You are on page 1of 9

BIOAKTIVITAS EKSTRAK Agerathum conyzoidesz, Chromolaeana odorata, Aegle marmelos, dan Gliricidia sepium TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH

(Phytophthora palmivora) PADA TANAMAN KAKAO DI KABUPATEN BANTAENG

Rini Kartika, Sylvia sjam, Untung Surapati Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea Makassar

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan ekstrak dari bahan tanaman bandotan (Agertahum conyzoidesz), semak bunga putih (Chromolaena odorata), maja (Aegle marmelos), dan gamal (Gliricidia sepium) dilihat dari bioaktifitas metabolit sekunder. Pelaksanaannya sejak Oktober 2012 sampai Januari 2013 di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng. Pengamatan dilakukan setelah penyemprotan ekstrak dari bahan tanaman bandotan (Agertahum conyzoidesz), semak bunga putih (Chromolaena odorata), maja (Aegle marmelos), dan gamal (Gliricidia sepium) pada buah kakao yang dilakukan selama 6 kali, kemudian buah diamati setiap minggu. Penelitian ini menggunakan Analisis Sidik Ragam dan diuji lanjut dengan menggunakan Uji BNT, dengan lima perlakuan dan tiga ulangan pada setiap perlakuan terdiri dari enam pohon kakao. Penelitian ini terdiri dari lima tahap yaitu persiapan lahan, Pembuatan ekstrak dari bahan tanaman, percobaan lapangan, dan parameter percobaan dengan menghitung intensitas serangan Phytophthora palmivora. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Intensitas serangan penyakit P. palmivora terendah masingmasing sebesar 3,26 % (pada awal pengamatan) dan 22,08 % (pada akhir pengamatan) diperoleh pada aplikasi bandotan (Ageratum conyzoides) dengan konsentrasi 2,5 %. Kata kunci : Agertahum conyzoidesz, Chromolaena odorata, Aegle marmelos, Gliricidia sepium, Phytophthora palmivora Abstract This study aims to determine the effectiveness of extracts of plant material bandotan (Agertahum conyzoidesz), white flower bush (Chromolaena odorata), maja (Aegle Marmelos), and gamal (Gliricidia sepium) views of the bioactivity of secondary metabolites. Implementation from October 2012 to January 2013 in the District Tompobulu, Bantaeng District. Observations were made after spraying extracts of plant material bandotan (Agertahum conyzoidesz), white flower bush (Chromolaena odorata), maja (Aegle Marmelos), and gamal (Gliricidia sepium) in the cocoa pods done for 6 times, then the fruit was observed every week. This study uses Fingerprint Analysis of Variety and further tested using LSD test, with five treatments and three replications in each treatment consisted of six cocoa tree. This study consists of five stages: preparation of land, making extracts from plant materials, field trials, and the experiment parameters by calculating the intensity of Phytophthora palmivora attacks. These results indicate that the intensity of the disease P. Lowest palmivora respectively 3.26% (at the beginning of observation) and 22.08% (at the

end of the observation) obtained on application bandotan (Ageratum conyzoides) with a concentration of 2.5%. Key words : Agertahum conyzoidesz, Chromolaena odorata, Aegle marmelos, Gliricidia sepium, Phytophthora palmivora

PENDAHULUAN Pengembangan kakao di Indonesia pada tahun 2010 sudah mencapai areal seluas 1.677.254 ha yang sebagian besar 95% dikelola oleh perkebunan rakyat. Areal kakao tersebut tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan sentrasentra produksi berada di wilayah Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah. Total produksi kakao di kawasan tersebut mencapai lebih dari 440.997 ton (60%) dari produksi kakao nasional sebesar 712.229 ton. Pengusahaan kakao tersebut akan menggerakkan perekonomian berbasis masyarakat pedesaan dengan beberapa keunggulan komparatif dibandingkan komoditas perkebunan lainnya sehingga dinilai akan sangat strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani, khususnya di kawasan yang tertinggal (statistik Direktorat Jenderal Perkebunan). Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan dan merupakan komoditas ekspor penting di Indonesia, namun pengembangannya secara luas masih menghadapi hambatan antara lain oleh adanya serangan hama dan penyakit. Beberapa jenis penyakit dapat menyerang tanaman kakao, akan tetapi yang sangat penting dan penyebarannya sangat luas adalah penyakit busuk buah atau black pod rot yang disebabkan oleh Phytophthora. Sekurang-kurangnya terdapat tujuh spesies Phytophthora yang teridentifikasi di lapang, akan tetapi ahli mikologi sekarang ini mengkarakterisasi empat spesies utama yang menginfeksi kakao yaitu P. palmivora, P. megakarya, P. capsici dan P. citrophthora (Evan & Priori, 1987). Produktivitas kakao di Sulawesi Selatan cenderung menurun dari tahun ke

