You are on page 1of 44

Artikel

ANALISA BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP IRNA ANAK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Oleh : TETI DYNAILA PUTERI, S.Farm, Apt 1021213002

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS 2012

Analisa biaya penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

Oleh : Teti Dynaila Puteri (Di bawah bimbingan Almahdy A. dan Deswinar Darwin)

RINGKASAN

Telah dilakukan analisa efektifitas biaya pengunaan antibiotik pada pasien pneumonia komuniti yang dirawai di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juni sampai Desember 2011. Tujuan penelitian adalah menentukan kombinasi antibiotik yang paling cost effective yang digunakan pada pneumonia komuniti yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dan dianalisa secara deskriptif. Data diambil dari pasien rawat inap pneumonia komuniti dan mendapatkan terapi antibiotik. Komponen biaya yang dikumpulkan meliputi biaya antibitok, biaya tindakan, biaya penunjang, biaya rawat inap dan biaya administrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap biaya penggunaan antibiotik, kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin (Rp 9.448) lebih cost effective daripada amoksisilin-kloramfenikol (Rp 17.669). Terhadap total biaya perawatan, kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin (Rp 256.787) lebih cost effective daripada amoksisilin-kloramfenikol (Rp 309.445). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin lebih cost effective daripada amoksisilin-kloramfenikol baik ditinjau dari biaya pengunaan antibiotik maupun total biaya perawatan.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 04 Januari 1988 di Dumai, sebagai anak pertama dari ayah Darman dan ibu Syafni. Penulis menamatkan SD pada tahun 1998, SMP tahun 2001 dan SMA pada tahun 2004 di Pekanbaru. Penulis memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang tahun 2008. Sejak tahun 2010 sampai sekarang memperoleh kesempatan meneruskan pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Andalas di Padang

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sampai saat ini antibiotik tetap menjadi salah satu kategori biaya yang signifikan dalam anggaran farmasi di rumah sakit karena biaya antibiotik telah menyerap sebagian besar dari seluruh anggaran rumah sakit. Selain itu penggunaan antibiotik yang tidak rasional telah menjadi rahasia umum yang sangat meresahkan. Dampak buruk penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah munculnya resistensi bakteri terhadap antibiotik sehingga perawatan pasien jadi lebih lama, biaya pengobatan menjadi lebih mahal dan bagi rumah sakit akan menurunkan kualitas pelayanan rumah sakit bersangkutan (Kerr 1993; Goodman, 2006). Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit pneumonia karena respon imunitas mereka belum berkembang dengan baik (Price, 2002). Menurut WHO, pada tahun 2006 pneumonia merupakan penyebab utama kematian anak usia dibawah 5 tahun yaitu 19% atau 1,8 juta balita meninggal setiap tahunnya karena pneumonia. Di negara berkembang, lebih dari 150 juta kasus pneumonia terjadi setiap tahun pada balita yaitu sekitar 95% dari seluruh kasus baru pneumonia di dunia dan Indonesia menduduki peringkat keenam jumlah penderita terbanyak (Anonim, 2006). Pengobatan pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu menggunakan antibiotik spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan langsung beberapa penyebab infeksi. Tanpa disadari pengunaan antibiotik spektrum luas tidak terkendali dan potensi terjadinya resistensi (Widjojo, 2008). Analisa farmakoekonomi merupakan analisa untuk pengambilan keputusan pemilihan antibiotik yang akan dimasukkan dalam standar terapi dan formularium rumah sakit serta mengevaluasi dampak ekonomi penggunaannya. Farmakoekonomi memperhitungkan semua jenis hasil terkait dengan penggunaan antibiotik, seperti keberhasilan pengobatan atau kegagalan, efek samping, resistensi antibiotik dan biaya dari semua sumber daya yang digunakan, seperti layanan profesional, rumah sakit, tes laboratorium, kunjungan dokter, obat-obatan, pemantauan indeks hematologis dan biokimia (Kerr, 1993; Goldman, 2007). 1.2 Tujuan Penelitian Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemilihan antibiotik pada penyakit pneumomia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP. DR. M. Djamil telah efektif baik secara
4

