You are on page 1of 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Definisi Infeksi Odontogenik Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami gangguan.8 Fistula Selulitis Bakteremie-Septikemie Acute-Chronic Periapikal Infection Infeksi Spasium yang dalam

Abses intra oral lebih Atau jaringan lunak-kutis serebral

Osteomielitis

Ke tinggi

spasium

yang infeksi

Gambar 2.1 : Arah Penyebaran Infeksi odontogenik Sumber : Oral and Maxillofacial Infection, Topazian Richard G, Morton H Goldberg, James R hupp. 4th ed;Philadelphia, W.B.Saunders Co.

Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan.5 Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain.9 2.1.1 Klasifikasi Infeksi odontogenik10 I. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi Bakteri Virus Parasit Mikotik II. Berdasarkan Jaringan Odontogenik Non-odontogenik III. Berdasarkan lokasi masuknya Pulpa Periodontal Perikoronal Fraktur Tumor Oportunistik IV. Berdasarkan tinjauan klinis Akut Kronik V. Berdasarkan spasium yang terkena Spasium kaninus Spasium bukal Spasium infratemporal Spasium submental Spasium sublingual Spasium submandibula Spasium masseter
7

Spasium pterigomandibular Spasium temporal Spasium Faringeal lateral Spasium retrofaringeal Spasium prevertebral

2.1.2 Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi11 1. Virulensi dan Quantity Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan dengan dua faktor yaitu virulensi dan quantity. Virulensi berkaitan dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah dari mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen. 2. Pertahanan Tubuh Lokal Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier anatomi, berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya bakteri ke jaringan di bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini dengan cara insisi poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke jaringan di bawahnya. Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan tubuh lokal terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri. Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri normal di dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam tubuh host dan tidak menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri tersebut berkurang akibat penggunaan antibiotik, organisme lainnya dapat menggantikannya dan bekerjasama dengan bakteri penyebab infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih berat.

3.

4.

Pertahanan Humoral Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah antibodi yang melawan bakteri yang menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit. Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan perkembangan dari limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 % terdiri dari Ig G merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri gram positif. Ig A sejumlah 12 % merupakan imunoglobulin pada kelenjar ludah karena dapat ditemukan pada membran mukosa. Ig M merupakan 7 % dari imunoglobulin yang merupakan pertahanan terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan pada reaksi hipersensitivitas. Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui. Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral lainnya, merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan harus di aktifkan untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang penting adalah yang pertama dalam proses pengenalan bakteri, peran kedua adalah proses kemotaksis oleh polimorfonuklear leukosit yang dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah proses opsonisasi, untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan fagositosis. Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih untuk merusak dinding sel bakteri. Pertahanan Seluler Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi e daerah invasi bakteri dengan proses kemotaksis. Sel-sel ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi

sebagai fagositosis, pembunuh dan menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit polimorfonuklear. Monosit biasanya terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi kronis. Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor suveillance (pertahanan terhadap tumor). 2.1.3 Tahapan Infeksi10 Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani resolusi: 1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan adonannya konsisten. 2. Antara 5 sampai 7 hari tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi. 3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri. 2.1.4 Patogenesis11,15 Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival. Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi.

10

Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

2.1.5 Macam-macam Infeksi odontogenik11 Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi dentoalveolar, infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium, selulitis, flegmon, osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi lebih lanjut. 2.1.6 Tanda dan Gejala12 1. Adanya respon Inflamasi Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam beberapa tanda : A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena. B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan. C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.

11

D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi. E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik 2. Adanya gejala infeksi Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit. 3. Limphadenopati

12

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase. 2.2 Definisi Abses Odontogenik Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat.10 Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme.6 2.3 Macam-macam Abses Odontogenik11 1. Abses periapikal
13

Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).

Gambar 2.2 : Abses periapikal Sumber : http://www.dental-healthindex.com/toothabscess.html., (diakses 19 juli 2012.)

2. Abses subperiosteal Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat

14

meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

Gambar 2.3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di daearah lingual b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

3. Abses submukosa Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan

15

ekstra oral kadang-kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

Gambar 2.4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah bukal. b. Tampakan klinis Abses Submukosa Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

4. Abses fosa kanina Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah

16

sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.

Gambar 2.5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

5. Abses spasium bukal Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m. Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.

17

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada perabaan.

Gambar 2.6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses lateral ke muskulus buccinator b. Tampakan Klinis Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

6. Abses spasium infratemporal Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal

18

terletak di bawah dataran horisontal arkuszigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

Gambar 2.7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga infratemporal b. Tampakan klinis Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer

7. Abses spasium submasseter Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot masseter bagian
19

superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini. Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada penekanan.

