You are on page 1of 29

PEMBUATAN LARUTAN STANDAR

Oleh : Muhammad Sulaiman 26020212140030 Asisten : Tria Dewi Anggraeni 26020211130053

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum Nama NIM Jurusan / Program Studi

: Pembuatan Larutan Standar : Muhammad Sulaiman : 26020212140030 : Ilmu Kelautan / Oseanografi

Mengesahkan Asisten Praktikum

Tria Dewi Anggraeni 26020211130053

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ketika mempelajari kimia dikenal adanya larutan. Larutan pada dasarnya adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen. Komponen yang terdapat dalam jumlah yang besar disebut pelarut atau solvent, sedang komponen yang terdapat dalam jumlah yang kecil disebut zat terlarut atau solute. Konsentrasi suatu larutan didefinisikan sebagai jumlah solute yang ada dalam sejumlah larutan atau pelarut. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam beberapa cara, antara lain molaritas, molalitas, normalitas dan sebagainya. Molaritas yaitu jumlah mol solute dalam satu liter larutan, molalitas yaitu jumlah mol solute per 1000 gram pelarut sedangkan normalitas yaitu jumlah gram ekuivalen solute dalam 1 liter larutan. Dalam ilmu kimia, pengertian larutan ini sangat penting karena hampir semua reaksi kimia terjadi dalam bentuk larutan. Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran serba sama dari dua komponen atau lebih yang saling berdiri sendiri. Disebut campuran karena terdapat molekul-molekul, atom-atom atau ionion dari dua zat atau lebih. Larutan dikatakan homogen apabila campuran zat tersebut komponenkomponen penyusunnya tidak dapat dibedakan satu dengan yang lainnya lagi. Misalnya larutan gula dengan air dimana kita tidak dapat lagi melihat dari bentuk gulanya, hal ini karena larutan sudah tercampur secara homogen. Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak tepat dengan yang diinginkan, untuk itu diperlukan praktikum dan pada praktikum acara ini akan dilaksanakan acara pembuatan larutan dan

standarisasinya. Dalam pembuatan larutan harus dilakukan seteliti mungkin dan menggunakan perhitungan yang tepat, sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan maka dilakukan standarisasi.

1.2 Tujuan 1. Mahasiswa mampu membuat larutan kimia dengan berbagi konsentrasi untuk keperluan analisa dengan benar, tepat, dan teliti. 2. Mahasiswa mampu terampil menggunakan peralatan (glass ware) sesuai fungsinya untuk keperluan analisa secara benar dan tepat. 3. Mahasiswa mampu mengenali dengan baik dan benar sifat-sifat senyawa kimia yang digunakan dalam praktikum. 4. Mahasiswa mampu mengantisipasi resiko yang terjadi pada saat praktikum menggunakan senyawa kimia tersebut.

1.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Waktu Tempat : Sabtu, 5 Oktober 2013. : Laboratorium Kimia, Gedung E, Lantai 1, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Alat 2.1.1 Desikator Desikator adalah wadah untuk mengeringkan suatu spesimen dan menjaganya dari kelembaban udara (Daintith, 1994, dalam Humaidah,S, 2011). Desikator sederhana laboratorium adalah wadah yang pada bagian dasarnya berisi silika gel atau bahan kimia pengering lainnya. Desikator dilengkapi dengan penutup kaca yang dilapisi oleh vaselin. Vaselin atau petroleum jelly merupakan hidrokarbon golongan alkana dengan 20 hingga 30 atom karbon yang berasal dari minyak bumi (Oxtoby, 2002, dalam Humaidah,S, 2011). Vaselin berfungsi sebagai penutup celah antara penutup dan wadah desikator sehingga tidak ada aliran udara masuk atau keluar dari desikator. Vaselin juga berfungsi sebagai zat anti mikroorganisme (Fitriana, 2009, dalam Humaidah,S, 2011). Berdasarkan kondisinya, desikator berpotensi untuk dikembangkan menjadi anaerob jar dengan menghilangkan gas yang berada di head space desikator ( Humaidah,S, 2011). Sebuah desikator adalah sebuah wadah kaca bertutup yang dirancang untuk menyimpan obyek dalam suatu atmosfer kering. Bentuk Lazim yang desikator (pola Scheibler) dipaparkan dalam Gambar III.14, biasanya desikator diisi dengan suatu bahan pengering, seperti kalsium klorida anhidrat, gel silica, alumina teraktifan, atau kalsium sulfat anhidrat. Dapat diperoleh gel silica, alumina dan kalsium (Basset, J, 1994) .

