You are on page 1of 34

LAPORAN KASUS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MALIKUSSALEH RUMAH SAKIT UMUM

CUT MEUTIA ACEH UTARA BAGIAN ILMU BEDAH STATUS PASIEN A. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Status Perkawinan TMRS Jam No.MR Anamnesis Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Luka gigitan ular :: Ny.H : 60 tahun : Desa Pulo Klat, kecamatan Samudra : Perempuan : Islam : Petani : Kawin : 31 Juli 2013 : 15.45 WIB : 35-13-92

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSU Cut Meutia dengan keluhan luka gigitan ular pada jari kelingking yang terjadi 1 jam yang lalu, pasien mengeluh bengkak, nyeri pada daerah luka serta kebas di sekitar tangannya .

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Pemakaian Obat

: Hipertensi : obat anti hipertensi

Riwayat Penyakit Keluarga : B. PEMERIKSAAN FISIK PRIMARY SURVEY 1. Airway and cervical spine control Jalan napas : Paten

2. Breathing and ventilation Look : Listen Gargling (-) Snoring (-) Stridor (-) Gerakan hemithorax simetris Retraksi dinding dada (-) Respirasi rate 23 x/i Trakea di tengah

Fell : Hembusan nafas adekuat

3. Circulation and bleeding control Perdarahan masif (-) Nadi 80 x/i reguler, isi dan tegangan cukup

Tanda Vital I : saat masuk IGD 31 Juli 2013 (15.45 WIB) Tekanan darah Nadi RR Temperatur Kesadaran : 150/100 mmHg : 80x/menit : 23x/menit : 36,8o C : Compos mentis

Tanda Vital II : pre-Debridement 1 Agustus 2013 (08.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Temperatur Kesadaran : 140/90 mmHg : 78x/menit : 28x/menit : 37,0o C : Compos mentis

Tanda Vital III : H Debridement 2 Agustus 2013 (09.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Kesadaran : 130/80 mmHg : 64x/menit : 22x/menit : Compos mentis

Tanda Vital IV : H+1 post Debridement 3Agustus 2013 (10.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Kesadaran : 120/70 mmHg : 72x/menit : 28x/menit : Compos mentis

Tanda Vital V : H+2 post Debridement 4 Agustus 2013 (10.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Kesadaran : 130/70 mmHg : 80x/menit : 24x/menit : Compos mentis

Tanda Vital VI : H+3 post Debridement 5 Agustus 2013 (10.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Kesadaran : 130/80 mmHg : 83x/menit : 23x/menit : Compos mentis

Tanda Vital VI : H+4 post Debridement 6 Agustus 2013 (10.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Kesadaran : 120/80 mmHg : 78x/menit : 20 x/menit : Compos mentis

Tanda Vital VII : H+5 post Debridement 7 Agustus 2013 (10.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Kesadaran : 110/80 mmHg : 80x/menit : 21 x/menit : Compos mentis

Tanda Vital VII : H+6 post Debridement 8 Agustus 2013 (10.00 WIB) Tekanan darah Nadi RR Kesadaran : 100/80 mmHg : 75x/menit : 19 x/menit : Compos mentis

C. STATUS LOKALISATA 1. KEPALA a. Bentuk kepala : kontur maxillofasial simetris b. Mata : pupil isokor +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek cahaya +/+, pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm c. Hidung d. Telinga e. Mulut : deformitas (-) : deformitas (-) : sianosis bibir (-), mukosa mulut dan lidah merah muda, petekie (-), stomatitis (-), lidah kotor (-) f. Leher 2. THORAKS Paru a. Inspeksi b. Palpasi c. Perkusi d. Auskultasi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis : pergerakan simetris, vocal fremitus simetris : sonor seluruh lapangan paru. : Suara nafas vesikuler +/+,Wheezing -/-, Rhonki -/: Massa (-), pembesaran KGB (-), Pembesaran (-)

