You are on page 1of 56

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Blok Sistem Respirasi adalah blok ke-12 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang laki laki, Tn. X, berumur 30 tahun, seorang sopir truk, mengeluh batuk darah masssive dengan darah segar sebanyak 3 gelas sejak 6 jam sebelum datang berobat. Ia juga mengalami batuk produktif dengan sejumlah mukus yang berdarah, demam ringan (meriang), nafsu makan dan berat badan menurun, serta sesak nafas pada satu bulan sebelumnya dan keluhan tersebut bertambah berat sejak 1 minggu yang lalu. Pembahasan lebih lanjut akan dibahas pada skenario.

1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial Tutorial Skenario B Tutor Moderator Notulis Sekretaris Waktu : Dr. Suprapti, Sp.PD : Joas Visensus Davian : Mohammad Adriansyah : Zahra Kamilah : Senin, 30 April 2012 Rabu, 1 Mei 2012

2.2 Skenario Mr. X, a 30 years old, truck driver, was admitted to hospital with massive hemaptoe. He complained that 6 hours ago, he had a severe bout of coughing with fresh blood of about 3 glasses. He also said that in the previous month he had had productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss of appetite and rapid loss of body weight, and shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening. Physical examination : General appearance : he looked severely sick and pale. Body Height : 170 cm, Body weight : 50 kg, BP : 100/70 mmHg, HR : 100 x/minute, RR : 36 x/minute, temp : 37,8oC. There was a tatto on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and stomatitis. In chest auscultation there was an increase of vesiculer sound at the right upper lung with moderate rales. Laboratory : Hb : 8g%, WBC : 7.000/L, ESR : 70mm/hr, Diff Count : -/3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli : (-), HIV test : (+), CD4 : 140/L Radiology : Chest radiograph showed infiltrate at right upper lung.

2.3 Paparan 2.3.1 Klarifikasi Istilah a. Massive Hemoptoe : ekspektorasi darah atau mukus yang berdarah, dari saluran nafas sebanyak 100 600 ml. b. Batuk Produktif : batuk disertai pengeluaran bahan bahan dari bronkus. c. Phlegm : mukus kental yang diekskresikan dari saluran pernafasan dalam jumlah yang abnormal. d. Mild Fever : suhu tubuh diatas 27,2oC tetapi lebih rendah dari 38oC. e. Stomatitis f. Vesiculer Sound : radang generalisata mukosa mulut. : bunyi nafas dimana fase inspirasi terdengar lebih panjang dan lebih keras dibanding fase ekspirasi. g. Shortness of breath h. Moderate rales : pernafsaan yang sukar. : suara yang berisik dan terputus akibat aliran udara yang melewati cairan seperti suara gelembung kecil yang pecah terdengar di area sekret pada saluran pernafasan kecil. i. BTA : pemeriksaan terhadap bakteri yang tahan asam yang memiliki carbolic acid, peptidoglikan, asam lemak, dan arabinomanan di dinding selnya, spesimennya diambil dari sputum. j. Infiltrate : difusi atau penimbunan substansi yang secara normal tidak terdapat dalam sel. k. CD4 : jenis sel darah putih yang merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh dan disebut sebagai sel T. l. HIV : virus yang dapat menyebabkan AIDS, dengan menyerang sel darha putih yaitu CD4 yang akan menyerang sistem kekebalan tubuh.

2.3.2 Identifikasi Masalah 1. Tn. X, 30 tahun, seorang supir truk, datang ke RS dengan keluhan batuk darah masif dengan darah segar sebanyak 3 gelas, sejak 6 jam yang lalu. 2. Satu bulan yang lalu, Tn. X mengeluh batuk produktif dengan sejumlah mukus yang berdarah, demam ringan (meriang), nafsu makan dan berat badan menurun, serta sesak nafas dan keluhan tersebut bertambah berat sejak 1 minggu yang lalu. 3. Hasil pemeriksaan fisik Tn. X. General appearance : he looked severely sick and pale. Body Height : 170 cm, Body weight : 50 kg, BP : 100/70 mmHg, HR : 100 x/minute, RR : 36 x/minute, temp : 37,8oC. There was a tatto on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and stomatitis. In chest auscultation there was an increase of vesiculer sound at the right upper lung with moderate rales. 4. Hasil pemeriksaan laboratorium Tn. X. Hb : 8g%, WBC : 7.000/L, ESR : 70mm/hr, Diff Count : /3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli : (-), HIV test : (+), CD4 : 140/L 5. Hasil pemeriksaan radiologi Tn. X. Chest radiograph showed infiltrate at right upper lung.

2.3.3 Analisis Masalah 1. . Tn. X, 30 tahun, seorang supir truk, datang ke RS dengan keluhan batuk darah masif dengan darah segar sebanyak 3 gelas, sejak 6 jam yang lalu. a. Bagaimana kriteria batuk berdarah massive? Klasifikasi Bercak (streaking) Keterangan Volume darah < 15-20 ml/24 jam Biasanya terjadi karena bronkitis Hemoptisis Volume darah 20-60ml/24 jam

Biasanya disebabkan oleh: Kanker paru Pneumonia (necrotizing pneumonia) TB Emboli paru Hemoptisis massif Volume darah > 600 ml/24 jam Biasanya disebabkan oleh: Kanker paru Kavitas pada TB Bronkiektasis Pseudohemoptisis Batuk darah dari saluran napas atas (di atas laring) Atau Dari saluran cerna atas Atau Perdarahan buatan seperti luka yang sengaja dibuat di mulut, faring, dan ronga hidung Kriteria Hemoptisis Masif (Busroh, 1978) sebagai berikut: o Batuk darah sedikitnya 600 mL/24 jam. o Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari 250 mL/24 jam, Hb < 10 g% dan masih terus berlangsung. o Batuk darah < 600 mL/24 jam, tapi lebih dari 250

mL/24 jam, Hb > 10 g% dalam 48 jam belum berhenti.

b. Bagaimana etiologi dan mekanisme dari batuk berdarah massive? Patofisiologi dari batuk berdarah bervariasi, tergantung dari penyebab yang melatarbelakanginya. Pada batuk berdarah karena infeksi TB, paling sering terjadi karena adanya erosi pada pembuluh darah di paru itu sendiri, baik itu pembuluh

kapiler

ataupun

arteri.

Infeksi

TB

menyebabkan

terbentuknya respon imun hipersensitivitas yang tertunda (delayed). Kuman TB yang berusaha dihancurkan oleh makrofag dengan berbagai macam enzim lisozom, ternyata dapat bertahan hidup dan tetap selamat. Namun dampak yang terjadi pada jaringan sekitar tidak terelakan, sebagai contoh kerusakan jaringan, yang apabila mengenai

pembuluh darah, dapat menyebabkan rupture. Apabila pembuluh darah yang terkena cukup besar dan tidak seketika pecah. Akan terdapat perbaikan jaringan dan terbentuk jaringan granuloma, jaringan ini tidak stabil, karena proses perbaikannya belum sempurna, maka permbuluh darah tersebut dapat membentuk aneurisma, yang pada kasus ini dikenal dengan nama Rasmussen. Apabila aneurisma ini pecah batuk darah massif dapat terjadi.

2. Satu bulan yang lalu, Tn. X mengeluh batuk produktif dengan sejumlah mukus yang berdarah, demam ringan (meriang), nafsu makan dan berat badan menurun, serta sesak nafas dan keluhan tersebut bertambah berat sejak 1 minggu yang lalu. a. Bagaimana klasifikasi batuk? Ada beberapa klasifikasi batuk, diantaranya : Berdasarkan bahan yang dikeluarkan a) Batuk Produktif b) Batuk Nonproduktif Berdasarkan Waktu a) Akut b) Kronik Berdasarkan Jenis a) Dry cough b) Productive cough

b. Bagaimana etiologi dan mekanisme batuk produktif pada kasus ini?


