You are on page 1of 140
_BUDI DAYA {_Produksi dan Konsumsi__ 16 @ \__Klasifikasi Tanaman Cokelat & 24 A_Sistematika 2 BJenis C. Bagian-Bagian Tanaman 31 (__Syarat Tumbuh_ 38 A. Curah Hujan 39 B._Temperatur 40 C_SinarMatahari AD B._ Memilih Biji 52 C._ Tipe Percabangan 53 |__Pohon Pelindung 54 A. Manfaat Pohon Pelindung 55 B. Jenis Pohon Pelindung 57 C._Bikultur dan Penjarangan Pohon Pelindung 59 _Persiapan Penanaman 61 A. Jadwal Pekerjaan 61 B. Pembersihan Areal 64 C._Persiapan Areal 66 1 Penebar Swadaya FE soa Penebar Swadaya D._JarakTanam —____________68 —PolaTanam F, Pemancangan, Teras, dan Jalan Afdeling a PengelolaanPembibitan 7s ‘A. Pembibitan Pohon Pelindung Tetap 76 8._Pembibitan dengan Biji 78 C. Pembibitan dengan Setek 81 D._BahanTanam Okulasi _______83 E. Pembibitan dengan Teknik Sambung 85 @ (__Penanaman dan Pemeliharaan 88 A. Penanaman 88 B,_Pemangkasan 89 C._Pemupukan 95 D._Pengendalian Gulma 96 @B (__ Hama dan Penyakit 98 A. Hama 98 B._Penyakit 10 B |__Panen dan Pengolahan 119 A. Panen 120 8. Pengolahan 123 C. Pemanfaatan Limbah 130 BS (Analisis Usaha 131 A. Koefisien Teknis 132 B. Analisis Keuangan 133 ®B |__ Perdagangan Cokelat 145 A. Pemasaran 145 B._Ekspor 147 C. Impor 149 Daftar Pustaka 153 PRAKATA ersoalan perkebunan cokelat di Indonesia bukan saja mengenai keterbatasan areal, tetapi masih dominannya tanaman tua dengan produktivitas rendah. Akibatnya, pangsa pasar dunia masih belum dapat ditingkatkan pasokannya oleh cokelat Indonesia. Pada aspek mutu biji cokelat, Indonesia juga masih menghadapi masalah sehingga belum dapat mengungguli biji cokelat asal Afrika atau Amerika Selatan. Hal yang paling mendasar tampaknya masih terbatasnya pedoman teknis yang lebih menyatu. Acapkali pedoman teknis masih merupakan satu paket saja dari suatu sistem pengelolaan kebun cokelat. Padahal, bukan tidak sedikit kemajuan yang ditemukan melalui penelitian maupun pengalaman praktis para pekebun dapat dijadikan acuan dalam budi daya cokelat. Atas dasar itulah, penulis menyusun buku ini. Uraian-uraian yang terdapat di dalam buku ini kiranya dapat dijadikan sebagai pedoman teknis umum. Bukan tidak mungkin diperlukan modifikasi yang sifatnya Penebar Swadaya eS kondisional, misalnya atas dasar pertimbangan agroklimat dan biaya. Bilamana pada bab-bab awal buku ini terdapat pembahasan yang semi-ilmiah, semata-mata dimaksudkan untuk mengajak kita bersama mengenal cokelat sebagai tanaman yang membutuhkan pengelolaan. Akhir kata, penulis mengharapkan masukan baru agar kelak dapat lebih menyempurnakan buku ini. Yang jauh lebih penting lagi, penulis tetap berharap keberadaan perkebunan cokelat di Indonesia dapat semakin ditingkatkan. Penulis 4 be Penebar Swadaya Potensi Tanaman Cokelat Pees cokelat dapat dilihat dari segi luas areal pertanaman maupun sumbangannya kepada negara sebagai komoditas ekspor. Hingga tahun 2006, luas perkebunan cokelat di Indonesia 1,19 juta ha, dengan komposisi 92,8% merupakan perkebunan rakyat dengan rata-rata pertumbuhan perluasan areal 7,4% per tahun. Perluasan areal ini bertujuan untuk memanfaatkan sumber dayaalam, memenuhi konsumsi dan memperoleh devisa ekspor, serta meningkatkan pendapatan produsen biji cokelat. Hanya 70% dari luasan tersebut merupakan tanaman produktif karena secara umum tanaman cokelat di Indonesia berusia di atas 25 tahun. Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama Komoditas biji cokelat menduduki tempat yang sejajar dengan komoditas perkebunan lainnya, seperti kelapa sawit dan karet. Cokelat memiliki potensi yang sangat baik untuk dibudidayakan | Penebar Swadaya cokelat dunia apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan cokelat dapat diatasi dan agribisnis cokelat dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup luas untuk pengembangan cokelat, yaitu lebih dari 6,2 juta ha. Daerah yang memiliki lahan potensial untuk tanaman cokelat adalah Papua, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Sulawesi Tenggara. Di samping itu, kebun yang telah dibangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena potensi produktivitas rata- rata saat ini kurang dari 50%. Saat ini, perluasan areal perkebunan cokelat terus berlanjut, walaupun tidak sebesar kurun waktu 1985—1995. Laju perluasan rata-rata di atas 20% per tahun. Pada periode 1995—2002, rata-rata pertumbuhan perluasan perkebunan cokelat hanya 7,5% per tahun. Pada periode 2005—2010, areal perkebunan cokelat diperkirakan tumbuh dengan laju 2,5% per tahun. Dengan demikian, total areal perkebunan cokelat diharapkan mencapai 1.105.430 ha dengan Perbaikan teknik budi daya cokelat. Ditujukan untuk menemukan periode penanaman yang efisien dengan sasaran produksi maksimum 6 Penebar Swadaya PERBAIKAN POLA DAN TEKNIK BUD! DAYA DIHARAPKAN DAPAT MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN COKELAT total produksi 730.000 ton. Pada periode 2010—2025, diproyeksikan pertumbuhan areal perkebunan cokelat Indonesia berlanjut dengan laju 1,5% per tahun sehingga total arealnya mencapai 1.354.152 ha pada tahun 2025 dengan produksi 1,3 juta ton. Sejalan dengan proyeksi tersebut, berbagai usaha telah dilaksanakan untuk perkebunan cokelat. Perbaikan teknik budi daya pada akhirnya akan membawa manfaat besar dalam rencana tersebut. Teknik pembibitan yang efisien, usaha mendapatkan bahan tanam unggul melalui hibridisasi, metode pemangkasan untuk membentuk habitat yang baik, pengaturan jarak tanam, maupun usaha perlindungan terhadap hama dan penyakit ditujukan kepada ditemukannya suatu periode penanaman dan pemeliharaan cokelat yang efisien dengan sasaran produksi maksimum. Teknik pendederan