Jantung : BJ1>BJ2 Jantung a. Inspeksi b. Palpasi c. Perkusi : Iktus tidak terlihat : Iktus tidak teraba, thrill tidak teraba : Batas atas : ICS 2

Batas bawah : ICS 4 Batas kanan : Linea strenalis dextra Batas kiri d. Auskultasi 3. ABDOMEN a) Inspeksi : Bentuk simetris, hiperpigmentasi (-), hiperemi (-),venektasi (-), sikatrik (-) b) Palpasi c) Perkusi d) Auskultasi : soepel, nyeri tekan (-) : timpani , liver dullness(-) : peristaltik (+) normal : Linea midclavicula ris sinistra

: S1S2 reguler, murmur (-), galop (-)

Status Lokaslisasi Inspeksi

: Regio Interphalanx distal digiti V manus sinistra :Vulnus morsum (+), swelling (+), Hipermis (+), hiperpigmentasi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (+), ukuran 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2cm x 0,1cm dengan jarak kedua luka 1,2cm

4. GENETALIA

PEREMPUAN 5. EKSTREMITAS Deformitas (-), edema tungkai (-/-) D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : 1. darah rutin 2. KGD 3. Clotting time 4. Bleeding time DIAGNOSIS Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus sinistra

E. PENATALAKSANAAN : 1. Medikamentosa : IVFD Dextros 5% + drip SABU 1 amp 20gtt/i Inj Cefotaxim 1 gr/12 jam Inj Ranitidin 25 mg/12 jam Inj Ketorolac 3 %/12 jam Inj ATS 1500IU Inj Dexa 5mg/12 jam Nifedipine 10 mg/12 jam Operatif : Debridement

Persiapan sebelum operasi : IVFD RL 20 gtt/i

F. LAPORAN OPERASI 1. Informed Consent 2. Tanggal 2 Agustus 2013, pukul 11.30 WIB Debridement dimulai 3. Pasien dengan posisi berbaring terlentang 4. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis dengan betadine dan alkohol 70%. 5. Batasi lapangan operasi dengan doek steril. 6. Lakukan anestesi infiltrasi/field block dengan zat anestesi lokal (lidokain atau prokain) di sekeliling daerah luka gigitan. 7. Lakukan Cross insisi. 8. Rawat perdarahan yang terjadi 9. Cek perdarahan 10. luka ditutup dengan verba

G. INSTRUKSI POST OPERASI 1. Istirahat 2. IVFD RL 20 gtt/i 3. Inj Cefotaxim 1 gr/ 8 jam 4. Inj Kalnex amp/8 jam 5. Inj Ketorolac 1amp /8jam 6. Inj Ranitidin 1 amp/12 jam 7. Inj Ondancentron 1 amp/12 jam 8. Nifedipine 10 mg/12 jam 9. Ganti perban hari ke 3 post op

10. Penilaian luka

H. PROGNOSIS Bila dilakukan tindakan Debridement segera dan pemberian SABU yang baik : Quo ad vitam Quo ad functionam : dubia at bonam : dubia at bonam

Quo ad sanactionam : dubia at bonam

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM Laboratorium RSU Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara

Hari/tanggal : Rabu / 31 Juli 2013 Darah Rutin Hb LED : 11,1 gr% : 19 mm/jam

Eritrosit Leukosit Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit BT CT Bil. Total Bil. Direct SGOT SGPT Uric acid

: 4,27 x 106 /mm3 : 14,6 x 103 /mm3 : 31,5 % : 74 fl : 25,9 pg : 35,1 g% : 76 x 103 /mm3 : 2 : 8 : 0,57 mg/dl : 0,14 mg/dl : 14 IU/L : 21 IU/L : 4,4 mg/dl

Glukosa puasa: 84 mg/dl Kolesterol HDL Trigliserida : 189 mg/dl : 68 mg/dl : 62 mg/dl

Clotting time : 8 Bleeding time : 2

10

Gambar 1.1 terlihat luka gigitan ular pada jari kelingking tangan kiri sebelum debridement