Inhalasi benda asing Adanya sekret Adanya peradangan Bronkokontriksi

Ditangkap mukosa dan silia

Merangsang reseptor batuk yang ada di laring, trakea, karina dan bronkus Infeksi pada membrane mukosa Glotis akan menutup Pembentukan mucus berlebihan Proses pmbersihan normal tidak efektif lagi

Serabut afferen meneruskan rangsangan ke pusat batuk

Pusat batuk di otak terangsang

Serabut efferen meneruskan rangsangan ke otot-otot pernapasan Otot polos trakea berkontraksi Pipa trakea menyempit Otot-otot respirasi berkontraksi Glotis tiba-tiba membuka

Mucus tertimbun

Membrane mukosa terangsang

tekanan dalam rongga dada

Ekspulsi udara

Batuk produktif

c. Bagaimana etiologi dan mekanisme demam ringan pada kasus ini?

d. Bagaimana etiologi dan mekanisme nafsu makan dan berat badan meurun pada kasus ini? Salah satu faktor virulensi dari kuman TB adalan cord factor yang mampu mengikat disakarida yang adalah salah satu bentuk dari karbohidrat, menyebabkan tubuh host

kekurangan nutrisi secara bertahap dan berkepanjangan. Selain itu cord factor juga mampu menginduksi pembentukan TNF yang ternyata dapat menekan pusat rasa lapar di hipotalamus, yang turut membantu

memperburuk asupan nutrisi pada host.

e. Bagaimana etiologi dan mekanisme sesak nafas pada kasus ini? Infeksi M.tb jaringan paru diinvasi makrofag terbentuk jaringan fibrosa luas total paru berkurang terjadi

penurunan kapasitas perfusi oksigen berkurang sesak nafas.

f. Mengapa keluhan Tn. X bertambah berat sejak 1 minggu yang lalu? Pada pasien yang menderita infeksi HIV, sistem imun tubuh pasien akan menurun setiap harinya. Target utama HIV menyerang sel limfosit CD4+ sehingga jumlah dan fungsi sel ini menurun. Berkurang sel limfosit cd4+ menyebabkan berkurangnya juga jumlah dan fungsi dari sel makrofag, sel tc dan sel NK sebagai pertahanan imun tubuh. Fungsi imun humoral pada penderita HIV juga menjadi abnormal karena virus ini membuat sel limfosit b tidak tepat sasaran untuk membunuh sel yang telah terinfeksi virus. Semakin rendahnya kadar cd4+ membuat virus HIV semakin memudahkan diri untuk bereplikasi. Tingginya relikasi HIV tidak dapat dikontrol oleh sistem imun mengakibat manifestasi klinis yang diderita pasien juga bertambah berat.

3. Hasil pemeriksaan fisik Tn. X. General appearance : he looked severely sick and pale. Body Height : 170 cm, Body weight : 50 kg, BP : 100/70 mmHg, HR : 100 x/minute, RR : 36 x/minute, temp : 37,8oC. There was a tatto on the left arm and enlargement of the right neck lymph node, and stomatitis. In chest auscultation there was an increase of vesiculer sound at the right upper lung with moderate rales. a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik (vital sign) Tn. X?

Pemeriksaan

Hasil Tn. X

Nilai Normal Kesimpulan

Mekanisme Abnormal Kekurangan nutrisi yang disebabkan oleh anoreksia

BMI

17,889

18,5-24,9

Underweight

sehingga menyebabkan penurunan berat badan Pucat disebabkan anemia , kadar Hb

Keadaan Umum

Sakit Berat Pucat

Sehat

yang rendah, sehingga perfusi O2 ke jaringan berkurang

TD

100/70 mmHg

120/80 mmHg

Normal

Kompensasi dari demam, dan

HR

100

60-100

Takikardia

kompensasi akan kebutuhan O2 di jaringan yang meningkat Sebagai upaya kompensasi gangguan difusi

RR

36

16-24

Takipneu

O2 di paru sehingga bernafas cepat untuk mencukupi kebutuhan O2

Temperatur

37,8C

36,5C-

Demam

Adanya infeksi

10

37,2C

ringan

dari bakteri M.tuberkulosis mengaktifkan reaksi inflamasi dan terjadi demam

b.

c. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemerikssan fisik (other physical examination) Tn. X? Terdapat tato di lengan kiri menunjukkan

kemungkinan penularan infeksi HIV yang berasal dari pemakaian tato Pembesaran nodus limfe leher kanan, merupakan akibat limfadenopati regional. M.Tuberculosis masuk ke dalam saluran pernafasan melalui udara bersarang di jaringan paru (sarang primer) Radang saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) pembesaran kelenjar getah bening regional Akibat terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar getah bening regioner dari lesi primer, keadaan ini dinamakan limfadenitis. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah benng, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu

melunakseperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal. Apabila Abses ini pecah ke kulit, lukanya sukar sembuh oleh karena keluar secret terus menerus sehingga seperti fistula. Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar dan konglomerasi sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck.

11

Pada keadaan seperti ini kadang kadang sukar dibedakan dengan limfoma malignum. Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru. Pada gambaran histopologi yang spesifik adalah perkijuan dan sel datia Langhan s. Stomatitis merupakan radang generalisata mukosa mulut HIV menyebabkan sistem imun tubuh menurun sehingga mudah terjadi infeksi Suara vesikuler meningkat suara vesikuler merupakan suaran nafas normal , suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi nadanya 3x lebih panjang dari ekspirasi. Dalam kasus ini suara vesikuler meningkat dikarenakan terjadi gangguan difusi O2 akibat adanya infiltrat pada paru sehingga lamanya inspirasi jauh lebih panjang sebagai kompensasi. Ronki basah sedang Suara ronki basah merupakan suara yang didengar berisik dan terputus akibat aliran udara yang melewati cairan. Ronki basah sedang terdapat pada bronkus kecil.

4. Hasil pemeriksaan laboratorium Tn. X. Hb : 8g%, WBC : 7.000/L, ESR : 70mm/hr, Diff Count : /3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli : (-), HIV test : (+), CD4 : 140/L a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium? Laboratoris Hb WBC ESR Hasil 8 g% 7000/L 70 mm/hr Normal 13,5 18 g% 5000 10000/L 8 mm/hr (Wintrobe) Intepretasi Anemia Normal Meningkat Biasanya ditemikan

12

15 mm/hr (Westergreen)

pada: trauma, inflamasi, keganasan, penyskit kolagen-vaskular, TBC

3 (0,4-1) (1-3) 2 Diff Count (0-5) Basofil Eosinofil Neutrofil batang 75 (50-65) Neutrofil segmen (25-35) Limfosit 15 5 AFB HIV test CD4 (-) + 140/l (-) 500-1500/l Infeksi virus HIV Penurunan CD4 (4-6) Monosit Peningkatan neutrofil segmen Penurunan limfosit

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasi pemeriksaan laboratorium? a. Hb = 8 g% Nilai hemoglobin normal pada pria adalah 13-18 g/ dl dan 11,5-16,5 g/dl pada wanita. Pada kasus ini, telah terjadi penurunan kadar Hb, dikenal dengan sebutan anemia. Terjadinya anemia pada Mr. X dapat disebabkan oleh batuk berdarah massive kekurangan darah. b. WBC = 7000/ uL Nilai normal WBC adalah 5000-10.000/ uL. Nilai WBC pada kasus dalam skenario masih dalam range normal. Pada beberapa infeksi kronis tertentu, nilai WBC dapat normal atau sedikit meninggi. yang diderita Mr.X sehingga ia