tahun. Luas lahan yang ditanami kakao sebesar 262.562 ha, dengan tingkat produktivitas 427 kg/ha. Rendahnya produktivitas ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain banyaknya tanaman tua tidak produktif, bahan tanam berkualitas rendah, sistem pemeliharaan yang belum optimal, serta gangguan hama dan penyakit tanaman. Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora merupakan penyakit utama tanaman kakao saat ini di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gejala serangan penyakit ini adalah buah kakao mempunyai bercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari pangkal buah. Intensitas serangan patogen ini dapat mencapai 85% pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, dan dapat menyebabkan kerugian hasil lebih dari 2040%, dan kematian pohon lebih dari 10% per tahun (Beding at. al., 2002; Flood et. al., 2004; Pawirosumardjo dan Purwantara, 1992 dalam Sulistyowati et. al., 2003; Sukamto, 2003). Demikian pula di Sulawesi Selatan, intensitas penyakit ini berkisar 25-50% pada musim kemarau dan dapat mencapai 60% pada musim hujan, dengan kerugian hasil mencapai 40%. Penggunaan pestisida nabati merupakan salah satu teknologi dari pengendalian hama penyakit tumbuhan. Pestisida nabati ini dibuat dari bahan alami yang mudah terurai dan tidak mencemari lingkungan, serta relatif aman bagi manusia dan ternak. Meskipun dalam waktu yang cukup lama, pemakaian insektisida secara teratur dapat menekan perkembangan penyakit dan serangan hama pada buah. Sifat dari penggunaan insektisida nabati yaitu dapat membunuh, menarik, atau menolak serangga sehingga siklus ekosistem tetap terjaga.

Bahan alami yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari alam lingkungan, yaitu berupa tanaman yakni bandotan (Agertahum conyzoidesz), kirinyu (Chromolaena odorata), maja (Aegle marmelos), dan gamal (Gliricidia sepium). Hal itu disebabkan karena beberapa tanaman mengandung senyawasenyawa kompleks yang dapat mengganggu siklus pertumbuhan serangga, sistem pencernaan, atau mengubah perilaku serangga. Bandotan (Agerathum conyzoidesz) memiliki senyawa metabolit sekunder dengan kandungan kimia berupa terpenoid dan fenolik yang mempunyai kemampuan bioaktivasi antimikroba sebagai mekanisme perlindungan dari penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Tanaman ini juga memiliki zat bioaktif seperti alkaloid, coumarin, flavanoid, chromene, benzofuran, sterol, dan terpenoid yang memiliki potensi sebagai fungisida (Kamboj and Saluja, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Raja et al. (1987) menunjukkan bahwa ekstrak metanolik daun segar A. conyzoides (250 dan 550 ppm) memperlihatkan penurunan juvenil instar ke 4 hama sorgum chilo partellus Swinh. (Lepidoptera: Pyralidae) berpotensi mengendalikan larva Spodoptera litura (Balfas dan Willis, 2009). Semak bunga putih (Chromolaena ordonata) mengandung senyawa steroid, alkaloid, flavonoid, tannin, lactone, diterpene, dan saponin (Prasad, et al., 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Ilondu (2011) menunjukkan adanya potensi C. odorata menghambat perkembangan cendawan patogenik penyebab busuk buah pada pepaya (Carica papaya L.). Aktivitas mikroba berpotensi sebagai pengendalian hama. Maja (Aegle marmelos) memiliki kandungan kimia yang berpotensi sebagai antibakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri. Menurut Hutapea (1993), kandungan kimia yang ada pada daun, batang dan buah maja adalah

