You are on page 1of 35

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker leher rahim merupakan kanker peringkat kelima kanker terbanyak pada wanita diseluruh dunia dengan 471.000 kasus baru di diagnosa setiap tahunnya. Di negara berkembang, kanker tipe ini merupakan peringkat kedua terbanyak pada wanita dan terhitung mencapai 300,000 kematian pertahunnya (Cervical cancer, 2010). Sedangkan di kawasan Asia Tenggara 18,7 kasus per 100.000 penduduk untuk kanker leher rahim (Cancer Research UK, 2009). Di Indonesia terjadi sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker leher rahim per 100.000 penduduk pertahun dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker ginekologis terbanyak, disusul oleh kanker ovarium (Setyarini, 2009). Bedasarkan 13 pusat patologi di Indonesia disebutkan bahwa proporsi kanker leher rahim menempati urutan pertama yaitu 26,66% dari 9.043 kasus kanker pada perempuan (Nasution, 2008). Di Indonesia angka kejadian kasar kanker leher rahim sebanyak 12,1 per 100.000 penduduk tiap tahunnya dan angka kematian kasar sebanyak 6,6 per 100.000 penduduk tiap tahunnya (WHO, 2010). Penyebab utama kanker leher rahim adalah HPV (Human Papillomavirus), dimana subtipe 16 dan 18 yang merupakan jenis HPV paling yang sering menyebabkan kanker leher rahim (Garcia, 2009). Beberapa faktor diduga dapat meningkatkan kejadian kanker leher rahim yaitu faktor sosio demografis yang meliputi usia, status sosial ekonomi, dan faktor aktifitas seksual yang meliputi usia menikah, pekerjaan suami dan paritas Faktor lain seperti merokok dan penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka lama juga memperbesar kemungkinan terjadinya kanker leher rahim (Akram, 2010). Berdasarkan data yang didapat pada penelitian case control study di Rumah Sakit dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM) dijumpai faktor-faktor risiko kanker leher rahim yaitu umur diatas 50 tahun, pendidikan rendah, suami bekerja

diluar kota dan berhubungan seksual pertama kali kurang dari 20 tahun, jumlah pasangan lebih dari 1, dan mempunyai anak kurang dari 7(Aziz, 2009). Dari penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Moewardi, Surakarta, didapati adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian kanker leher rahim (Setyarini, 2009). Data Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakit Sentinel di Sumatera Utara (STPRS.SEN) proporsi penderita kanker leher rahim rawat inap adalah 26,01% dari 223 kasus kanker. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siboro R, di Rumah Sakit Umum H. Adam malik Medan, proporsi penderita kanker leher rahim yaitu 14,29% dari 2.141 kasus kanker (Nasution, 2008). Penelitian yang dilakukan di Medan. Hasil penelitian ditemukan frekuensi penderita mengalami peningkatan menurut garis persamaan, proporsi terbesar umur diatas 40 tahun (76,8%), suku Batak (49,5%), agama Islam (61,8%), pendidikan dasar (50,5%), pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (78,2%), status menikah (73,6%), dari luar kota Medan (67,3%), keluhan utama perdarahan pervaginam 38,2%, umur saat pertama kali menikah kurang dari 20 tahun (75,5%), grandemultipara (61,8%), pernah menggunakan kontrasepsi hormonal dan IUD (56,4%), stadium klinis berat (41,8%), dan pulang dengan berobat jalan (68,6%), lama rawatan rata-rata 20,14 hari (Zai, 2009). Selain itu, telah dilakukan penelitian di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2005 2008 dengan hasil: umur 45-55 tahun 58,0%; suku Batak 66,7%; agama Kristen Protestan 53,6%; ibu rumah tangga 61,0%; status kawin 97,2%; dan daerah tempat tinggal Kota Medan 53,6% (Handayani, 2009). Dengan besarnya angka kejadian kanker leher rahim yang terdapat di masyarakat Medan dan juga banyaknya faktor resiko yang memperbesar kemungkinan terjadinya kanker leher rahim maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah Angka kejadian kanker leher rahim dan mortalitas yang berkaitan dengannya terus meningkat. Berbagai studi di beberapa rumah sakit telah dilakukan untuk mengidentifikasi faktor resiko kanker leher rahim. Penelitian tentang karakteristik dan faktor resiko kanker leher rahim selalu berkembang dan bervariasi dikarenakan adanya perbedaan waktu dan tempat melakukan penelitian. Bedasarkan berbagai hal tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini, Bagaimanakah karakteristik dan faktor resiko kanker leher rahim di Poliklinik Onkologi RSUP H. Adam Malik Medan? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Gambaran karakteristik pasien kanker leher rahim dan faktor resikonya di Poliklinik Onkologi RSUP Haji Adam Malik Medan. 1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui karakteristik pasien kanker leher rahim di Poliklinik Onkologi RSHUP H. Adam Malik, Medan. 2. Mengetahui besar proporsi karakteristik pasien kanker leher rahim di Poliklinik Onkologi RSHUP H. Adam Malik, Medan. 3. Mengetahui faktor resiko yang mempengaruhi dengan kejadian kanker leher rahim pada penderita yang datang berobat ke Poliklinik Onkologi RSUP Haji Adam Malik, Medan. 4. Mengetahui besar proporsi faktor resiko kanker leher rahim pada penderita yang datang berobat ke Poliklinik Onkologi RSHUP Haji Adam Malik, Medan.

