxide Zinc oxide Zinc stearate

43,00 9,00 31,00 17,00 0,1 51,00 9,23 0,29

Ethyl toluene sulfonamide + Fluocinolone acetonide

39,48

Pengukuran pH Metode pengukuran pH menggunakan modifikasi dari Genay dkk. Setiap spesimen dicampur dan diletakkan dalam cetakan stainles steel silinder dengan tinggi 2 mm dan diameter 4mm. Kemudian cetakan dan semen ditekan dengan dua gelas kaca mikroskopis. Sampel dibiarkan mengeras pada suhu ruangan. Setiap sampel diambil dari cetakan dan ditempatkan dalam botol yang terpisah yang berisi air DI 10 ml. Sampel disimpan pada suhu 37 C dan pengukuran pH dilakukan pada 1, 3, 24, 48, 72, dan 168 jam (7 hari) setelah inkubasi. Nilai pH diukur dengan pH meter digital (Orion Research 420A, Orion Research Inc., Boston, MA, USA), yang terhubung dengan elektroda kaca (Orion Ag/AgCl 91 Series electrode, Orion Research Inc.). Alat pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer (Orion buffer solution, Perfect buffer 10, Orion Research Inc. [pH<7,00; pH<11,00]) sebelum digunakan pada tiap percobaan. Sepuluh sampel dipersiapkan untuk masing-masing kelompok. Nilai pH ditampilkan dalam rata-rata standar deviasi yang dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Penentuan Waktu Pengerasan Menurut standar internasional ISO 3107:2004, spesimen silinder dibuat dari cetakan stainless steel dengan tinggi 2mm dan diameter 10mm. Cetakan ditempatkan pada kaca yang rata dan diisi dengan bahan campuran. Cetakan dan bahan yang diuji ditempatkan pada blok logam di ruang terkontrol (37C dan kelembapan 95%) dalam waktu 60 detik mulai dari pencampuran. Sebuah jarum indentor berujung datar (100g) diturunkan secara vertikal ke permukaan semen. Indentasi segera dibuat pada interval 15 detik di daerah yang berbeda. Ujung jarum dibersihkan sebelum indentasi masing-masing. Waktu pengerasan tercatat sebagai periode

waktu dari awal pencampuran sampai waktu ketika jarum gagal untuk penetrasi sepenuhnya menembus kedalaman seluruh materi. Pengukuran dilakukan pada sepuluh sampel untuk setiap kelompok.

Penentuan Kekuatan Tekan Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ISO 3107:2004. Spesimen dipersiapkan di cetakan stainless berukuran tinggi 4 mm dan diameter 6mm. Semen dimasukkan ke dalam cetakan dan ditempatkan pada plat logam 1 menit setelah pencampuran. Plat logam lainnya ditempatkan di atasnya dan kedua plat tersebut ditekan bersama-sama. Kemudian ditempatkan dalam lemari (37C dan kelembapan 95%) dalam waktu 2 menit setelah akhir pencampuran. Satu jam setelah pencampuran sempurna, permukaan datar dari spesimen dipersiapkan 90 terhadap sumbu. Spesimen segera dikeluarkan dari cetakan dan diperiksa adanya rongga atau tepi yang retak. Setiap spesimen yang rusak dibuang. Sepuluh spesimen digunakan untuk percobaan pada masing-masing kelompok. Diameter dari tabung diukur dan dicatat. Spesimen direndam dalam air destilasi dan dipertahankan pada 37C selama 24 jam, kemudian dimasukan dalam air destilasi 23C selama 15 menit sebelum dilakukan pengujian. Permukaan ujung setiap spesimen ditempatkan diantara platen dari universal testing machine (Instron, Model 8872; Instron corp., Canton, MA, USA). Beban tekan diterapkan sepanjang sumbu panjang spesimen menggunakan kecepatan cross-head 1mm/menit sampai terjadi fraktur. Kemudian kekuatan maksimum dicatat. Kekuatan tekan dihitung dari hubungan antara luas pemukaan dan beban.

