You are on page 1of 14

BAB I LANDASAN TEORI

A. Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001). Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989). Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C., 2001). B. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya

tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah. C. Manifestasi klinik 1. Menurut Betz, Cecily, 2000 a. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah b. Anoreksia c. Mual d. Muntah ( tanda awal yang umum, namun kurang umum pada anak yang lebih besar). e. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis f. Nyeri lepas g. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali h. Konstipasi i. Diare j. Disuria k. Iritabilitas l. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama. 2. Manifestasi klinis menurut Mansjoer, 2000 a. Nyeri pada kuadran bawah Nyeri pada kuadran bawah biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Bila apendiks terinflamasi akan terasa nyeri tekan lokal pada titik McBurney (terletak diantara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior) bila dilakukan tekanan (palpasi). Nyeri tekan lepas dan spasme otot juga mungkin terjadi. Nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbar bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada di dekat rektum, nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter. Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.

b. Tanda rovsing Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi pada kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadaran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri bisa menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien bisa memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendiks bervariasi. Klien mungkin tidak mengalami gejala sampai klien mengalami ruptur apendiks. D. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 : 1. Sebelum operasi a. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi b. Pemasangan kateter untuk control produksi urin c. Rehidrasi d. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena e. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh darah perifer dan diberikan setelah rehidrasi tercapai. f. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi. 2. Operasi a. Apendiktomi dapat dilakukan di bawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi b. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika c. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. 3. Pasca operasi a. Observasi TTV b. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambungdapat dicegah c. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler d. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan e. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampaifungsi usus kembali normal f. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makananlunak g. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 230 menit

h. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. E. Komplikasi 1. Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Peritonitis dapat diketahui dengan mengobservasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan abdomen dan takikardi. Sedangkan abses pelvis atau lumbal dapat diketahui dengan anoreksia, menggigil, demam dan diaforesis. Diare dapat menunjukkan abses pelvis. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perutkuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi,ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitisumum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosisdapat ditegakkan dengan pasti 2. Abses sub frenikus (abses di bawah diafragma) Abses sub frenikus dapat diketahui dengan mengkaji adanya menggigil, demam dan diaforesis. 3. Ileus (paralitik dan mekanis), hal ini dapat diketahui dengan mengkaji bising usus. 4. Pielofleblitis Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem vena portal. Dernam tinggi, menggigil, ikterus yang samarsamar, dan nantinya dapat ditemukan abses hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya komplikasi ini. Pemeriksaan untuk menemukan trombosis dan udara di vena portal yang paling baik adalah CT scan. Pada beberapa keadaan apendisitis akut agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi kornplikasi misalnya: a) Pada anak, biasanya diawali dengan rewel, tidak mau makan, tidak bisa melukiskan nyerinya, sehingga dalam beberapa jam kemudian terjadi muntah-muntah, lemah dan letargi. Gejala ini tidak khas pada anak sehingga apendisitis diketahui setelah terjadi komplikasi. b) Pada wanita hamil, biasanya keluhan utamanya adalah nyeri perut mual dan muntah. Pada wanita hamil trimester pertama juga terjadi mual muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan.

c) Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-samar sehingga sering terjadi terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita yang datang mengalami perforasi

BAB II PROSES KEPERAWATAN / ASKEP


A. Pengkajian 1. Riwayat Kesehatan a. Identitas pasien b. Keluhan utama Klien mengeluhkan nyeri di sekitar jahitan post apendiktomi c. Riwayat Penyakit 1) Penyakit Sekarang Klien mengeluh nyeri di sekitar epigastrium yang menjalar ke perut kanan bawah dengan skala 6. Sifat nyeri yang dirasakan dapat terus-menerus, hilang atau timbul dalam waktu yang lama. Klien juga mengeluh rasa mual dan muntah. 2) Penyakit Dahulu Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan, apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita. 3) Riwayat Keluarga Adalah meliputi adanya anggota keluarga yang pernah menderita penyakit seperti yang dialami klien maupun penyakit menurun 2. Pengkajian Fisik dan Biologis a. Pra Operasi 1) Status kesehatan umum Kesadaran biasanya kompos mentis. Klien juga mungkin mengalami anoreksia, mual dan muntah. 2) Kepala dan Leher Ekspresi wajah kesakitan 3) Thoraks dan Paru Pola pernafasan biasanya takipnea dan pernafasan dangkal. Kaji juga bentuk thorak, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat bantu nafas. Apakah ada ronchi, whezing, stridor. 4) Abdomen Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba di duga perforasi atau infark pada

appendiks) keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tidak jelas (sehubungan dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter). Terdapat juga gejala konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang) dan distensi abdomen. 5) Ekstremitas Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan. 6) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka. 7) Pola Tidur dan Istirahat Kenyamanan dan pola tidur klien dapat terganggu karena adanya nyeri dan juga adanya demam. 8) Pola aktifitas Aktifitas akan terhambat karena keadaan malaise akibat dari nyeri apendiks. 9) Pola hubungan dan peran Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran, baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat, penderita juga mengalami emosi yang tidak stabil. 10) Pola penanggulangan stress Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit. b. Pasca Operasi 1) Status kesehatan umum Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan. 2) Integumen Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah. 3) Kepala dan Leher Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat. 4) Thoraks dan Paru Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.