1.3.1. Tujuan Umum

1.4. Manfaat Penelitian 1. Memberikan manfaat kepada wanita untuk mengetahui apa saja yang menjadi karakteristik individu terhadap terjadinya kanker leher rahim untuk memeriksakan diri lebih dini. 2. Tambahan informasi bagi petugas kesehatan dalam memahami faktor resiko terjadinya kanker leher rahim. 3. Sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan faktor resiko terjadinya kanker leher rahim.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Leher Rahim Kanker secara harafiah berarti pertumbuhan baru. Suatu kanker adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsang yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Robbin, Kumar & Cotran, 2007). 2.1.2. Definisi Kanker Leher rahim dan Anatomi Leher Rahim Pertumbuhan daging yang tidak normal ini dapat terjadi dimana saja termasuk pada alat kelamin wanita, khususnya leher rahim (Nasution, 2008). Kanker leher rahim (Kanker serviks) adalah berkembangnya sel kanker menyelimuti leher rahim, dimana hal ini berlangsung lama. Sebelum menjadi kanker, sel kanker mengalami perubahan, dimana tanda perubahan mengindikasikan kanker mungkin berkembang (Nasution, 2008). Bagian bawah leher rahim yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supra vaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada seviks, disebut kanalis servikalis, berbentuk sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar leher rahim, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran leher rahim sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum (Winkjosastro, 2006). 2.1.3. Insidensi Kanker Leher rahim Berdasarkan data tahun 2002, kawasan Afrika Timur merupakan pemecah rekor untuk angka kejadian dan angka kematian tertinggi penyakit karsinoma leher rahim uteri. Pada daerah tersebut, diperkirakan terjadi 42,7 kasus karsinoma

2.1.1. Definisi Kanker

leher rahim uteri dan 34,6 kematian akibat karsinoma leher rahim uteri per 100.000 penduduk. Meskipun demikian angka di negara maju seperti Amerika Tengah memiliki angka perkiraan kejadian karsinoma leher rahim uteri sebesar 30,6 kasus per 100.000 penduduk. Pada tahun 2007, di negara Inggris diperkirakan terdapat sebanyak 8,4 kasus karsinoma leher rahim uteri per 100.000 penduduk (Cancer Research UK, 2009). Di Indonesia terjadi sekitar 90 sampai 100 kasus baru kanker leher rahim per 100.000 penduduk pertahun dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker ginekologis terbanyak, disusul oleh kanker ovarium (Setyarini, 2009). 2.1.4. Etiologi Kanker Leher Rahim Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus(HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 diantaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus beresiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe lain bersifat virus resiko tinggi. Walaupun demikian keduanya dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel. Virus HPV beresiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7, 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 56, 58, 59, 68, 69 dan mungkin masih terdapat beberapa tipe lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18 (Akram, 2010). 2.1.5. Faktor resiko Kanker Leher Rahim Kebanyakan dari infeksi virus ini sembuh sempurna dalam beberapa bulan hingga tahun, dan hanya sebagian kecil saja yang berkembang menjadi suatu kanker. Ini berarti bahwa diperlukan faktor-faktor penting lainnya yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses karsinogenesis. Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya proses keganasan seviks uteri akibat infeksi HPV, yaitu durasi dan tipe HPV yang menginfeksi, kondisi imunitas host dan faktor-faktor lingkungan (Garcia, 2009). Namun begitu, terdapat juga faktor resiko terjadinya kanker leher rahim yang telah dibuktikan antara lain:

2.1.5.1.

Hubungan seksual pertama kali Karsinoma leher rahim diperkirakan sebagai penyakit yang ditularkan

secara seksual, dimana beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan antara riwayat hubungan seksual dan risiko penyakit ini. Sesuai dengan etiologi infeksinya, wanita dengan pasangan seksual yang banyak dan wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda akan meningkatkan risiko terkena kanker leher rahim. Karena sel kolumnar leher rahim lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan beresiko terkena kanker leher rahim lima kali lipat. Keduanya, baik usia saat pertama berhubungan maupun jumlah pasangan seksual adalah faktor risiko kuat untuk terjadinya kanker leher rahim (Rasjidi, 2008). 2.1.5.2. Riwayat Paritas Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker leher rahim (Rasjidi, 2008). Sedangkan Paritas(jumlah kelahiran) yang tinggi juga semakin meningkatkan resiko pada wanita. Dari berbagi literatur dikemukakan bahwa pada perempuan yang sering melahirkan termasuk golongan resiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma virus(HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim (Akram, 2010). 2.1.5.3. Riwayat Penggunaan pil KB Kontrasepsi hormonal berperan sebagai alat yang mempertinggi

pertumbuhan neoplasma. Hal ini terjadi sejak diketahuinya peran estrogen yang memiliki efek trophic dalam meningkatkan pertumbuhan sel. Wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal berupa pil maupun suntikan selama kurang dari lima tahun tidak mengalami peningkatan risiko karsinoma leher rahim uteri. Namun, peningkatan risiko akan muncul setelah penggunaannya selama 10 tahun (McFarlane-Anderson, 2008).

2.1.5.4.

Merokok Sekarang ini ada data yang mendukung rokok sebagai penyebab kanker

leher rahim dan hubungan antara merokok dengan kanker sel skuamosa pada leher rahim (bukan adenoskuamosa atau adenokarsinoma). Mekanisme kerja bisa langsung (aktivitas mutasi mukus leher rahim telah ditunjukkan pada perokok atau melalui efek imunosupresif dari merokok (Rasjidi, 2008). Hisworo (2010) menyatakan wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki risiko tinggi memperoleh lesi prakanker tingkat tinggi. 2.1.5.5. Higenitas Pasangan Sirkumsisi pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko. Studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker leher rahim lebih sering menjalani seks aktif dengan pasangan yang melakukan seks berulang kali. Selain itu, pasangan dari pria dengan kanker penis juga akan meningkatkan risiko kanker leher rahim (Daulay, 2010). Sirkumsisi pada pasangan seksual juga merupakan tindak pencegahan primer karena mampu menurunkan resiko kanker leher rahim (Castellsagu, 2002). 2.1.5.6. Pekerjaan suami Pekerjaan suami sebagai supir dimana berpergian ke luar kota juga sebagai faktor resiko terjadinya penularan virus HPV melalui hubungan seksual dengan wanita pekerja seksual (Arumugam, 2010). 2.1.6. Patologi dan Patogenesis Kanker Leher Rahim Leher rahim yang normal secara alamiah mengalami proses metaplasia. Dengan masuknya mutagen, proses tersebut dapat berkembang kearah displasia. Jika daya tahan tubuh lemah kelainan ini dapat berkembang menjadi karsinoma prainvasif, mikro invasif dan invasif. Dengan mata telanjang karsinoma prainvasif dan mikroinvasif tidak dapat dikenali (Surbakti, 2004).