polifenol dan saponin. Menurut Ogbuagu (2008), kandungan kimia yang ada dalam daging buah maja (C. cujete L.) diantaranya adalah senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin. Nurhayati (2008), melakukan uji antibakteri menggunakan ekstrak basah buah Majapahit (C. cujete L.) dengan metode dilusi dan hasil uji aktivitas terhadap bakteri Shigella dysenteriae dan Escherichia coli mampu membunuh pada konsentrasi 100%. Gamal (Gliricidia sepium) mempunyai senyawa aktif yang bersifat insektisida, rodentisida dan bakterisida. Pada tanaman gamal terkandung senyawa kumarin dan senyawa fenolat yang lain. Penggunaan bahan-bahan tersebut di fermentasi sehingga fungsinya sebagai fungisida karena adanya zat bioaktif yang muncul di sekitar permukaan ekstrak tersebut. Dengan memanfaatkan metabolit sekunder dan mikroba dari zat bioaktif ini, diharapkan ekstrak ini mampu mengendalikan serangan busuk buah pada tanaman kakao. Hal inilah yang belum banyak dilakukan masyarakat dalam mengendalikan serangan penyakit P. palmivora pada tanaman kakao. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di pertanaman kakao milik petani di Kelurahan Banyorang Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, berlangsung awal bulan Oktober 2012 Januari 2013. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hand sprayer, ember, toples, saringan, label, tali rapia, dan jirgen. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun A.conyzoides L. 250 gr, daun C.ordonata 250 gr, daun maja 250 gr, daun gamal 250 gr, gula merah 2 kg, dan bahan perekat (Tepol).

Metode Pelaksanaan Persiapan Lahan Pertanaman kakao yang akan diteliti terlebih dahulu diberi label sebagai penanda perlakuan. Terdapat 5 perlakuan dimana masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Pada tiap ulangan terdiri dari 6 tanaman kakao. Jumlah keseluruhan tanaman yang diteliti sebanyak 90 tanaman. Dari tiap tanaman, buah kakao diberi tanda dengan menggunakan tali rapia. Percobaan ini dianalisis dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK). Rancangan tersebut terdiri dari : 1. Ko = Tanpa perlakuan (Kontrol). 2. Ag = fungisida dari ekstrak daun 250 g/l. 3. Ch = fungisida dari ekstrak daun Chronomela 250 g/l. 4. Mj = fungisida dari ekstrak daun maja 250 g/l. 5. Gm = fungisida dari ekstrak daun gamal 250 g/l. Pembuatan Ekstrak Daun Agerathum conyzoides L, daun Chromolaena ordonata, daun Aegle marmelos, daun Gliricidia sepium masingmasing diambil sebanyak 250 gram di lapangan. Kemudian dipotong kecil-kecil dan dikering anginkan, lalu dimasukkan kedalam toples yang berisi 1 liter air gula, kemudian diaduk sampai potonganpotongan daun tersebut terendam. Setelah terendam, toples ditutup dengan rapat dan dibiarkan selama 10 hari, kemudian disaring. Sebelum dilakukan penyemprotan, ekstrak yang telah jadi ditambah air sebanyak 9 liter agar mencapai konsentrasi 2,5 % dan tepol sebanyak 10 mL sebagai bahan perekat. Percobaan Lapangan Masing-masing ekstrak tanaman dengan konsentrasi 2,5 % diaplikasikan terhadap buah yang terinfeksi penyakit Phytophthora palmivora. Pengaplikasian

ini dilakukan menggunakan sprayer dengan cara menyemprotkan pada buah yang terserang. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari atau siang hari, agar terhindar dari sinar matahari. Hal ini dilakukan tiap minggunya, sebanyak 6 kali pengaplikasian. Untuk tahap awal, sebelum dilakukan penyemprotan buah diamati terlebih dahulu sebagai pengamatan pertama. Untuk tahap selanjutnya, pengamatan dilakukan dengan menghitung populasi penyebarannya berdasarkan keefektifan ekstrak yang telah disemprotkan. Parameter Pengamatan Cara menghitung intensitas serangan penyakit busuk buah kakao adalah memberi skoring pada buah yang diamati, dengan menggunakan nilai skala sebagai berikut: Nilai Skala Tingkat Kerusakan Buah (%) 0 Tidak ada gejala serangan 1 > 0 25 2 > 25 30 3 > 50 75 4 > 75 Untuk menghitung intensitas serangannya, maka hasil pengamatan nilai skala disubtitusikan ke dalam rumus : ( ) = 100 % Keterangan: I = Intensitas serangan U = tanaman yang terserang untuk setiap tingkat kerusakan daun, V = Nilai skala dari setiap tingkat kerusakan daun Z = nilai skala tertinggi N = jumlah buah yang diamati. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Intensitas Serangan Phytophthora palmivora