biji dan umur kecambah untuk dipindahkan ke polibag, misalnya, telah menghasilkan suatu teknik penyediaan bahan tanam dengan persentase biji afkir di bawah 20%. Demikian juga kajian tentang jarak antar polibag di dalam pembibitan telah menghasilkan sejumlah polibag yang maksimum pada suatu areal pembibitan tanpa mengurangi mutu bibit. Hal yang sama juga telah diperoleh pada penyediaan bahan tanam secara vegetatif yang berguna untuk mempertahankan sifat-sifat genetis. Teknik-teknik okulasi di dalam polibag, penyusuan (grafting), maupun penyetekan merupakan teknik yang besar manfaatnya dalam budi daya cokelat. Dalam bidang pemuliaan, hibridisasi untuk memperoleh bahan tanam unggul juga merupakan suatu teknik yang tidak kalah pentingnya. Penggunaan bahan tanam Upper Amazone Hybrids maupun klon-klon terpilih hasil seleksi telah menetapkan bahan tanam yang cepat berbuah, tinggi produksinya, dan tahan terhadap hama dan penyakit tertentu. Yang tidak kalah pentingnya adalah usaha untuk mendapatkan bahan tanam unggul melalui kultur 7 Penebar Swadaya jaringan sehingga waktu yang cukup lama untuk program pemuliaan dapat dipersingkat. Cokelat membutuhkan pemangkasan secara periodik dalam rangka pembentukan habitat yang baik dan untuk mendapatkan produksi yang tinggi. Pengalaman dari banyak pekebun cokelat menunjukkan bahwa tidak terdapat suatu metode baku dalam pemangkasan. Namun, hal itu tidak berarti bahwa pendekatan teknis diabaikan. Usaha-usaha untuk menentukan bagian cabang cokelat yang dipangkas, bentuk pemangkasan, serta jangka waktu pemangkasan yang ideal terus dilaksanakan. Dengan demikian, saat ini disepakati untuk pemangkasan cabang sekunder atau tersier yang tumbuh kurang dari 40 cm dari pangkal cabang tempat tumbuhnya. Usaha-usaha yang sama juga dikaji terhadap pemangkasan pohon pelindung sehingga fungsinya bagi cokelat tetap dipertahankan. Sebagai tanaman yang membentuk tajuk, persoalan jarak tanam juga menjadi bagian dari budi daya cokelat. Penerapan jarak tanam terbaik pada akhirnya akan menghasilkan populasi per satuan luas yang optimum dengan produksi maksimum. Jarak tanam 4 m x 2m, 3 mx 3m, atau 2,5 mx 3,3 m masih merupakan alternatif ditinjau dari populasi per satuan luas, produksi bahan tanam yang digunakan, serangan hama atau penyakit, serta penggunaan pohon pelindung. Hal yang sama juga didapatkan pada bidang pengolahan hasil modifikasi bak fermentasi, usaha mempercepat proses fermentasi melalui penambahan ragi, penggunaan sinar matahari dalam pengeringan biji, maupun proses pengolahan biji tanpa melalui pencucian. Usaha ini diharapkan dapat menghasilkan mutu biji cokelat yang baik sehingga tidak mengurangi nilai jualnya. Teknik pengolahan hasil juga merupakan suatu langkah efisiensi penggunaan bahan bakar. Demikian pula pemanfaatan kulit tongkol maupun cairan pulp telah membuka peluang bagi penambahan nilai dari cokelat sebagai penghasil biji. & Penchar Swadaya Dalam bidang perlindungan hama dan penyakit, beberapa teknik pengamatan maupun pengendalian telah berhasil menekan kerugian yang ditimbulkan hama dan penyakit. Metode pengamatan early warning system (EWS), di samping efektif dalam pengamatan juga efisien dalam penggunaan pestisida. Akan tetapi, masalah hama dan penyakit masih merupakan bagian dari budi daya cokelat yang belum ditemukan teknik- teknik terbaru. Penanggulangan penyakit vascular streak dieback (VSD), misalnya, dinilai belum efektif karena harus memotong sejumlah cabang. Demikian juga usaha penanggulangan Helopeltis sp. yang dikhawatirkan turut memusnahkan serangga penyerbuk. Teknik perlindungan hama dan penyakit pada tanaman cokelat. Menggunakan metode early warning system Penebar Swadaya a Tahun 2010 tercatat sebagai tahun ke-89 masuknya cokelat ke Indonesia. Hal ini berkaitan dengan usaha pemuliaan yang pertama di Indonesia pada tahun 1921. Tanaman cokelat terus mengalami perkembangan, baik luas areal tanam maupun kualitas biji 10 Penebar Swadaya Sejarah Cokelat di Indonesia D: CJJ. Van Hall adalah orang yang pertama kali mengadakan_ seleksi terhadap pohon induk di Djati Renggo dan Getas. Kedua nama kebun tersebut digunakan untuk menamakan beberapa klon cokelat jenis Criollo yang sampai saat ini masih digunakan dengan kode DR dan G berbagai nomor. Namun, catatan-catatan sejarah memberi petunjuk kuat bahwa cokelat telah diperkenalkan di Indonesia beberapa abad sebelumnya. A. Sebelum Kemerdekaan Walaupun bubuk cokelat telah dikenal sebagai pencampur minuman oleh bangsa Indian, suku Maya, di Amerika Tengah sejak abad sebelum masehi, tetapi baru abad ke-15 biji cokelat mulai diperkenalkan di bagian dunia lain. Dengan kegunaannya sebagai upeti atau alat barter bernilai tinggi, biji cokelat sebagai pencampur minuman diperkenalkan kepada bangsa Spanyol. Bersamaan dengan diperkenalkannya biji cokelat tersebut, usaha pengembangan penanaman cokelat dirintis oleh bangsa Spanyol ke Benua Afrika dan Asia. Di Afrika, cokelat diperkenalkan pada abad ke- 15 dengan daerah penanaman, terutama di Nigeria, Pantai Gading, dan Kongo. Pada waktu yang bersamaan, cokelat diperkenalkan pula di Asia, terutama di daerah-daerah yang berdekatan dengan Kawasan Pasifik. Cokelat yang diperkenalkan pada tahun 1560 di Sulawesi Utara berasal dari Filipina. Jenis yang pertama kali ditanam adalah Criollo, yang oleh bangsa Filipina diperoleh dari Venezuela. Produksi cokelat ini relatif rendah dan peka terhadap serangan hama dan penyakit, tetapi rasanya enak. Pada tahun 1806, usaha perluasan cokelat dimulai lagi di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penanaman dilaksanakan di sela-sela