Penentuan Disintegrasi Bahan uji disintegrasi diperiksa sesuai dengan ISO 3107:2004. Spesimen dibuat dari ring stainless steel dengan tinggi 1,5 mm dan diameter internal 20mm. Cetakan ditempatkan pada

lembaran selulosa asetat tipis yang didukung oleh pelat kaca datar. Sebuah kawat stainless steel (diameter 0,25 mm) dimasukkan melalui split ring setidaknya 10 mm ke dalam ring. Semen dan Dycal (sebagai kelompok kontrol) dicampur dan diisi ke dalam ring, kemudian ditutup dengan plat kaca lainnya yang dihadapkan dengan selembar selulosa asetat, dan ditekan. Setelah pengerasan sempurna (sekitar 3 menit setelah dimulai pencampuran) cetakan dan plat ditempatkan dalam lemari dengan suhu 37C dan kelembapan 95%. Kemudian, spesimen dilepaskan dari ring. Kelebihan semen dibuang dari ujung plat spesimen dan dengan lembut disikat untuk membuang sisa bahan dari permukaan. Spesimen kemudian ditimbang dan berat bersihnya (berat total dikurangi berat stainless steel) dicatat. Dua dari sampel disc ditempatkan pada gelas 100ml. Disc tersebut direndam segera dengan menuangkan 50 ml air destilasi kedalam gelas tersebut. Spesimen-spesimen tersebut ditanam dengan kawat tanpa menyentuh satu sama lain dan gelas kaca. Kemudian gelas tersebut dibungkus dengan plastik dan alumunium foil. Setelah merendam disc selama 24 jam pada suhu 37C, spesimen diambil dari air tersebut. Permukaannya dibilas dengan air destilasi sebanyak 2 ml. Permukaan tersebut dikeringkan dengan hati-hati dengan kertas serap yang bersih. Spesimen kemudian disimpan dalam desikator selama 24 jam dan ditimbang kembali. Berat bersih akhir kemudian dicatat. Disintegrasi kemudian dihitung sebagai persentase berat asli. Pengukuran dilakukan pada sepuluh sampel untuk setiap kelompok.

Penentuan Kandungan Kelarutan Asam Arsen Metode yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan ISO 3107:2004. Semen eksperimen yang sudah keras dan Dycal (sebagai kelompok kontrol) ditumbuk dan dilewatkan pada saringan 75 m (200 mesh). Dua gram dari bubuk yang telah disaring didispersikan ke dalam 30 ml air dengan asam hidroklorida 37% sebanyak 10 ml (Hydrochloric acid fuming 37%, Merck KGaA, Darmstadt, Germany). Campuran tersebut

10

dipertahankan pada suhu 37C selama 1 jam dan disaring. Total kandungan kelarutan arsen pada sampel ditentukan dengan mikroskop serap atom (AAnalyst 800, PerkinElmer Inc., Shelton, CT, USA). Pengukuran dilakukan pada sepuluh sampel untuk setiap kelompok.

Analisis Statistik Semua data dianalisis dengan menggunakan program analisis statistik (SPSS version 17.0, SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Perbedaan signifikan antara sifat material ditentukan dengan Students t-test (p<0.05). Data waktu pengerasan merupakan data diskrit. Oleh karena itu data tersebut menunjukkan sebagai median dan dianalisis dengan Mann-Whitney U test (p<0.05).