5) Abdomen Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik. 6) Ekstremitas Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan. 7) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka. 8) Pola Tidur dan Istirahat Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien. 9) Pola aktifitas Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan. 10) Pola hubungan dan peran Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil. 11) Pola penanggulangan stress Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah. 12) Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit. c. Pemeriksaan Diagnostik 1) SDP : Leukositosis diatas 12.000/mm3 dan neutrofil meningkat sampai 75%. 2) Urinalisis : normal, tapi eritrosit/ leukosit mungkin ada 3) Foto abdomen : Dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisir.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 24 jam nyeri klien akibat insisi bedah berkurang dengan kriteria : a. Klien melaporkan nyeri berkurang, terkontrol atau hilang b. Klien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat Intervensi : Intervensi Mandiri Kaji nyeri , catat lokasi, karakteristik, beratnya (0-10) selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat Rasional

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses atau peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. Pertahankan istirahat dengan Grafitasi melokalisasi eksudat posisi semi fowler inflamasi dalam abdomen bawah atau pelfis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang. Dorong ambulasi dini Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen. Berikan aktivitas hiburan Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping. Kolaborasi Pertahankan puasa/ penghisapan NG pada awal. Berikan analgesik sesuai indikasi . Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi lain. Contoh ambulasi, batuk. Berikan kantung es pada Menghilangkan dan mengurangi abdomen nyeri melalui penghilangan rasa ujung syaraf. Catatan jangan lakukan kompres panas karena menyebabkan kongesti jaringan

2. Risiko Infeksi berhubungan dengan Prosedur Invasif dan Insisi Bedah Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x2 4 jam tidak ditemukan infeksi pada luka insisi bedah dengan kriteria : a. Meningkatnya penyembuhan luka b. Bebas tanda-tanda infeksi atau inflamasi, drainase purulen, aritema dan demam. Intervensi Intervensi Mandiri Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, meningkatnya nyeri abdomen Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptis Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema. Berikan informasi yang tepat , jujur pada pasien atau orang terdekat. Kolaborasi Ambil contoh drainase bila diindikasikan Berikan indikasi antibiotik sesuai Rasional Dugaan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses, peritonitis.

Menurunkan bakteri.

resiko

penyebaran

Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

Memberikan deteksi dini terjadinya prosos infeksi, dan atau pengawasan pentembuhan peritonotis yang telah ada sebelumnya. Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas. Kultur pewarnaan gram dan sensitifitas berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan pada rongga abdomen. Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

3. Risiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Pembatasan pascaoperasi (puasa) dan Status Hipermetabolik Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dengan kriteria membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan secara individual haluaran urine adekuat. Intervensi

10

Intervensi Mandiri Awasi TD dan nadi

Rasional

Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskular. Lihat membran mukosa; kaji Indikator keadekuatan sirkulasi turgor kulit dan pengisian perifer dan hidrasi selular kapiler Awasi masukan dan Penurunan haluaran urine pekat haluaran, catat warna urine/ dengan peningkatan berat jenis konsentrasi berat jenis. diduga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan. Auskultasi bising usus. Catat Indikator kembalinya peristaltik, kelancaran flatus, gerakan kesiapan untuk pemasukan per oral. usus. Berikan sejumlah kecil Menurunkan iritasi gaster/ muntah minuman jernih bila untuk meminimalkan cairan. pemasukan peroral dimulai, dan dilanjutkan diet sesuai toleransi. Berikan perawatan mulut Dehidrasi mengakibatkan bibir dan sering dengan perhatian mulut kering dan pecah-pecah. khusus pada perlindungan bibir Kolaborasi Pertahankan penghisapan Selang NG biasanya dimasukkan gaster pada pra operasi dan dipertahankan pada fase pasca operasi untuk decompresi usus, meningkatkan istirahat usus mencegah muntah. Berikan cairan IV dan Peritonium bereaksi terhadap iritasi elektrolit dan infeksi dengan menghasilkan sejumalah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit. 4. Kurang Pengetahuan tentang Kondisi, Pronosis dan Kebutuhan Pengobatan berhubungan dengan kurang sumber informasi. Tujuan : Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 30 menit klien dapat memahami prognosis dan kebutuhan pengobatan dengan kriteria : a. klien dapat memahami dan menyebutkan semua potensial infeksi yang mungkin terjadi. b. Klien dapat berpartisipasi dalam program pengobatan.
11

Intervensi Intervensi Berikan penkes mengenai pembatasan aktifitas pasca operasi, Dorong aktivitas toleransi dengan istirahat periodik sesuai periode Rasional Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitasnya tanpa menimbulkan masalah. Mencegah kelemahan, meningkatkan penyenbuhan, perasaan sehat, dan memudahkan kembali ke aktivitas normal Membantu kembali ke funsi semula, mncegah mengejan saat defekasi Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan. Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius.

Anjurkan menggunakan laksatif bila perlu dan hindari enema Disfungsikan perawatan insisi, termasuk penggantian baalutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema, adnya drainase, demam

12

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Lailatul Fitriyah. 2009. Askep Apendiktomi. http://lailatulfitriyah.wordpress.com/2009/10/27/hello-world/. Diunduh tanggal 6 September 2012. Pusva Juwita. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Klien Apendisitis. http://pusvahikari.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-padaklien-klien.html. diunduh tanggal 10 September2012. Lailatul Fitriyah. 2009. Askep Apendiktomi. http://www.scribd.com/doc/86893252/APENDIKSITIS. diunduh tanggal 10 September 2012

13

LAMPIRAN

14

You might also like