areal perkebunan kopi. Pada tahun-tahun selanjutnya, didatangkan lagi jenis cokelat yang lain, mengingat kelemahan cokelat jenis Criollo. Awal penggunaan cokelat. Sebagai upeti atau alat barter bernilai tinggi ao o°® 11 Penebar Swadaya Didatangkannya jenis cokelat lain juga didasarkan atas usaha-usaha pemuliaan yang giat dilaksanakan saat itu. Dr. CJ.J.Van Hall, MacGillvray, dan Van Der Knaap adalah peneliti-peneliti yang giat melakukan seleksi untuk mendapatkan bahan tanam unggul maupun klon induk pada awal pertanaman cokelat di Indonesia. Pada tahun 1914, misalnya, MacGillvray telah menulis buku mengenai cokelat, kemudian ditulisnya lagi pada tahun 1932 sebagai edisi kedua. Tahun 1888 diperkenalkan bahan tanam Java Criollo asal Venezuela yang bahan dasarnya adalah cokelat asal Sulawesi Utara sebagai bahan tanam tertua untuk mendapatkan bahan tanam unggul. Sebelumnya, pada tahun 1880, juga diperkenalkan bahan tanam jenis Forestero asal Venezuela untuk maksud yang sama. Dari hasil penelitian saat itu, direkomendasikan bahan tanam klon-klon DR, KWC, dan G dengan berbagai nomor. Se Perkembangan cokelat di Jawa. Didorong oleh meluasnya penyakit karat daun kopi sehingga areal pertanaman kopi musnah dan digantikan oleh cokelat 12 Penebar Swadaya Sejalan dengan itu, pengembangan pertanaman cokelat di Indonesia, khususnya di Jawa, berjalan dengan pesat. Pada tahun 1938 telah terdapat 29 perkebunan cokelat. Perkembangannya juga didorong oleh meluasnya penyakit karat daun kopi oleh Hemeleia vastatrix sehingga menyebabkan musnahnya areal pertanaman kopi di Jawa. Di samping oleh perusahaan perkebunan, pengembangan cokelat juga dilakukan oleh petani pekebun, terutama di Jawa Barat. B. Setelah Kemerdekaan Pengalihan usaha perkebunan menjadi milik negara pada awal kemerdekaan menjadikan usaha pengembangan pertanaman cokelat semakin mantap. Daerah-daerah di Jawa Barat dan Sumatra Utara merupakan daerah pertanaman cokelat yang kemudian berkembang dengan pesat. Perkembangan pertanaman cokelat telah meluas ke Indonesia bagian barat. Program pemuliaan untuk mendapatkan bahan tanam unggul terus giat dilaksanakan. Tahun 1973, diperkenalkan cokelat jenis Bulk melalui seleksi yang dilakukan oleh PT Perkebunan VI dan Balai Penelitian Perkebunan (BPP) Medan. Cokelat jenis Bulk pada tahun berikutnya memperkecil kemungkinan untuk memperluas penanaman cokelat jenis Criollo. Seperti diketahui, cokelat jenis Bulk dikenal sebagai cokelat yang relatif lebih tahan akan hama dan penyakit, produksinya tinggi, walaupun rasanya sedang. Program pemuliaan PT Perkebunan VI dan BPP Medan tersebut, yang tetuanya terdiri atas biji-biji campuran Na, Pa, Sca, ICS, GG, DR, Poerboyo, dan Getas, menghasilkan biji-biji yang dikenal dengan nama varietas Sintetik 1, 2, dan 3. Tetua tersebut berupa biji illegitim hibrida F1 dari Malaysia, yang ditanam sebanyak 150.000 pohon. Pada tahun 1976, BPP Jember juga melakukan program pemuliaan dalam usaha untuk mendapatkan bahan tanam biji hibrida. Pemuliaan 132 Penebar Swadaya ini bertujuan untuk menghasilkan bahan tanam biji hibrida dengan efek heterosis. Sejumlah persilangan dari klon-klon ICS, Sca, dan DR telah diuji untuk maksud itu. Secara bersamaan, usaha untuk mendapatkan bahan tanam klon yang dapat dijadikan sebagai induk maupun bahan tanam praktik juga dilaksanakan di kebun Kaliwining, Jember, dan Malangsari. Di Sumatra Utara, penelitian yang sama terus dilaksanakan dalam rangka pengembangan pertanaman cokelat. Beberapa PT Perkebunan mulai menanam cokelat Bulk, seperti PT Perkebunan IV dan PT Perkebunan II. PT Perkebunan II bahkan mengadakan perluasan penanaman cokelat di Papua dan Riau serta membangun kebun benih cokelat di Maryke, Medan, Pembangunan kebun benih cokelat tersebut dilaksanakan bersama P4TM (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung Morawa), Medan, yang saat ini telah menghasilkan bahan tanam biji hibrida dengan tetua klon-klon Sca, ICS, Pa, TSH, dan IMS. Biji-t ibrida yang dihasilkan kebun benih cokelat masih dalam tahap pengujian. Perkembangan yang pesat dari perkebunan cokelat di Indonesia menjadikan produksi mengalami peningkatan yang signifikan. Bila pada JAKARTA Sumatera Jawa ; BB Areal pertanaman cokelat ° Dh malaysia Ei Pepua Nugini Areal pertanaman cokelat di Indonesia. Terus mengalami perluasan sehingga produksi cokelat semakin meningkat 14 Penebar Swadaya tahun 1970—1977 produksi cokelat Indonesia hanya 2.000—3.000 ton, pada tahun 1980 angka itu melonjak menjadi 7.000 ton. Dengan produksi cokelat dunia saat ini 1.600.000 ton, potensi Indonesia sebagai penghasil cokelat masih cukup besar. Diperkirakan, produksi cokelat tahun ini akan naik 8% menjadi 540.000 ton. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2009 yang jumlahnya 500.000 ton. Dengan kata lain, potensi Indonesia sebagai penghasil cokelat pertama sesungguhnya masih tinggi. a Peneber Swadaya Cokelat telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, tetapi baru menjadi komoditas yang penting sejak tahun 1951. Produksi cokelat | Indonesia sebagian besar diekspor ke berbagai | negara ra: Peneba Swadaya Produksi dan Konsumsi emerintah mulai menaruh perhatian dan mendukung industri cokelat pada tahun 1975 setelah PTP VI berhasil menaikkan produksi cokelat per ha, dengan menggunakan bibit Upper Amazone Interclonal Hybrid yang merupakan_hasil persilangan antarklon dan sabah. Jenis cokelat yang ditanam saat ini sebagian besar adalah jenis Criollo atau Flavour cocoa. Produksinya sebagian besar diekspor, khususnya ke negara-negara Belanda, Jerman Barat, Amerika Serikat, dan Singapura. A. Produksi