You are on page 1of 14

TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Dasar Appendiksitis a.

Pengertian 1) Appendiksitis adalah penyebab paling utama inflamasi akut pada kuadran kanan bawah. (Smeltzer & Bare, 2001) 2) Appendiksitis adalah suatu peradangan pada appendik yang mengenai semua lapisan organ tersebut. (Price & Wilson, 2005) b. Patofisiologi Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh fekalit, benda asing dan infeksi bakterial yang dapat menyebabkan obstruksi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding appendik mempunyai keterbatasan sehingga dapat menekan dinding appendik. Tekanan mengakibatkan edema pada appendik yang menimbulkan demam, appendik yang meradang menimbulkan nyeri tekan perut kuadran kanan bawah (titik Mc. Burney) dengan 4 regio, nyeri tekan dan lepas (tanda rovsing dan tanda blumberg), tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. Apabila kumam telah menyebar ke usus dapat mengiritasi usus sehingga terjadi peningkatan produk sekretonik termasuk mucus, iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi penurunan peristaltik usus dan menyebabkan konstipasi. Apabila kuman menyebar ke umbilikus dan dan menimbulkan ransangan nyeri hebat sehingga dapat meransang pusat muntah, anoreksia dan perasaan enek. Appendik yang meradang harus segara dilakukan prosedur pembedahan agar infeksi tidak menyebar.

Apabila appendik yang meradang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan komplikasi yaitu appendik supuratif akut dimana sekresi mukus berlanjut, tekanan terus meningkat, obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri dapat menembus dinding. Apabila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendik yang diikuti dengan ganggren dan dikatakan pada stadium appendiksitis ganggrenosa. Dan bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi appendiksitis perforasi sampai akhirnya terjadi peritonitis. c. Pemeriksaan Penunjang(Wim de Jong, 1997) 1) Pemeriksaan radiologi Menunjukan adanya pengerasan material pada appendik kadang tampak illeus lokal. 2) Pemeriksaan laboratorium darah lengkap Leukositosis diatas 12.000/mm3 dan neutrofil meningkat sampai 75%. 3) Pemeriksaan colok dubur (rektal) Pada wanita untuk membedakan antara appendiksitis dengan Pelvic Imflamatory Desease (PID) 4) Uji psoas dilakukan dengan ransangan muskulus psoas lewat hiperekstensi atau flexi aktif. Bila appendik yang meradang menempel di m.psoas tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. 5) Uji obturator digunakan untuk melihat apakah appendik yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. 6) Ultrasonografi Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrat apendikulari. Tetapi USG bisa digunakan untuk meningkatkan akurasi diagnosis. Dengan fleksi sendi panggul pada posisi terlentang pada appendik akan menimbulkan nyeri.

d. Penatalaksanaan medis (Mansjoer, 2000) 1) Sebelum operasi a) Observasi (1) Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis masih belum jelas dilakukan observasi ketat, pasien dilakukan tirah baring dan dipuasakan. (2) Dilakukan pemeriksaan abdomen, rektal, pemeriksaan darah diulang secara periodik. (3) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. b) Beri antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. 2) Operasi appendiktomy Pembedahan appendiktomy untuk mengangkat appendiks yang dilakukan segara mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apabila sudah terjadi perforasi pada appendiks sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman sampai tidak terdapat pus dan apabila keadaan umum pasien baik baru dapat dilakukan appendikyomy. 3) Post operasi a) Observasi TTV untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermi, gangguan pernafasan. b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan selama itu pasien dipuasakan. d) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.

e) Suatu hari post operasi dianjurkan miring kanan/kiri dan secara bertahap duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. f) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. g) Pada hari ketiga rawat luka dan hari ketujuh jahitan dapat diangkat. 2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Appendiksitis a. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan, penganalisaan data, perumusan masalah dan diagnosa keperawatan (Keliat, 1996) 1) Pre operasi (Doenges, 1999) a) Data subyektif Pasien mengatakan sakut pada perut bagian kanan bawah, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 (sedang) dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien dan keluarga mengatakan takut dan cemas dengan keadaan pasien, pasien dan keluarga mengatakan tidak tahu tentang penyakit, penyebab, perawatan dan pengobatan pasien. b) Data obyektif Pasien tampak meringis, pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak, pasien dan keluarga tampak bertanya-tanya tentang keadaan pasien, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, ekspresi wajah pasien tampak mengerutkan alis, pasien tampak tegang.