Hasil sidik ragam menunjukkan aplikasi dari 5 perlakuan berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. palmivora

pada setiap periode pengamatan engamatan disajikan pada grafik dibawah ini. Grafik Rata-Rata Rata Tingkat Intensitas Serangan Phytoptora palmivora (%)
Rata-Rata Rata Intensitas Serangan Phytophthora palmivora (%)
Agerathum (Ag) Chromolaena (Ch) Maja (Mj) Daun Gamal (Gm) Kontrol (Ko)

Persentase Intensitas

80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00

Hasil uji BNT 5% pada semua waktu pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan bandotan (A. conyzoides) berbeda nyata dengan perlakuan semak bunga putih (C.odorat), maja (A. marmelos) dan kontrol. Tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan gamal (G. Sepium). Perlakuan semak bunga putih (C.odorat), maja (A. marmelos), gamal (G. Sepium) dan kontrol juga tidak berbeda nyata pada semua waktu pengamatan. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan bandotan (A. conyzoides) berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan Phytophthora palmivora. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan bandotan (A. conyzoides) berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan P. palmivora selama waktu pengamatan minggu ke I, II, III, II, IV, V, dan VI. Hal ini ditunjukkan dengan adanya serangan penyakit busuk buah yang ditandai gejala bercak berwarna kelabu kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak mengandung air yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam. Bagian buah menjadi busuk dan biji pun turut membusuk. Pembentukan spora

terlihat dengan adanya warna putih di atas bercak hitam yang telah meluas. Pada temperatur 27,5 sampai 30o C pertumbuhan spora ini sangat cepat. Infeksi P. palmivora dicirikan dengan adanya bercak berwarna coklat yang mulai dari bagian mana saja. Jaringan yang tidak terinfeksi tampak jelas dan dibatasi oleh permukaan kasar, tetapi bercak dapat berkembang dengan cepat dan seringkali menampakkan pembusukan yang menyeluruh h dan berwarna hitam. Pertumbuhan cendawan pada bagian bagianbagian luar kakao lebih cepat, tetapi infeksi yang menyeluruh dapat menyebabkan kerusakan pada biji biji. Hal tersebut sesuai dengan Naim (2004) bahwa senyawa-senyawa metabolit sekunder yang dikandung dal dalam tanaman bandotan (A. conyzoides) berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tanaman terhadap serangan mikroorganisme, insektisida, dan herbivora. Calle et al., (1990) setelah berhasil mengisolasi senyawa golongan kromen (prekosen I dan prekosen II) dari ekstrak kstrak petroleum eter A. conyzoides yang dapat menghambat hormon juvenil dalam serangga. Borthakur dan Baruah (1987), diacu dalam Utami dan Robara (2008) berhasil mengisolasi prekosen II dari ekstrak heksana pucuk daun A.conyzoides yang memiliki aktivitas antijamur. Sebagaimana data pengamatan yang terdapat pada tabel 5 memperlihatkan bahwa perlakuan bandotan (A. conyzoides) memberikan intensitas serangan P.palmivora paling rendah dibandingkan dengan semua perlakuan lainnya pada semua waktu pengamatan. Pad Pada pengamatan minggu ke I intensitas serangan hanya mencapai 3,26 %, pada pengamatan minggku ke II hanya mencapai 3,43 %, pada minggu ke III hanya 5,12 %, minggu ke IV hanya 7,72 %, minggu ke V hanya 15, 07 %, dan pada minggu ke VI hanya 22,08 %. Hal ini diduga fungisida sida dari ekstrak daun bandotan (A. conyzoides) telah mengalami proses adaptasi terhadap berbagai faktor