11

HASIL

Pelepasan Fluosinolon Asetonid In Vitro Jumlah pelepasan fluosinolon asetonid dideteksi dengan HPLC dan deteksi UV secara langsung. Metode HPLC digunakan untuk mendeteksi fluosinolon asetonid pada waktu retensi 11 menit (Gambar 1a.). Jumlah fluosinolon asetonid yang dilepaskan dari berbagai konsentrasi bahan percobaan disajikan dalam Gambar 1b. Semen yang mengandung 50mmol/L fluosinolon asetonid dapat melepas fluosinolon asetonid pada konsentrasi 50mmol/L dari daerah permukaan 50-mm2 yang sama dengan 1 mol/L/ mm 2. Oleh karena itu, 50mmol/L muatan fluosinolon asetonid dipilih untuk penelitian lebih lanjut. Akumulasi pelepasan fluosinolon asetonid dari PCFA telah diamati secara in vitro lebih dari 6 bulan. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 1c sebagai rata-rata SD. Fluosinolon asetonid yang dilepas selama 72 jam pertama ditunjukkan pada gambar 1d. Pelepasan yang cepat ini juga mempengaruhi pelepasan kumulatif fluosinolon asetonid, terutama dalam 5 hari pertama, seperti ditunjukkan pada gambar 1c. Setelah 1 bulan, konsentrasi fluosinolon asetonid yang dilepaskan dari PCFA hampir konstan yaitu 0.0290.021 mol/L/hari.

12

Gambar 1. Pelepasan Fluosinolon Asetonid dari semen eksperimental. a) kromatogram yang diperoleh dari HPLC dan puncak fluosinolon asetonid (panah). b) pemilihan 50mmol/L fluosinolon asetonid dari berbagai dosis bahan pulp capping eksperimental. c) pelepasan kumulatif fluosinolon asetonid. d) konsentrasi fluosinolon asetonid yang dilepas setiap periode waktu yang berbeda. Pengukuran pH Nilai pH bahan percobaan dan Dycal meningkat setelah 1 jam. Nilai pH PCFA secara signifikan lebih tinggi dari Dycal pada setiap interval waktu (p<0.05). Nilai pH Dycal dan PCFA masing-masing berkisar antara 9,80-10,86 dan 10,57-11,72. Ukuran pH dari kedua material tetap stabil setelah 72 jam seperti ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Nilai pH PCFA dan Dycal. *Data menunjukkan perbedaan statistik yang signifikan antara bahan yang diuji dalam metode yang sesuai.

13

Penentuan Waktu Pengerasan, Kekuatan Tekan, Disintegrasi, dan Kandungan Kelarutan Asam Arsen Sifat fisik dan mekanis dari bahan percobaan diperiksa dan hasilnya ditunjukkan pada gambar 3. Waktu pengerasan Dycal dan PCFA masing-masing berkisar 60-90 detik dan 115-165 detik. Median waktu pengerasan Dycal dan PCFA masing-masing 75 dan 150s (Gambar 3a). Kekuatan tekan Dycal dan PCFA masing-masing 17.092.91 dan 15.111.25 MPa (Gambar 3b). Disintegrasi Dycal dan PCFA masing-masing 3.130.43% dan 3.150.22% (Gambar 3c). Kekuatan tekan dan disintegrasi Dycal dan PCFA tidak berbeda secara signifikan (p<0.05). Kandungan kelarutan asam arsen pada Dycal yaitu kurang dari 0.05 mg/kg, sedangkan PCFA yaitu sebesar 0.210.02 mg/kg (Gambar 3d). Waktu pengerasan dan kandungan kelarutan asam arsen dari PCFA secara signifikan lebih tinggi dibandingkan Dycal (p<0.05).

Gambar 3. Sifat Fisik dan Mekanis dari Semen Eksperimen PCFA dan Dycal : a) Waktu pengerasan; b) Kekuatan tekan; c) Disintegrasi; d) Kelarutan asam arsen.