2) Post operasi a) Data subyektif Pasien mengatakan perutnya sakit pada daerah luka operasi, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien mengatakan nyerinya bertambah saat badannya digerakkan, pasien mengeluh nyeri, pasien mengatakan sebagian kebutuhan dibantu seperti mandi, pasien mengatakan badannya terasa lemas, pasien mengatakan belum tahu tentang cara perawatan luka operasi. b) Pasien tampak kesakitan dan meringis saat badannya digerakkan,pasien tampak sering memegang perutnya saat bergerak, terdapat luka operasi di perut kanan bawah sepanjang 10 cm dengan 5 jahitan, tampak terpasang IVFD RL 28 tetes/menit pada tangan kanan pasien, gaas luka tampak kering, pasien tampak lemah, pasien hanya tampak berbaring di tempat tidur, pasien hanya mampu miring kiri-kanan dengan sangat hati-hati, kebutuhan ADL pasien dibantu oleh keluarga, pasien tampak tidak leluasa untuk bergerak, pasien tampak bertanya-tanya tentang cara perawatan luka operasi. Diagnosa keperawatan: 1) Pre operasi (Doenges, 1999 dan Carpenito, 2000) a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik. b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis sekunder terhadap pembedahan. c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder terhadap tidak adekuatnya diet (kurang serat). d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, penyebab, perawatan dan pengobatan. 2) Post operasi a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy). b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasive. c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi pasca pembedahan. b. Perencanaan Perencanaan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan yang terdiri dari prioritas diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan. Prioritas diagnosa keperawatan berdasarkan Kebutuhan Dasar Maslow dan berat ringannya masalah yang mengancam jiwa pasien yaitu: 1 Pre operasi (Doenges, 1999 dan Carpenito, 2000) a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik. b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis sekunder terhadap pembedahan. c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus sekunder terhadap tidak adekuatnya diet (kurang serat). d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, penyebab, perawatan dan pengobatan. 2 Post operasi a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy).

b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasive. c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi pasca pembedahan. Rencana perawatan berdasarkan diagnosa keperawatan: (Doenges, 1999 dan Carpenito, 1998) 1. Pre operasi a) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik. Tujuan : nyeri hilang atau terkontrol Kriteria hasil : pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi, skala nyeri ringan (1-3). Tindakan keperawatan: (1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10) Rasional: perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. (2) Pertahankan istirahat dengan posisis semi fowler. Rasional: menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang. (3) Ajarkan teknik distraksi Rasional: meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping. (4) Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional: menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain. b) Ansietas berhubungan dengan ancaman integritas biologis sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan : ansietas terkontrol Kriteria hasil : mengginakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi ansietasnya, pasien tidak cemas. Tindakan keperawatan: (1) Kaji tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal. Rasional: ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, tidak tahu tentang penyakit dan keadaannya. (2) Berikan informasi tentang penyakitnya. Rasional: mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas. (3) Berikan kesempatan bertanya kepada pasien. Rasional: dapat diketahui tingkat pemahaman pasien terhadap penjelasan yang diberikan. (4) Libatkan keluarga dalam perawatan pasien. Rasional: orang terdekat lebih dipercaya pasien dan diharapkan dapat memotivasi pasien untuk cepat sembuh. c) Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus sekunder terhadap tidak adekuatnya diet (kurang serat). Tujuan: konstipasi tidak terjadi. Kriteria hasil: konsistensi feses lembek berwarna kekuningan, distensi perut tidak ada, bising usus 5-15 x/menit. Tindakan keperawatan: (1) Observasi bising usus, distensi perut. Rasional: dengan mengukur bising usus dapat mengetahui kerja dari peristaltik. (2) Anjurkan makan makanan yang berserat. Rasional: meningkatkan konsistensi feses, meningkatkan pengeluaran feses.

(3) Anjurkan pasien untuk mobilisasi di tempat tidur seperti miring kanan dan kiri. Rasional: dengan mobilisasi diharapkan peristaltik usus meningkat. (4) Tingkatkan masukan cairan. Rasional: dapat menurunkan konstipasi dengan memperbaiki konsisitensi feses. d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan : tidak terjadi kekurangan nutrisi. Kriteria hasil: meningkatkan pemasukan makanan per oral, keluhan mual muntah hilang dan nafsu makan meningkat. Tindakan keperawatan: (1) Anjurkan makan makanan porsi kecil tapi sering. Rasional: makan sedikit dan sering dapat mengurangi malabsorpsi dan distensi dengan menurunkan jumlah protein yang metabolisme. (2) Hindarkan makanan yang merangsang. Rasional: makanan merangsang dapat meningkatkan sekresi asam lambung yang dapat menimbulkan mual. (3) Sajikan makanan dalam keadaan hangat. Rasional: nafsu makan dapat meningkat dengan mengkonsumsi makanan dalam keadaan hangat. (4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet. Rasional: dapat membantu memastikan kebutuhan nutrisi dalam proses penyembuhan. e) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, penyebab, parawatan dan pengobatan.