Produksi cokelat Indonesia dihasilkan dari perkebunan besar negara dan swasta yang terdapat di daerah Sumatra Utara dan Jawa Timur. Selain itu, juga berasal dari perkebunan rakyat yang tersebar di daerah-daerah Maluku, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua. Peningkatan usaha di bidang pembudidayaan cokelat ini telah meningkatkan devisa bagi negara melalui ekspor dan mendorong ekonomi daerah terutama daerah pedesaan. Untuk itu, sejak tahun 1980 pemerintah memberikan prioritas terhadap produksi cokelat sebagai salah satu komoditi yang dikembangkan secara cepat. Perkembangan luas, produksi, dan produktivitas cokelat Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang meningkat, sebagaimana dilihat pada Tabel 1. Dalam kurun waktu 1995—2003, produksi cokelat nasional meningkat pesat dengan rata-rata 7,78% per tahun. Sumber pertumbuhan produksi tersebut adalah pertumbuhan areal dengan rata-rata 6,5% per tahun dan peningkatan produktivitas rata-rata 1,26% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan produksi cokelat Indonesia lebih mengandalkan perkembangan areal TABEL 1. LUAS AREAL, PRODUKSI, DAN PRODUKTIVITAS COKELAT INDONESIA Tahun Luas (x1000)(ha) | Produksi (x1000){ton) | Produktivitas (kg/ha) 1995 602.119 304.866 506 1996 655.331 373.999 371 1997 529.057 330319 624 1998 577.855, 456.499 790 1999 667.715, 367.475, 550 2000 749.917 421.149 562 2001 821.449 536.804 653 2002 914.051 571.155 625 2003 917.634 572.639 624 1/ Penebar Swadaya tanam. Jika dilihat menurut kurun waktu, produksi cokelat Indonesia selama tahun 1995—2000 meningkat rata-rata 8,69% per tahun dan pada tahun 2000 mencapai 471,34 ribu ton. Akan tetapi, selama tahun 2001—2003 terjadi penurunan sebesar 70,12 ribu ton. Produksi yang dihasilkan selama tiga tahun belakangan rata-rata hanya mencapai 401, 227 ribu ton. Menurut beberapa pakar, produksi cokelat Indonesia di masa datang akan dapat mengejar produksi cokelat Ghana. Yang menjadi masalah utama adalah kualitas cokelat Indonesia yang masih rendah, khususnya bila dibandingkan dengan cokelat Ghana. Potensi terbesar dari cokelat Indonesia terutama terletak pada perkebunan cokelat rakyat, mengingat sejumlah besar PTP Nusantara saat ini tidak lagi mengembangkan tanaman tersebut. Faktor tingginya biaya pemeliharaan menjadikannya tidak lagi intensif dikelola oleh perusahaan perkebunan besar. Persoalannya, produktivitas perkebunan cokelat rakyat yang masih rendah sebagai konsekuensi dari tanaman yang umumnya TABEL 2. PERKEMBANGAN AREAL DAN PRODUKSI PERKEBUNAN COKELAT INDONESIA an Areal (ha) Produksi (ton) fahun PR PBN | PBS | Jumlah| PR PBN | PBS | Jumlah 1970 | 5.156 | 5.722 | 1.232 | 12110] 487 | 1.061 | 190 1.738 1975 | 5.733 | 10453 | 1.312 | 17498 | 801 | 3.074 | 46 3921 1980 | 13.125 | 18636 | 5.321 | 37.082 | 1.058 | 8410 | 816 | 10.284 1985 | 51.765 | 29.198 | 11.834 | 92.797 | 8.997 | 20.512 4289 | 33.798 1990 | 252.237 | 57.600 | 47.653 | 357.490 | 97.418 | 27.016 | 17.913 | 142.347 1995 | 428.614 | 66.021 | 107.484 | 602.119 | 231.992 | 40.933 31.941 | 304.866 2000 | 641.133 | 52.690 | 56.094 | 749.917 | 363.628 | 34.790 22724| 421.142 2002 | 798.628 | 54815 | 60.608 | 914.051 | 511.379 | 34.083 25.693 | 571.155 2003 | 801.332 | 54815 | 61.487 | 917.634 | 512.251 | 34.310 | 26.079 | 572.640 ‘Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004, Keterangan: PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta 18 Penebar Swadaya sudah tua, rendahnya teknik budi daya, dan rendahnya penanganan mutu biji cokelat. Di samping itu, kondisi kebun yang kurang terawat, serta tingginya serangan hama dan penyakit. Serangan hama penyakit terutama serangan PBC (Penggerek Buah Cokelat), vascular streak dieback (VSD), dan buah busuk sehingga menyebabkan turunnya produktivitas sebesar 321 kg/ha/tahun atau sebesar 30% dari produktivitas yang pernah dicapai (1.100 kg/ha/thn). Dengan luas tanaman menghasilkan 967.804 ha, mengakibatkan kehilangan hasil biji cokelat sebesar 310.665 ton/tahun atau setara dengan Rp 6,2 triliun per tahun. Lima negara penghasil cokelat terbesar di dunia adalah Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, dan Brasil. Produksi cokelat dunia pada periode 1980 —1983 memperlihatkan adanya kenaikan rata-rata 3,4% per tahun. Pada tahun 1999, produksi cokelat dunia 3.077.000 ton, yang kemudian mengalami penurunan pada tahun 2001 menjadi 2.861.200 ton. Pada tahun 2003, produksi cokelat dunia 3.068.200 ton, mengalami sedikit kenaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Angka-angka ini menguatkan proyeksi bahwa cokelat Indonesia sangat potensial dalam meningkatkan pangsa pasar cokelat dunia. B. Luas Areal Mulai tahun 2009, pemerintah telah menetapkan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Cokelat Nasional sebagai upaya utama untuk mendongkrak eksistensi cokelat Indonesia. Gerakan ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan produktivitas dan meningkatkan mutu hasil secara nasional dengan melibatkan seluruh potensi stakeholder dan sumber daya percokelatan Indonesia. Komoditas ini merupakan penghasil devisa negara terbesar ketiga di bidang perkebunan, sumber pendapatan petani, serta penciptaan lapangan kerja. Luas areal cokelat Indonesia pada tahun 2007 mencapai 1.461.889 ha, yang didominasi oleh 2 @ Penebar Swadaya Peremajaan tanaman cokelat. Syarat utama untuk menjaga kesinambungan produksi cokelat Indonesia perkebunan rakyat (92,34%) dengan melibatkan sebanyak 1.400.636 KK dan produksi 779.186 ton. Hal ini sudah menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara produsen cokelat yang patut diperhitungkan. Ditinjau dari luas arealnya, perkebunan cokelat di Indonesia mengalami peningkatan baik tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan (TM), maupun tanaman yang rusak. Tabel 4 menunjukkan bahwa areal TBM mengalami peningkatan dari 230.363 ha pada tahun 2003 menjadi 349.358 ha pada tahun 2007. Demikian juga areal TM yang mengalami peningkatan dari 608.210 ha menjadi 892.751 ha dalam kurun waktu yang sama. Areal tanaman yang rusak dan memerlukan peremajaan mengalami peningkatan dari 60.288 ha menjadi 97.945 ha dalam kurun waktu yang sama. Angka-angka ini menunjukkan bahwa peremajaan kebun, terutama dengan menggunakan benih unggul hibrida F1 setiap tahun perlu dilaksanakan. Dengan kata lain, w 20 Penebar Swadaya TABEL 3. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS COKELAT RAKYAT INDONESIA TAHUN 2003—2007 964.223 680.816 2004 1,090,960 691.704 2005 1.167.046, 748.828 2006 1.320.820 769.386 2007 1.442.045, 779.186 ‘Sumber : Statistik Ditjen Perkebunan, 2007 program peremajaan tanaman merupakan syarat utama untuk menjaga kesinambungan produksi cokelat Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2005) memperkirakan bahwa 6.225.113 ha lahan di Indonesia menyebar di 10 propinsi potensial untuk pengembangan cokelat (Tabel 5). Potensi ini adalah sisi agroklimat yang memungkinkan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen cokelat utama dunia. TABEL 4. PERKEMBANGAN LUAS AREAL PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KEADAAN TANAMAN SELURUH INDONESIA TAHUN 2003—2007 Luas Areal Luas Areal Tanaman Luas Areal Tanaman Tahun Tanaman Belum Menghasilkan (ha) Tidak Menghasilkan/ Menghasilkan (ha) Rusak (ha) 2003 230.363, 608.210 60.288 2004 244.442 704.874 53.936 2005 273.182 747.838 60.082 2006 303.348 832.596 83.689 2007 349.358 892.751 97.945 Sumber : Statistik Ditjen Perkebunan, 2007 21 Penebar Swadaya TABEL 5. POTENSI LAHAN YANG SESUAI UNTUK PENGEMBANGAN COKELAT oe Areal Potensial untuk Perkebunan: ae Coheat ha Nanggroe Aceh Darussalam 192.169 Sumatra Utara 195.483 JawaTimur 12.169 Nusa Tenggara Timur 81.646 Kalimantan Timur 1.547.150 Sulawesi Tengah 807.714 Sulawesi Selatan | 52.856 Sulawesi Tenggara 320.387 Maluku | 584.686 Papua 2.443.853 Jumlah [6.225.113 ‘Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agrokiimat, 2005 C. Konsumsi Konsumsi cokelat cenderung meningkat tiap tahun, terutama di negara-negara maju. Negara konsumen cokelat terbesar adalah negara-negara Eropa, yaitu sebanyak 42,1%. Permintaan cokelat berasal dari Belanda, Amerika Serikat, dan Jerman. Kebutuhan cokelat dalam negeri masih dianggap sedikit, hanya sekitar 250 ribu ton per tahun, dan produksi cokelat Indonesia mencapai 445 ribu ton per tahun. Dari produksi tersebut, diekspor dalam bentuk biji sebanyak 365 ribu ton, selebihnya diolah di dalam negeri. Produksi coklat olahan sebanyak 96 ribu ton meliputi cocoa butter dan cocoa powder. Pada tahun 2006, ekspor cokelat adalah 80.991 ton dengan nilai USS. 175,314,000. Volume dan nilai impor biji cokelat dan cokelat olahan Indonesia tahun 2006 adalah 26.412 ton dengan nilai US$ 8.333.000. Dengan mencermati konsumsi yang masih tinggi dan diversifikasi produk berbahan baku biji cokelat maka sesunggguhnya potensi Indonesia sebagai penghasil cokelat dunia yang dominan masih sangat baik. S22. POHON INDUSTRI COKELAT ‘Sumber : Departemen Perindustrian, 2007 Confectionary Paste Bars Rice Powoer Minurvan Cake r—| Obatobatan Makanan Konsentrat Minuman Kosmetita kstrak Essence (flavour) Makanan BiH tiquor 2 2 Lecithin Obat-obatan Tannin Ingustr ima Pektin Industri kimia Cocoa butter Makanan Induste kimia Oleotimia (Obat-obatan Fat Faxty acid Industri kimia Vitamin © Industri kimiaffarmasi Pupuk hilou Rumah tanga Single cellprotein Industri pakan terrak Gasbio Industr rumah tangga Pekin Indust kira Shell & pulp Pektin Industet kimia Alkohol Industri kimia sell Induste ima Plastik filler Industri kimia ahan bakar industri eumah 23 8 Penebar Swadaya Daerah utama pertanaman cokelat adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya pada wilayah 18°LU—15°LS Tanaman cokelat terus mengalami perkembangan, baik dari produksi maupun jenisnya. 6.2). Klasifikasi Tanaman Cokelat aerah-daerah dari selatan Meksiko Led ke Bolivia dan Brasil adalah tempat-tempat tanaman cokelat tumbuh sebagai tanaman liar. Beberapa spesies Theobroma yang diketahui, antara lain Theobroma bicolor, Theobroma sylvestris, Theobroma pentagona, dan Theobroma augustifolia, merupakan spesies yang pada awalnya juga dimanfaatkan sebagai penghasil biji. A. Sistematika Cokelat merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Oleh karena itu, tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris. Adapun sistematikanya menurut klasifikasi botani adalah sebagai berikut. Divisio : Spermatophyta Klas : Dicotyledon Ordo : Malvales Famili : Sterculiceae Genus : Theobroma Spesies : Theobromacacao B. Jenis Pada tahun 1937—1938, F.J. Pound mengadakan ekspedisi ke Equador, Lembah Amazona, dan Kolumbia untuk mendapatkan bibit cokelat. Dari ekspedisi itu, terkumpul 320 buah yang berasal dari 80 pohon terpilih yang tahan akan witches broom diseases. Di Equador, sebanyak 250 buah berasal dari 25 pohon yang sama ketahanannya juga dikumpulkan dari Iquitos Island (yang kelak cokelat ini dikenal sebagai klon IMC), Rio Nanai (klon Na), Parinary di Rio Nararion (klon Pa), Rio Morona, dan Rio Ucayali (klon Sca) di Peru. Tahun 1942 ekspedisi itu diulang kembali ke Lembah Amazona untuk mendapatkan batang atas okulasi. Hasil ekspedisi Pound inilah yang kelak digunakan untuk mendapatkan bahan tanam