Gambar 1.2 Post debridement

11

Gambar 1.3 post debridement hari ke 7 RESUME


No. RM : 35-13-80 Masuk tanggal : 31 Mei 2013 1. Nama pasien 2. Umur 3. Alamat 4. Diagnosa masuk : Ny. H : 60 tahun : Desa pulo klat, Kecamatan samudra : Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus sinistra 5. Diagnosa utama : Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus sinistra 6. Jenis tindakan : Debridement

12

7. Keadaan pasien waktu masuk : KU baik, kesadaran compos mentis 8. Pemeriksaan fisik 9. Pemeriksaan laboratorium : TD 150/100 mmHg : - Darah rutin 10. Terapi Clotting time Bleeding time KGD

: (-)

11. Keadaan pasien waktu pulang: Telah dilakukan ganti verban H+7, kesadaran pasien compos mentis dengan keadaan umum lemah. TD 100/80 mmHg, HR: 75x/i, RR 19x/i. Luka bekas debridement dinilai tidak baik, pus (-), darah (+), hiperemis (+) terdapat jaringan nekrotik pada interphalanx distal digiti V manus.

STATUS FOLLOW UP PASIEN


Tanggal 31 juli 2013 S nyeri kepala (+),nyeri pada luka (+),keram dan bengkak pada wilayah tangan lain(+) BAK(+), BAB(+) O KU : baik Sens: CM TD:150/100 mmHg HR :80 x/i RR : 23x/i T : 36,80C A Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus P IVFD Dextr 5% drip SABU 1 ampl 20gtt/i Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam Inj. Ranitidine amp/8 jam Inj. Ketorolac 3%/ 8 jam Inj Ondancentron 1 amp / 12 jam Nifedipine 10 mg/ 12jam Inj.ATS 1500 IU Inj.Dexa 1

sinistra

13

1 Agustus Rangsangan Nyeri 2013 menurun, nyeri kepala, tangan bengkak, konjung tiva anemis(+),BAB(+) BAK(+)

KU : baik Sens: CM TD : 140/90 mmHg HR : 78x/i RR : 28x/i T : 37,00C

Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus

sinistra

amp/12jam Periksa CT dan BT IVFD RL 20gtt/i Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam Inj. Ranitidine amp/8 jam Inj. Ketorolac 3%/ 8 jam Inj Ondancentron 1 amp / 12 jam Nifedipine 10 mg/ 12jam Besok debridement di OK IVFD RL 20gtt/i Inj. Cefotaxim 1 gr/12 jam Inj. Ranitidine amp/8 jam Inj. Ketorolac 3%/ 8 jam Inj Ondancentron 1 amp / 12 jam Nifedipine 10 mg/ 12jam Observasi luka kampres lengan dengan NaCl Bed rest IVFD RL 20 gtt/i Inj Cefotaxim 1 gr/8 jam Inj ketorolac 3%/8 jam Inj Kalnex amp/8 jam

2 Agustus Nyeri pada daerah 2013 luka, perdarahan aktif, konjungtiva anemis,lengan bengkak, nyeri kepala(+), BAB(+), BAK(+)

KU : baik Sens: CM TD : 130/80 mmHg HR : 64 x/i RR : 22x/i T : 37,50C

Vulnus morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus

sinistra

3 Agustus Nyeri pada daerah 2013 luka, perdarahan aktif, konjungtiva anemis,nyeri kepala(+), BAB(+), BAK(+)

KU : baik Post Sens: CM TD : 125/70 debridement mmHg e HR : 82x/i /c Vulnus RR : 24x/i T : 36,50C morsum