farmakoterapi dan farmakoekonomi. Hasil yang didapat berupa gambaran pengunaan antibiotik, perhitungan seluruh komponen biaya pengobatan serta besar efektifitas biayanya. Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penyusunan standar terapi penggunaan antibiotik di rumah sakit. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk pertimbangan pengambilan keputusan pemilihan antibiotik yang akan dimasukkan dalam formularium dan standar terapi penyakit pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP. DR. M. Djamil.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Farmakoekonomi Farmakoekonomi awalnya didefinisikan sebagai deskripsi dan analisa dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan, lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, pengukuran dan pembandingan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi serta determinasi suatu alternatif terbaik (Vogenberg, 2001). Farmakoekonomi merupakan penggabungan dari 2 disiplin ilmu yaitu ilmu ekonomi kesehatan dan farmasi klinis. Farmakoekonomi merangkum aspek ekonomi yaitu

pengidentifikasian, perhitungan serta pembandingan biaya serta konsekuensi farmaseutikal dan klinis produk obat. Dari uraian diatas, intervensi dari penelitian farmakoekonomi dinilai dapat mempengaruhi income-outcome terapi pengobatan (Rascati, 2004). 2.1.2. Manfaat Farmakoekomoni dalam Dunia Kesehatan Ide dasar dari farmakoekonomi berasal dari prinsip ekonomi menghasilkan produk dengan kualitas baik pada biaya yang rendah. Farmakoekonomi diperlukan karena keterbatasan sumber daya, khususnya untuk negara yang memiliki pembayaran yang besar untuk obat-obat yang beredar. Farmakoekonomi dapat membantu kita membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama selain itu juga dapat membandingkan pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda. Sehingga pemerintah dapat mengalokasikan dana dan sumber daya untuk obat-obat yang benar-benar efektif (Vogenberg, 2001).
5

2.1.3 Metoda Analisa Farmakoekonomi Metoda analisa ini telah digunakan dan terbukti dapat meningkatkan pelayanan kesehatan (Vogenberg, 2001). 2.1.3.1 Cost Minimization Analysis (Analisa Minimalisasi Biaya) Analisa minimalisasi biaya adalah tipe analisa untuk menentukan biaya program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisa ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. Kekurangan yang nyata dari analisa minimalisasi biaya adalah asumsi pengobatan dengan hasil harus ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak akurat. Pada akhirnya studi dapat menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis analisa minimalisasi biaya hanya ditujukan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama (Vogenberg, 2001; Walley, 2004). 2.1.3.2 Cost Benefit Analysis (Analisa Manfaat Biaya) Analisa manfaat biaya adalah tipe analisa yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan beberapa ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Analisa ini sangat bermanfaat pada kondisi dimana manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah. Merupakan tipe analisa yang dapat digunakan untuk membandingkan perlakuan yang berbeda pada kondisi yang berbeda pula. Kekurangan analisa ini adalah banyak manfaat kesehatan seperti peningkatan kegembiraan pasien dan kemampuan kerja pasien sulit terukur dan tidak mudah untuk dikonversi dalam bentuk uang (Vogenberg, 2001; Walley, 2004). 2.1.3.3 Cost Effectiveness Analysis (Analisa Efektifitas Biaya) Analisa efektifitas biaya adalah tipe analisa yang membandingkan biaya suatu intervensi dengan beberapa ukuran non meneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Analisa efektifitas biaya adalah suatu cara untuk memilih dan menilai program atau obat yang terbaik bila terdapat beberapa pilihan dengan tujuan yang sama untuk dipilih. Kriteria penilaian berdasarkan discounted unit cost dari masing-masing pilihan sehingga program yang mempunyai discounted unit cost terendah yang akan dipilih. Analisa efektifitas biaya mengkonversi biaya dan efektifitas ke dalam bentuk rasio masing-masing pilihan yang diperbandingkan (Tjiptoherijanto, 1994). Rasio ini meliputi cost per cure atau cost per year of
6

