You are on page 1of 19

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks, yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%, dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkan pasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah pasien dengan luka bakar serius. I.2 Rumusan Masalah Bagaimana definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan luka bakar ? I.3 Tujuan Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan luka bakar. I.4 Manfaat I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya luka bakar

I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam (Syamsuhidayat, 2007). 2.2 Etiologi Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah sebagai berikut: a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn) Benda panas: padat, cair, udara/uap Api Sengatan matahari/ sinar panas

b. Luka bakar bahan kimia (chemical burn), misalnya asam kuat dan basa kuat. c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn), misalnya aliran listrik tegangan tinggi. d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)

2.3 Patofisiologi

2.4 Fase Luka Bakar


Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas diantara ketiga fase ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan berimplikasi klinis pada fase selanjutnya (Sunarso, 2008).

a. Fase akut Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat

terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. b. Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan : Proses inflamasi dan infeksi Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka yang tidak berepitel luas atau pada struktur atau organ fungsional Keadaan hipermetabolisme Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. 2.5 Diagnosis Diagnose luka bakar didasarkan pada: a. Luas luka bakar b. Derajat (kedalaman) luka bakar c. Lokalisasi d. Penyebab 2.5.1 Luas Luka Bakar Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace: a. Kepala dan leher : 9%

c. Fase lanjut

b. Lengan masing-masing 9% c. Badan depan 18% d. Tungkai masing-masing 18% e. Genetalia perineum Total

: 18% : 36% : 36% : 1% : 100 %

Gambar 1. Luas luka bakar berdasarkan Wallace Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund and Browder untuk anak.

Gambar 2. Luas luka bakar pada anak. Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain: a. Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh b. Kedalaman luka bakar c. Anatomi/lokasi luka bakar d. Umur penderita e. Riwayat pengobatan yang lalu f. Trauma yang menyertai atau bersamaan 2.5.2 Derajat Luka Bakar Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu

Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut: a. Luka bakar derajat I: Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperfisial), kulit hiperemik berupa eritema, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

Gambar 3. Derajat I luka bakar b. Luka bakar derajat II Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi, dibedakan atas 2 (dua) bagian: a. Derajat II dangkal/superficial (IIA) Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organ organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik. b. Derajat II dalam/deep (IIB) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama

dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

Gambar 4. Derajat II luka bakar c. Luka bakar derajat III Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujungujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

10

Gambar 5. Derajat III luka bakar 3.5.3 Kriteria Berat Ringan luka bakar Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni : a. Luka Bakar Ringan. - Luka bakar derajat II <15 % - Luka bakar derajat II < 10 % pada anak anak - Luka bakar derajat III < 2 % b. Luka bakar sedang - Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa - Luka bakar derajat II 10 20% pada anak anak - Luka bakar derajat III < 10 % c. Luka bakar berat - Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa - Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak anak. - Luka bakar derajat III 10 % atau lebih -Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum. - Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. 2.6 Penatalaksanaan Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua: a. Terapi fase akut 1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar. 2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi, tekanan darah dan kesadaran (ABC) Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).

11

Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan.

3. Perawatan luka Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen kartilago. Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti: silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll. Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum yang bersih, memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka, dan menutup dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam. Pasien dipindahkan ke tempat steril Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis. Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk menghindari gangguan pada gaster. Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.

12

b. Terapi fase pasca akut Perawatan luka Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman yang mati, serum, darah kering) Gangguan AVN distal karena tegang escharotomi atau fasciotomi Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai hasilnya Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali Kalau perlu pemberian Human Albumin (compartment syndrome)

Keadaan umum penderita Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini menandakan adanya sepsis.

Diet dan cairan Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi

2.6.1 Penanganan Pernapasan dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial. Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan

13

partikel partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal bronchitis dan edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 240 kali lebih kuat disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut. a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup. b. Sputum tercampur arang. c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan. d. Penurunan kesadaran termasuk confusion. e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa. f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi. g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara. Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil. 2.6.2 Penanganan Sirkulasi Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan

14

permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas. 2.6.3 Resustasi Cairan BAXTER formula Hari Pertama : Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3 2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali. Kebutuhan faali : < 1 Tahun : berat badan x 100 cc 1 3 Tahun : berat badan x 75 cc 3 5 Tahun : berat badan x 50 cc jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. diberikan 16 jam berikutnya. Hari kedua Dewasa : hari I Anak : diberi sesuai kebutuhan faali Menurut Evans - Cairan yang dibutuhkan : 1. RL / NaCl = luas combustio % X BB/ Kg X 1 cc

15

2. Plasma = luas combustio % X BB / Kg X 1 cc 3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc Hari I 8 jam X 16 jam X Hari II hari I Hari ke III hari ke I 2.6.4 Perawatan Luka Bakar Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra). Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting ).

16

2.6.5 Nutrisi Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:

Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa bebas lemak. Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dan lain-lain. Luas dan derajat luka bakar Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi Penggantian balutan Rasa sakit dan kecemasan Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimulainya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma. 2.7 Permasalahan Pasca Luka Bakar Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang

17

buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri. Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar: Infeksi dan sepsis Oliguria dan anuria Oedem paru ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome ) Anemia Kontraktur Kematian 2.8 Komplikasi Gagal ginjal akut Gagal respirasi akut Syok sirkulasi Sepsis 2.9 Prognosis Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut. BAB III PENUTUP

18

3.1 Kesimpulan Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam. Beberapa penyebab luka bakar menurut Syamsuhidayat (2007) adalah suhu tinggi, bahan kimia, sengatan listrik, dan radiasi. Untuk mempermudah penanganan luka bakar
maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan dalam 3 fase: akut, subakut dan fase lanjut. Diagnose luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, derajat (kedalaman)

luka bakar, lokalisasi dan penyebab. Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua yaitu terapi fase akut dan terapi pasca akut. Adapun terapi fase akut meliputi menghindari kontak dengan faktor penyebab, menilai keadaan umum penderita dan melakukan perawatan luka. Sedangkan terapi pasca akut yaitu perawatan luka, menilai keadaan umum pasien, diet dan cairan untuk menghindari timbulnya komplikasi. Komplikasi yang terjadi misalnya gagal ginjal akut, gagal nafas akut, syok sirkulasi, dan sepsis.

19

DAFTAR PUSTAKA Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18 th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2008. Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V, Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006. Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ, Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smiths Plastic Surgery. 6th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007. R Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Rue, L.W. & Cioffi, W.G. 1991. Resuscitation of thermally injured patients. Critical Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185 Wachtel & Fortune 1983, Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.), Current topic in burn care (p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.

You might also like