13

c. ESR = 70 mm/ hr ESR atau Erythrocyte Sedimentation Rate adalah kecepatan sel darah merah mengendap dalam waktu tertentu per jam. Tes ini merupakan tes yang umum dilakukan untuk mengukur terjadinya inflamasi. Nilai normal ESR pada pria 0-15 mm/jam dan 0-20 mm/jam pada wanita. Metode tes pertama kali dikenalkan oleh Westergren pada 1921. ESR dipengaruhi oleh keseimbangan antara faktor-faktor pro-sedimentasi, terutama fibrinogen, dan faktor-faktor yang melawan sedimentasi, terutama potensial negatif eritrosit ( zeta potential ). Pada saat terjadinya proses inflamasi, misalnya pada saat terjadi infeksi kronis, kadar fibrinogen dalam darah meningkat. Ini menyebabkan perlekatan antareritrosit lebih mudah terjadi. Eritrosit-eritrosit yang saling berlekatan ini disebut dengan rouleaux, yang akan lebih mudah

mengendap. Dengan demikian meningkatkan ESR. Selain pada keadaan inflamasi, ESR juga dapat meningkat pada penderita anemia. Pada keadaan anemia, dengan kondisi hematokrit menurun, kecepatan aliran ke atas plasma juga terganggu sehingga eritrosit lebih mudah mengendap. Faktor-faktor lain yang diketahui dapat meningkatkan ESR adalah usia tua, jenis kelamin wanita, kehamilan, anemia, kelainan sel darah merah, faktor-faktor teknis seperti dilutional problem, kenaikan temperatur, dan tilted ESR tube; dan peningkatan kadar fibrinogen. d. Differential Count = -/3/2/75/15/5 Diffcount pada kasus ini terdapat penurunan limfosit. Hal ini dikarenakan infeksi virus HIV yang menyerang limfosit Thelper atau CD4 sehingga kadar CD4 menjadi turun. e. Acid Fast Bacilli ( AFB ) = ( - )

14

AFB adalah bakteri gram negatif batang yang dapat dilihat dan dihitung di bawah mikroskop dengan pengecatan khusus pada objek gelas yang dinamakan AFB smear. Sebagian besar AFB adalah mycobacterium. Mycobacterium tuberculosis merupakan spesies yang paling infeksius. Penyakit yang diakibatkan oleh Mycobacterium tuberculosis adalah tuberculosis. Dilakukan kultur AFB untuk menumbuhkan Mycobacterium tuberculosis. Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan BTA (-), bukan berarti tidak ditemukan Mycobacterium tuberculosis

sebagai penyebab, dalam hal ini penting sekali peranan hasil biakan kuman. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan basil bakteriologik negatif adalah : 1. belum terlibatnya bronkus dalam proses penyakit, terutama pada awal sakit, 2. terlalu sedikitnya kuman di dalam sputum akibat dari cara pengambilan bahan yang tidak adekuat, 3. cara pemeriksaan bahan yang tidak adekuat, 4. pengaruh rifampisin. Bila diagnosis TB paru semata-mata berdasarkan pada ditemukannya BTA dalam sputum, maka sangat banyak TB paru yang terlewat tanpa pengobatan. Sedangkan justru pada TB paru yang baru dengan sputum BTA (-) dan belum menular pada orang lain, paling mudah diobati dan disembuhkan sempurna. f. HIV test (+) Human Immunodeficiency Virus (HIV) suatu retrovirus pada manusia yang termasuk ke dalam keluarga lentivirus. Sejak dikemukakan pertama kali pada tahun 1980 telah dapat diisolasi 2 tipe HIV dari penderita AIDS, yaitu HIV-1 yang terdapat di seluruh dunia sedangkan HIV-2 ditemukan pengobatan dengan OAT, terutama

15

terutama di Afrika Barat. Dua tipe HIV ini berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen. Seperti sebagian besar retrovirus, virion HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel pejamu. Inti virus tersebut mengandung: 1. Kapsid utama protein p24 2. Nukleokapsid protein p7/p9 3. Dua salinan RNA genom, dan 4. Ketiga enzim virus (protease, reverse transcriptase dan integrase). g. CD4 140/l Virus HIV infeksi sel langerhans di KGB di mukosa

rectum/vagina

replikasi

setempat

viremiainfeksi sel CD4+,makrofag, sel dendrite penurunan sel CD4

5. Hasil pemeriksaan radiologi Tn. X. Chest radiograph showed infiltrate at right upper lung. a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan radiologi? Infiltrate biasanya terjadi karena adanya penumpukan makrofag karena infeksi TB. Terdapat infiltrat pada paru kanan dan kiri bagian atas berarti adanya nekrosis kaseosa akibat tuberkel karena infeksi Tb yang dikelilingi jaringan fibroblast dan makrofag sehingga membentuk kapsul dan memberikan gambaran infiltrat. Disamping itu, bakteri Mycobacterium tuberculosis ini senang hidup di tempat yang kaya oksigen, dalam hal ini pada paru kanan bagian atas.

16

6. Diagnosis terhadap kasus. (pembahasan ini akan dijelaskan pada sintesis) a. Bagaimana anatomi dari saluran pernafasan? b. Bagaimana fisiologi dari saluran pernafasan? c. Bagaimana histologi dan histopatologi dari saluran pernafasan? d. Apa diagnosis banding dari kasus ini? e. Bagaimana cara penegakan diagnosis dari kasus ini dan apa working diagnosis untuk kasus ini? f. Bagaimana hubungan antara TB dan HIV? g. Bagaimana staging dalam HIV? h. Apa epidemiologi kasus ini? i. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini? j. Bagaimana patofisiologi dari kasus ini? k. Apa manifestasi klinis dari kasus ini? l. Bagaimana penatalaksanaan untuk kasus ini? m. Apa komplikasi dari kasus ini? n. Bagaimana prognosis Tn. X dalam kasus ini? o. Apa kompetensi dokter umum untuk kasus ini?

2.3.4 Hipotesis Mr. X, 30 tahun, menderita hemoptoe et causa TB paru , dengan faktor resiko HIV.

17

2.3.5 Kerangka Konsep

Mr. X, 30 tahun, seorang Supir truk

bertato

HIV

Hemoptosis Masif, 6 jam yang lalu sebanyak 3 gelas

Demam Dyspnea Anoreksia BB menurun Batuk produktif lebih dari 2 minggu

Pemeriksaan Fisik : Pucat Pembesaran kelenjar limfe Stomatitis Takipneu Takikardi

Auskultasi : Vesikuler meningkat Ronki basah sedang

Rontgen : Infiltrat pada apeks paru kanan atas

TB Paru

18

2.3.6 Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issue

Pokok Pembahasan

What I Know

What I Dont Know

What I Have To Prove

What I Will Learn

Anatomi , histologi dan fisiologi saluran pernafasan

Definisi

Struktur dan fungsi

Mengetahui kelainan yang terjadi pada organ dgn gejala pada kasus

Mycobacterium definisi tuberculosis dan Human Immunodeficie ncy Virus TB-HIV Definisi

Morfologi, cara menginfeksi manusia , serta stadium klinis

Menjelaskan siklus hidup dan cara menginfeksi manusia serta hubungan keduanya.

Text book Jurnal Internet

Etiologi, Patogenesis, sampai penatalaksanaan

Menjelaskan kelainan yang terjadi.

19

BAB III SINTESIS

3.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi Saluran Pernafasan 3.1.1 Anatomi Saluran Pernafasan

URT LRT

Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut: dari nares anterior menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus primarius, bronchus secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium alveolaris, sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat terjadinya pertukaran udara. Tractus respiratorius dibagi menjadi 2 bagian : a) zona konduksi, dari lubang hidung sampai bronciolus terminalis, zona konduksi berfungsi sebagai penghangat,

pelembab, dan penyaring udara pernapasan. b) zona respiratorik, mulai dari bronciolus respiratorius sampai alveolus. Zona respiratorik untuk pertukaran gas.