Pada mulanya penyakit ini diawali oleh lesi prakanker, yang disebut juga sebagai neoplasia intraepitel leher rahim/NIS (Cervical Intraepithelial Neoplasia/CIN), merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma leher rahim uteri yang invasif. Pada lesi prakanker ini, mulai terjadi perubahan struktur sel menjadi abnormal. Sel berubah bentuk dan ukurannya, inti sel membesar, dan sitoplasma sel berkurang (Rasjidi, 2008). Human Papilloma Virus(HPV) adalah anggota famili papoviridae yaitu sekelompok virus heterogen yang memiliki untaian ganda DNA tertutup. Gen virus ini mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka awal ( early open reading frame protein), yaitu E1, E2, E3, E4, E6, dan E7, yang berfungsi sebagai protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca kerangka pembuka lambat (late open reading frame protein) L1 dan L2 yang menyusun kapsid virus. Patogenesis virus HPV genitalis risiko-tinggi dimulai saat virus masuk ke dalam tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau melalui epitel skuamosa yang imatur di daerah zona transisional (T zone) (Garcia, 2009). Pada awalnya virus menempel di permukaan sel, kemudian virus melakukan penetrasi melalui membran plasma sel. Virus memasukkan DNAnya ke dalam sel dan melakukan uncoating atau pelepasan kapsid. DNA virus yang telah memasuki sel kemudian melakukan penyisipan (insertion) pada protoonkogen DNA manusia (Garcia, 2009). Protoonkogen yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen (Sukardja, 2000). Menurut Sukardja (2000) pada sel normal protoonkogen mengkode pembuatan peptida yang merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menimbulkan kanker. Sebaliknya, protoonkogen yang telah mengalami transformasi menjadi onkogen mengkode pembuatan peptida yang dapat menimbulkan kanker. Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi pada gen penekan-tumor (tumor suppressor gene) TP53 (sehingga terjadi degradasi protein p53 melalui pengikatan dengan E6) dan RB (melalui pengikatan dan penginaktivasian protein Rb oleh E7) sehingga sel mengalami resistensi terhadap apoptosis, menyebabkan

10

pertumbuhan sel yang tak terkontrol setelah terjadinya kerusakan DNA. Akhirnya, inilah yang menyebabkan terjadinya malignansi (Garcia, 2009). 2.1.7. Gambaran Klinis Kanker Leher rahim Pada permulaan penyakit yaitu stadium preklinik (karsinoma insitu dan mikroinvasif) belum dijumpai gejal-gejala yang spesifik bahkan sering tidak mempunyai gejala. Tetapi awalnya terjadi keputihan(Fluor albus) keluar cairan mucus yang encer, keputihan berwarna krem tidak gatal, kemudian menjadi merah muda, lalu kecoklatan seperti air kotoran dan sangat berbau yang ditimbulkan karena ada jaringan yang nekrosis (Akram, 2010). 2.1.7.2. Perdarahan pervaginam Awal stadium invasif keluhan yang timbul pada penderita kanker leher rahim unteri adalah perdarahan diluar siklus haid, yang dimulai sedikit-sedikit yang kemudian makin lama makin banyak atau perdarahan terjadi diantar 2 masa haid. Perdarahan yang terjadi akibat terbukanya pembuluh darh disertai pengeluaran bau busuk, bila perdarah berlangsung lama dan semakin sering akan menyebabkan penderita menjadi sangat anemis dan dapat terjadi shock, biasanya dijumpai pada penderita kanker leher rahim stadium lanjut (Surbakti, 2004). Perdarahan juga terkadang ditemukan pada dubur akibat penyebaran tumor ke kandung kemih dan rektum (Nasution, 2008). 2.1.7.3. Perdarahan kontak Keluhan ini sering biasanya dijumpai pada penderita kanker leher rahim uteri pada awal stadium invasif, biasanya timbul perdarahan setelah bersenggama. Hal ini terjadi akibat trauma pada permukaan leher rahim uteri yang telah mengalami lesi (Surbakti, 2004). Pada tahap lanjut, terjadi perdarahan pervagina yang makin sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari cair sampai yang menggumpal (Akram, 2010).

2.1.7.1. Keputihan

11

2.1.7.4. Nyeri Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak(Hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor ke kelenjar getah bening di sepanjang tulang belakang. Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran tumor ke kelenjar getah bening dinding panggul (Nasution, 2008). Karakteristik nyeri panggul terasa sebagai nyeri yang tajam, ber langsung berjam-jam dan diluar dari siklus haid (Tracie, 2010). Pada perkembangan kanker leher rahim yang sudah lanjut rasa nyeri juga dapat terjadi setelah melakukan hubungan seksual dan sakit saat buang air kecil (Akram, 2010). 2.1.7.5. Konstipasi Apabila tumor meluas sampai ke dinding rectum, terjadi obstruksi saluran pencernaan bagian bawah kemudian terjadi keluhan konstipasi dan fistula rectoinguinal. 2.1.7.6. Inkontinensia urin Gejala ini sering dijumpai pada stadium lanjut yang merupakan komplikasi akibat terbentuknya fistula dari kandung kemih ke vagina ataupun fistula dari rektum ke vagina karena proses lanjutan metastase kanker leher rahim uteri. 2.1.7.7. Gejala-gejala Lain Semakin lanjut dan semakin bertambah parahnya penyakit, penderita kanker leher rahim uteri akan menjadi kurus, anemis karena perdarahan yang terus-menerus, malaise, nafsu makan hilang, shock dan dapat sampai meninggal dunia (Surbakti, 2004).

12

2.1.8. Diagnosis Kanker Leher Rahim Diagnosis kanker leher rahim diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsy. Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker yang jelas terlihat harus dilakukan biopsy walau hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu, biopsy lesi yang tidak jelas terlihat dilakukan dengan bantuan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak terlihat di dasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi leher rahim(pap smear). Diagnosis kanker leher rahim hanya bedasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan pisau(cold knife) atau dengan elektrokauter (Faradina, 2009). 2.1.9. Stadium Klinis Kanker Leher rahim Penentuan stadium kanker leher rahim menurut FIGO (Federation of Gynecology and Obsetrics) masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto toraks dan sistoskopi serta erktoskopi (Edianto, 2006). Tabel 2.1. Stadium kanker leher rahim menurut FIGO 2000 (Edianto, 2006) Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial Stadium I Karsinoma masih terbatas di leher rahim (penyebaran ke korpus uteri diabaikan) Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm Stadium Ib Lesi terbatas di leher rahim atau secara mikroskopis lebih dari Ia Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm Stadium II Telah melibatkan vagina, tetapi belum melibatkan

13

Stadium IIb Stadium III

parametrium Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain. Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum mencapai dinding panggul Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal Perluasan ke luar organ reproduksi Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

Stadium IIIa Stadium IIIb Stadium IV Stadium IVa Stadium IVb

2.1.10. Penatalaksanaan Kanker Leher Rahim Terapi karsinoma leher rahim dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (Onkolog). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita dan rencana penderita untuk hamil lagi (Wiknjosastro, 2006). 2.1.10.1. Pembedahan Pada karsinoma in situ (Kanker yang terbatas pada lapisan leher rahim paling luar), seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP(loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan peyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan leher rahim(total) ataupun salah satunya (subtotal).