2.1.2

Vaccum Pump Vacuum pump digunakan sebagai alat penghisap contoh air yang terdapat

dalam sterifil filter holder. Oleh karena itu, vacuum pump harus menghasilkan daya hisap yang kuat dan juga konstan, agar selama proses penyaringan tidak terganggu. Jika seandainya daya hisap vacuum pump listrik tidak kuat atau tidak sesuai, maka sampel air di dalam filter holder yang akan disaring tidak tersedot melalui pori-pori membranfilter. Daya hisap yang dihasilkan oleh vacuum pump dapat berkisar antara 0635 mm Hg, sedangkan untuk proses filtrasi daya hisap yang baik berkisar antara 254 381 mm Hg (Millipore,1984, dalam Kusnarso, 1989). Untuk melakukan pemeriksaan bakteri indikator di lapangan dapat pula dipakai pompa tangan (hand vacuum pump) akan tetapi daya hisap yang dihasilkan tidak sekuat vacuum pump listrik ( Kusnarso, 1989).

2.1.3

Filter Holder Filter holder merupakan serangkaian unit peralatan yang berfungsi sebagai alat

filtrasi. Alat filtrasi ini ada yang terbuat dari bahan stainless steel, bahan kaca dan polycarbonate. Salah satu filter holder yang dikemukakan sebagai alat filtrasi dibawah ini yang terbuat dari bahan polycarbonate, hal ini disebabkan mudah perawatannya dan sterilisasinya hanya menggunakan 6embran 70 % serta tidak mudah pecah. Adapun bagan alat filtrasi seperti terlihat pada Gambar 3, yaitu sterifil filter holder dari Millipore yang terdiri dari :

1.

Sterifil funnel cover,berfungsi sebagai alat penutup untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan selama proses filtrasi.

2. 3.

Sterifil funnel, ialah tempat sampel air yang akan difiltrasi. Filter holder base, berfungsi sebagai tempat 6embrane filter yang diletakkan pada permukaan atasnya berpori-pori.

4.

Sterifil receiver flask, merupakan tempat menampung hasil filtrasi. Jika hasil filtrasi telah penuh dalam alat ini, maka alat tersebut dapat dihubungkan dengan vacuum flask atau tabung sebagai tempat penampung contoh air.

Gambar 3. Bagan alat filter holder yang terdiri dari : 1. Sterifil funnel 2. Sterifil funnel, 3. Filter holder base, 4. Sterifil receiver flask, 5. Membran filter. (Kusnarso, 1989)

2.2 Spektrofotometer Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Istilah spektrofotometri berhubungan dengan pengukuran energi radiasi yang diserap oleh suatu sistem sebagai fungsi panjang gelombang dari radiasi maupun pengukuran panjang absorpsi terisolasi pada suatu panjang gelombang tertentu (Underwood 1990). Alat yang digunakan dalam analisis secara spektrofotometri adalah spektrofotometer, yaitu suatu alat untuk menentukan suatu senyawa, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan atau absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi (Karyadi 1994). Bagian-bagian utama dari spektrofotometer adalah sumber cahaya,

monokromator, tempat contoh, detektor, dan rekorder. Monokromator berfungsi mengubah sinar polikromatik menjadi monokromatik. Tempat larutan contoh yang diukur biasanya ditempatkan dalam kuvet. Contoh akan diubah menjadi atom atau atom tereksitasi di dalam kuvet tersebut. Sementara detektor berfungsi mendeteksi sinar dengan panjang gelombang terpilih dan berapa besarnya,serta mengubah energi sinar menjadi energi listrik. Hasil pengukuran berupa angka atau lainnya ditampilkan oleh rekorder yang berfungsi sebagai sistem pembacaan (Hartoyo dkk. 2010).

Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu molekul pada suatu panjang gelombang tertentu untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif. Spektrofometri sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400 750 nm (Rohman, 2007). Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke dalam daerah ultraviolet spektrum itu. Dari spektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu. Instrument ini digunakan adalah

spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrument ini sebenarnya terdiri dari dua instrument dalam satu kotak sebuah spektrofotometer dan sebuah fotometer. Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini memberikan cara yang sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil (Bassett, dkk.,1994). Menurut Rohman (2007), hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis adalah: 1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. 2. Waktu operasional (operating time) Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. 3. Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang yang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. 4. Pembuatan kurva baku Kurva baku merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus.

5.

Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik). Beer dan lambert menemukan hukum yang menerangkan interaksi bahan kimia dengan gelombang cahaya (elektromagnetik), yang disimpulkan dalam hukum BeerLambert menyebabkan berkembangnya analisis kimia dengan menggunakan alat instrumentasi yakni spektrofotometer (P Tipler 1991). Suatu spektrofotometer standar terdiri atas spektrofotometer untuk menghasilkan cahaya dengan panjang gelombang terseleksi yaitu bersifat monokromatik serta suatu fotometer yaitu suatu piranti untuk mengukur intensitas berkas monokromati, penggabungan bersama dinamakan sespektrofotometer. Penggabungan alat optik ini merupakan elektronika sifat kimia dan fisiknya dan detektor yang digunakan secara langsung mengukur intensitas dari cahaya yang dipancarkan (It) dan secara tidak lansung cahaya yang diabsorbsi (Ia). Kemampuan ini bergantung pada spektrum elektromagnetik yang diabsorb (serap) oleh benda. (Khopkar 2007). Fungsi alat spektrofotometer dalam laboratorium adalah mengukur transmitans atau absorbans suatu contoh yang dinyatakan dalam fungsi panjang gelombang. Prinsip kerja spektrofotometer adalah bila cahaya (monokromatik maupun campuran) jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian di serap dalam medium itu, dan sisanya diteruskan. Nilai yang keluar dari cahaya yang diteruskan dinyatakan dalam nilai absorbansi karena memiliki hubungan dengan konsentrasi sampel. Studi spektrofotometri dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Hukum Beer menyatakan absorbansi cahaya berbanding lurus dengan dengankonsentrasi dan ketebalan bahan/medium (Miller J.N 2000) Proses yang dilakukan terkait dengan pekerjaan dan riset dalam bidang Biokimia adalah pengukuran analitik. Tujuan pengukuran pada prinsipnya adalah untuk mencari nilai sebenarnya dari suatu parameter kuantitas kimiawi. Nilai sebenarnya adalah nilai yang mengkarakterisasi suatu kuantitas secara benar dan didefinisikan pada kondisi tertentu yang eksis pada saat kuantitas tersebut diukur, beberapa contoh parameter yang dapat ditentukan secara analitik adalah konsentrasi, pH, temperatur, titik didih, kecepatan reaksi, dan lain lain. Pengukuran parameter-

parameter ini sangat penting, karena data yang diperoleh nantinya tidak hanya sebagai ukuran angka-angka biasa namun juga baik kualitatif maupun kuantitatif dengan dapat menunjukkan nilai besaran yang sebenarnya. Setting nilai absorbansi = 0. Setting nilai transmitansi = 100 % (Beran, J.A 1996). Larutan yang akan digunakan dalam penggunaan spektrofotometer adalah larutan blanko. Larutan blanko merupakan larutan yang tidak mengandung analat untuk dianalisis (Basset 1994). Larutan blanko digunakan sebagai kontrol dalam suatu percobaan sebagai nilai 100% transmittans. Kurva standar merupakan standar dari sampel tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk sampel tersebut pada percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui. Terdapat dua metode untuk membuat kurva standar yakni dengan metode grafik dan metode least square (Underwood 1990). Metode Spektrofotometri Ultra-violet dan Sinar Tampak telah banyak diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil (Skoog & West, 1971, dalam Triyati, 1985). Dalam suatu larutan gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor, contohnya antara lain: C = C, C = O, N = N, N = O, dan sebagainya. Molekul-molekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat mengalami perubahan pada panjang gelombang seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 1. Daerah spektrum gelombang elektromagnetik (Pescok et al 1976; Skoog & West 1971, 1985).