life gained. Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya digunakan pengukuran Incremental Cost Effectiveness Ratio (ICER) yang menunjukan tambahan biaya terhadap pilihan yang lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Drummond, 1999; Schulman, 2000) 2.1.3.4 Cost Utility Analysis (Analisa Kegunaan Biaya) Analisa kegunaan biaya adalah tipe analisis untuk menghitung biaya per kegunaan yaitu dengan mengukur ratio untuk membandingkan di antara beberapa program. Seperti analisa efektifitas biaya, analisa kegunaan biaya membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan. Dalam analisa kegunaan, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup (Quality Adjusted Life Years, QALYs) dan hasilnya ditunjukan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi ke dalam nilai QALYs, sebagai contoh jika pasien benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk menggambarkan pengaruhnya terhadap kualitas hidup. Kekurangan analisa ini bergantung pada penentuan angka (QALYs) pada status tingkat kesehatan pasien (Tjiptoherijanto, 1994; Walley, 2004). 2.2 Pneumonia

2.2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme. Infeksi paru terjadi karena mikroorganisme merusak permukaan epitel saluran pernafasan. Mikroorganisme mencapai permukaan saluran pernafasan melalui tiga bentuk transmisi primer yaitu : aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang paling berkolonisasi, inhalasi aerosol yang infektikus dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal (Price, 2002). 2.2.2. Etiologi dan Patogenesis Pneumonia Tanda-tanda dan gejala pneumonia yang lazim ditemukan antara lain demam, takipnea, takikardia, leukositosis, leukopenia, batuk yang produktif dan perubahan sputum baik dari jumlah maupun karakteristiknya serta terdapat gambaran infiltrat pada foto dada. Pasien akan merasakan nyeri dada seperti ditusuk pisau, inspirasi yang tertinggal pada pengamatan naik
7

turunnya dada sebelah kanan pada saat pernafasan (Price, 2002; Hisyam, 2003). Ada banyak mikroorganisme penyebab pneumonia seperti bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan jamur. Pneumonia didiagnosa berdasarkan tanda klinis, gejala serta hasil pemeriksaan laboratorium, mikrobiologis dan evaluasi foto X-ray dada. Gambaran adanya infiltrat dari foto X-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis. Sedangkan evaluasi mikrobiologis dilakukan dengan memeriksa kultur sputum, juga bisa dengan kultur darah khususnya pada pasien dengan

pneumonia yang fulminant. Pemeriksaan gas darah arteri dapat digunakan untuk menentukan keparahan pneumonia dan parameter penentuan keputusan apakah perlu dirawat atau tidak di Intensive Care Unit (ICU) (Anonim, 2005). 2.2.3. Jenis Pneumonia Secara klinis ditinjau dari patogen maka pneumonia dibagi menjadi 3 macam yang berbeda penatalaksanaannya antara lain : a. Pneumonia Komuniti (Community Acquired Pneumonia) Pneumonia komuniti adalah suatu penyakit yang didapat di luar rumah sakit atau didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien yang tidak tinggal dalam fasilitas perawatan selama 14 hari atau lebih (Tierney, 2002). Etiologi Pneumonia komuniti adalah coccus gram positif seperti pneumococcus dan staphylococcus, basil gram negatif seperti Haemophilus influenzae, bakteri anaerob dan virus. Pada anak-anak patogen yang biasa dijumpai sedikit berbeda yaitu adanya keterlibatan Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae selain bakteri pada pasien dewasa. b. Pneumonia Nosokomial (Hospital Acquired Pneumonia) Pneumonia nosokomial sering terjadi pada pasien yang berada dalam perawatan rumah sakit lebih dari 48 jam atau 72 jam dan tidak sedang mengalami inkubasi suatu infeksi saat masuk rumah sakit. Organisme penyebab pneumonianosokomial antara lain Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aeruginosa, enterobakter, Klebsiella pneumonia dan Escherichia coli (Tierney, 2002). c. Pneumonia pada Immunocompromised Host Pneumonia pada immunocompromised host terjadi pada pasien immunocompromised yang disebabkan oleh bakteri, mikobakteria, jamur, protozoa, cacing dan virus. Ada dua tanda
8