14

2.1.10.2. Terapi penyinaran (radioterapi) Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada leher rahim serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker leher rahim stadium IIB, III, IV dapat diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasi ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. 2.1.10.3. Kemoterapi Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskular. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembanganya. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan radioterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan pada kanker yang kambuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi dilakukan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan (Priyatni, 1997). 2.1.11. Prognosis Kanker Leher Rahim Prognosis tergantung pada stadium kanker. Persentase perempuan yang hidup 5 tahun setelah didiagnosis dan di berikan pengobatan. Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV : 80 hingga 90% dari perempuan : 60% hingga 75% : 30 sampai 40% : 15% atau kurang (Tracie, 2010).

15

2.1.12. Pencegahan Kanker Leher rahim Pencegahan kanker leher rahim terdiri atas pencegahan primer, dan sekunder. Pencegahan primer berupa menunda onset aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami akan mengurangi risiko kanker leher rahim secara signnifikan; penggunaan kontrasepsi barier (kondom, diafragma, dan spermisida) berperan untuk proteksi terhadap agen virus.; penggunaan vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat mengurangi infeksi HPV karena mempunyai kemampuan proteksi >90% (Rasjidi, 2008). Vaksinasi ini lebih bermanfaat bila diberikan pada wanita yang belum pernah terinfeksi HPV. Sirkumsisi pada pasangan seksual juga merupakan tindak pencegahan primer karena mampu menurunkan risiko kanker leher rahim (Castellsagu, 2002). Kemudian, bila seorang wanita telah mengalami lesi prakanker maka tindak pencegahan yang dapat dilakukannya adalah tindak pencegahan sekunder, yaitu upaya mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut dengan melakukan pengobatan segera. Sedangkan tindak pencegahan tersier diperuntukkan bagi wanita yang mengalami kanker leher rahim. Tindak pencegahan terakhir ini bertujuan untuk mencegah munculnya komplikasi akibat penyakit ini (Sukardja, 2000).

16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Kanker leher rahim Faktor resiko

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1 Pasien kanker leher rahim Pasien kanker leher rahim adalah pasien yang telah didiagnosa menderita kanker leher rahim berdasarkan pemeriksaan histopatologik biopsi jaringan. 3.2.1 Karakteristik dan Faktor Resiko Karakteristik kanker leher rahim adalah ciri khas yang di dapat dari suatu pasien yang mengidap kanker leher rahim. Faktor resiko kanker leher rahim yaitu hal-hal yang dapat memperbesar kemungkinan seseorang terkena kanker leher rahim dari infeksi HPV. Variabel karakteristik & faktor resiko yaitu terdiri dari : No 1. Variabel Umur Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional. Definisi Operasional Cara ukur Kategori Umur responden adalah Kuisoner 1. 40 tahun jumlah tahun hidup 2. > 40 tahun responden sejak lahir sampai di diagnosa menderita kanker leher rahim (Jika umur pasien lebih dari 6 bulan maka dibulatkan keatas menjadi 1 tahun) Suku adalah bagian Kuisoner 1. Jawa dari kebudayaan 2. Batak dengan corak yang 3. Melayu khas pada responden. 4. Minang 5. Aceh 6. Lain-lain Skala Ukur Nominal

2.

Suku

Nominal

17

3.

Agama

Agama adalah kepercayaan yang diyakini oleh responden Tingkat pendidikan adala pendidikan formal yang tertinggi yang terakhir di selesaikan responden

Kuisoner

4.

Tingkat pendidikan

Kuisoner

5.

Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan rutin dan utama yang dilakukan responden Usia seorang wanita pada saat melakukan pernikahan pertama kali. Jumlah kelahiran yang pernah dialami responden, baik lahir hidup maupun abortus.

Kuisoner

6.

Usia menikah

Kuisoner

7.

Riwayat paritas

Kuisoner

8.

Penggunaan pil KB

Lamanya penggunaan pil KB sejak menikah.

Kuisoner

9.

Merokok

Merokok adalah kebiasaan merokok sehari-hari yang dilakukan penderita

Kuisoner

1. Islam 2. Kristen 3. Hindu 4. Budha 5. Lain-lain 1. Tidak sekolah/tidak tamat Sekolah Dasar 2.Pendidikan Dasar 3. Pendidikan Menengah 4. Pendidikan Tinggi 1. Ibu Rumah Tangga 2. Pegawai Negeri 3. Wiraswasta 4. Lain-lain 1. resiko tinggi kanker leher rahim 20 thn 2. resiko rendah kanker leher rahim > 20 thn 1. Resiko tinggi kanker leher rahim 3 kali 2. Resiko rendah kanker leher rahim < 3 kali 1. Resiko tinggi kanker leher rahim > 10 tahun 2. Resiko rendah kanker leher rahim 10 tahun 1. ya 2. tidak

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

18

10.

Pekerjaan suami

kanker leher rahim Jenis pekerjaan suami

Kuisoner

11.

