You are on page 1of 4

Definisi.

SOB (Short of Breathness) atau dyspnea ialah suatu kondisi dimana paru terasa tidak mendapatkan suplai oksigen yang cukup, penyebabnya dapat karena asma, tekanan darah paru yang tinggi, stress, cairan di paru, dan gangguan jantung (Chest, 2006) Atrial Fibrillation ialah takiaritmia supraventricular yang bercirikan tidak terkoordinasinya aktivasi atrial sebagai akibat gangguan fungsi mekanik dari atrial. Frekuensi atrium biasanya sangatlah cepat (400 sampai 600 beat/menit), Atrial gagal berkontraksi dan supraventrikular bergerak merangsang konduksi atrioventrikuler (AV) menghasilkan aktivasi ireguler dari ventrikel dengan frekuensi 120-180 beat/menit (Schwinghammer, 2009). Pada ECG, AF dideskripsikan sebagai penggantian secara konsisten gelombang P oleh osilasi yang cepat atau gelombang fibrilasi yang bervariasi baik ukuran, bentuk dan waktu yang berkaitan dengan Rapid Ventricular Respon (RVR) yang irreguler dan frekuen ketika AV teraktivasi (Fuster et al, 2001; Schwinghammer, 2009)

Etiologi dan patofisiologi Klasifikasi AF berdasarkan durasi timbulnya dan gangguan yang ditimbulkannya: (Bakhshi et al, 2006; Fuster et al, 2001)

Paroxysmal AF

AF dikategorikan paroxysmal bila episodenya berhenti dengan sendirinya dalam waktu kurang dari 7 hari dan biasanya kurang dari 24 jam.

Persistent AF

AF dikategorikan persisten bila gagal berhenti dengan sendirinya dalam waktu 7 hari. Episodenya dapat berhenti dengan spontan atau dapat berhenti dengan kardioversion.

Permanent AF

AF dikategorikan permanen bila aritmia yang terjadi terakhir lebih dari 1 tahun dan kardioversion tidak berhasil.

Faktor resiko terjadinya AF: Hipertensi, gagal jantung, IMA, gangguan katup jantung seperti mitral stenosis, mitral regurgitasi, post operasi jantung, chronic lung disease, emphysema, congestive heart dissease AF juga dapat diiinduksi beberapa keadaan seperti:

Alcohol Hipertiroid

AF terjadi pada 13% dari keseluruhan orang dengan overaktif kelenjar tiroid.

Obat-obatan

Obat-obatan yang menstimulasi jantung berkontribusi dalam perkembangan dari atrial fibrillation, termasuk didalamnya teofilin (yang digunakan untuk terapi asma atau chronic lung disease) dan juga kafein.

Gejala Klinis AF dapat simtomatik atau asimtomatik. Gejalanya sangat bervariasi tergantung dari kecepatan dari ventricular, status fungsional yang

mendasari, durasi AF, dan persepsi pasien secara individual. Kebanyakan pasien AF mengeluhkan palpitasi, nyeri dada, dyspnea, fatigue, sesak, short of breathness (Fuster et al, 2001; Schwinghammer, 2009)

Terapi Terapi AF diberikan dengan melihat jenis AF yang dialami pasien. (Bakhshi et al , 2006; Fuster et al, 2001; Khoo dan Lip, 2009) 1. Paroxysmal AF Tujuan terapi untuk paroxysmal AF : a. mengontrol ritme Pasien dengan atau tanpa gangguan jantung diterapi dengan beta bloker. Pasien dengan paroxysmal AF tanpa gangguan jantung yang gagal dengan beta bloker, dapat diberikan flecanide, propafenone, solatol atau amiodaron. Bila pasien juga

mempunyai gangguan fungsi ventricular atau coronary artery disease dan gagal dengan beta bloker, diberikan amiodaron. b. Mencegah terjadinya tromboemboli Diberikan antitrombus 2. Persisten AF Tujuan terapi untuk persisten AF: a. Mengontrol kecepatan,ditujukan untuk pasien dengan kondisi: Umur >65th, dengan coronary artery disease, kontraindikasi terhadap antiaritmia, tidak dapat dilakukan kardiokonversi, tanpa congestive heart failure. b. Mengontrol ritme, ditujukan untuk pasien dengan kondisi: Pasien muda, simtomatik, pertama kali AF dengan AF tunggal, pasien dengan congestive heart failure. Pada pasien persisten AF yang telah berhasil diterapi dengan kardioversi, dan tidak memiliki resiko kekambuhan tidak memerlukan antiaritmia untuk menjaga ritme sinusnya. Pasien persisten AF yang membutuhkan antiaritmia dan memiliki gangguan jantung struktural diterapi dengan beta bloker untuk terapi awal, bila kontraindikasi atau tidak efektif dengan beta bloker diberikan amiodaron. Untuk pasien tanpa gangguan jantung struktural diberikan beta bloker untuk terapi awal dan bila tidak efektif diberikan flecaninide/sotalol, bila masih belum berhasil baru diberikan amiodaron. Antitrombotik yang diberikan walfarin atau heparin (Bakhshi et al, 2006). 3. Permanen AF Tujuan terapi untuk permanen AF: a. mengontrol rate Terapi yang digunakan: beta bloker atau Ca antagonis monoterapi sebagai terapi awal. Digoksin diberikan sebagai monoterapi pada pasien dengan AF yang dominan untuk menetap. Bila terapi yang diberikan masih adekuat maka untuk mengontrol heart rate pada aktivitas normal diberikan beta bloker atau Ca antagonis bersama dengan digoksin, sedangkan untuk mengontrol baik pada aktivitas normal ataupun saat latihan ca antagonis dengan digoksin. b. Untuk pencegahan tromboemboli dan stroke Walfarin dengan dosis yang disesuaikan (target INR 2.0-3.0), bila walfarin tidak dapat diberikan maka diberikan aspirin 75-300mg/hari

You might also like