You are on page 1of 7

ASKEP SECTIO CESAREA

BAB II KONSEP DASAR A. Definisi Sectio Cesarea adalah suatu cara untuk melahirkan janin melalui sayatan pada dinding uterus yang ancangannya dilakukan melalui dinding depan abdomen (Rustam Mochtar, 1992). Pakar Ilmu Penyakit Kandungan dan Kebidanan lainnya (Sarwono, 1991), mendefinisikan SC sebagai suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. Dengan demikian SC adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen dan dilanjutkan dengan uterus bagian depan sehingga janin dapat dilahirkan melalui dinding rahim dan selanjutnya dinding abdomen dalam keadaan sehat. B. Indikasi Sectio Cesarea Operasi SC dilakukan jika kelahiran pervaginam diramalkan akan dapat menimbulkan risiko pada ibu maupun janin. Indikasi SC terbagi atas indikasi ibu dan indikasi janin, beberapa indikasi SC pada ibu adalah : 1. Ketidakseimbangan antar ukuran kepala janin dan panggul panggul ibu (Disproporsi sefalopelvik / CPD). 2. Disfungsi uterus 3. Distosia jaringan lunak 4. Plasenta previa 5. His lemah 6. Ruptura uteri mengancam 7. Primimuda atau tua 8. Partus dengan komplikasi 9. Problema plasenta Berikut ini adalah suatu keadaan janin yang merupakan indikasi untuk dilakukannya SC, beberapa indikasi pada janin adalah : 1. Janin besar 2. Gawat janin 3. Janin dalam posisi sungsang atau melintang 4. Fetal distress 5. Kalainan letak 6. Hydrocephalus C. Kontraindikasi Sectio Cesarea Kontraindikasi merupakan suatu keadaan dimana SC tidak layak atau pun tidak boleh dilakukan, pada umumnya kontraindikasi SC bilamana terdapat keadaan seperti dibawah ini: 1. Bila pada pemeriksaan didapatkan janin yang dikandung telah mati. 2. Klien dalam keadaan syok. 3. Anemi berat yang belum diatasi. 4. Kelainan kongenital berat pada janin.

D. Jenis Pendekatan / Ancangan Sectio Cesarea 1. Sectio Cesarea Transabdominalis Transperitonealis SC transabdominalis/transperitonealis disebut sebagai SC klasik atau korporal pada jenis ini insisi dilakukan memanjang pada corpus uteri. Ancangan ini dilakukan melalui sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm. Kelebihan dari ancangan ini adalah dapat mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan cidera pada kandung kemih dan bila diperlukan sayatan bisa diperpanjang kearah proksimal maupun distal. Kekurangan pada SC Transabdominalis adalah: Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena selaput peritoneum dibuka dan sering tidak dapat tertutup dengan baik, pada ancangan ini juga lebih berisiko untuk terjadinya ruptur uteri spontan bila pada persalinan kehamilan berikutnya dilakukan secara pervaginam (SC isthmus atau profunda /low cervical incision). 2. Sectio Cesarea Transabdominalis Extraperitoneal SC Ekstra Peritoneal dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm, tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka rongga abdomen. Kelebihan metoda ini adalah penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum, perdarahan tidak begitu banyak dan kemungkinan ruptur uteri spontan berkurang. Kekurangan SC jenis ini adalah luka operasi dapat melebar kekiri atau kekanan ataupun kebawah sehingga dapat menyebabkan robekan pada uterus yang mengakibatkan perdarahan cukup banyak, dan pada SC jenis ini sering muncul keluhan gangguan kandung kemih pasca operasi. 3. Sectio Cesarea Tranvaginalis Menurut sayatan pada rahim, SC dapat dilakukan sebagai berikut (Mochtar, Rustam, 1992): sayatan memanjang (longitudinal), sayatan melintang (Transversal ) dan sayatan huruf T (T insicion). E. Komplikasi Operasi SC Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain : 1. Infeksi puerperal (Nifas) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik 2. Perdarahan Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka. Perdarahan pada plasenta bed. 3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu tinggi. 4. Kemungkinan ruptur tinggi spontan pada kehamilan berikutnya. F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Golongan darah