fisik dan biofisik yang berkaitan dengan kemampuan dan viabilitas jasad mikroba tersebut bila dibandingkan dengan mikroba dari ekstrak lainnya. Daya bunuh ekstrak daun bandotan (A. conyzoides) sangat tergantung pada konsentrasi, tingkat virulensi, dan sifat kandungan kimia (metabolit). Sifat yang penting adalah kepolaran dan gugus polar pada senyawa ekstrak seperti gugus OH, COOH, dan juga gugus fungsi lainnya. Dengan mengetahui sifat metabolit yang akan diekstraksi, maka dengan mudah dapat dipilih pelarut yang sesuai berdasarkan kepolaran metabolit dan pelarut. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non-polar akan larut dalam pelarut non-polar (Harvey 2000). Efektifitas mikroba yang dapat menghambat atau membunuh serangan P.palmivora dilihat dari tinggi rendahnya konsentrasi. Efektifitas tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa mikroorganisme (bakteri), suhu, waktu inkubasi, jenis, jumlah, dan umur bakteri, serta sifat kimia substrat seperti pH dan kadar air. Brock dan Madigan (1991) menyatakan bahwa pengaruh komponen terhadap sel bakteri dapat menyebabkan kerusakan sel yang berlanjut pada kematian. Kerusakan sel yang ditimbulkan antibakteri dapat bersifat mikrosidal (kerusakan bersifat tetap) atau mikrostatik (kerusakan yang dapat pulih kembali). Menurut Pelczar dan Chan (1986), penghambatan aktivitas bakteri dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gangguan pada senyawa penyusun dinding sel, penghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, penghambat sintesis sel bakteri, dan penghambat sintesis asam nukleat. Pengendalian serangan P. palmivora memerlukan waktu beberapa hari setelah fungisida di aplikasikan (Anonime, 2013). Hal ini terjadi karena fungisida dan P. palmivora mempunyai hubungan spesifik yang bersifat biologis yang sangat dipengaruhi oleh sifat

inokulum. Umunya peran inokulum yang terjadi pada tanah dan akar berperan sebagai berperan sebagai sumber inokulum primer yang memberikan inokulum infektif pada awal musim hujan untuk mulainya epidemi busuk buah; sedangkan buah dan bagian kanopi yang sakit berperan sebagai sumber inokulum sekunder dan berhubungan langsung dengan kehilangan hasil (Pereira, 1995). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Aplikasi perlakuan bandotan (A. conyzoides) berbeda nyata dengan perlakuan semak bunga putih (C.odorat), maja (A. marmelos) dan kontrol. Tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan gamal (G. Sepium). Perlakuan semak bunga putih (C.odorat), maja (A. marmelos), gamal (G. Sepium) dan kontrol juga tidak berbeda nyata pada semua waktu pengamatan. 2. Intensitas serangan penyakit Phytophthora palmivora terendah masing-masing sebesar 3,26 % (pada awal pengamatan) dan 22,08 % (pada akhir pengamatan) diperoleh pada aplikasi bandotan (Ageratum conyzoides). Saran Untuk mempermudah dalam pengamatan, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui perkembangan serangan penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora) pada tanaman kakao dengan menggunakan pestisida dari bahan nabati lainnya yang aman terhadap ekosistem.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Soemarto, S; Amir; Anida Rahayu; Woro Angraitoningsih; Yuyuk

Rahayuningsih; 1984. Pengaruh Samping Pestisida Terhadap Hewan Invertebrata Bukan Sasaran Dalam Aspek Pestisida Di Indonesia Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Bogor. Hal 64 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian IAARD, 2007. Feromon Exi. Diunduh dari http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/p3212025. pdf. (11 April 2013).

Direktorat Jendral Perkebunan, 2006. Pedoman Teknis Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) pada Tanaman Kakao. Departemen Pertanian, Jakarta. Hal. 3-9. Departemen Perindustrian, 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Departemen Perindustrian, Jakarta. Hal. 5-8. Departemen Pertanian, 1997. Baku Operasional Pengendalian Hama Terpadu Penggerek Buah Kakao. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, Jakarta. Hal. 3-8. Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2003. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Edisi Ketiga. Bagpro PHT-PR Pusat, Jakarta. Hal. 4-11. Fatahuddin. 2011. Kumpulan bahan kuliah pestisida dan aplikasinya. Tidak dipublikasikan Haryati, S., dkk. 2004. Pemanfaatan Ekstrak Gulma Siam Untuk Mengendalikan S. Exigua Pada Pertanaman Bawang merah di Kretek Bantul. Program Kreativitas Mahasiswa. UGM. Yogyakarta. Kamboj, A and Saluja, A.K. 2008. Agerathum conyzoides L.: A review on its phytochemical and pharmacological profile. Int. Journal of green pharmacy vol 2(2): 59-68. http://www.greenpharmacy.info. Diakses pada tanggal 26 April 2013. Kardinan, A. 2000. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Bogor.