klinis untuk diagnosis pneumonia ini yaitu tingkat imunitas pasien dan penyebab pneumonia (Tierney, 2002). Selain itu, menurut Depkes RI juga terdapat jenis pneumonia aspirasi. Pneumonia aspirasi diakibatkan aspirasi sekret oropharyngeal dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status mental terdepresi dan pasien dengan gangguan refleks menelan. Patogen yang menginfeksi pada community acquired aspiration pneumonia disebabkan kombinasi flora mulut dan flora saluran nafas atas yaitu streptococci anaerob. Bakteri yang sering menginfeksi biasanya dari campuran bakteri gram negatif batang, Staphylococcus aureus dan streptococci anaerob (Anonim, 2005) 2.4 Penatalaksanaan Pneumonia Prinsip terapi pneumonia sama dengan penatalaksanaan infeksi yang disebabkan bakteri. Awal terapi dimana mikroorganisme belum diketahui dilakukan secara empiris dengan antibiotik spektrum luas hingga penyebab diketahui. Bila hasil kultur kuman patogen telah dipastikan, secepat mungkin terapi diganti dengan antibiotik yang lebih spesifik. Tujuan pengobatan pneumonia adalah penyembuhan secara klinis, menurunkan morbiditas dengan tetap waspada timbulnya toksisitas antara lain pada fungsi hati, jantung, ginjal dan organ lainnya (Anonim, 2005; Wells, 2006). Tabel 1. Antibiotik Pada Terapi Pneumonia (Anonim, 2005) Kondisi Kini Patogen Terapi Dosis Dosis Pediatrik Dewasa (mg/kg/hari) (/hari) 30-50 hari-1, 1-2 gr dilanjutkan 5 0,5-1 gr selama 4 hari 50-75 1-2 gr

Sebelumnya sehat

Pneumococcus Mycoplasma Pneumoniea Komorbiditas S. pneumoniae Haemophilus influenzae, Moraxella cattarrhalis, Mycoplasma, Chlamydia, Chlamydia pneumoniae dan Legionella Aspirasi Anaerob mulut

Eritromisin Klaritromisin Azitromisin Sefuroksim Sefotaksim Seftriakson

Ampi/Amox
9

100-200

2-6 gr

Community Hospital Nosokomial Pneumonia Ringan Onset<5, Resiko rendah

Klindamisin 8-20 Anaerob mulut S. Klindamisin+Aminogl s.d.a aureus, gram (-) enterik ikosida K. pneumoniae P. aeruginosa, Enterobacter spp. S. aureus Sefuroksim Sefotaksim Seftriakson Ampicilin-Sulbaktam Tikarcilin-Klav Galifloksacin Levofloksacin Klinda+Azitro K. pneumoniae Gentamicin/Tabramici P. aeruginosa, n atau siprofloksasin) Enterbacter spp. S. Ceftazidime atau aureus Cefepime atau Tikarcilin-Klav Meropenem/Aztreona m s.d.a s.d.a s.d.a 100-200 200-300 7,5 150 100-150

1,2-1,8 gr s.d.a

s.d.a s.d.a s.d.a 4-8 gr 12 gr 0,4gr 0,5-0,7gr 4-6 mg/kg 0,5-1,5gr 2-6gr 2-4gr

Pneumonia Berat Onset<5, Resiko tinggi

Dalam penetapan dosis dan interval pemberian pada anak yang paling benar adalah berdasarkan berat badan. Pengobatan empiris pneumonia pada anak mengacu pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengobatan Empiris Pneumonia Pasien Pediatrik (Wells, 2006) No. 1. Umur 1 bulan Mikroorganisme Patogen Streptococcus, Haemophilus influenzae (non-tipe), Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Listeria CMV, RSV, Adenovirus Terapi Ampisillin-sulbactam Sefalosporin Karbapenem Ribavirin

2.