Higenitas suami

Higenitas alat genital suami

Kuisoner

1. supir 2. pegawai/pensiunan 3. petani 3. lainlain(wiraswasta, tentara, dll ) 1. disunat 2. tidak disunat

Nominal

Nominal

19

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yakni mengetahui karakteristik dan

faktor resiko kanker leher rahim di poliklinik Onkologi RSUP Haji Adam Malik Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dimana peneliti menggunakan kuisoner dalam pengambilan sample. 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli tahun 2011. Pemilihan tempat didasarkan pada pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit terbesar dan merupakan rumah sakit rujukan di Sumatera Utara. 4.3. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosa kanker leher rahim yang melakukan pengobatan atau rawat inap di poliklinik RSUP H. Adam Malik Medan. 4.3.2.Sampel 4.3.2.1. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah pasien kanker leher rahim yang mengisi inform consent penelitian dan mengisi kuisoner dengan lengkap. 4.3.2.2. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi adalah pasien kanker leher rahim sekunder, yaitu pasien kanker leher rahim yang disebabkan oleh metastasis dari kanker diluar leher rahim. Teknik penarikan sampel dengan cara consecutive sampling yaitu sampel yang diambil telah memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Perhitungan besar sampel dilakukan dengan menggunakan rumus deskriptif kategorik. N= Z PQ d

4.3.1. Populasi

20

N = Jumlah/besar sampel A = Tingkat kemaknaan. Dalam penelitian ini, tingkat kemaknaan yang digunakan ialah = 0,05 sehingga Z yaitu kesalahan tipe I penelitian ini sebesar 1,96 P = Nilai prevalensi bedasarkan penelitian sebelumnya sebesar 15% ( Nasution, 2010) Q = 1-P = 85% d = Kesalahan prediksi yang masih bisa diterima (presisi) ditetapkan sebesar 10%. Angka-angka yang telah disebutkan diatas di masukkan ke rumus besar sampel : N = 48,9 orang N 50 orang 4.4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data penelitian ini adalah data primer berupa kuisoner. 4.5. Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program statistik. Untuk mendeskripsikan karakteristik dan faktor resiko pada kanker leher rahim dilakukan perhitungan frekuensi dan persentase. Hasil penelitian akan di tampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Wahyuni, 2008).

21

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A. Dengan predikat rumah sakit kelas A, RSUP HAM Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 5.1.2. Deskripsi Karakteristik dan Faktor Resiko Responden Responden yang diperoleh untuk penyakit kanker leher rahim pada tahun 2011 berjumlah 50 orang. Distribusi karakteristik frekuensi penderita kanker serviks meliputi umur, suku, pendidikan, agama, dan pekerjaan sedangkan distribusi faktor resiko yaitu usia menikah, melahirkan, penggunaan pil KB, aktivitas merokok, pekerjaan suami, dan higenitas pada alat genital suami. Untuk lebih jelasnya diuraikan pada Tabel 5.1. dan 5.2.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

22

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita Kanker Leher Rahim Variabel f (orang) % Umur 40 Tahun 10 20 >40 Tahun 40 80 Jumlah 50 100 Suku Jawa Batak Minang Aceh Lain-lain ( Mandailing, Melayu) Jumlah Tidak Sekolah/tidak tamat SD Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Pendidikan tinggi Jumlah Islam Kristen Budha Hindu Lain-lain Jumlah Ibu Rumah Tangga Pegawai Negeri/Swasta Wiraswasta Lain-lain Jumlah 13 17 7 7 6 50 11 13 20 6 50 37 9 1 1 2 50 32 6 3 9 50 26 34 14 14 12 100 22 26 40 12 100 74 18 2 2 4 100 64 12 6 18 100

Pendidikan Pasien

Agama

Pekerjaan

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 50 penderita kanker leher rahim, persentasi tertinggi terdapat -pada kelompok umur >40 tahun yaitu 80% dan terendah pada kelompok umur 40 tahun yaitu 20%. Sebanyak 50 penderita kanker leher rahim suku yang mendominasi adalah suku Batak yaitu 34%, diikuti suku Jawa 26%, suku Minang 14%, Aceh 14% dan terkecil adalah Lain-lain yaitu 6%. Segi pendidikan penderita kanker leher rahim dapat terlihat bahwa pendidikan tingkat SMP/SMA yaitu 40% merupakan pendidikan yang paling banyak dari 50 orang penderita dan pada kelompok pendidikan

23

tinggi/Kuliah yaitu 6% adalah kelompok penderita yang terkecil. Agama penderita kanker leher rahim dominan adalah agama Islam kemudian sedangkan yang terkecil adalah Lain-lain yaitu 2%. Untuk pekerjaan penderita kanker leher rahim terbesar adalah Ibu Rumah Tangga yaitu 64% dan terkecil adalah wiraswasta yaitu 6%.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Faktor Resiko Penderita Kanker Leher Rahim Variabel f (orang) % Usia responden saat 20 tahun 27 54 menikah > 20 tahun 23 46 Jumlah 50 100 Jumlah melahirkan 3 kali 19 38 > 3 kali 31 62 Jumlah 50 100 Pengunaan pil KB 10 tahun 10 20 > 10 tahun 13 26 Tidak menggunkan pil KB 27 54 Jumlah 50 100 Aktivitas Merokok Ya 9 18 pada responden Tidak 41 82 Jumlah 50 100 Pekerjaan Supir 13 26 suami responden Pegawai/pensiunan 11 22 Petani 18 36 Lain-lain 8 16 Total 50 100 Suami dikhitan Ya 42 84 Tidak 8 16 Jumlah 50 100 Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 50 penderita kanker leher rahim faktor resiko meliputi Usia Reponden saat menikah terbanyak adalah 20 tahun yaitu 54%. Sedangkan jumlah melahirkan terbanyak yaitu > 3 kali yaitu sebesar 62%. Riwayat penggunaan pil KB terbesar adalah tidak menggunakan pil KB yaitu sebesar 26%. Aktivitas merokok pada responden 82% menyatakan tidak merokok. Sedangkan pekerjaan suami yang memiliki frekuensi tertinggi adalah