Borror, D. J., C. A. Triplehorn, N. F. Johnson, 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam, Terjemahan Soetiyono Partosoedjono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Daha, L. 2002. The Role of Ants On Infestation by Cocoa Pod Borer, Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillaridae) on Smallholding Cocoa Plantation in Dolago,Parigi, Central Sulawesi. Agritrop 21(3): 108-111. Depparaba, F. 2002. Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) dan Penaggulangannya. Jurnal Litbang Pertanian 21(2): 6973. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 1992. Baku Operasional Pengendalian Hama Terpadu Penggerek Buah Kakao, Jakarta. Hal. 2-7. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004. Statistik Perkebunan Indonesia (Kakao) 2001-2003. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian, Jakarta. Hal. 5-10.

Kutaraja. 2009. Pengaruh Pestisida Terhadap Tanaman. Serambi News, Indonesia. Hal 61-62. Martono, E. 1994. Melawan Hama dengan Makanannya. Menggali Potensi Insektisida Nabati di Indonesia. Disampaikan pada Pertemuan tentang Pemanfaatan Agensia Hayati dan Pestisida Nabati sebagai Sarana Pengendalian Populasi OPT. Jawa Timur, 22-24 November 1994. Mustafa, 2005. Pengkajian Tentang Efektifitas Dan Efisiensi Beberapa Metode Pengendalian Penggerek Buah Kakao (Conomorpha Cramerella) (Lepidoptera : Gracillariidae) Disertai. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar

Siregar,

Tumpal H.S. dkk, 2000. Budidaya, Pengelolaan, dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, T.H.S.; Riyadi, S dan L. Nuraeni. (1998). Budidaya, Pengelohan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. 169 hal. Soekardi, M; Anwar Said; Dandi Soekarna. 1984. Sifat-Sifat Dan Aplikasi Pestisida Yang Kompatibel Dengan Konsep Pengelolaan Hama Dalam Aspek Pestisida Di Indonesia. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Bogor. Hal 264-266 Soemangun, H., 1971. Penyakit-penyakit Tanaman Pertanian di Indonesia. Gadjah Madah University Press. 463 hal. Success Project Sulawesi. Pengenalan Gejala Serangan dan Pengendalian Hama PBK.PT. Comextra Majora, ACDI/VOCA and Nestle. Sujana, 2001.Metode Statistika. Tarsito, Bandung.Thorold, C. A., 1973. Bacterial and Fungal Diseases of Plant in The Tropics. University of Florida Press, Gainevill. Pp.89102. Tarumingkeng, R. C. 1992. Pestisida, Sifat, Dan Mekanisme Kerja Dan Dampak Penggunaanya. Penerbit Ukrida, Jakarta. Hal 10-12, 17. Temmarola B, dan Sylvia Sjam. 2004. Pengujian Beberapa Konsentrasi Ekstrak Buah Maja untuk Mengurangi Intensitas Penggerek Buah Kakao (Conophomorpha cramerella). Jurusan Hama dan

Nasution, U., 1984. Pengamatan Berbagai Jenis Tumbuhan Penutup Tanah Kacangan Di Perkebunan Karet. Berkala Penelitian P4TM. No. 9. Tanjung Morawa. Prayogo, Y., dkk. 2005. Prospek cendawan entomopatogen Metarhizium anisopliae untuk Mengendalikan Ulat Grayak Spodoptera Litura Pada Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian, 24 (I). Prijono, D., 2003. Teknik Ekstraksi, Uji Hayati, Dan Aplikasi Senyawa Bioaktif Tumbuhan, Departemen Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian IPB Bogor. Prijono, D dan Triwidodo, H. 1993. Pemanfaatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor, 1-2 Desember 1993 : 76-85.

Penyakit Tumbuhan,Universitas Hasanuddin. Untung, K. 1993. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 180, 221214Untung, K. 1993. Pengendalian Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 180, 221-214 Wardojo, S. (1981). Metode Pengamatan Penggerek Buah Coklat.

Prosiding Lakakarya Hama Penggerek Buah Coklat. Tanjung Morawa, 16 Pebruari 1981. Hal. 54-67. Wignyosoemarto, S. (1981). Beberapa Sistem Pengendalian Hama pada Budidaya Coklat. Prosiding Lakakarya Hama Penggerek Buah Coklat. Tanjung Morawa, 16 Pebruari 1981. Hal. 29-50.

You might also like