klon maupun biji melalui seleksi dan hibridisasi. E.E. Cheesman, pada tahun 1942 mulai melaksanakan program pemuliaan di Trinidad, yang bahan tanamnya merupakan hasil dari ekpedisi F.J. Pound. Klon-klon Sca dan Pa dikenal akan penyakit busuk buah (black pods), sedangkan klon IMC tahan cocoa swollen disease. Lebih lanjut cokelat dibedakan oleh Cheesman atas dua jenis, yaitu Criollo dan Forastero. Namun, sebelumnya seorang abli lain telah lebih dulumembedakan cokelatatas tiga jenis, yaitu Criollo, Forastero, 2. Penebar Swadaya dan Calabacillo. Namun, Calabacillo ternyata memiliki sifat-sifat yang sama dengan Forastero. Oleh karena itu, Cheesman memasukkannya ke dalam kelompok cokelat Forastero. Jenis Forastero meliputi cokelat yang buahnya bertipe Angoleta, Cundeamor, Amelonado, dan Calabacillo. Perkembangan penelitian terhadap cokelat telah pula membawa perubahan di dalam penggolongan cokelat menurut jenisnya. Oleh Cheesman, Criollo, dan Forastero dibedakan lagi atas Central American Criollos dan South Criollos serta Amazone Forastero dan Trinitario. Saat ini, bahan tanam cokelat yang banyak digunakan adalah Upper Amazone Hybrids karena produksinya tinggi dan cepat sekali mengalami fase generatif. Secara skematis, pengelompokan jenis cokelat tersebut adalah sebagai berikut. 1. Criollo —: Central American Criollos South American Criollos 2. Forastero : Lower Amazone Forastero Upper Amazone Hybrids (UAH) 3. Trinitario Bahantanam klon Na, Pa,dan Scaadalah contoh UAH yang saatini banyak digunakan sebagai bahan tanam, demikian juga Amelonado dari cokelat jenis Lower Amazone Forastero, serta ICS dan DR dari jenis Trinitario. Penelitian selanjutnya menghasilkan bahan tanam biji hibrida F2 hasil persilangan beberapa klon, maupun klon sebagai bahan tanam dan tetua anjuran. Di Malaysia, dikembangkan bahan tanam hasil persilangan beberapa nomor klon Sca, Na, dan Pa, serta Amelonado untuk menghasilkan biji hibrida F1 unggul. @ 26 Penebar Swadaya ree Crass city re eer) CEU) ii actos dibudidayakan di prc tarel es tele) 27 8 Penebar Swadaya Klon-klon induk yang dikembangkan di Kebun Maryke, PT Perkebunan II, Tanjung Morawa, Medan EB 8 nian Demikian juga klon-klonanjuran Prang Besar Clones (PBC) dengan berbagai nomor hasil seleksi. Di Jawa Timur, dilakukan hal yang sama dengan menyilangkan klon DR serta Sca. Di PT Perkebunan VI, usaha mendapatkan bahan tanam unggu!l dilaksanakan dengan menyeleksi bahan tanam biji hibrida F1 untuk menghasilkan bahan tanam biji hibrida F2. Di PT Perkebunan II, pembangunan kebun benih cokelat yang mengelola sepuluh kion dengan berbagai nomor dari TSH, Sca, serta Pa, dan ICS telah menghasilkan bahan tanam hibrida FI (identified hybrids). 29 Penebar Swadaya aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. TABEL 6. DISTRIBUSI CURAH HUJAN TIPE ASIA, EKUATOR, DAN JAWA (DALAM mm) | Bulen Lokast I gan | feb | mar | apr | mei | sun | sui | ag | sep | ont | nop | des | Tahun rovetcierty) | 3 | 25 | 34 | 95 | 196 | 193} 266 | 229 | 298 | 77 | 2 | 3 | ras Petanberu (0° 30'Lu) ae | ver | 276 | 257 | 195] 123 | nz | ave | 2251 | 292 | sro | 2a | 2708 Probolinggo (7 305) avr | ms | ie | so} @ | so | is | 2 | a | 2 | or | re] vase ‘Sumber: Oldeman et al. (1978) Ditinjau dari tipe iklimnya, cokelat sangat ideal ditanam pada daerah-daerah yang tipe iklimnya Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmidt dan Fergusson). Di daerah-daerah yang tipe iklimnya C (menurut Scmidt dan Fergusson) kurang baik untuk penanaman cokelat karena bulan keringnya yang panjang. Dengan membandingkan curah hujan di atas dengan curah hujan bulanan tipe Asia, Ekuator, dan Jawa maka secara umum areal penanaman cokelat di Indonesia masih potensial untuk dikembangkan. Di Maryke, PT Perkebunan II, curah hujan sekitar 3.000 mm per tahun masih memberikan produksi yang baik. Hal ini erat kaitannya dengan jenis tanah dan pengolahan faktor-faktor agronomi, seperti pemangkasan dan penataan pelindung. Adanya pola penyebaran curah hujan yang tetap akan mengakibatkan pola panen yang tetap pula. B. Temperatur Pengaruh temperatur terhadap cokelat erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari, dan kelembapan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penataan tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat berpengaruh terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun. B20 Penebar Swadaya aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. itu, cokelat yang bunganya bersifat self incompatible tidak pernah membentuk buah dari tepung sari tanaman self incompatible lainnya. Sifat self incompatible ini sangat menguntungkan dalam usaha mendapatkan bahan tanam hibrida F1 unggul karena penyerbukan buatan tidak lagi diperlukan. Biji yang dikumpulkan dari tetua self incompatible merupakan biji-biji hibrida F1 yang dapat digunakan sebagai bahan tanam. Sifat se/f incompatible tidak akan berubah sekali- pun terjadi perubahan kondisi lingkungan maupun teknik budi daya. Sifat self incompatible juga memberi kemungkinan untuk mendapatkan varietas sintetik karena adanya persilangan secara bebas antarpohon induk terpilih. B. Memilih Biji Untuk mendapatkan bahan tanam biji yang kelak dapat berproduksi tinggi, sebaiknya biji diperoleh dari kebun benih cokelat yang telah diketahui tetuanya. Bahkan, biji hibrida F1 yang dapat diperoleh di Biji untuk bibit. Terdapat di bagian tengah buah rae ~— Penebar Swadaya aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. D. Jarak Tanam Jarak tanam ideal bagi tanaman cokelat adalah jarak yang sesuai dengan perkembangan bagian atas tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi perkembangan perakaran di dalam tanah. Dengan demikian, pilihan jarak tanam erat kaitannya dengan sifat pertumbuhan, sumber bahan tanam, dan kesuburan areal. Cokelat dengan bahan tanam Sa 6, misalnya, menumbuhkan bagian atas yang relatif lebih sempit bila dibandingkan dengan klon lainnya. Ada dua pendapat yang menyatakan persoalan jarak tanam cokelat. Hal pertama, jarak tanam sempit sebaiknya dilaksanakan pada areal yang kurang subur. Pendapat lainnya menyatakan bahwa jarak tanam lebar justru sebaiknya dilaksanakan pada areal yang kurang subur. Anjuran ini tampaknya memang sangat bertentangan. Pendapat pertama tampaknya didasarkan atas kemungkinan akan terciptanya kelembapan yang tinggi pada bagian tajuk tanaman. Akan tetapi, dengan keadaan tersebut, kemungkinan hama dan penyakit justru lebih besar. Dengan metode pertama tersebut biaya pemeliharaan memang dapat ditekan karena tajuk lebih cepat menutup sehingga gulma terhambat pertumbuhannya. Namun, kebutuhan hara dan air menjadi masalah yang berkaitan dengan jarak tanam sempit. Jarak tanam lebar pada areal kurang subur didasarkan atas jaminan ketersediaan hara dan air bagi tiap pohon. Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam 3 mx3m,4mx2m, atau 3,5 m x 2,5 m adalah sama, walaupun pertautan tajuk membutuhkan waktu lebih lama bila dibandingkan dengan jarak tanam 3 mx 3 m. Oleh karena itu, pilihan jarak tanam optimum bergantung pada bahan tanam dan kejagurannya (besarnya pohon), jenis tanah, dan iklim areal yang hendak ditanami. Di Filipina, cokelat ditanam dengan jarak tanam 3 m x 3 m dan jarak tanam pohon pelindung 1,5 m x 1,5 m jika areal yang hendak ditanami SB Se. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Pohon pelindung tetap yang umum dibibitkan adalah L19, sebagai hasil okulasi Leucaena glauca dengan Leucaena glabrata. Hasil okulasi ini tidak menghasilkan biji sehingga tidak menimbulkan kekotoran di kebun. Pada tahap awal pembibitan, biji dikecambahkan pada bedengan perkecambahan yang lebarnya 1 m dan panjangnya sesuai dengan jumlah biji yang dikecambahkan. Satu kilogram Leucaena glauca sudah cukup untuk menanami areal cokelat seluas 10 ha. Biji yang hendak dikecambahkan lebih dahulu direndam air selama 24 jam. Sebelumnya, biji yang akan dikecambahkan dipilih dulu dan hanya diambil biji yang tenggelam di dalam wadah perendaman. Perkecambahan dilaksanakan dengan caramenanam biji sejajar di dalam bedengan sedalam 1—1,5cm, berjarak 2 cm x 3 cm. Media bedeng berupa pasir. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan terangkatnya biji dan agar akarnya tumbuh lurus. Kecambah dipelihara selama 21 hari di bedengan perkecambahan sebelum dipindahkan. Pemeliharaan meliputi penyiraman dan penyemprotan insektisida Gusadrin 2—5 cc per liter air untuk mencegah serangan kutu loncat (Heteropsylla sp.). Bibit yang telah berumur 21 hari kemudian dipindahkan ke media berikutnya. Ada dua kemungkinan media tanamnya, yaitu langsung ke tanah (ground nursery) atau polibag. Untuk bibit yang ditanam langsung ke tanah, areal penanamannya berjarak 20 cm x 30 cm. Pohon pelindung tetap demikian umumnya ditanam sebagai setek batang setelah tunas okulasi tumbuh dengan baik. Untuk bibit yang hendak ditanam di polibag, lebih dahulu harus disiapkan polibag ukuran 20 cm x 30 cm. Tanah yang diisikan ke dalam polibag berasal dari lapisan tanah atas. Bila Leucaena glauca telah berumur 4—5 bulan, okulasi Leucaena glabrata sudah dapat dilaksanakan menurut cara baku. Hasil okulasi yang gagal dapat diulang pada sisi lain dari batang. Pemeliharaan berupa penyiraman dan penyemprotan insektisida harus terus dilaksanakan, baik sebelum maupun sesudah okulasi. 77 Penebar Swadaya aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Untuk okulasi di polibag, bibit sebaiknya sudah berumur 4—6 bulan dan sedang dalam keadaan flush. Entres sebagai sumber mata okulasi dipilih dari cabang orthotrop karena kelakakan menumbuhkan tanaman yang tegak dan membentuk jorket. Cabang orthotrop itu sebaiknya berasal dari chupon yang telah dipelihara sebagai sumber entres. Teknik pelaksanaan okulasi pada cokelat sama seperti teknik pelaksanaan okulasi konvensional. Untuk mempercepat tumbuhnya mata okulasi perlu dilakukan pematahan batang pada ketinggian 20 cm dari "jendela” okulasi. Arah pematahan berlawanan dengan letak mata okulasi. Dua minggu kemudian, diharapkan mata okulasi akan tumbuh dan mekar. Pembuangan batang atas dapat dilakukan pada ketinggian 5—7 cm dari mata okulasi, 3—4 bulan setelah tunas tumbuh. Enam bulan kemudian bibit sudah dapat ditanam di lapangan. Okulasi terhadap tanaman tua di lapangan juga memungkinkan pada tanaman cokelat. Okulasi biasanya dilakukan untuk menggantikan bahan tanaman karena produktivitas sudah rendah atau membutuhkan buah yang berbeda pada satu pohon (misalnya Pa 150 dan TSH 858). Pelaksanaan okulasi dilakukan 2—4 tahun sebelum tanaman tua dipotong/diganti, atau dengan tetap membiarkan tanaman tua untuk memperkaya koleksi buah pada satu pohon. Caranya dengan memilih tunas air (wiwilan) yang hendak diokulasi untuk ditumbuhkan sebagai batang bawah. Biasanya tunas air yang dipilih tumbuh dari batang utama. Setelah diameter tunas air layak diokulasi, mata okulasi dari kebun entres atau pohon lain dipotong. Teknik pelaksanaan okulasi sebagaimana teknik okulasi pada polibag. Mata tunas yang tumbuh kelak dipelihara sebagai cabang baru yang berbeda dengan pohon utamanya. Secara bertahap, cabang-cabang tanaman utama dipangkas dan pembentukan cabang serta pemeliharaannya dilakukan terhadap tunas yang diokulasi. OF Penebar Swadaya aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. arah samping dan dedaunannya sudah cukup lebat, pohon pelindung sementara biasanya tidak tumbuh lagi. Pohon pelindung sementara yang masih tumbuh harus dimusnahkan, kecuali yang tumbuh di pinggir Jalan utama (main road) kebun, yang kelak berfungsi sebagai pagar bagi cokelat. 