24

petani yaitu 36% dan terendah pekerjaan Lain-lain sebesar 16% dan frekuensi terbanyak adalah suami di khitan dengan persentase 84%. 5.2. Pembahasan Bedasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan persentasi umur penderita kanker leher rahim terbanyak adalah > 40 tahun (80%) sedangkan 40 tahun sebesar 20%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zai (2009) tentang Karakteristik individu penderita kanker leher rahim di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun adalah pada kelompok umur >40 tahun (76,8%) dari 492 kasus. Penelitian sebelumnya persentasi kelompok umur penderita kanker leher rahim di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 20082009 yang paling besar adalah pada kelompok Umur >40 tahun (85,2%) dan yang terkecil adalah kelompok umur 41 tahun (14,2%) (Daulay, 2010). Banyaknya ditemukan penderita yang berumur >40 tahun disebabkan terjadinya perubahan derajat sel epitel displasia dan karsinoma invasif memerlukan waktu yang relatif lama, dari displasia menjadi karsinoma insitu diperlukan waktu sekitar 1-7 tahun sedangkan dari karsinoma insitu menjadi karsinoma invasif diperlukan waktu 320 tahun (Daulay, 2010). Ditemukannya penderita kanker serviks pada usia tua menunjukkan bahwa perhatian masyarakat terhadap deteksi dini kanker leher rahim masih belum baik, disamping insidensi yang tinggi pada usia tua menandakan bahwa kanker leher rahim biasanya baru dapat diketahui setelah mencapai stadium lanjut karena pada stadium awal tidak menunjukkan gejala yang spesifik. 5.2.2. Suku Penderita Kanker Leher Rahim Bedasarkan penelitian yang dilakukan didapati hasil persentasi dari yang terbesar yaitu Suku Batak 34%, diikuti suku Jawa 26% , Minang 14%, Aceh 14%, Lain-lain 12%. Bedasarkan persentase tersebut dapat disimpulkan proporsi terbesar adalah suku Batak. 5.2.1. Umur Penderita Kanker Leher Rahim

25

Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Daulay(2010) Proporsi suku penderita kanker leher rahim terbesar adalah suku Batak yaitu 49,4%, diikuti suku Jawa 27,8%, suku Aceh 14,2%, lain-lain (Minang dan Melayu) 6,3 % dan terkecil adalah suku Nias yaitu 2,3%. Hal ini bukan berarti bahwa suku Batak berisiko tinggi terhadap penyakit kanker leher rahim, tetapi kemungkinan disebabkan penderita yang datang berobat ke rumah sakit tersebut lebih banyak masyarakat yang suku Batak. 5.2.3. Tingkat pendidikan Penderita Kanker Leher Rahim Persenteasi tingkat pendidikan yang terbesar yaitu SMP/SMA 40%, SD 26%, tidak sekolah/tidak tamat SD 22%, dan pendidikan tinggi 6%. Hasil ini bertentangan dengan Irianti (2003) yang mendapatkan bahwa penderita kanker leher rahim di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 19982002 yang terbesar adalah Sekolah Dasar (SD) sebesar 60,7% dan yang terkecil adalah Pendidikan Tinggi 3,6%. Juga dengan penelitian oleh Daulay (2010) persentasi pendidikan penderita kanker leher rahim yang terbesar adalah pendidikan dasar yaitu 44,5%, diikuti Penderita dengan Pendidikan menengah sebesar 34,6%, tidak sekolah/tidak tamat SD sebesar 13,6% dan pendidikan terkecil adalah pendidikan tinggi yaitu 6,3%. Dari perbandingan hasil penelitian yang dididapat dengan penelitian lainnya di temukan adanya perbedaan pada tingkat pendidikan pasien kanker seviks. Hal ini diasumsikan bahwa pendidikan identik dengan tingkat pengetahuan dan tingginya tinkat pengetahuan belum tentu terhindar dari kejadian kanker leher rahim. 5.2.4. Agama Penderita Kanker Leher Rahim Bedasarkan persentasi yang didapat dari 50 pasien di poliklinik onkologi RSHUP Adam Malik Medan didapati proporsi tebesar yaitu agama Islam 74%, kemudian Kristen 18%, Lain-lain 2%, Hindu 1% dan Budha 1%. Hal ini bukan menyimpulkan bahwa yang beragama Islam lebih berisiko terhadap terjadinya kanker leher rahim dan yang beragama hindu tidak berisiko,

26

namun hal ini berkaitan dengan penderita yang datang berobat ke rumah sakit tersebut adalah lebih dominan pada masyarakat yang beragama Islam. Ditinjau dari segi lain, peneliti melihat hal ini bertentangan dengan beberapa teori yaitu, pada umat yang beragama Islam, justru pada pria diwajibkan untuk melakukan sirkumsisi, dimana literatur menyebutkan sirkumsisi pada pasangan seksual juga merupakan tindak pencegahan primer karena mampu menurunkan risiko kanker leher rahim (Castellsagu, 2002). 5.2.5. Pekerjaan Penderita Kanker Leher Rahim Bedasarkan Hasil yang didapat dari pengumpulan sampel, didapati persentase tertinggi pekerjaan penderita kanker leher rahim adalah IRT(Ibu Rumah Tangga) 64%, kemudian Lain-lain 18%, Pegawai Negeri 12 % dan wiraswasta 6%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution (2008) tentang karakteristik penderita kanker leher rahim yang dirawat inap di RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 20032007 dari 183 penderita kanker leher rahim 60,7% adalah sebagai ibu rumah tangga. Disamping itu penelitian Handayani (2009) di RS Santa Elisabeth menunjukkan persentasi tertinggi pekerjaan penderita kanker leher rahim adalah ibu rumah tangga sebesar 61,0%. Hasil penelitian Daulay (2010) Pekerjaan penderita kanker leher rahim terbesar adalah Ibu Rumah Tangga yaitu 64,2% diikuti dengan pekerjaan petani sebesar 14,2%, pegawai 11,9% dan terkecil adalah wiraswasta yaitu 9,7%. 5.2.6. Usia Menikah Penderita Kanker Leher Rahim Hasil persentase penelitian didapati usia menikah > 20 tahun memiliki proporsi terbesar yaitu 54%, usia menikah 16-18 tahun sebesar 28% dan usia menikah 19-20 tahun memiliki persentase 18%. Hal ini bertentangan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Zai (2009) tentang Karakteristik penderita kanker leher rahim yang dirawat inap di RSUP HAM yang menyatakan bahwa pada umur <21 tahun penderita kanker leher rahim berada pada stadium lanjut sebesar 77,4%. Menurut Aziz (2002), wanita menikah