20

Gambar 2.8 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke daerah submasseter b. Tampakan klinis Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

8. Abses spasium submandibula Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna. Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.

21

Gambar 2.9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah submandibular di bawah muskulus mylohyoid b. Tampakan klinis Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

9. Abses sublingual Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh permukaan lingual mandibula. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.

22

Gambar 2.10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi lidah ke arah berlawanan Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

10.

Abses spasium submental Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar. Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

23

Gambar 2.11 : a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental b. Tampakan klinis Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer 11. Abses spasium parafaringeal Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal,

24

glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe. Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinuim. 2.4 Penatalaksanaan Abses Odontogenik1 Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik. Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi pendukung. Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi (perawatan) yang dilakukan. Abses periodontal dan perikoronal sering disertai pernanahan (purulensi), yang bisa dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses mempunyai dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal, maka palpasi digital yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.
25

Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa diperiksa/dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila interdental atau operkulum. Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris makanan, yang merupakan benda asing yang dapat mendukung proses infeksi. 2.4.1 Alat dan Bahan1 1.Jarum 18 atau 20 gauge 2.Spoit disposibel 3ml 2.4.2 Insisi dan Drainase1 Abses fluktuan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang dilakukan sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup untuk melanjutkan tindakan ini. Lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh gravitasi. Seperti pada pembuatan flap, biasanya kesalahan yang sering dilakukan adalah membuat insisi yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar mempermudah drainase dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah suatu selang karet dan di pertahankan pada posisinya dengan jahitan.

26

Gambar 2.12 : Ilustrasi gambar untuk insisi Abses Sumber : Oral Surgery, Frgaiskos Fragiskos D, germany, Springer

Gambar 2.12 : Ilustrasi gambar setelah dilakukan insisi Abses Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, germany, Springer 2.4.3 Perawatan Pendukung1 Pasien diberi resep antibiotik (Penicillin atau erythromycin) dan obat-obatan analgesik (kombinasi narkotik/non-narkotik). Perlu di tekankan kepada pasien bahwa mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila
27

menganjurkan kumur dengan larutan saline hangat, onsentrasinya 1 sendok teh garam dilarutkan dalam 1 gelas air, dan dilaukan paling tidak seiap selesai makan. Pasien dianjurkan untuk memperhatikan timbulnya gejala-gejala penyebaran infeksi yaitu demam, meningkatnya rasa sakit dan pembengkakan, trismus/disfagia. 2.5 Demam Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal,16 yaitu diatas 37,2C (99,5F) sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus.17 Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6C - 37,2C. Suhu oral sekitar 0,2 0,5C lebih rendah dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5C lebih rendah dari suhu oral. Suhu tubuh terendah pada pagi hari dan meningkat pada siang dan sore hari. Pada cuaca yang panas dapat meningkat hingga 0,5C dari suhu normal. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas. Temperatur oral dapat bervariasi sekitar 2 derajat C pada sisi yang terinfeksi dibandingkan
28

sisi lainnya yang normal. Karena itu pengukuran temperatur pada rektal lebih dianjurkan untuk hasil yang lebih akurat. Jika pengukuran temperatur rektal lebih memungkinkan, termometer dapat ditempatkan pada sisi mulut yang terinfeksi selama 5 menit. Temperatur penderita harus diperhatikan terutama jika tidak sesuai dengan hasil laboratorium dan gejala klinis. Dilaporkan anak-anak dengan bakteremia dan infeksi abses pyogenik, dengan sakit kepala yang diikuti dengan demam adalah akibat hasil penekanan pada struktur-struktur sensitif disekitar arteri di daerah intrakranial. 2.6 Etiologi Demam17 Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni granulosit-makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obat-obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan imunologikreumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit granulomatosis (sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan
29

wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania familial). 2.7 Patogenesis Demam17 Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubahset-point di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produkproduk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh. 2.7.1 Pirogen Eksogen Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan
30

sebagai pirogen eksogen, misalnya endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet feverdan toxin shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba. 2.7.2 Bakteri Gram-Negatif14 Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam. Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi faktor hageman.
31

2.7.2 Bakteri Gram-Positif Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel. Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan pelepasan daripada sitokin yang berasal dari Thelper dan makrofag yang dapat menginduksi demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil grampositif (misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya. 2.8 Penggolongan Demam17 Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam hilang sesudah masa yang pendek. Demam dapat digolongkan sebagai: 1. Demam yang singkat dengan tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat

32

klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji laboratorium; 2. Demam tanpa tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit, sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakkan etiologi; 3. Demam yang tidak diketahui sebabnya (Fever of Unknown Origin= FUO).

33

You might also like