14

DISKUSI

Penggunaan bahan anti inflamasi untuk terapi pulpa sudah dimulai sejak tahun 1960. Namun, banyak pertanyaan tentang keamanan obat tersebut. Fluosinolon asetonid telah terbukti sukses dan aman untuk digunakan dalam pengobatan lesi vesikobulosa oral. Sejumlah bukti melaporkan adanya efek proliferatif positif pada fluosinolon asetonid konsentrasi rendah tetapi efek penghambat pertumbuhan sel merupakan salah satu efek samping yang banyak diketahui pada penggunaan glukokortikoid topikal. Dengan demikian, penerapan fluosinolon asetonid dalam terapi pulpa harus digunakan secara hati-hati. Penelitian terbaru menunjukkan adanya konsentrasi yang tepat dari fluosinolon asetonid dalam promosi respon penyembuhan awal sel pulpa yaitu 0.110 mol/L. Oleh karena itu fluosinolon asetonid ditambahkan ke dalam semen kalsium hidroksida hard setting pada konsentrasi terpilih (50mmol/L) untuk melepaskan konsentrasi sesuai. Kromatgram dari HPLC menunjukkan puncak komponen PCFA, namun kebanyakan hasilnya terlalu kecil. Kami dapat memastikan adanya ketersediaan dan stabilitas dari pelepasan fluosinolon asetonid dibandingkan dengan puncak bahan standar pada waktu retensi yang sama. Pada penelitian pelepasan in vitro ini menunjukkan bahwa fluosinolon asetonid mampu dilepas dari bahan selama 6 bulan. Konsentrasi pelepasan fluosinolon asetonid mulai dari 0,11mol/L, ditemukan selama 5 hari pertama. Periode ini berhubungan dengan tahap awal penyembuhan luka yang dimulai segera dan fase inflamasi dan fase proliferasi yang dimulai beberapa hari setelah perawatan. Oleh karena fluosinolon asetonid 0.1 to 10 mol/L memiliki efek stimulasi proliferasi sel dan pembentukan matriks ekstraseluler , pelepasan awal fluosinolon asetonid harus bermanfaat bagi penyembuhan. Namun, aktivitas pelepasan fluosinolon asetonid ini masih belum diketahui dan harus dikonfirmasi pada penelitian in vitro dan in vivo. Sistem kultur sel dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh bahan ,

15

dengan atau tanpa pelepasan fluosinolon asetonid, pada proliferasi sel, sintesis RNA dan protein, atau kegiatan seluler lainnya. Penelitian terhadap hewan harus dilakukan untuk mengkonfirmasi penyembuhan jaringan pulpa gigi setelah capping dengan PCFA. Setelah 1 bulan, fluosinolon asetonid dilepaskan dari PCFA sekitar 0.0290.021 mol/L/hari. Sejumlah minimal dari fluosinolon asetonid dilepaskan dari bahan pilihan selama periode jangka panjang untuk mencegah efek sistemik dari steroid seperti hiperglikemi, glaukoma, insufisiensi adrenal dan efek lokal seperti penyembuhan luka yang tertunda dan resiko proliferasi mikroba. Produk kalsium hidroksida telah diterima sebagai bahan standar untuk pengobatan konservatif perawatan pulpa gigi yang terbuka karena potensi terapi dan biologisnya, bahan stimulasi formasi sklerotik dan dentin reparatif melindungi pulpa dari rangsangan termal. Keberhasilan yang diperoleh kalsium hidroksida sebagai bahan pulp capping berkaitan dengan sifat basanya yang tinggi dan disarankan adanya kenaikan pH adalah faktor yang paling konduktif untuk penyembuhan pulpa. Bahan yang terkandung dalam Dycal memiliki pH 9.8010.86 di atas 168 jam (7 hari) durasi pengujian ini. Penemuan ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya. Bahan yang terkandung dalam PCFA juga mempertahankan tingkat basa yang tinggi, dengan nilai pH 10.5711.72, yang jauh lebih tinggi dibandingkan Dycal selama durasi 168 jam (7 hari). Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan jumlah ion hidroksil yang dilepaskan dari setiap bahan. Semakin tinggi nilai pH mungkin memiliki beberapa keunggulan dalam netralisasi asam pada daerah inflamasi, efek antibakteri, dan stimulasi perbaikan dan pembentukan jembatan dentin pada pulpa yang terbuka. Standar ISO untuk bahan pulp capping belum dikembangkan. Oleh karena itu, ISO 3107:2004 dipilih sebagai pedoman untuk evaluasi sifat bahan. Waktu pengerasan dari PCFA (150 detik) lebih lama dibanding Dycal (75 detik). Penelitian sebelumnya melaporkan waktu pengerasan yang lebih lama pada Dycal (145 detik) yang mungkin disebabkan oleh metode