20

Saluran Pernapasan atas terdiri dari : o Lubang Hidung (Cavum Nasalis) Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan kartilago. Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri dari kartilago dan jaringan ikat. Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kanan dan kiri oleh septum. Rongga hidung mengandung rambut (fimbrie) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan mukosa hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Reseptor bau terdapat pada cribiform plate, di dalamnya terdapat ujung saraf Olfactorius. Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembapan udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator suara.

o Sinus Paranasalis Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilaris. Sinus ini berfungsi: 1) Membantu menghangatkan dan humidifikasi 2) Meringankan beban tulang tengkorak 3) Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi

o Faring Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada ketinggian kartilago krikoid. Faring digunakan saat menelan seperti pada saat bernapas.

21

o Laring Laring sering disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epithelium-lined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trake (di bawah). Laring terletak di anterior vertebrae ke 4 dan ke 6. Bagian atas dari esophagus berada di posterior laring. Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas: Epiglotis: Katup kartilago yang membuka dan menutup selama menelan Glotis: Lubang antara pita suara dan laring. Kartilago tiroid: kartilago yang terbesar pada trakea Kartilago krikoid: cincin kartilago yang utuh di laring Kartilago aritenoid: digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan kartilago tiroid Pita suara: sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.

Saluran pernafasan bawah terdiri dari : o Trakea Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.

22

o Bronkus Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.

Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi

bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

o Alveolus Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 23

0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

o Paru Paru Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paruparu mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat

permukaan/pertukaran gas.

3.1.2

Histologi Saluran Pernafasan Histologi Hidung: Dilapisi epithelium columnar ciliated yang mengandungi mucuos secreting goblet cells Histologi Faring : Terdapat tiga lapisan jaringan, yaitu mucuos membrana lining, fibrous tissues, dan jaringan otot-otot constrictor yang berfungsi pada proses penelanan makanan. Histologi Laring : Terdiri daripada tulang rawan yang irregular dan disambung kepada sesame oleh ligament dan membrane.cartilago yang utama ialah : 1 cartilago thyroidea, 1 cartilago cricoidea, 2 cartilago arytenoids dan 1 epiglottis. Histologi Trakea: Terdiri daripada C shaped hyaline cartilage yang diselaputi oleh : 1. lapisan luar : terdiri daripada tisuelastik dan fibrous 24

2. lapisan tengah : terdiri daripada tulang rawan dan otot polos 3. lapisan dalam : terdiri daripada ciliated columnar epithelium Histologi bronkus dan bronkiolus : Dilapisi oleh ciliated columnar epithelium pada bronci dan non ciliated cuboidal cells pada distal bbronchiole

Histopatologi: Adanya tubercle di parenkim paru, umumnya di bagian apikal, yang terdiri dari granuloma epiteloid, sel datia Langhans, infiltrasi limfosit dan nekrosis kaseosa.

A tubercular granuloma with central, caseous necrosis

25

A serpentine granuloma from a child's cervical lymph node. Most suggestive of atypical

Caseous necrosis (top) and palisading histiocytes below it.

3.1.3

Fisiologi Saluran Pernafasan Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gasgas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang

26

terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : 1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan 2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. 3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru 4) Transportasi, yaitu tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. 5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru. Secara garis besar, paru paru memiliki fungsi sebagai berikut : 1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas

carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. 2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi 3) reservoir darah 4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas

27

Respirasi Terdapat dua jenis respirasi, yaitu: 1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme intraseluler, menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi dari nutrien 2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang

melibatkan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap respirasi ekstrenal: a. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan mekanisme ventilasi b. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui mekanisme difusi c. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan d. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi melintasi kapiler sistemik Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem sirkulasi

Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak. Otot reguler inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus posterior superior, dan m. Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m.

Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m. Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior. Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis, m. Rectus abdominis. Ventilasi paru terdiri atas 2 gerakan nafas :

28

1. Turun-naik diafragma yang merubah diameter rongga toraks a) inspirasi: kontraksi diafragma b) ekspirasi: relaksasi diafragma

superoinferior

2. Depresi-elevasi iga, merubah diameter anteroposterior rongga toraks a) inspirasi: elevasi iga b) ekspirasi: depresi iga

Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas pada membran respirasi: 1) Tebal membran 2) Luas permukaan membran 3) Koefisien difusi gas 4) Perbedaan tekanan pada kedua sisi membran

Pada radang jaringan paru dapat terjadi penurunan kapasitas difusi paru karena penebalan membran alveoli dan berkurangnya jumlah jaringan paru yang dapat berfungsi pada proses difusi gas Transportasi gas 1. Transpor O2 dalam darah. 97% O2 ditranspor dalam bentuk HbO2, 3% terlarut dalam cairan plasma dan sel. Rata-rata Hb dalam 100 ml darah dapat berikatan dengan 20 ml O2. 5 ml O2 dilepaskan ke jaringan oleh 100 ml darah. 2. CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut dalam darah 7 %, ion bikarbonat 70%, gabungan CO2, Hb, dan protein plasma 20 %.

29

3.2 Mycobacterium Tuberculosis Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein.Karakteristik antigen M.

tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitivitis dan spesifisitis yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanyadihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.

30

3.3 Human Imunodefciency Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putihyang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnyanilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yangseharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengansistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengansistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lamaakan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuhmanusia mempunyai

kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh, sehingga a k h i r n y a berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain

(Yatim, 2006).HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media h i d u p . Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam

31

k o n d i s i A I D S , a p a l a g i t a n p a pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik.

Siklus hidup HIV

32

Stadium HIV Stadium 1: Infeksi Akut (CD4 = 500 1000 /ml) Stadium ini terjadi setelah masa inkubasi 3-6 minggu. Gejala berlangsung selama 1- 2 minggu. Pada stadium ini timbul gejala-gejala mirip flu termasuk demam, artralgia, malaise, dan anoreksia. Timbul juga gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikaria), gejala saraf (sakit kepala, kaku kuduk) dan gangguan gastrointestinal (nausea, vomitus, diare, nyeri perut). Gejalagejala ini bersesuaian dengan pembentukan awal antibodi terhadap virus. Gejala akan menghilang setelah respon imun awal menurunkan jumlah partikel virus, walaupun virus tetap dapat bertahan pada sel-sel lain yang terinfeksi. Pada 20% orang, gejala-gejala tersebut cukup serius untuk dikonsultasikan pada dokter, tetapi diagnosis infeksi HIV sering tidak ditemukan. Fase ini sangat menular karena terjadi viremia Selama stadium ini, ada sejumlah besar HIV pada darah perifer dan sistem imun pun mulai berrespon terhadap virus dengan memproduksi antibodi HIV dan limfosit sitotoksik. Serokonversi terjadi pada fase ini dan antibodi virus mulai dapat dideteksi 3 6 bulan setelah infeksi. Stadium 2: Stadium Asimtomatik Klinis (CD4 = 500 750 /ml) Stadium ini dapat berlangsung lebih dari 10 tahun. Stadium ini, seperti namanya, bebas dari gejala-gejala mayor, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Dapat juga terjadi Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP). Pada fase ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4, tetapi masih berada pada tingkat 500/ml. Jumlah HIV dalam darah perifer turun hingga tingkat yang sangat rendah tetapi orang tetap terinfeksi dan antibodi HIV dapat dideteksi di dalam darah, sehingga tes antibodi akan menunjukkan hasil positif. Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa HIV tidak dalam masa dorman selama stadium ini, melainkan sangat aktif di kelenjar limfa. Ada sebuah tes untuk mengukur sejumlah kecil virus yang lolos dari kelenjar limfa. Tes yang mengukur HIV RNA ini merupakan suatu tes viral load. Tes ini memiliki peran penting dalam pengobatan infeksi HIV.