14

serpentis a/r Inj ondancentron 1 Interphalanx amp / 12 jam. Observasi distal digiti perdarahan Jam 19.00 V manus perdarahan meningkat sinistra Jam 19.30 cek HB cyto dgn hasil HB:8 Lapor dr jaga perintah:pasien dorong ke OK untuk di heacting dan transfusi 2 bag PRC 4 Agustus Nyeri pada daerah KU : lemah Post Bed rest 2013 luka, perdarahan Sens: CM IVFD RL 20 aktif merembes, TD : 130/70 debridement gtt/i konjungtiva mmHg Inj Cefotaxim e anemis,nyeri HR : 80x/i /c Vulnus 1 gr/8 jam kepala(+), RR : 24x/i Inj ketorolac 0 BAB(+), BAK(+) T : 36,5 C morsum 3%/8 jam Inj Kalnex serpentis a/r amp/8 jam Inj Interphalanx ondancentron 1 amp / 12 jam. distal digiti Observasi V manus perdarahan sinistra GV H+3 5 Agustus Nyeri pada daerah KU : lemah Post Bed rest 2013 luka, perdarahan Sens: CM IVFD RL 20 aktif merembes, TD : 130/80 debridement gtt/i konjungtiva mmHg Inj Cefotaxim e anemis,nyeri HR : 83x/i /c Vulnus 1 gr/8 jam kepala(+), RR : 23x/i Inj ketorolac BAB(+), BAK(+) T : 36,30C morsum 3%/8 jam Inj Kalnex serpentis a/r amp/8 jam Inj Interphalanx ondancentron 1 amp / 12 jam. Observasi

15

distal digiti perdarahan HB ulang V manus Cek KGD sinistra 6 Agustus Nyeri pada daerah 2013 luka, perdarahan aktif merembes, konjungtiva anemis,nyeri kepala(+), rasa kebas pada tangan, BAB(+), BAK(+) KU : lemah Post Bed rest Sens: CM IVFD RL 20 TD : 110/80 debridement gtt/i mmHg Inj Cefotaxim e HR : 78x/i /c Vulnus 1 gr/8 jam RR : 20x/i Inj ketorolac T : 36,60C morsum 3%/8 jam Inj Kalnex serpentis a/r amp/8 jam Inj Interphalanx ondancentron 1 amp / 12 jam. distal digiti Observasi perdarahan V manus GV sinistra 7 Agustus Nyeri pada daerah 2013 luka, perdarahan aktif merembes, konjungtiva anemis,nyeri kepala(+), BAB(+), BAK(+) Rangsangan sensorik ujung jari kelingking menurun. ujung jari kelingking mati rasa dan menghitam KU : lemah Post Bed rest Sens: CM IVFD RL 20 TD : 110/80 debridement gtt/i mmHg Inj Cefotaxim e HR : 80x/i /c Vulnus 1 gr/8 jam RR : 21x/i Inj ketorolac T : 36,00C morsum 3%/8 jam Inj Kalnex serpentis a/r amp/8 jam Inj Interphalanx ondancentron 1 amp / 12 jam. distal digiti Observasi perdarahan V manus GV Terlihat sinistra jaringan nekrotik rencana amputasi jika keluarga dan pasien setuju

16

8 Agustus Nyeri pada daerah 2013 luka, perdarahan aktif merembes, konjungtiva anemis,nyeri kepala(+), BAB(+), BAK(+),ujung jari kelingking mati rasa dan menghitam,ujung jari kelingking mati rasa dan kaku

KU : lemah Post Paien PAPS Sens: CM TD : 100/80 debridement mmHg e HR : 75x/i /c Vulnus RR : 19x/i T : 36,70C morsum serpentis a/r Interphalanx distal digiti V manus