2. Pemangkasan pohon pelindung tetap Pohon pelindungtetapdipangkas agar dapat berfungsi untukjangka waktu yang lama. Pemangkasan dilaksanakan terhadap cabang-cabang yang tumbuh rendah dan lemah. Dengan pemangkasan diharapkan paling tidak cabang terendah pohon pelindung akan berjarak lebih dari 1m daritajuk tanaman cokelat. Mengingat pohon pelindung tetap dapat diperbanyak dengan cara vegetatif maka cabang yang dipangkas dapat digunakan sebagai bibit setek batang untuk areal tertentu yang pohon pelindungnya telah mati. Di samping itu, pemeliharaan juga dilaksanakan dengan me- musnahkan pohon pelindung sementara sejauh 50 cm dari batang pohon pelindung tetap. Dengan demikian, pertumbuhannya tidak terhalang dan penyebaran tajuk juga merata. Pohon pelindung tetap yang mempunyai dua cabang utama sejak awal pertumbuhan, dibiarkan tumbuh sampai berumur satu tahun. Setelah itu, satu cabang harus dipotong agar tidak memberikan naungan yang terlalu gelap bagi cokelat. 3. Pemangkasan cokelat Bagi tanaman cokelat, pemangkasan berarti usaha meningkatkan produksi danmempertahankan umur ekonomis tanaman. Secara umum, tujuan pemangkasan sebagai berikut. a. Mendapatkan pertumbuhan tajuk yang seimbang dan kukuh. b. Mengurangi kelembapan sehingga aman dari serangan hama dan penyakit. 91 Penebar Swadaya aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Menjelang menetas, telur mengalami perubahan warna dari hijau kebiruan menjadi kehitaman. Ulat-ulat kecil yang telah menetas dari telur akan bergerombol dan angin akan membantu penyebarannya. Hama ini terutama menyerang daun-daun muda sehingga mengakibatkan daun berlubang-lubang. Bila daun-daun telah habis, hama ini akan meningkatkan serangannya ke daun-daun tua. Dengan demikian, bila hama ini menyerang tanaman bibit, tanaman tersebut akan menjadi gundul (tak berdaun) sama sekali. Pengendaliannya dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif Dekametrin (misalnya Decis 2,5 EC), sihalotrin (Matador 25 EC), sipermetrin (Cymbush 5 EC), metomil Nudrin 24 WSC/Lannate 20 L), dan fenitron (Karbation 50 EC). Pengendalian khususnya dilakukan pada saat ulat baru menetas di daun lamtoro. Oleh karena itu, pengaturan tinggi lamtoro perlu diperhatikan untuk mengendalikan serangan hama ini. Penyemprotan insektisida dianjurkan 2—3 kali mengingat adanya berbagai stadia pada waktu yang sama. Perbaikan sanitasi areal pertanaman cokelat, khususnya serasah, juga merupakan tindak pengendalian Hyposidra talaca. Dengan menyapu serasah maka perkembangan pupa dapat dikendalikan. 6. Apogonia sp. (Scarabaeidae, Melolonthinae) Ada beberapa spesies dari Apogonia sp. yang diketahui menyerang cokelat, antara lain A. destructor, A. cribricollis, A. expeditions, A. laevicollis, dan A. Vicina. Hama ini disebut juga night flying beetles. Telur Apogonia sp. berbentuk lonjong dengan ukuran 1—1,3 mm menjelang menetas. Betina Apogonia sp. mampu menghasilkan telur sebanyak 40 butir yang diletakkan di bawah serasah/permukaan tanah sedalam 2,5—5 cm. Pupa Apogonia sp. panjangnya 15 mm. Periode larva 67—77 hari. Serangga dewasa menyerang tanaman cokelat muda dengan cara naik ke bagian daun pada malam hari. Larvanya dapat merusak akar. 107 Penebar Swadaya aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Infeksi Phytopthora sp. Buah akan membusuk dan tampak berkernyut Gejala infeksi Phytopthora sp. pada buah adalah terjadinya bercak berwarna ~ kelabu kehitaman. Biasanya bercak tersebut terdapat pada ujung buah. Bercak mengandung air yang kemudian berkembang sehingga menunjukkan warna hitam. Bagian buah menjadi busuk dan biji pun turut membusuk. Pembentukan spora Phytopthora sp. terlinat dengan adanya warna putih di atas bercak hitam yang telah meluas tadi. Pada temperatur 27,5—30° C dan kelembapan 60—80%, pertumbuhan spora sangat giat. Pada batang, gejala yang terlihat berupa bercak bulat berwarna cokelat di dekat permukaan tanah. Bila kulit kayu dikerok akan terlihat warna cokelat dan bagian dalam kayu membusuk. Penyebaran Phytopthora sp. banyak dibantu oleh keadaan lingkungan yang lembap dan adanya serasah di permukaan tanah. Buah yang membusuk pada pohon juga mendorong infeksi pada buah lain yang berdekatan. Di Papua Nugini berhasil diteliti bahwa Crematogaster, Iridomyrmex dan Solenopsis terbukti merupakan serangga yang membantu penyebaran Phytopthora sp. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. BUDI DAYA Cokelat Saat ini, perluasan areal perkebunan cokelat terus berlanjut. Hal ini berkaitan dengan upaya peningkatan komoditas ekspor nonmigas tersebut. Tanaman cokelat berpotensi menjadi komoditas ekspor yang sejajar dengan kelapa sawit dan karet. Oleh karena itu, untuk memperoleh cokelat yang berkualitas tinggi dan mampu bersaing di pasaran internasional, perlu _ dilakukan teknik budi daya yang tepat. Buku ini menyajikan informasi yang lengkap mengenai teknik budi daya cokelat, teknik pengolahan buah dan biji cokelat, serta pemasaran biji cokelat. ISBN(L3) 178-979-002-44)-f ISBN(LO) 974-002-441-x 78 \WISMA HLIAU, JL Raya Bogor Km.30 Mekarsa, Gmangis, epok 16952 PENEBAR SWADAYA Telp. 021-8729060, 8729061 |Foks. 87711277 97900244 1 0l> \nformos! Dune Pertawan — Hmp://www.penebar-swadaya.com | E-mail:ps@penebar-swodaya.com BUDI DAYA COKELAT

You might also like