33

Stadium 3: Infeksi HIV Simtomatik (CD4 = 100 500 /ml) Pada stadium ini terjadi penurunan CD4 yang progresif. Terjadi penyakit-penyakit infeksi kronis tapi tidak mengancam kehidupan. Seiring dengan berjalannya waktu sistem imun menjadi sangat rusak oleh HIV. Hal ini disebabkan oleh tiga alasan utama: Kelenjar limfe dan jaringan menjadi rusak akibat aktivitas bertahuntahun HIV bermutasi dan menjadi lebih patogen, dengan kata lain lebih kuat dan lebih bervariasi Tubuh gagal untuk mengganti sel-sel T penolong yang hilang Karena kegagalan sistem imun, gejala-gejala pun berkembang. Kebanyakan gejala-gejala tersebut tidak terlalu berat, tetapi karena sistem imun makin rusak, gejala-gejalanya pun semakin memburuk. Infeksi HIV simtomatik terutama disebabkan oleh kanker dan infeksi oportunistik yang secara normal dicegah oleh sistem imun. Ini dapat terjadi di seluruh sistem tubuh, tetapi contoh-contoh yang umum terjadi dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Sistem Sistem Pernapasan

Contoh Infeksi/Kanker Pneumocystis jirovecii Pneumonia (PCP) Tuberculosis (TB) Kaposi's Sarcoma (KS) Cryptosporidiosis Candida Cytomegolavirus (CMV) Isosporiasis Kaposi's Sarcoma HIV Cytomegolavirus Toxoplasmosis Cryptococcosis

Sistem Gastro-Intestinal

Sistem Pusat/Perifer

saraf

34

Non Hodgkin's lymphoma Varicella Zoster Herpes simplex Herpes simplex Kaposi's sarcoma Varicella Zoster

Kulit

Stadium 4: Perkembangan dari HIV ke AIDS AIDS merupakan stadium akhir dari infeksi HIV. Penderita dinyatakan mengidap AIDS bila dalam perkembangan infeksi selanjutnya menunjukkan infeksi-infeksi dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita. Hitung CD4 mencapai <200/ml. Karena sistem imun menjadi semakin rusak, penyakit-penyakit yang terjadi menjadi semakin menuju kepada diagnosis AIDS. Di Inggris, suatu diagnosis AIDS dikonfirmasi apabila seseorang dengan HIV mengalami satu atau lebih infeksi oportunistik atau kanker yang spesifik. Di Amerika, seseorang juga didiagnosis mengidap AIDS apabila ia memiliki sedikit sekali sel T penolong dalam darahnya. Bisa saja seseorang menjadi sangat sakit karena HIV tanpa harus didiagnosis AIDS.

3.4 TB-HIV 3.4.1 Definisi TB paru adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDSdengan cara menyerang T helper atau CD4, terutama dari limfosit T, yang dapat

mengakibatkan penurunan imunitas seluler dan peningkatan terjadinya infeksi oportunistik. AIDS

(AcquiredImmunodeficiency Syndrome) adalah tahap akhir dari infeksi HIV yang memiliki satu atau lebihinfeksi oportunistik dan keganasan dengan jumlah CD4 sel T kurang dari 200 sel per mm

35

Berdasarkan pengertian TB Paru dan HIV diatas, dapat dikatakan bahwa TB Paru denganHIV adalah infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada penderita HIV.

3.4.2

Epidemiologi Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia dan lebih banyak terjadi di negara berkembang. Diperkirakan 8 juta kasus TB terjadi setiap tahun yang dua pertiganya di Asia dan Pasifik. Menurut data regional World Health Organization (WHO) jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia tertinggi di dunia setelah India dan Cina. Masalah kesehatan tersebut semakin bertambah kompleks akibat komplikasi infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Human immunodeficiency virus (HIV) tidak hanya

mempersulit diagnosis TB tetapi juga meningkatkan insidensi TB. Data World Health Organization (WHO) tahun 2007 menunjukan, terdapat 33,2 juta orang di dunia yang hidup dengan HIV. Pada tahun ini saja telah terjadi 2,1 juta kematian akibat AIDS, dan 2,5 juta kasus HIV baru. Di banyak wilayah di dunia, infeksi baru HIV terkonsentrasi pada kelompok umur dewasa muda (15-24 tahun). Di Asia jumlah penderita HIV meningkat lebih dari 150%. Indonesia adalah negara di Asia dengan pertumbuhan epidemi HIV tercepat. Hingga September 2007 di Indonesia tercatat sekitar 170.000 orang yang terinfeksi HIV. Jika pada tahun 1988 tidak tercatat adanya infeksi yang terdeteksi pada pengguna napza suntik, maka pada tahun 2006, dalam survei yang dilakukan Departemen Kesahatan RI, terdapat 1517 pengguna napza suntik terinfeksi oleh HIV. Dari studistudi yang dilakukan, tercatat bahwa pengguna napza suntik memiliki kebiasaan berisiko tinggi seperti menggunakan peralatan yang tidak steril dan melakukan hubungan seks tanpa perlindungan dengan

36

beberapa pasangan. Pola penyebaran umumnya melalui napza suntik (54,67%), hubungan heteroseksual (40,43%), dan perinatal (2,59%). Ko-infeksi TB/HIV saat ini menjadi salah satu kendala besar dalam upaya penanggulangan kedua penyakit tersebut. TB merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV, dan sebaliknya infeksi HIV menjadi faktor risiko terbesar dalam konversi kasus TB laten menjadi TB aktif. Pada tahun 2006, diperkirakan 709.000 (8%) dari 9,2 juta kasus TB baru adalah penderita HIV dan 200.000 (12%) kematian dari 1,7 juta kematian karena TB terjadi pada penderita HIV. Ko-infeksi TB/HIV merupakan masalah besar yang harus dihadapi negara-negara di seluruh dunia. Sekitar 50% ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) menderita TB, dan sekitar 40 juta orang di dunia terkena ko-infeksi TB/HIV. Di Asia Tenggara sendiri diperkirakan hampir 6 juta ODHA dewasa berpotensi mengalami koinfeksi dengan TB.

3.4.3

Etiologi TB disebabkan oleh Micobacterium tuberculosis yang merupakan basil tahan asam dan dapat dilihat dengan pewarnaan Ziehl - Neelsen (karbol fuksin). Basil M. Tuberculosis ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. M. Tuberculosis hominis merupakan penyebab terbesar kasus TB dengan resevoir infeksi biasanya ditemukan pada manusia dengan penyakit paru aktif. Penularan biasanya secara langsung, melalui inhalasi organisme di udara atau melalui sekret penderita. Basil ini pertumbuhannya terhambat oleh pH<6,5 dan asam lemak rantai panjang. Oleh karena itu basil ini ditemukan pada bagian tengah nekrosis perkijuan karena terdapat anaerobiosis, pH rendah dan kadar asam yang meningkat. Mycobacterium lain, terutama M. Aviumintracellulare, jauh kurang virulen dibandingkan dengan M.

Tuberculosis serta jarang menyebabkan penyakit pada individu yang mengalami immunosupresi. Namun pada penderita HIV/AIDS, strain ini sering ditemukan dan dapat mengenai 10% hingga 30% penderita.