sinistra

17

DISKUSI

Pada tanggal 31 Juli 2013,Ny.H, 60 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Umum Cut Meutia dengan luka gigitan ular pada ujung jari kelingking kiri yang terjadi 1 jam yang lalu saat masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik, status lokalisata daerah Interphalanx distal digiti V manus sinistra terlihat luka yang dalam sebanyak 2 buah dan bengkak. Pada pemeriksaan palpasi didapatkan Nyeri tekan (+), ukuran 0,2 cm x 0,2 cm dan 0,2cm x 0,1cm dengan jarak kedua luka 1,2cm . Pada tanggal 2 Agustus 2013 dilakukan tindakan debridement dengan cross insisi menggunakan anestesi lokal dan segera setelahnya dilakukan penilaian luka pada hari pertama post debridement dan perencanaan ganti verban hari ke-3 setelah operasi. Tanggal 3 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital pasien dengan hasil lain berupa nyeri pada lapangan debridement, nyeri kepala perdarahan aktif,tangan membengkak. Tanggal 4 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes,tangan membengkak. Tanggal 5 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes,tangan membengkak.

18

Tanggal 6 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes, rasa kebas pada tangan. Tanggal 7 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes, Rangsangan sensorik ujung jari kelingking menurun. Tanggal 8 Agustus 2013, dilakukan follow up tanda vital pasien dan penilaian terhadap luka bekas Debridemenent yaitu Nyeri pada daerah luka, perdarahan aktif merembes, Rangsangan sensorik ujung jari kelingking menurun, ujung jari kelingking mati rasa dan menghitam. Pasien PAPS

19

TINJAUAN PUSTAKA 1.Pendahuluan 1.1 Klasifikasi Vulnus Luka adalah rusak atau hilangnya sebagian jaringan tubuh. Luka disini akan dibagi menurut dengan penyebabnya. Jenis luka perlu diketahui untuk mengetahui penyebab dan cara

penyembuhannya. Etiologi dari luka tersebut adalah Mekanis / traumatis, Perubahan suhu, Zat kimia, Ledakan, Sengatan listrik, Gigitan hewan. Menurut jenis nya luka terbagi menjadi beberapa tipe yaitu Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek) adalah Jenis luka yang

disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi, Vulnus Excoriasi (Luka Lecet) penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit, Vulnus Punctum (Luka Tusuk) Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus). Vulnus Contussum (Luka Kontusio) Penyebab benturan benda yang keras. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat) Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka

20

akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin. Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak) Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum. Vulnus Morsum (Luka Gigitan) Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar bentuk luka tergantung dari bentuk gigi. Vulnus Perforatum (Luka Tembus) Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan. Vulnus Amputatum (Luka Terpotong) Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji. Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat, resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb. Vulnus Combustion (Luka Bakar) Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula carbonisasi/hangus). Sensasi nyeri dan atau anesthesia. Luka gigitan yang paling sering dijumpai diantaranya adalah gigitan Ular (vulnus morsum serpentis), gigitan Anjing (vulnus morsum canis), Gigitan Kucing (vulnus morsum felis ), Gigitan

Monyet (vulnus morsum macacus), Gigitan Manusia (vulnus morsum sapiens),Gigitan Kalajengking (vulnus morsum).

21

1.2

Ekstremitas Superior

22

23

2 2.1

GIGITAN ULAR (SNAKE BITE) Epidemiologi Penderita korban gigitan ular di kota besar jarang dijumpai,

sebab habitat ular terutama ditempat yang rimbun, berair dan tertutup. Dari 25003000 spesies ular yang tersebar di dunia kira-kira ada 500 ular yang beracun.1 Diperkirakan sekitar 5 juta kasus gigitan ular terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, menyebabkan sekitar 125.000 kematian. Gigitan ular lebih umum terjadi di wilayah tropis dan di daerah dimana pekerjaan utamanya adalah agrikultural. Di daerahdaerah ini, sejumlah besar orang hidup berdampingan bersama sejumlah besar ular. Orang-orang yang digigit oleh ular dikarenakan memegang atau bahkan menyerang ular merupakan penyebab yang signifikan di Amerika Serikat. Diperkirakan ada 45.000 gigitan ular per tahun di Amerika Serikat, terbanyak pada musim panas, sekitar 8000 digigit oleh ular berbisa. 2 Di Amerika Serikat, 76% korban adalah laki-laki kulit putih. Studi nasional di Negara tersebut melaporkan angka perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 9:1, dengan 50% korban berada pada rentang usia 18-28 tahun. Sedangkan studi UTMCK melaporkan perbandingan laki-laki dengan perempuan hanya 2.1:1, dengan jumlah korban dalam rentang usia yang sama hanya 25%. UTMCK juga melaporkan 96% gigitan berlokasi pada ekstremitas, dengan 56% pada lengan.4