Tujuan : pengetahuan pasien bertambah mengenai perawatan pasca pembedahan. Kriteria hasil: menyatakan pemahaman mengenai perawatan pasca pembedahan. Tindakan keperawatan: (1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang perawatan pasca pembedahan. Rasional: untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan pasien. (2) Beri penjelasan tentang prosedur pembedahan. Rasional: dengan memberi penjelasan kepada pasien diharapkan pengetahuan pasien bertambah. (3) Beri kesempatan pasien untuk bertanya. Rasional: untuk mengetahui seberapa besar pemahaman pasien terhadap penjelasan yang diberikan. 3. Post operasi a) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme otot sekunder terhadap pembedahan (appendiktomy). Tujuan: nyeri hilang atau terkontrol. Kriteria hasil: pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80-84 x/menit, pasien tidak meringis lagi, skala nyeri ringan (1-3). Tindakan keperawatan: (1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Rasional: perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. (2) Ajarkan teknik distraksi seperti berbincang-bincang dan menonton dan relaksasi seperti nafas dalam.

Rasional: dengan distraksi mengalihkan fokus terhadap nyeri dan relaksasi dapat meningkatkan koping. (3) Observasi vital sign. Rasional: respon nyeri meliputi perubahan TD, nadi dan pernafasan yang berhubungan dengan keluhan dan tanda vital memerlukan evaluasi lanjut. (4) Beri posisi semi fowler Rasional: menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang. (5) Berikan lingkungan yang tenang. Rasional: memepercepat penyembuhan pasien. (6) Berikan analgetik sesuai dengan indikasi. Rasional: menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi lain. b) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan sisi masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan (luka operasi) dan adanya jalur invasif. Tujuan : infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil: tanda-tanda infeksi tidak ada, mencapai penyembuhan luka tepat waktu, hasil laboratorium WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas drainase purulen, eritema dan demam. Tindakan keperawatan: (1) Gunakan teknik aseptik pada semua prosedur perawatan dan rawat luka dengan teknik steril. Rasional: mikroorganisme bisa masuk pada setiap prosedur yang dilakukan. (2) Observasi tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, tumor, rubor, functiolaesa) Rasional: deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan melakukan tindakan dengan segera. (3) Observasi tanda-tanda vital.

Rasional: dengan adanya infeksi dapat terjadi sepsis. (4) Delegatif dalam pemberian obat antibiotik. Rasional: antibiotik dapat membunuh kuman penyebab infeksi. c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi pasca pembedahan. Tujuan : pasien dapat beraktivitas secara mendiri. Kriteria hasil: menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dengan toleransi aktivitas. Tindakan keperawatan: (1) Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas. Rasional: diharapkan dapat mengetahui seberapa besar kemampuan pasien dalam beraktivitas. (2) Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara mandiri. Rasional: meningkatkan kemampuan pasien untuk beraktivitas secara mandiri sampai tingkat normal. (3) Dekatkan alat-alat dan keperluan pasien sehingga mudah dicapai. Rasional: dengan mendekatkan alat-alat memudahkan pasien untuk menjangkau dan melatih pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri. (4) Bantu pasien dalam pemenuhan aktivitasnya. Rasional: diharapkan pasien dapat memenuhi kebutuhannya. c. Pelaksanaan Pelaksanaan atau implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dengan klien.(Keliat, 1996; Grifith-Kenney dan Christensen,1986) membagi implementasi pada tiga fase: 1) Fase pertama Persiapan yang meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana, pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan klien dan lingkungan.

2) Fase kedua Merupakan puncak implementasi yang berorientasi pada tujuan, keamanan fisik dan psikologi dilindungi, misalnya teknik aseptik, memberi rasa nyaman. Hal penting pada implementasi adalah mengumpulkan data yang berhubungan reaksi klien termasuk reaksi fisik, psikologi, sosial dan spiritual. 3) Fase ketiga Merupakan terminasi perawat-klien setelah implementasi. Setelah selesai implementasi dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan. d. Evaluasi Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses perawatan. Semua tahap proses keperawatan (diagnosis, tujuan, intervensi) harus dievaluasi.(Keliat, 1996) Elemen yang akan dievaluasi pada setiap komponen proses keperawatan. 1) Pengkajian : akurat atau tidak, kelengkapan, validasi, kualitas, alternatif. 2) Identifikasi masalah : sesuaikan dengan lingkup keperawatan, kejelasan akurat atau tidak, akurat atau tidak penyebab, validasi, alternatif. 3) Planning : kriteria outcome (spesific, measurable, achievable, realistic, time-bound), rencana intervensi (jelas atau spesifik untuk individu), alternatif, validasi. 4) Implementasi : respon klien, respon staf, pencapaian hasil, alternatif, keamanan/keakuratan, validasi, keahlian dalam merawat. Evaluasi yang diharapkan pada teori Appendiksitis adlah: 1) Pre operasi a) Nyeri hilang atau terkontrol.

b) Ansietas terkontrol. c) Konstipasi tidak terjadi. d) Tidak terjadi kekurangan nutrisi. e) Pengetahuan pasien bertambah tentang perawatan pasca pembedahan. 2) Post operasi a) Nyeri hilang atau terkontrol. b) Infeksi tidak terjadi. c) Pasien dapat beraktivitas secara mandiri.

You might also like