37

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) suatu retrovirus pada manusia yang termasuk ke dalam keluarga lentivirus. Sejak dikemukakan pertama kali pada tahun 1980 telah dapat diisolasi 2 tipe HIV dari penderita AIDS, yaitu HIV-1 yang terdapat di seluruh dunia sedangkan HIV-2 ditemukan terutama di Afrika Barat. Dua tipe HIV ini berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen.

3.4.4

Diagnosis Banding

3.4.5

Cara Penegakan Diagnosis Pada orang dengan HIV positif (ODHA), sulit menemukan kasus TB dengan cara-cara biasa seperti yang diuraikan di atas, misalnya bila hanya dengan mengandalkan pemeriksaan dahak mikroskopis. Spesimen dahak dari ODHA yang menderita TB biasanya BTA

38

negatif. Dengan pemeriksaan biakan dapat memberikan hasil positif, tetapi pemeriksaan biakan tersebut memerlukan waktu cukup lama. Angka kematian ODHA dengan TB jauh lebih tinggi daripada pasien TB yang HIV negatif. Oleh karena itu, penegakan diagnosis TB pada ODHA tidak boleh terlambat supaya pengobatan TB dapat segera dimulai, dengan demikian risiko kematian dapat diminimalkan.

Untuk maksud tersebut, WHO merekomendasi cara diagnosis TB BTA negatif pada ODHA (dalam buku Improving diagnosis and treatment of smear-negative pulmonary and extrapulmonary tuberculosis among adult and adolescents, Edisi 2007) yang akan dijelaskan dibawah ini. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada ODHA, antara lain:

1.

Pemberian antibiotik sebagai alat bantu diagnosis pada alur diagnosis TB paru dewasa tidak direkomendasikan lagi. Terjadinya perbaikan dari batuk-batuknya setelah pemberian antibiotik selama 2 minggu belumlah dapat menyingkirkan TB pada seorang suspek TB dengan HIV positif. Penggunaan antibiotik dengan maksud sebagai alat bantu diagnosis seperti pada alur diagnosis TB pada orang dengan HIV negatif, dapat menyebabkan diagnosis TB terlambat dengan konsekuensi pengobatan TB juga terlambat sehingga meningkatkan risiko kematian dari ODHA tersebut. Antibiotik perlu diberikan pada ODHA dengan batuk-batuk yang mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri lain, bersama atau tanpa tuberkulosis. Hindarilah penggunaan antibiotik dari golongan fluorokinolon sebab golongan antibiotik ini juga mempunyai khasiat pada TB. Golongan antibiotik ini dicadangkan sebagai OAT lini kedua.

39

Perlu diperhatikan, penggunaan antibiotik yang tidak tepat, dapat menimbulkan masalah resistensi obat.

2.

Pemeriksaan foto toraks Meskipun pada ODHA yang tidak menderita TB sering dijumpai gambaran abnormal dari foto toraks, tapi pemeriksaan foto toraks memegang peranan penting dalam mendiagnosis TB pada ODHA, khususnya dalam mempersingkat waktu supaya diagnosis TB tidak terlambat. Oleh karena itu, pemeriksaan foto toraks haruslah dilakukan segera kalau kita mencurigai seorang ODHA menderita TB. Permasalahannya adalah sulit untuk mengintepretasikan hasilnya karena belum semua rumah sakit mempunyai spesialis radiologi.

3.

Pemeriksaan biakan dahak Pemeriksaan biakan dahak merupakan golden standard untuk mendiagnosis TB. Namun, kuman TB (M. tuberculosis) merupakan kuman yang lambat pertumbuhannya sehingga biakan memerlukan waktu sekitar 6-8 minggu. Disamping itu,

pemeriksaan biakan dahak memerlukan peralatan yang canggih serta tenaga yang terampil. Biakan dahak dari ODHA memerlukan waktu inkubasi lebih lama dibandingkan dengan biakan dahak dari orang dengan HIV negatif, namun pemeriksaan biakan ini tetap berguna dilakukan. Pada ODHA yang hasil pemeriksaan mikroskopis dahaknya BTA negatif, sangat

dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal ini dapat membantu diagnosis TB.

Alur diagnosis TB paru BTA negatif pada ODHA dapat dilihat seperti dibawah ini (bagan 1 dan 2). Alur ini dapat membantu dokter dalam membuat keputusan diagnosis TB di daerah dengan prevalensi

40

HIV tinggi dengan fasilitas terbatas, sehingga dapat mempercepat proses diagnosis dan dapat meminimalkan risiko kematian. Alur diagnosis ini hanya untuk orang dewasa dengan batuk-batuk 2-3 minggu atau lebih. Perlu diperhatikan, alur diagnosis TB pada ODHA yang rawat jalan (tanpa tanda-tanda bahaya) berbeda dengan pada ODHA yang rawat inap (dengan tanda-tanda bahaya). Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada ODHA rawat jalan (bagan 1) adalah sebagai berikut: a. Kunjungan pertama: Test HIV dan pemeriksaan mikroskopis dahak harus dikerjakan pada kunjungan pertama.

b. Kunjungan kedua: Hasil-hasil pemeriksaan pada kunjungan kedua ini sangatlah penting untuk menentukan apakah pasien tersebut perlu mendapat pengobatan TB atau tidak. Bila hasilnya BTA positif diberi pengobatan TB. Jika hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada kunjungan pertama, maka pada kunjungan kedua perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lain, misalnya foto toraks, pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dan

pemeriksaan biakan dahak. Selain itu perlu dilakukan penentuan stadium HIV dan pemberian CPT (Co-trimoxazol Preventive Therapy) sesuai pedoman nasional Kebijakan Kolaborasi TB-HIV.

c.

Kunjungan ketiga: Hasil pemeriksaan kunjungan kedua (kecuali pemeriksaan biakan) harus sudah tersedia pada kunjungan ketiga. Pasien yang hasil pemeriksaannya mendukung TB (misalnya gambaran foto toraks mendukung TB) harus diberi OAT. Pasien dengan hasil yang tidak mendukung TB perlu mendapat antibiotik spektrum luas (jangan gunakan golongan

fluorokinolon) untuk mengobati infeksi bakteri lain atau pengobatan untuk PCP (Pneumocystis Carinii Pneumonia). Juga

41

perlu dilakukan penentuan tingkat HIV; dan pemberian CPT(Cotrimoxazol Preventive Therapy) harus diberikan sesuai pedoman nasional.

d. Kunjungan keempat: Pada kunjungan ke empat ini haruslah diperhatikan bagaimana respons pasien pada pemberian

pengobatan dari kunjungan ketiga. Untuk pasien-pasien yang mempunyai respons yang baik (cepat) pada pengobatan PCP atau pengobatan dengan antibiotik, teruskan pengobatannya untuk menyingkirkan adanya juga TB (superimposed tuberculosis). Bagi pasien-pasien yang mempunyai respons yang kurang baik atau tidak baik pada pengobatan PCP atau pengobatan pneumonia karena bakteri lainnya, perlu dilakukan pemeriksaan ulang untuk TB baik secara klinis maupun pemeriksaan dahak.

3.4.6

Manifestasi Klinis Tanda a) Penurunan berat badan b) Anoreksia c) Dispneu d) Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.