27

dibawah umur 16 tahun, biasanya 10-12 kali lebih besar kemungkinan terjadninya kanker leher rahim dari pada mereka yang menikah setalah usia diatas 20 tahun, dimana pada usia tersebut kondisi rahim seorang remaja putri sangat sensitif dan leher rahim remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena proses metaplasia skuamosa yang aktif, sehingga faktor ini dapat mengakibatkan seorang penderita kanker leher rahim berada pada stadium lanjut pada usia terdeteksinya kanker. 5.2.7. Jumlah Melahirkan Penderita Kanker Leher Rahim Bedasarkan pengambilan data dari 50 pasien Kanker leher rahim di Poliklinik Onkologi RSHUP Adam Malik didapati proporsi pada wanita yang melahirkan > 3 kali 62% dan 38% pada wanita yang melahirkan 3 kali. Hal ini sejalan dengan Harjono (1996), dimana kanker leher rahim dijumpai pada wanita yang sering partus atau melahirkan 35 kali. Menurut teori pada umumnya kanker leher rahim paling banyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan walaupun kategori sering melahirkan belum ada keseragaman para ahli kanker memberi batasan 3-5 kali melahirkan. Hal ini juga didukung dengan penelitian yang di lakukan Melva (2008) di RSUP H. Adam Malik yang menyatakan bahwa penderita yang mengalamai kanker leher rahim yaitu pada paritas 3 orang. Rasjidi (2008) juga menyebutkan bahwa seorang wanita yang memiliki paritas >4 orang memiliki risiko menderita kanker leher rahim. 5.2.8. Penggunaan Pil KB Penderita Kanker Leher Rahim Bedasarkan pengambilan data pada pasien kanker leher rahim di RSHUP Adam Malik riwayat penggunaan pil KB dengan proporsi terbesar yaitu yang tidak pernah menggunakan pil KB 54%, diikuti penggunaan pil KB > 10 tahun sebesar 26% dan penggunaan pil KB 10 tahun sebesar 10%. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang ada yang menyatakan bahwa pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan ririko terkena kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Beberapa pelnelitian menunjukan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitive terhadap Human Papiloma Virus

28

yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga resiko terjadi kanker leher rahim (Surbakti, E., 2003) Menurut Evi I(RS Adam Malik 2003) proporsi terbesar riwayat pemakaian kontrasepsi pada umumnya tidak menggunakan kontrasepsi(77,9%). Hal ini sejalan dengan penelitian Swandono(1995) di RS Sardjito menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi IUD dengan gambaran kelainan sel leher rahim. 5.2.9. Aktivitas Merokok Pada Penderita Kanker Leher Rahim Bedasarkan Hasil pengumpulan data didapati proporsi aktivitas merokok pada pasien kanker leher rahim yang terbesar yaitu tidak merokok 82% dan merokok 18%. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Daulay yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat merokok bedasarkan kejadian kanker leher rahim yang dilakukan di RSHUP Adama Malik Medan tahun 20082009. Hasil ini juga sepaham dengan penelitian yang dilakukan oleh Melva (2008) Bahwa faktor resiko kejadian kanker leher rahim do RSUPH Adam Malik Medan yaitu pada stadium klinis berat 65 penderita merupakan bukan seorang perokok. merupakan bukan seorang perokok. Penyebab dari kanker leher rahim adalah Human Pavilloma Virus (HPV), tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker leher rahim yang lebih parah sehingga saat dilakukan pemeriksaan telah sampai pada stadium lanjut karena zat nikotin yang dikandung memudahkan virus masuk ke dalam leher rahim. Studi ini menunjukkan bahwa nikotin yang di dapat dari asap ditemukan pada mukus leher rahim perokok yang mungkin menyebabkan efek genotoxic atau imunosupresif (Hoskin, 2000). Tetapi teori yang ada tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

29

5.2.10. Pekerjaan Suami Penderita Kanker Leher Rahim Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan di dapati hasil besar persentasi pekerjaan suami pada wanita yang mengidap kanker servik terbesar yaitu Petani sebesar 36%,supir 26%, pegawai/pensiunan 22%, dan lain-lain 16% Pada penderita kanker leher rahim di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 20082009. Hasil penelitian ini diasumsikan bahwa pada pekerjaan suami sebagai supir luar kota memiliki risiko untuk seorang penderita berada pada stadium lanjut yaitu karena suami berada jauh dari istri sehingga mereka beresiko melakukan hubungan seksual selain dengan istri. Akibat aktivitas yang tidak sehat ini jika suami berhubungan seksual dengan istri berpotensi untuk menularkan virus HPV yang kemudian dapat menjadi kanker leher rahim (Daulay, 2010). 5.2.11. Khitan Pada Suami Penderita Kanker Leher Rahim Pada Hasil penelitian didapati higenitas alat kelamin suami/khitan proporsi tertinggi pada wanita yang mengalami kanker leher rahim yaitu dikhitan 84% dan tidak dikhitan 16%. Ditinjau dari segi lain, peneliti melihat hal ini bertentangan dengan beberapa teori yaitu, pada umat yang beragama Islam, justru pada pria diwajibkan untuk melakukan sirkumsisi, dimana literatur menyebutkan sirkumsisi pada pasangan seksual juga merupakan tindak pencegahan primer karena mampu menurunkan risiko kanker leher rahim (Castellsagu, 2002) dimana pada sampel ini yang dominan adalah beragama islam. Berhubung makin berkembangnya kesadaran dalam higenitas alat kelamin saat ini banyak juga dijumpai pria yang dikthitan pada non-muslim. Dapat dikatakan bahwa higenitas alat kelamin suami kurang berpengaruh terhadap kejadian kanker servik karena pengambilan sampel dilakukan di daerah yang mayoritas beragama islam dimana pada agama islam diwajibkan untuk melakukan khitan.

30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan mengenai karakteristik dan faktor resiko pasien kanker leher rahim di Poliklinik onkologi di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011 sebagai berikut : 1. Karakteristik penderita kanker leher rahim adalah kelompok Umur >40 tahun 80%, Suku Batak 17%, Pendidikan Menengah 46%, Agama Islam 74%, dan Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 64% 2. Faktor resiko penderita kanker leher rahim adalah Usia responden saat menikah <20 tahun, Jumlah Melahirkan > 3 kali, Tidak Ada Penggunaan Pil KB 54%, Tidak Ada Aktivitas Merokok 82%, Pekerjaan Suami Petani 36%, dan Suami di Khitan 84%. 6.2. Saran 1. Kepada setiap rumah sakit agar lebih mensosialisasikan atau memberikan penyuluhan kepada masyarakat sehingga dapat mengurangi angka kejadian kanker leher rahim di Medan. 2. Kepada pemerintah khususnya yang bersangkutan dengan kesehatan agar lebih mensosialisasikan tentang pemeriksaan kanker leher rahim pada wanita yang telah aktif melakukan hubungan seksual,agar dapat mendeteksi penyakit lebih dini. 3. Kepada kaum wanita atau pembaca agar lebih memperhatikan tanda dan gejala serta faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kanker leher rahim dan segera memeriksakan diri apabila timbul kelainan yang dialami pada alat reproduksi sehingga kanker leher rahim yang ditemukan dalam stadium dini dan dapat ditangani segera.