16

yang berbeda pada beberapa penelitian. Waktu pengerasan pada kalsium hidroksida hard setting juga dipengaruhi oleh suhu kamar. Oleh karena itu, semakin lama waktu pengerasan PCFA akan cukup untuk digunakan pada kondisi suhu yang tinggi. Kekuatan tekan PCFA (15.111.25 MPa) sebanding dengan Dycal (17.092.91 MPa). Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa kekuatan tekan Dycal yaitu 14,5 sampai 36 MPa. Namun, kekuatan tekan kedua semen jauh lebih tinggi dari kekuatan minimal yang diperlukan sesuai ISO 3107:2004. Semen tersebut cukup kuat untuk menahan tekanan rata-rata 10.5 N/mm 2 , yang diterapkan melalui siklus kondensasi amalgam. Disintegrasi PCFA (3,16%) sebanding dengan Dycal (3,13%) dan telah dibandingkan dengan laporan sebelumnya dari Dycal (2.7 to 6.76%). Kelarutan semen mungkin bermanfaat bagi pelepasan ion hidroksil dan fluosinolon asetonid tetapi dapat menyebabkan disolusi bahan dan meninggalkan ruang di bawah restorasi. Karena rendahnya kekuatan tekan, disintegrasi, dan rendahnya adhesi dentin, semen harus digunakan setipis mungkin dan dilapisi oleh bahan base atau liner lainnya yang menyediakan seal yang baik dan mencegah kontak langsung prosedur etsa asam. Kontaminasi arsen pada semen percobaan (PCFA) ditentukan dengan metode standar. Bahan yang diuji tersebar dalam asam sampai kontaminasi arsen dilarutkan ke dalam larutan asam. Kelarutan asam arsen dari PCFA (0.21 mg/kg) lebih tinggi dibandingkan Dycal (0.05 mg/kg). Arsen yang ada dalam PCFA adalah sekitar sepuluh kali lipat di bawah dosis maksimal berdasarkan ISO 3107:2004 dan jauh di bawah dosis letal (1.5 to 500 mg/kg berat badan) yang diberikan secara oral pada manusia. Mineral Trioxide Agregate (MTA) telah terbukti berhasil dalam perawatan pulpa vital. Hal ini dapat merangsang pembentukan dentin bridge yang tebal dan menjadi bahan pulp capping, bahkan dalam kasus pulpitis ireversibel. Namun MTA memiliki waktu setting yang lama dan biaya yang tinggi. Beberapa penulis melaporkan hasil serupa antara MTA dan kalsium hidroksida bila digunakan untuk perawatan gigi. Meskipun saat ini MTA lebih popular digunakan sebagai bahan pulp capping, MTA

17

memiliki komposisi berbeda dibanding semen kalsium hidroksida. Dycal terpilih sebagai kelompok kontrol dalam penelitian ini karena kesamaan jenis, komposisi dan

penggunaannya. Setelah penggabungan fluosinolon asetonid ke bahan percobaan pulp capping, fluosinolon asetonid dilepaskan dan beberapa sifat fisik dan mekanis tidak berbeda dengan Dycal. Oleh karena itu, PCFA dianggap sebagai bahan alternatif dalam pengobatan pulpa vital dibanding semen kalsium hidroksida konvensional. Namun, efek fluosinolon asetonid ke jaringan pulpa masih belum diketahui. Selanjutnya percobaan in vitro dan in vivo diperlukan untuk mengkonfirmasi efek biologi dari bahan. Penyembuhan jaringan pulpa dan kualitas jembatan dentin harus dievaluasi dengan membandingkan MTA dalam penelitian in vivo sebelum bahan ini digunakan secara klinis.

18

KESIMPULAN

Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa fluosinolon asetonid dapat dilepaskan pada konsentrasi yang sesuai dari semen eksperimen kalsium hidroksida anti inflamasi. Ukuran pH, waktu pengerasan, dan kandungan kelarutan asam arsen lebih tinggi dibandingkan Dycal tetapi kekuatan tekan dan disintegrasi tidak berbeda dari Dycal.

19

You might also like