Gejala a) Demam Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan beratringannya infeksi kuman TBC yang masuk. b) Batuk Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut

42

berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus. c) Sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru. d) Nyeri dada Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura

(menimbulkan pleuritis) e) Malaise Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

3.4.7

Patofisiologi Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV) yang terdiri atas HIV-1 dan HIV-2. AIDS paling banyak disebabkan oleh HIV-1. HIV menginfeksi sel limfosit CD4 yang berperan dalam sistem imunitas. Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tb). Infeksi dimulai dengan inhalasi droplet nuklei yang mengandung M. Tb yang tidak dapat ditangkap oleh sistem pertahanan mukosilier bronkus dan masuk ke alveoli. Di dalam alveoli kuman ditangkap makrofag alveoli, kuman akan bermultiplikasi hingga mencapai jumlah tertentu yang akan mengaktivasi sel limfosit T. Antigen kuman dipresentasikan oleh Major histocompatibility complex class I (MHC I) ke sel CD8 dan oleh MHC II ke sel CD4. Sel CD4 terdiri atas Th1 dan Th2 yang masing-masing menghasilkan sitokin yang berperan dalam sistem imunitas. Respon imunitas pada infeksi M. Tb meliputi cell mediated immunity (CMI) dan delayed type hypersensitivity (DTH), kedua respon imunitas tersebut bertujuan untuk melokalisisr infeksi dan membunuh M. Tb. Pada individu normal terjadi keseimbangan yang rentan antar imunitas host dan M. Tb. Sel CD4 dan makrofag sangat berperan dalam respon

43

imunitas terhadap M. Tb. Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel CD4 dan defek pada fungsi makrofag. Akibatnya pasien HIV mempunyai risiko tinggi untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko terinfeksi baru TB. Pada infeksi HIV lanjut kadar CD4 sangat rendah sehingga terjadi gangguan respon imunitas baik CMI dan DTH, akibatnya replikasi M. Tb meluas tanpa disertai pembentukan granuloma, nekrosis perkejuan maupun kavitas. Ini menyebabkan diagnosis TB lebih sulit karena gambaran radiologisnya tidak seperti umumnya penderita TB tanpa HIV. TB diseminata atau TB ekstra paru sering terjadi tetapi kelainan TB paru masih merupakan kelainan TB yang lebih sering terjadi. Status HIV negatif meningkatkan risiko berkembangnya TB 5-10%, sedangkan status HIV positif meningkatkan risiko berkembangnya TB 50%. Dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV, individu dengan HIV mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk berkembangnya TB. Pada kasus ini diduga infeksi HIV terlah terjadi terlebi dahulu melihat adanya faktor resiko pada pasien.. dengan tato di lengan sebelah kiri yang merupakan salah 1 cara bagi HIV untuk masuk. Terbukti dengan hasil tes yang +, dan kadar CD4+ yang rendah. Pasein ini telah masuk ke tahap akhir dari stage HIV.. karena tu infeksi oportunistik akan lebih mudah terjadi pada pasien ini. Infeksi TB pada pasien ini diawali oleh masuknya kuman TB ke paru, dan berkembang biak di bagian lobus atas paru karena dis ana memiliki tekanan oksigen yang paling tinggi (aerob). Reaksi imun hipersensitivitas tipe 4 pun tidak sepenuhnya terlasana, karena lagi-lagi defisiensi CD4+ menggangu respon imun host. Sehingga penampilan pada foto Thorax hanya berupa infiltrate yang merupakan kumpulan dari kuman TB itu sendiri dalam bentuk nodul. Kondisi ini berbeda dengan penderita TB pada umumnya yang memiliki gambaran foto dengan cavitas yang yang di dalamnya terdapat nekrosis kaseosa.

44

3.4.8

Penatalaksanaan Terapi antiretroviral bersama dengan pengobatanTB Seperti dibahas sebelumnya, obat anti-TB (OAT) lebih sulit bila kita juga HIV-positif. Sering kali orang diketahui terinfeksi HIV setelah ada diagnosis TB. Apakah sebaiknya mulai OAT dahulu, ARTdahulu, atau dua-duanya bersama? Masalahnya bila bersama, Odha harus langsung minum sangat banyak pil sekaligus, dan bila ada efek samping, sulit diketahui disebabkan oleh obat mana. Untuk pasien yang sangat sakit dengan TB, beban pil dapat terlalu besar. Jadi sebaiknya ART dimulai waktu OAT berubah menjadi fase lanjutan(dengan dua jenis obat saja). Namun bila penyakit HIV sangat lanjut,ART sebaiknya dimulai lebih cepat. Walaupun begitu, sebaiknya menunggu hingga pasien sudah stabil dengan OAT (tidak lagi mengalami efek samping) sebelum mulai ART, seperti ditunjukkanpada tabel yang berikut. Kadang kala jumlah CD4 dapat naik tajam setelah TB mulai sembuh, jadi ada yang mengusulkan dites CD4 lagi sebelum mulai ART untuk meyakinkan Odha masih memenuhikriteria.

Keadaan Usulan Keadaan TB paru dengan CD4 di bawah 200 atau limfosit total di bawah 1.200, atau TB di luar paru Usulan Mulai OAT. Mulai ART segera setelah tidak ada keluhan dengan OAT

TB paru dengan CD4 200-350, atau CD4/limfosit tidak diketahui

Mulai OAT. Mempertimbangkan ART setelah selesai fase intensif OAT

TB paru dengan CD4 di atas Mulai OAT.

45

350

Mempertimbangkan ART setelah terapi TB selesai

Tatalaksana TB Tujuan pengobatan anti-TB : 1. Untuk meningkatkan angka kesembuhan.. 2. Untuk menurunkan kematian. 3. Untuk mencegah komplikasi. 4. Untuk mencegah kekambuhan. 5. Untuk mencegah terjadinya resistensi obat. 6. Untuk mengurangi penularan TB kepada orang lain.

Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi.

Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan lanjutan. Tahap Awal Efek yang ingin dicapai adalah efek bakterisidal, yaitu kemampuan obat untuk memusnahkan bakteri yang sedang bermetabolisme aktif. Efek diperoleh dengan memberikan kombinasi OAT yang bersifat bakterisidal

46

kuat seperti rifampisin dan INH, yang diberikan setiap hari selama 1-3 bulan. Pada tahap awal pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap awal tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan yang diberikan sebaiknya paduan jangka pendek. Lakukan uji resistensi pada kasus gagal dan kambuh. Pemberian dosis berdasarkan berat badan

Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) OAT yang digunakan program penanggulangan TB saat ini adalah obat lini pertama, yang terdiri dari: Isoniazid / INH (H) - Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. - Obat ini sangat efektif terhadap kuman yang sedang berkembang. - Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

47

Rifampisin (R) - Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman persister yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid. - Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun tahap lanjutan 3 kali seminggu. Pirazinamid (Z) - Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. - Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB. Streptomisin (S) - Bersifat bakterisid. - Pasien berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 g/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 g/hari. Etambutol (E) - Bersifat sebagai bakteriostatik. - Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan tahap lanjutan 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB.

Tabel-1: Jenis, sifat dan dosis OAT Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg) Harian Isoniasid (H) Bakterisid 5 (4-6) Rifampisin (R) Bakterisid 10 (8-12) Pirazinamid (Z) Bakterisid 25 (20-30) 3 x seminggu 10 (8-12) 10 (8-12) 35 (30-40) yang direkomendasikan

48

Streptomisin (S)

Bakterisid

15 (12-18)

Etambutol (E)

Bakteriostatik

15 (15-20)

30 (20-35)

Regimen pengobatan berdasarkan kategori (WHO) Kategori Kriteria penderita Kasus baru BTA (+) Kasus baru BTA (-), Pilihan regimen pengobatan Fase awal I 2 RHZE (RHZS) 2 RHZE (RHZS) Fase lanjut 6 EH 4 RH 4 R3H3*

rontgen (+) yang sakit 2 RHZE (RHZS)* berat Kasus baru TB ekstra paru yang berat II BTA (+) Kambuh Gagal Putus berobat III Kasus baru BTA (-) TB ekstra paru ringan IV Kasus kronik 2 RHZ 2 RHZ 2 RHZ* 2 RHZES/1 RHZE* 2 RHZES/1 RHZE