Tabel 2. Perkiraan panjang gelombang warna-warna dalam daerah Cahaya Tampak (Skoog & West 1971, dalam Triyati, 1985).

Tabel 3. Pita absorpsi elektronik untuk gugus kromofor tunggal (Skoog & West 1971, dalam Triyati, 1985).

Molekul yang mengandung dua gugus kromofor atau lebih akan mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang hampir sama dengan molekul yang hanya mempunyai satu gugus kromofor tertentu, tetapi intensitas absorpsinya adalah sebanding dengan jumlah kromofor yang ada. Interaksi antara dua kromofor tidak akan terjadi, kecuali kalau memang antara dua kromofor itu ada kaitannya. Walaupun demikian, suatu kombinasi tertentu dari gugus fungsi akan menghasilkan suatu sistim kromoforik yang dapat menimbulkan pita-pita absorpsi yang karakteristik (Skoog & West 1971, dalam Triyati, 1985).

Banyak

zat

organik

juga

menunjukkan

absorpsi

khusus,

misalnya

permanganat, ion nitrat, ion kromat, dan ruthenium, molekul iodium dan ozon. Banyak pereaksi akan bereaksi dengan zat yang tidak mengabsorpsi memberikan hasil yang akan mengabsorpsi sinar Ultra-violet atau Sinar Tampak dengan kuat. Pereaksi organik yang membentuk kompleks berwarna yang stabil adalah o-phenanthrolin untuk besi, dimetil glioksim untuk nikel, dietil thio karbamat untuk tembaga, dan sebagainya (Skoog & West 1971, dalam Triyati, 1985). Dalam analisis Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut, karena berhubungan dengan warna (Glasston 1960; Pescok et al.1976; Skoog & West 1971, dalam Triyati, 1985). 1. Kestabilan warna. Sedapat mungkin warna yang dihasilkan stabil untuk beberapa lama. 2. Reaksi warna yang spesifik. Sebaiknya dipakai reaksi warna yang spesifik untuk unsur tertentu, sehingga adanya unsur-unsur lain tidak mengganggu dan pemisahan tidak perlu dilakukan. 3. Sifat zat warna. Kalau zat warna yang terbentuk berada dalam keadaan tertutup dan segera diperiksa karena penguapan akan menyebabkan pemekatan larutan. 4. Sensitif. Sensitif yaitu dengan perubahan konsentrasi yang kecil, akan menyebabkan pemekatan larutan. 5. Larutan homogen. Larutan yang homogen akan mengabsorpsi cahaya di setiap bagian sama.

(Skoog & West 1971, dalam Triyati, 1985). 2.3 Larutan Standar Larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya telah diketahui secara teliti. Larutan standart disebut juga larutan baku. Larutan standart ditambahkan melalui buret. Dalam titrasi sering digunakan larutan asam karena lebih mudah diawetkan dari pada larutan basa. Dalam memilih larutan asam sebagai larutan standart, faktor faktor yang harus diperhatikan adalah : 1. asam harus kuat terdissosiasi tinggi 2. asam tidak boleh mudah menguap

3. larutan asam harus stabil 4. garam dan asamnya harus kuat 5. asam bukan oksidator yang kuat untuk merusak senyawa organik.

( Underwood, 1990 ) Larutan baku / larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer (Basset, J, 1994). a. Larutan baku primer Larutan yang mengandung zat padat murni yang konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan massa), dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum diketahui. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu (Basset, J, 1994). Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer : Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. (Syarat ini biasanya tak dapat dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena sukar untuk menghilangkan air-permukaan dengan lengkap tanpa menimbulkan

pernguraian parsial.) Zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara; kondisi ini menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi karbondioksida. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji kualitatif dan kepekaan tertentu. Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen yang besar. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat stoikiometrik dan langsung.