31

DAFTAR PUSTAKA Akram, Salma Bt. Mohd., 2010. Prevalensi Stadium Kanker Serviks yang Tersering pada Wanita di RSUP H. Adam Malik pada Tahun 2009. Medan : Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21557 [Updating 4 April 2011] Arumugam, V., 2010. Gambaran Penderita Kanker Serviks Bedasarkan FaktorFaktor Risiko dan Upaya Pencegahan Kanker Serviks di RSUP Haji Adam Malik, Medan dari periode 1 Januari 2008-31 Desember 2009. Medan : Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21709 [Updating 8 April 2011] Aziz, M. Farid., 2009. Gynecological cancer in Indonesia. J Gynecol Oncol 20(1): 810. Available from: http://synapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/1114JGO/jgo-20-8.pdf [Updating 27 April 2011] Cancer Research UK., 2009. UK Cervical Cancer incidence statistics. London: Cancer Research UK. Available from: http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/cervix/incidence/. [Updating 25 April 2011] Castellsagu, Xavier et all., 2002. Male Circumcision, Penile Human Papillomavirus Infection, and Cervical Cancer in Female Partners . N Engl J Med: 346:1105-1112. Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/346/15/1105. [Updating 10 March 2011] Cervical cancer., 2007. Cervical Cancer Statistic2007. Austria : Cervical cancer. Available from :

32

http://www.cervicalcancer.org/statistics.html [Updating 25 April 2011] Daulay, Ayu S., 2010. Hubungan Antara Karakteristik Individu dengan Stadium Klinis Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008-2009. Medan : Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21524 [Updating 12 March 2011] Edianto, D., 2006. Kanker Serviks, Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta : 442-54 Faradina, D., 2009. Histerektomi Radikal Pada Kanker Serviks di RSUP H. Adam Malik Medan Januari 2002-Desember 2006. Medan : Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6451 [Updating 23 April 2011] Garcia, Agustin A., 2009. Cervical Cancer. Emedicine Obstetrics and Gynecology. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/253513-overview. April 2011] Handayani, D., 2009. Karakteristik Penderita Kanker Serviks Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2008. Medan: Universitas Sumatera Utara. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14634?mode=full 21 Februari 2011] Harjono, M., 1996. Keluarga Berencna dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan [Updating [Updating 28

33

Hisworo, Mhd. R., 2010. Tingkat Pengetahuan Sikap Bidan serta Perawat Terhadap Bahaya Kanker Serviks di Rumah Sakit Pelabuhan Medan Belawan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/22298 2011] Hoskins, W. J, et all., 2005. Prinxiple and Practice of Gynecologic Oncology. Edisi keempat. Library Congress Cataloging-inPublication Data International Federation of Gynecology and Obsetrics, 2000. Staging [Updating 15 March

Classifications and Clinical Practice Guidelines for Gynaecologic Cancers. Internet Publications. Available from : http://www.figo.org/publications/staging_classifications+ March 2011] Irianti, Evi., 2003. Karakteristik Penderita Kanker Serviks Uteri Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 1998 2002. Medan : Universitas Sumatera Utara MacFarlane-Anderson, Norma., Bazuaye, Patience E., Jackson, Maria D., Smikle, Monica., Fletcher, Horace M., 2008. Cervical Dysplasia and Cancer and the Use of Hormonal Contraceptives in Jamaican Women . BMC Women's Health. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/577238. [Updating 27 March 2011] Melva., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kanker Leher Rahim Pada Penderita yang Datang Berobat di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2008. Medan : Universitas Sumatera Utara. [Updating 23

34

Nasution, S. Fitri., 2008. Karakteristik Penderita Kanker Serviks yang Dirawat Inap di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2003-2007 . Medan: Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16494 2011] Rasjidi, I., 2008. Kanker Serviks. In: Manual Prakanker Serviks. Jakarta: CV Sagung Seto. 5-24. Robin, Kumar, Cotran., 2007. Buku Ajar Patologi, Volume I Edisi 7. Jakarta : Penerbit Buku EGC. 186. Setyarini, E., 2009. Faktor- Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Kanker Leher Rahim di Rsud Dr. Moewardi Surakarta . Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available from: http://etd.eprints.ums.ac.id/3942/2/J410040010.pdf. [Updating 28 Februari 2011] Sopiyudin D., M., 2009. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : CV Sagung Seto. Sukardja, I D. Gede., 2000. Onkologi Klinik. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Surbakti, E., 2004. Pendekatan Faktor Risiko Sebagai Rancangan Alternatif Dalam Penanggulangan Kanker Serviks Uteri di Rumah Sakit Pirngadi Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6855 2011] [Updating 21 february [Updating 29 April

35

Tracie, Gan PF., 2010. Tingkat Pengetahuan Mahasiswi Faklutas Sastra Universitas Sumatera Utara Angkatan 2008 Mengenai Pap Smear sebagai Satu Langkah Deteksi Awal Untuk Kanker Serviks. Medan : Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21523 [Updating 27 Mei 2011] Wahyuni, Arlinda S., Statistika Kedokteran. Jakarta : Bamboedoea

Communication. Winkjosastro, H., 2006. Anatomi dan Fisiologi Alat-Alat Reproduksi. In: Winkjosastro, Hanifa., ed. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 31-44. World Health Organzation (WHO)/Institut Catal dOncologia (ICO)., 2010. Human Papillomavirus and Related Cancers in Indonesia. Available from: www. who. int/ hpvcentre. [Updating 27 February 2011] Zai, Alfian E., 2009. Karakteristik Penderita Kanker leher Rahim Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan . Medan: Universitas Sumatera Utara. Available from: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/14739 [Updating 28 Februari 2011]

You might also like