2. Pemantauan kondisi janin ( DJJ, Dopler, Partogram) 3. Pemantauan EKG 4. Elektrolit 5. Hemoglobin / Hematokrit 6. Urinalisis 7. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi 8. Ultrasound sesuai pesanan dokter. 9. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi. G. Asuhan Keperawatan Sectio Caesarea Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: Pengkajian keperawatan (identifikasi, analisa masalah / data) dari diagnosa Keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. 1. Pengkajian 1. Sirkulasi : Kehilangan darah selama prosedur kira-kira 400 500 cc. 2. Makanan / cairan : Abdomen lunak tidak ada distensi. 3. Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal epidural 4. Nyeri / Ketidaknyamanan: Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya trauma bedah atau insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih atau abdomen, efek-efek anestesi, mulut kering. 5. Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vasikuler. 6. Keamanan : Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda darah atau kering. 7. Organ Reproduksi : Fundus uteri berkontraksi kuat dan terletak di umbilicus. 8. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak. 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Doengeos E.marllyn (2001), Diagnosa keperawatan pada klien pra dan pasca SC adalah sebagai berikut : 1. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur perawatan sebelum dan sesudah melahirkan melalui operasi SC 2. Nyeri berhubungan dengan kondisi pasca operasi 3. Cemas berhubungan dengan ancaman pada konsep diri. 4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam kehidupan. 5. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi fisiologis dan cidera jaringan. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb, pasca prosedur invasif. 7. Gangguan pola eliminasi, konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot. 8. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan cidera operasi dan efek anestasi 9. Kurangnya pemahaman mengenai perubahan fisiologi pada masa pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurangnya informasi. 3. Rencana Asuhan Keperawatan. Tahap perencanaan merupakan tahap penentuan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan atas tindakan yang telah direncanakan. Intervensi dari diagnosa keperawatan diatas haruslah tepat dan mempunyai dampak ungkit dalam mengatasi masalah yang ada, permasalahan yang

mungkin muncul pada klien pra & pasca SC adalah : 1. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur dan perawatan sebelum melahirkan melalui operasi SC. Tujuan : Klien dapat memahami tentang prosedur proses persalinan melalui SC dan bersedia bekerjasama dalam persiapan pra bedah Kriteria hasil : o Klien memahami prosedur persalinan melalui SC o Klien bersedia bekerja sama dalam persiapan pra bedah. Intervensi : 1. Diskusikan dengan klien dan orang terdekat alasan untuk SC. 2. Jelaskan prosedur praoperasi dan kemungkinan resiko yang dapat terjadi (Informed Consent). 3. Berikan kesaksian dalam proses penandatanganan persetujuan tindakan. 4. Dapatkan tanda vital dasar. 5. Kolaborasi dalam pemriksaan Lab. (DPL, elektrolit, golongan darah dan urine). 2. Nyeri berhubungan dengan kondisi pasca operasi. Tujuan : Rasa nyeri hilang Kriteria Hasil : o Klien mampu mengungkapkan rasa nyeri dan menggunakan rencana untuk mengatasi nyeri atau ketidak nyamanan serta mengungkapkan berkurangnya nyeri. o Klien tampak santai serta dapat tidur atau cukup beristirahat. Intervensi : 1. Kaji karakteristik nyeri dan lokasi ke tidaknyamanan. 2. Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan. 3. Evaluasi tekanan darah dan nadi dan perhatikan perubahan perilaku. 4. Ubah posisis klien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan. 5. Ajarkan latihan relaksasi napas dalam bila nyeri ada. 6. Anjurkan tekhnik distraksi dan relaksasi. 7. Kaji rasa nyeri tekan uterus dan perhatikan infus oksitoksin pasca operasi. 8. Anjurkan mobilisasi dini dan menghindari makanan yang mengandung gas. 9. Palpasi kandung kemih dan perhatikan adanya rasa penuh. 10. Berikan analgesik sesuai yang diresepkan oleh dokter. 3. Cemas berhubungan dengan ancaman pada konsep diri. Tujuan : Cemas tidak terjadi. Kriteria hasil : o Klien mengerti, memahami dan mampu mengungkapkan cemas serta mampu mengidentifikasi cara untuk menurunkan tingkat atau menghilangkan cemas secara mandiri. o Klien mengatakan bahwa cemas sudah terkendali dan berada pada keadaan yang dapat ditanggulangi. o Klien terlihat santai serta dapat tidur dan beristirahat dengan cukup. Intervensi : 1. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya. 2. Bantu klien mengidentifikasikan mekanisme koping yang lazim dan mengembangkan strategi koping yang dibutuhkan.

3. Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien maupun bayinya. 4. Anjurkan klien untuk sering kontak dengan bayi sesegera mungkin. 4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam kehidupan. Tujuan : Perasaan harga diri rendah situasional tidak terjadi. Kriteria hasil : o Klien mampu mendiskusikan masalah berhubungan dengan peran dan persepsi terhadap pengalaman kelahiran. o Klien atau pasangan dan mampu mengekspresikan harapan diri yang positif. Intervensi : 1. Tentukan respon emosional klien atau pansangan terhadapn kelahirsn SC. 2. Kaji ulang partipasi dan peran klien / pasangan dalam pengalaman kelahiran. 3. Beritahukan klien tentang hampir samanya antara kelahiran SC dan kelahiran melalui vagina. 5. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan fungsi fisiologis dan cidera jaringan. Tujuan : Resiko tinggi terhadap gangguan dan cidera tidak terjadi. Kriteria hasil : o Klien mampu menerapkan perilaku untuk menurunkan risiko cidera dan perlindungan diri agar dapat bebas dari komplikasi. Intervensi : 1. Observasi tanda-tanda vital. 2. Observasi balutan terhadap perdarahan yang berlebihan. 3. Perhatikan kateter, jumlah lokia dan konsistensi fundus. 4. Pantau asupan cairan dan pengeluaran urin. 5. Anjurkan latihan kaki / pergelangan kaki dan ambulasi dini. 6. Anjurkan klien untuk merubah selalu posisi tubuh (duduk, berbaring dalam posisi datar). 7. Observasi daerah luka operasi (apakah sudah ada perubahan kearah penyembuhan atau tanda-tanda infeksi). 8. Observasi daerah ekstremitas bawah terhadap tanda tromboplebitis. 9. Berikan cairan infus sesuai dengan program. 10. Periksa Hb, Ht pasca operasi bandingkan dengan kadar pra operasi. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb, prosedur invasif. Tujuan : Risiko tinggi infeksi tidak terjadi. Kriteria hasil : o Klien mampu mengungkapkan teknik untuk menurunkan resiko dan meningkatkan penyembuhan. o Klien tidak demam / bebas dari infeksi. Intervensi : 1. Anjurkan dan gunakan teknik a & antiseptik. 2. Perhatikan faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi. 3. Observasi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan 4. Ganti balutan luka bila basah. 5. Observasi luka insisisi terhadap proses penyembuhan. 6. Dorong klien untuk mandi air hangat setiap hari tetapi tidak mengenai luka operasi.

7. Berikan antibiotik sesuai pesanan oleh dokter. 7. Gangguan pola eliminasi, konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot. Tujuan : Konstipasi tidak terjadi Kriteria hasil : o Klien mampu mengungkapkan kembalinya motilitas usus yang dibuktikan oleh bising usus dan keluarnya flatus. o Pola eliminasi klien kembali normal. Intervensi : 1. Auskultasi bising usus. 2. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidak nyamanan 3. Anjurkan makanan yang berserat tinggi 4. Anjurkan untuk ambulasi dini 5. Anjurkan cairan oral yang adekuat (misal : 6-8 gelas/hari). 6. Identifikasi aktivitas klien yang dapat merangsang kerja usus. 7. Berikan pencahar sesuai dengan pesanan dokter 8. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan cidera operasi dan efek anestasi. Tujuan : Gangguan eliminasi urin tidak terjadi. Kriteria hasil : o Klien mendapatkan pola berkemih yang biasa / optimal setelah pengangkatan kateter. o Mekanisme mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih dapat terjadi. Intervensi : 1. Perhatikan dan catat jumlah dan warna urin. 2. Berikan cairan peroral (6-8 gelas/hari ). 3. Palpasi kandung kemih, pantau tinggi fundus uteri, lokasi dan jumlah aliran lokia. 4. Perhatikan tanda dan gejala ISK ( warna keruh, bau busuk, sensasi terbakar setelah pengangkatan kateter). 5. Gunakan metode untuk memudahkan pengangkatan kateter setelah berkemih (membasuh dengan air hangat ke perineum ). 6. Lepaskan kateter sesuai indikasi (biasanya 6-12 jam post partum). 9. Kurangnya pemahaman mengenai perubahan fisiologi pada masa pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurangnyainformasi. Tujuan : Ibu mengerti tentang perawatan bayi Kriteria hasil : o Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologi pada masa pemulihan, kebutuhan perawatan diri dan perawatan bayi. Intervensi : 1. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang berkaitan dengan kelahiran SC. 2. Kaji pengetahuan dan motivasi klien untuk belajar. 3. Kaji tanda atau gejala yang perlu perhatian khusus (demam, disuria dan peningkatan jumlah lokia ). 4. Berikan penyuluhan tertulis dengan menggunakan format yang distandarisasi. 5. Perhatikan status psikologis dan respon terhadap SC serta peran menjadi ibu. 6. Kaji ulang pemahaman klien tentang perawatan diri (perawatan perineal, perawatan luka dan personal hygine).

7. Ajarkan cara perawatan bayi. 8. Berikan informasi tentang Keluarga Berencana dan keuntungan beserta kerugiannya. DAFTAR PUSTAKA 1. Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan klien, Jakarta : EGC 2. Muchtar, Rustam,(1998), Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta. 3. Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka 4. Sarwono Prawiroharjo,(1999)., Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 5. Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

You might also like