(Basset, J, 1994) b. Larutan baku sekunder Larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri (Basset, J, 1994). Contoh: AgNO3, KmnO4, Fe(SO4)2 . Syarat-syarat larutan baku sekunder : Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan. (Basset, J, 1994)

BAB III MATERI METODE

3.1 Alat dan Bahan NAMA GAMBAR KEGUNAAN Sebagai tempat larutan sampel pada uji dengan menggunakan instrumen, pada Cuvet umumnya instrumen yang memakai cuvet adalah spektrofotometri UV Vis dan jenis spektrofotometer lainya. Sebagai tempat untuk mengukur dan mencampur bahan/larutan yang akan Gelas Beker dianalisa di laboratorium.

Sebagai alat untuk mengambil larutan dengan volume tertentu dan mempunyai Pipet Gondok ketelitian lebih tinggi dari pada gelas ukur.

Sebagai alat untuk membuat dan atau mengencerkan larutan dengan ketelitian yang tinggi. Labu Ukur

Sebagai Spektrofotometer

alat

untuk

mengukur

transmitans atau absorbans suatu contoh yang dinyatakan dalam fungsi panjang gelombang.

Sebagai

tempat

untuk

menyimpan

aquadest yang telah dicampur dengan Botol Reagent larutan standart/larutan pewarna.

Sebagai pelarut dan digunakan untuk mencuci ataupun membilas bahan-bahan Aquadest yang tidak larut dalam air.

Larutan Pewarna (100 M)

Sebagai larutan sampel yang akan di uji nilai absorbansinya.

3.2 Metode 1. Alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum disiapkan. 2. Buat larutan sebanyak 5 buah dalam labu ukur. 3. Larutan yang pertama adalah larutan blank yang hanya terdiri dari aquades saja. 4. Larutan yang kedua, ketiga, dan seterusnya dibuat dengan konsentrasi 1 ml, 3 ml, 5 ml, dan 10 ml. 5. Cara membuat larutannya adalah dengan mengambil sebanyak 1 ml, 3 ml, dan seterusnya reagent (sesuai kebutuhan) dengan menggunakan pipet gondok. 6. Kemudian reagent dimasukkan ke dalam labu ukur. 7. Masukkan air ke dalam labu ukur hingga mencapai titik batasnya. 8. Gojok labu ukur hingga homogen. 9. Masukkan sebanyak 100 ml larutan ke dalam gelas ukur. 10. Masukkan 100 ml larutan ke dalam botol kecil yang telah disediakan dengan pipet gondok.

11. Pindahkan larutan kedalam kuvet dengan pipet gondok. 12. Analisa larutan dengan memasukkannya ke dalam spektrofotometer. 13. Catat nilai absorbansi dari masing-masing larutan yang keluar pada layar spektrofotometer. 3.3 Diagram Alir Praktikum 1. Membuat larutan blank