24

2.2 PATOFISIOLOGI Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan. Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan kesan dari pada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa. Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan

25

anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasaya full paralysis akan memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan

menimbulkan hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah.

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.

26

Ciri-ciri ular tidak berbisa: 1. Bentuk kepala segiempat panjang 2. Gigi taring kecil 3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan Ciri-ciri ular berbisa: 1. Bentuk kepala segitiga 2. Dua gigi taring besar di rahang atas 3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular berbisa dengan bekas taring. 2.3 TANDA dan GEJALA GIGITAN ULAR BERBISA Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu bisa yang

mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik, yaitu bisa

27

yang hanya bekerja pada lokasi gigitan. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

28

GEJALA KLINIS : Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. 1. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan,

ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). 2. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat,

menggigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur.

Tanda gigitan ular(fang mark)

Ekimosis

29

Edema

menghitam 2.4 Klasifikasi


Derajat Gigitan Ular (Parrish) 1. Derajat 0 - Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam - Pembengkakan minimal, diameter 1 cm 2. Derajat I - Bekas gigitan 2 taring - Bengkak dengan diameter 1 5 cm - Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam 3. Derajat II

30

- Sama dengan derajat I - Petechie, echimosis - Nyeri hebat dalam 12 jam 4. Derajat III - Sama dengan derajat I dan II - Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh 5. Derajat IV - Sangat cepat memburuk. 2.5 PENATALAKSANAAN Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis. Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa. 31

Pada

umumnya

terjadi

salah

pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan, pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus dihindari karena tidak terbukti manfaatnya. Terapi yang dianjurkan meliputi: a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril. b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat. c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi

penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal. d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus. e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular. 32

f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik. g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas. Indikasi SABU(Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):

Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU

Derajat II: 3-4 vial SABU Derajat III: 5-15 vial SABU Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU

2.6 1.

KOMPLIKASI PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur,

pembengkakan, dan perubahan warna yang hebat didaerah gigitan penting diperhatikan untuk menduga adanya efek keracunan yang lanjut. 2. 3. Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah gigitan. Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat seperti kehilangan

kesadaran sehingga sedapat mungkin penderita memperoleh perawatan intensif di rumah sakit.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Heitz U, Horne MM. Fluid; 2005; Benign Epithelial Tumor. 5th ed. Missouri: Elsevier-mosby;.p3-227; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari : http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%2 0dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf 2. Guyton AC, Hall JE; 1997; Textbook of Medical Physiology. 9th ed. Pennsylvania: W.B.Saunders company;: 375-393; Dikutip dari : Hartanto, Widya W; 2007; Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif; Bandung; Bagian Farmakologi Klinik Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran; Diunduh dari : http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/Cairan%2 0dan%20Elektrolit%20Perioperatif2.pdf 3. Udeani; John; 2010; Papilloma Tumors; New York: Department of Emergency Medicine, Charles Drew University/ UCLA School of Medicine; Diunduh dari : http://www.scribd.com/doc/19834799/Hemorrhagic-Shock 4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajr Ilmu Bedah , EGC Jakarta, 1997 5. Sumiardi Karakata, Bob Bachtiar, Bedah Minor < Jakarta, Hipocrates, 1995 6. JA Norton,RR Bol8inger, Surgery Basic Science Evidence,Matrix Publishing Sevice New York, 2000 and Clinica

7. Djohansjah Marzoeki,Ilmu Bedah, Lukia dan Perawataqnnya, Airlangga University Press 1993.

34

You might also like