5 R3H3E3*

6 EH 4 RH 4 R3H3*

Rujukan ke dokter spesialis untuk memakai obat sekunder

MDR TB Resisten H dan R dengan/tanpa OAT lain Prinsip terapi Minimal 4 OAT sensitif yang belum dipakai Ada aminoglikosid dan quinolone

49

Pengobatan lebih panjang ( fase awal minimal 6 bulan, Fase lanjutan 12-18 bulan) Pemberian setiap hari Follow-up BTA bulanan (fase awal) dan 3 bulan (lanjutan)

DOT-S Penggunaan obat yang benar sesuai dengan jadwal

(kepatuhan)sangat penting untuk menghindari timbulnya jenis TB yang resistan.Agar meyakinkan kepatuhan, terutama pada fase lanjutan setelah kita merasa sembuh, WHO menerapkan strategi DOT-S (DirectlyObserved Therapy-Short course atau pengobatan dengan pengawasan langsung). Pengawasan ini dilakukan oleh pengawas menelan obat atau PMO, yang bertugas untuk mendampingi pasien dalam menjalani pengobatan sampai tuntas. PMO dapat anggota keluargaatau petugas kesehatan yang mudah terjangkau oleh pasien TB. Tujuan DOT-S adalah: Mencapai angka kesembuhan yang tinggi Mencegah putus berobat Mengatasi efek samping OAT Mencegah timbulnya resistansi akibat ketidakpatuhan

nama obat

efek samping

pemantauan reaksi

keterangan

Obat Lini Pertama isoniazid (INH) kemerahan kadar enzim hepatik hepatitis neuropati perifer mengukur tingkat Pirodiksin dapat

dasar enzim hepatis mencegah neuropati perifer

50

efek sistem saraf pusat ringan rifampin (RIF) gangguan pencernaan interaksi obat hepatitis masalah-masalah perdarahan kemerahan gagal ginjal demam pengukuran dasar trombosot CBC dan enzim hapatis Interaksi nyata timbul akibat pemakaian metadon, kontrasepsi, dan obat-obat lain. RIF menyebabkan warna cairan tubuh menjadi oranye rifabutin (RFB) kemerahan hepatitis demam trombositopenia pengukuran dasar trombosit, CBC dan enzim hepatis RFB merupakan kontraindikasi untuk pasien yang mengguanakn ritonavir atau delavirdin; warna ciran tubuh jadi oranye. pirazinami d ( PZA) hepatitis hiperurisemia gangguan pencernaan kemerahan pengukuran dasar asam urat dan enzim hepatis hiperuisea obathanya bila terdapat gejala padpsien, meungkin menyebabkan pengontrolan glukosa menjadi lenih sulit pada penderita

51

diabetes. etambutol (EMB) neuritis optikus kemerahan uji ketajamn pengelihatan dan pengelihatan warna dasar setiap bulan sterptomisi n (SM) ototoksik keracunan pada ginjal tes dasar untuk pendengaran dan fungsi ginjal diulang dapat timbul efek okular lain dan peningkatan gagal ginjal. untuk orang dewasa di atas 60 tahun dosis harus dihindari atau diturunkan. Obat Lini Kedua kapreomisi n keracunan pada menilai fungsi Digunakan dengna hati-hati pada orang tua.

auditorius vestibular vestibular dan ginjal pendengaran. tes fungsi kreatinin dan BUN. gangguan pencernaan hepatotoksik hipersensitivitas psikosis kejang sakit kepala interaksi obat

etionamid

pengukuran enzim hepatis

dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sesuai toleransi

sikloserin

penilaian keadaan mental. pengukuran tingkat serum obat. menilai fungsi

dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan sesuai toleransi -

kanamisisn

keracunan pada

auditorius vestibular vestibular dan ginjal pendengaran. tes fungsi kreatinin dan BUN. asam paraaminosalisil at gangguan pencernaan hepatotoksik pengukuran enzim hepatis. dimulai dengan dosis rendah dan

pengukuran volume ditingkatkan

52

hipersensitivitas natrium berlebihan

berlebihan

sesuai toleransi. memantau tingkat natrium jantung pasien.

Terapi Antiretrovirus Obat antiretroviral yang banyak dipakai saat ini adalah : 1. Protease inhibitors, seperti saquinavir, indiavir, ritonavir, dan nelfinafir. 2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs), seperti neviravine, delaviridine, dan efavirenz. 3. Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) seperti zidovudine, didanosine, zalcitabine, stavudine dan lamivudine. Telah diketahui bahwa protease inhibitors dan NNRTIs berinteraksi dengan rifampisin seperti rifampin, rifabutin dan rifapentine yang biasanya dipakai sebagai tuberkulostatika. Interaksi ini disebabkan oleh karena terjadi perubahan metabolism dari antiretroviral dan rifampisin karena yang dikenal sebagai CYP450. Rifamycin akan meningkatkan CYP450 sehingga obatobatan yang metabolismenyta dilakukan oleh CYP450 akan menurun kadarnya dalam plasma darah. Dan anti retroviral golongan protease inhibitor termasuk yang dimetabolisme oleh CYP450, akibatnya kadar anti retroviral ini akan menurun dalam plasma, sehingga aktivitasnya sebagai anti retroviral akan berkurang. Sebaliknya bila ritonavir yang merupakan inhibitor kuat CYP450 diberikan bersamaan dengan rifabutin, maka kadar rifabutin dalam darah akan meningkat tinggi, akibatnya

kemungkinan akan terjadinya keracunan terhadap rifabutin akan meningkat pula.

53

Golongan anti retroviral lainnya yaitu NRTIs dimetabolisme tidak melalui sistem CYP450, karena itu golongan NRTIs ini dapat diberikan bersama dengan rifamycin. Tuberkulostatika seperti INH, pyrazinamide, ethambutol, lainnya

streptomycin

dimetabolisme juga tidak melalui sistem CYP450, karena itu dapat diberikan bersamaan dengan obat anti retroviral. Penggunaan rifampin untuk pengobatan standard TB tidak

dianjurkan pada penderita yang terinfeksi HIV dan sedang dalam pengobatan anti retroviral golongan protease inhibitor dan atau NNRTIs. Sebagai gantinya untuk penderita tersebut dapat dipakai ributin atau tuberkulostatika yang tanpa rifamycin. Rifampin dapat digunakan pada penderita menggunakan anti retroviral yang tidak memakai golongan protease inhibitor maupun NNRTIs, yaitu memakai NRTIs saja. Kesimpulan Pengobatan pada Kasus Pada kasus Mr.X yang menderita TB dan juga HIV, kita memakai kombinasi OAT kategori 1 dan obat anti retrovirus golongan NRTIs untuk meminimalkan interaksi antar obat dan efek samping yang mungkin terjadi.

3.4.9

Komplikasi Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas kompliksi dini dan komplikasi lanjut. a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncets arthropathy, syok hipovolemik dan gagal nafas. b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafasSOPT (sindrom obstruksi Pasca tuberkulosis), kerusakan parenkim beratSOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amilodosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB

54

3.4.10 Prognosis Berdasarkan keadaan klinis Tn. X, dimana Tn. X sudah mencapai stadium klinis 4 pada HIV , disimpulkan bahwa prognosis terhadap Tn. X adalah malam.

3.4.11 Kompetensi Dokter Umum Kompetensi dokter umum untuk kasus ini adalah pada tingkat kemampuan 4, yaitu mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri hingga tuntas.

55

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo Aru, et al. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th Edition. Pusat Penerbitan Departemen Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. 2006. 988994.

Price SA, Wilson LM. Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV) dan Sindrom Immunodefisiensi (AIDS). Patofisiologi Penyakit volume 1.6 Ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2005.

Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006.

http://kawanilmu.blogspot.com/2009/08/tb-dan-hiv.html diakses pada 30 April 2012

56

You might also like