Mulai

Masukkan 100 ml aquades ke dalam labu ukur

Tuangkan 50 ml aquades dari labu ukur ke dalam gelas beker

Masukkan 50 ml aquades dari gelas beker ke dalam


botol

Tuangkan 50 ml aquades dari gelas beker ke dalam cuvet

Selesai

2. Membuat larutan standar 10 ml, 5 ml, 3 ml, 1 ml Membuat larutan standar 10 ml


Mulai

Ambil 10 ml pewarna makanan dengan pipet gondok 10 ml

Masukkan ke dalam labu ukur

Tuangkan 100 ml aquades ke dalam labu ukur

Lakukan homogenisasi

Tuangkan larutan standar 10 ml larutan ke dalam gelas beker

Tuangkan larutan 10 ml dari gelas beker ke dalam cuvet

Selesai

Membuat larutan standar 5 ml


Mulai

Ambil 5 ml pewarna makanan dengan pipet gondok 5 ml

Masukkan ke dalam labu ukur

Tuangkan 100 ml aquades ke dalam labu ukur

Lakukan homogenisasi

Tuangkan larutan standar 5 ml larutan ke dalam gelas beker

Tuangkan larutan 5 ml dari gelas beker ke dalam cuvet

Selesai

Membuat larutan standar 3 ml


Mulai

Ambil 3 ml pewarna makanan dengan pipet gondok 1 ml

Masukkan ke dalam labu ukur

Lakukan homogenisasi

Tuangkan larutan standar 3 ml larutan ke dalam gelas beker

Tuangkan larutan 3 ml dari gelas beker ke dalam cuvet

Mulai

Membuat larutan standar 1 ml


Selesai

Ambil 1 ml pewarna makanan dengan pipet gondok 1 ml

Masukkan ke dalam labu ukur

Tuangkan 100 ml aquades ke dalam labu ukur

Lakukan homogenisasi

Tuangkan larutan standar 1 ml larutan ke dalam gelas beker

Tuangkan larutan 1 ml dari gelas beker ke dalam cuvet

Selesai

3. Mengukur nilai absorbansi


Mulai

Beri label pada masing- masing kurvet agar tidak tertukar

Atur panjang gelombang pada spektofotometer

Letakkan curvet yang telah diisi dengan larutan blank, larutan standar 10 ml, 5 ml, 3 ml, dan 1 ml ke dalam tempat yang tersedia pada spektofotometer untuk meletakkan sampel

Uji absorbansinya dan catat

Masukkan data hasil pengukuran ke dalam Microsoft Excel untuk membuat grafik scatter

Selesai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 4.1.1 Tabel No. Larutan yang diamati 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Larutan Blank Larutan Standart 1 Larutan Standart 2 Larutan Standart 3 Larutan Standart 4 Larutan Sampel R2 : 0,985 Persamaan garis regresi y = 0,003x + 7E 05 Nilai Absorbansi 0 0,005 0,007 0,015 0,031 Panjang Gelombang 543 543 543 543 543 0 1 3 5 10 Konsentrasi

4.1.2

Kurva Regresi
0.035 0.03 0.025 0.02 0.015 0.01 0.005 0 0 5 10 15 Series1 Linear (Series1) y = 0.003x + 7E-05 R = 0.9851

4.1.3 Perhitungan Konsentrasi Larutan Blank V1.N1 = N2.V2 10 .0 ml = N2.100 ml N2 = 0 M


-4

Larutan Standar 1 ( 1 ml ) V1.N1 = N2.V2 10 .1 ml = N2.100 ml N2 = 10-4 102 N2 = 10-4.10-2 M N2 = 10-6 N2 = 1 M Larutan Standar 2 ( 3 ml ) V1.N1 = N2.V2 10 .3 ml = N2.100 ml N2 = 10-4 3x102 N2 = 10-4.3x10-2 M N2 = 3x10-6 N2 = 3 M Larutan Standart 3 ( 5 ml ) V1.N1 = N2.V2 10 .5 ml = N2.100 ml N2 = 10-4 5x102 N2 = 10-4.5x10-2 M N2 = 5x10-6 N2 = 5 M Larutan Standart 4 ( 10 ml ) V1.N1 = N2.V2 10 .10 ml = N2.100 ml N2 = 10-4 10x102 N2 = 10-4.10x10-2 M N2 = 10x10-6 N2 = 10 M
-4 -4 -4 -4

4.2 Pembahasan Dalam praktikum ini dibuat larutan blank dan beberapa larutan standar dengan berbagai konsentrasi, konsentrasinya 10ml, 5ml, 3ml, dan 1ml dari 100 ml aquades dan 100 mol pewarna makanan. Seluruh larutan kemudian diuji absorbansinya menggunakan spektofotometer. Dalam praktikum ini digunakan metode kolometri, dimana larutan dengan warna yang lebih pekat memiliki konsentrasi yang lebih besar atau bisa dikatakan kepekatan warna berbanding lurus dengan besarnya konsentrasi. Pada uji absorbansi ini larutan yang akan diuji memiliki warna mulai dari bening yaitu pada larutan blank hingga yang mempunyai warna ungu yang cukup pekat pada larutan standar 10 ml. Pada spektofotometer digunakan panjang gelombang 543 nm. Panjang gelombang ini dipilih karena warna sampel menunjukkan warna pelengkap merah lembayung, dimana warna merah lembayung memiliki panjang gelombang antara 500-560 nm. Yang Sehingga pengukuran ini akan berjalan maksimal pada panjang gelombang yang tepat. Kemudian setelah itu ditentukan banyaknya cell yang digunakan, hal ini diperlukan agar kuvet yang telah dimasukkan ke dalam spektofotometer akan benar- benar tertembak oleh cahaya sehingga nilai absorbansinya muncul pada layar spektofotometer. Nilai absorbansi yang akan muncul harus sebanding dengan besarnya konsentrasi, misal nilai absorbansi pada larutan standar 10 ml harus lebih besar daripada besarnya nilai absorbansi pada larutan standar 5 ml. Pada uji absrbansi ini didapatkan nilai absorbansi 0 untuk larutan blank dan berturut- turut 0,005; 0,007 ; 0,015; 0,031 untuk larutan standar 1ml, 3ml, 5ml, dan 10ml. Setelah dihitung sebesar 0,985. Nilai R ini

