You are on page 1of 3

Imunisasi suatu upaya preventif yang paling ampuh dalam pencegahan penyakit menular yang dapat dicegah dengan

imunisasi (PD3I). Dengan memberikan imunisasi akan membangun kekebalan tubuh sehingga memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit menular. Untuk pencegahan penyakit menular pada bayi dan balita, berikanlah imunisasi lengkap karena dalam waktu 4 6 minggu setelah imunisasi akan timbul antibodi spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit. Para bayi dan balita yang telah diberikan imunisasi memiliki perlindungan tidak mudah tertular dan menularkan penyakit pada bayi dan balita lain. Hal ini mampu mencegah terjadi wabah dan kematian yang disebabkan oleh penyakit menular. Keberhasilan imunisasi telah terbukti dengan menghilangnya penyakit cacar di muka bumi, dimana kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan di kecamatan Sepatan/Tangerang tahun 1974. Kemudian pada tahun 1976, Somalia dinyatakan bebas cacar. Sehingga, selanjutnya WHO menyatakan dunia bebas cacar pada tahun 1978 dan imunisasi cacar dihentikan pada tahun 1980, sehingga biaya untuk pembelian vaksin cacar dapat dialihkan untuk penelitian vaksin baru lainnya. Sebagian kecil masyarakat di Indonesia masih memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam memahami pentingnya imunisasi. Beberapa masyarakat yang memiliki persepsi berbeda merasakan kekhawatiran jika anaknya akan mengalami sakit jika diberikan imunisasi. Persepsi tersebut dijelaskan bahwa vaksin yang diberikan telah melalui suatu penelitian sangat panjang sekitar 15 tahun, mulai dari tahapan pembuatan seed vaksin (bibit vaksin) sampai vaksin dapat digunakan. Keamanan vaksin memiliki kualitas yang sangat baik, karena proses pembuatan dilakukan secara bertahap dengan proses yang sangat rumit mulai dari kegiatan uji klinik yang sangat ketat, uji di laboratorium, animal testing, dan pengujian tingkat keamanan terhadap manusia. Proses uji coba ini dikenal dengan uji klinik phase satu, dua dan tiga. Jika proses tersebut telah selesai, kemudian izin edar dari Badan POM telah keluar barulah vaksin bisa dipergunakan. Penggunaan vaksin dalam mendukung program imunisasi masih terus diawasi oleh Badan POM melalui suatu pengamatan yang terdiri dalam empat fase (Post Marketing Surveilans). Post Marketing Surveilans ini telah sesuai dengan standarisasi dari Badan Kesehatan Dunia. Seluruh perusahaan pembuatan vaksin akan diakreditasi setiap dua tahun sekali oleh Badan Kesehatan Dunia untuk mendapatkan prakualifikasi WHO. Dengan memiliki prakualifikasi WHO, perusahaan-perusahaan vaksin tersebut mampu mengekspor produk ke setiap negara di dunia. Program imunisasi di Indonesia diawasi oleh beberapa institusi, seperti Badan POM, Litbangkes, Subdit Surveilans dan Epidemiologi Kemenkes, Indonesia Technical Advisory Group for Immunization (ITAGI), Komas/Komda Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), beberapa badan penelitian di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kesehatan Masyarakat di perguruan tinggi nasional. Institusi resmi tersebut, umumnya terdiri dari dokter ahli penyakit infeksi, imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, dan biostatistika. Tercatat sebanyak 194 negara di dunia terus menerus melakukan imunisasi untuk bayi dan balita. Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang imunisasi, justru semua negara sedang berusaha

meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90%. Dengan meningkatkan cakupan imunisasi tersebut maka lebih dari 90 % anak/bayi telah mendapat imunisasi lengkap dan penularan penyakit menular semakin berkurang. Isu Vaksin Muncul beberapa isu terkait vaksin akhir-akhir ini, isu yang mengatakan bahwa Indonesia mengeluarkan biaya yang sangat mahal dengan membeli vaksin dari Amerika. Hal itu tidak betul, karena Indonesia dengan bangga menyatakan bahwa kebutuhan vaksin untuk program imunisasi telah terpenuhi oleh produsen lokal Bio Farma. Produsen vaksin nasional ini telah mampu mengekspor produknya ke lebih dari 120 negara dan 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam di dunia. Isu keamanan vaksin yang disinyalir vaksin menyebabkan kematian kepada penggunanya. Hal tersebut tidaklah benar berdasarkan bukti dengan dilakukan asesmen oleh para ahli yang tergabung dalam Komite Nasional PP KIPI (Pemantauan dan Pengkajian KIPI). Penggunaan vaksin dalam program imunisasi dipantau dengan baik oleh PP KIPI. Beberapa reaksi yang wajar terjadi setelah imunisasi, seperti reaksi sakit pada bekas suntikan, kemerahan, bengkak, reaksi sistemik berupa demam ringan, pusing, dan mual. Jika terjadi suatu reaksi dari yang biasanya segera laporkan kepada petugas imunisasi atau kesehatan untuk mendapatkan pertolongan dan pengobatan yang tepat. Isu lainnya adalah vaksin tidak halal. Vaksin polio untuk program telah mendapat fatwa dari MUI (Majelis Ulama Indonesia). Kemudian ada isu lain mengenai pemberian ASI eksklusif. Ada anggapan di masyarakat bahwa untuk pencegahan penyakit menular cukup dengan memberikan ASI tidak perlu imunisasi. Anggapan ini adalah suatu hal yang keliru, karena tidak ada satu pun badan penelitian di dunia yang menyatakan ASI, gizi, atau suplemen herbal bisa menggantikan imunisasi. Hal ini dikarenakan sistem kekebalan yang dibentuk sangat berbeda. ASI, gizi, atau suplemen herbal hanya mampu memperkuat pertahanan tubuh secara umum, namun tidak mampu membentuk kekebalan tubuh secara spesifik terhadap kuman tertentu yang berbahaya. Jika jumlah kuman dalam tubuh lebih banyak dan ganas, maka perlindungan umum tidak mampu lagi melindungi. Hal ini yang kemudian menyebabkan bayi dan balita menderita sakit berat, cacat atau bahkan kematian. Pemberian vaksin mampu merangsang pembentukan kekebalan yang spesifik (antibodi) terhadap kuman, racun, virus atau bakteri tertentu. Antibodi terbentuk dalam tubuh akan bekerja lebih cepat, efektif dan efisien untuk mencegah penularan penyakit yang berbahaya. Selain diberi imunisasi, bayi tetap diberi ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap serta seimbang. Hal itu pun didukung dengan kebersihan badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan yang baik. Suplemen dapat diberikan sesuai denagn kebutuhan individual yang

bervariasi. Selain itu, bayi harus pula mendapatkan perhatian, kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan kecerdasan, kreatifitas serta perilaku yang baik. Beberapa kejadian yang terjadi di beberapa negara dengan cakupan imunisasi rendah sehingga mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB/outbreak) pada bayi dan balita tidak diimunisasi, seperti di negara Asia dan Afrika. KLB pun pernah terjadi di Indonesia, seperti KLB Polio di Sukabumi tahun 2005 2006. Dalam beberapa bulan virus polio ini menyebar dengan cepat ke Banten, Lampung, Madura, sampai Aceh. Virus polio ini telah menyebabkan 305 anak lumpuh permanen. KLB lain yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu KLB Campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat tahun 2009 2011. KLB Campak ini telah mengakibatkan 5818 anak menjalani perawatan di rumas sakit dan 16 anak meninggal dunia karena tidak mendapatkan imunisasi campak. Saat ini menurut data surveilans, KLB difteri dari Jawa Timur 2010 2012 sudah menyebar ke 19 provinsi (Sumut, Sumbar, Bengkulu, Sumsel, Babel, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jabar, Jateng, DIY, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Sulsel, Sulbar, Sultra, dan Bali). Tahun 2011 dilaporkan telah terjadi 811 kasus difteri yang menyebabkan 38 orang meninggal dunia. Tahun 2012 laporan per 2 Juli sudah dilaporkan telah terjadi kasus difteri mencapai 515 kasus yang menyebabkan 23 orang meninggal dunia. KLB ini menyerang pada anak-anak dengan status imunisasi yang belum lengkap atau belum pernah imunisasi DPT. KLB difteri di Jawa timur ini telah menempatkan Indonesia sebagai negara nomor dua di dunia dengan kasus difteri yang tertinggi setelah India. Untuk mengatasi KLB tersebut, pemerintah meningkatkan imunisasi rutin dan khusus dengan mengadakan program imunisasi tambahan yang serentak pada kelompok masyarakat sebagai upaya menghentikan penyebaran penyakit menular. Program imunisasi tambahan melalui Pekan Imunisasi Nasional (PIN) pernah diselenggarakan pada tahun 2005 2006 untuk penanganan KLB polio secara serentak di beberapa provinsi. Kasus polio terakhir masih ditemukan di Aceh Tenggara dan saat ini Indonesia sedang menunggu Pakistan, Afganistan, dan Nigeria untuk dinyatakan bebas Polio. Dengan situasi saat ini, kita wajib untuk bersama-sama membantu memberikan pengertian yang benar kepada masyarakat. Sehingga, mereka memiliki kesadaran untuk memberikan imunisasi yang lengkap bagi anak-anaknya. Kesadaran mereka dapat meningkatkan cakupan imunisasi, menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I. Dukungan dan kesadaran ini diharapkan dapat mendukung pencapaian MDG-4 (Millenium Development Goals) dalam menurunkan angka kematian anak dengan target menurunkan dua pertiga dari tahun 1990 ke tahun 2015. Mari bersama-sama kita memberikan dukungan untuk mensejahterakan masyarakat dengan menginformasikan manfaat imunisasi. Untuk membangun generasi muda Indonesia yang sehat, sejahtera, dan berkualitas.

You might also like