menggunakan software microsoft excel didapatkan nilai

dianggap hampir mendekati angka 1, karena untuk pengukuran nilai absorbansi suatu larutan yang benar akan mendapatkan nilai R yang mendekati angka 1. Nilai yang

hampir mendekati 1 ini ini muncul karena adanya 2 faktor, yaitu kurang terampilnya praktikan dan dalam pengenceran melebihi batas volume yang ingin dicari atau bisa dikatakan adanya human error. Hal ini akan menyebabkan pengukuran nilai absorbansi pada larutan standar juga akan kurang sempurana nilainya dari hasil absorbansi yang saat tidak adanya kontaminasi atau kesalahan dalam pengenceran, nilai absorbansi secara langsung akan menyebabkan berubahnya nilai dan

menyebabkan nilai kurvanya hampir mendekati nilai sempurna ( 1 ) dari grafik scatter. Apabila nilai melenceng jauh dari nilai yang mendekati 1, harus dilakukan

pengecekkan ulang terhadap bahan- bahan dalam pembuatan sampel. Periksa dengan seksama apakah pada bahan pembuat larutan standar terdapat kontaminasi dari benda

asing. Apabila benar terdapat kontaminasi, maka perlu dilakukan pembuatan ulang larutan standar. Pastikan dalam pembuatan ulang larutan standar ini tidak ada pengaruh dari kontaminasi dan perhatikan volume bahan- bahan yang akan digunakan dalam pembuatan larutan standar. Jangan sampai volume bahan kimia yang dimasukkan melebihi batas volume maksimal yang dapat ditampung alat.

BAB V KESIMPULAN

1. Dalam pembuatan larutan standar harus diperhatikan volume campuran larutan yang
digunakan dan pastikan tidak ada kontaminasi.

2. Semakin tinggi konsentrasi larutan standar maka akan semakin besar nilai
absorbansinya.

3. Semakin besar nilai konsentrasi larutan standar maka akan semakin pekat warna
larutan.

4. Nilai

yang baik adalah mendekati 1.

DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC. Jakarta. Beran, J.A. 1996. Chemistry in The Laboratory. John Willey & Sons. Hartoyo dkk. 2010. Penuntun Kimia dan Biokomia Pangan. Bogor : IPB Press. Humaidah,S. 2011. Potensi Desikator untuk Inkubator Anaerob. Fakultas MIPA. ITS. Surabaya. Karyadi, Benny. 1994. Kimia 2. Jakarta: Balai Pustaka. Khopkar S. 2007. Konsep Dasar kimia Analitik. Jakarta : UI Press. Kusnarso,D,J. 1989. Teknik Membran Filter Untuk Mendeteksi Bakteri Pencemar Oseana, Volume XIV, Nomor 4 : 133 143. Miller, J.N and Miller, J.C. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, 4th ed, Prentice Hall : Harlow. P, Tipler. 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid . Bandung: Erlangga. Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Triyati, E . 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet Dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya Dalam Oseanologi. Oseana, Volume X, Nomor 1 : 39 47. Underwood, A. L. 1990. Analisis Kimia Kiantitatif Edisi ke Enam. Erlangga. Jakarta.

LAMPIRAN

You might also like