1-3 bulan

Chlamydia, CMV, Pneumocystis carinii (afebril sindrom pneumonia), RSV


10

Makrolida-azalide, trimetoprimsulfametoksazol Ribavirin

Pneumococcuss, S. aureus

Semisintesis penisilin/Sefalosporin

3.

3bulan 6tahun

Haemophilus influenzae, Pneumococcuss, RSV, Adenovirus, Parainfluenza

Amoksisilin/Sefalosporin Ampisilin-sulbaktam Amoksisilin-klavulanat Ribavirin

4.

> 6 tahun

Pneumococcus, Mycoplasma Pneumoniae, adenovirus

Macrolida/Azalide Sefalosporin, amoksisilinklavulanat

Berikut ini adalah dosis, interval dan biaya obat oral pada terapi pengobatan pneumonia yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Dosis dan Biaya Beberapa Obat Oral pada Pengobatan Pneumonia (Abramowicz, 2005) No. 1. Jenis Obat Sefalosporin Cefaclor Cefrozil Cefuroksil 6,6-13,3 mg/kg BB q8h 15 mg/kg BB q12h 10-15 mg/kg BB q12h 66,78 234,88 253,36 Dosis Lazim Pediatrik Biaya ($)

2.

Makrolida Azitromisin Klaritromisisn Eritromisin 10 mg/kg BB selama 1 hari 7,5 mg/kg BB q12h 7,5-12,5 mg/kg BB q6h 43,32 114,80 12,32

3.

Penisilin Amoksisilin Amoksisilin8,33-16,67 mg/kg BB q8h 8,33-16,67 mg/kg BB q8h


11

13,86 166,32

klavulanat 4. Linezolid 10 mg/kg BB q8h 1587,04

2. 4. 1 Antibiotik Terapi Pneumonia 1) Amoksisilin Amoksisilin adalah antibiotik golongan penisilin dan merupakan analog 4 hidroksi ampisilin yang digunakan pada terapi bronkitis, profilaksis endokarditis, gastroenteritis, infeksi mulut, otitis media, pneumonia, tiphoid, infeksi telinga serta infeksi saluran urin, kulit dan jaringan lunak. Memiliki aksi bakterisidal dengan menghambat sintesa dinding sel bakteri. Amoksisilin aktif terhadap beberapa organisme gram negatif dan positif antara lain Haemophilus influenzae, Helicobacter pylori, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Neisseria gonorrhoeae, meningokokus, enterokokus dan Salmonella. Amoksisilin ditinjau dari segi farmakokinetik sebanyak 74-92% diabsorbsi di saluran pencernaan kemudian didistribusikan keseluruh jaringan dan cairan tubuh. Sebanyak 20%

terikat dengan protein plasma dan kadar serum puncak dicapai setelah 11,5 jam. Waktu t

dicapai bervariasi setelah 1-2 jam dan dilaporkan waktu ini diperpanjang pada neonatus, pediatrik dan gangguan ginjal. Amoksislin diekresikan melalui urin. Penggunaan obat pada neonatus dan bayi prematur harus diwaspadai karenaginjal yang masih immatur. 2). Kloramfenikol Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik dengan aktifitas spektrum luas terhadap mikroorganisme gram negatif dan positif. Kloramfenikol tidak aktif terhadap jamur, ragi, virus, protozoa dan Pseudomonas (Bindler, 2007). Mekanisme kerja kloramfenikol adalah menghambat sintesa protein ribosom dengan mengikat pada 50S subunit ribosom sehingga menghambat pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol digunakan pada anak untuk indikasi infeksi berat yang melibatkan Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Chlamydia dan Salmonella Typhi (Sweetman, 2007). Pada penelitian ini

kloramfenikol yan digunakan adalah sediaan injeksi yang mengandung bentuk natrium suksinat yang akan dihidrolisis di hati, paru, ginjal dan plasma. Kemudian didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh. Sekitas 60 % kloramfenikol terikat dengan protein plasma. Waktu paruh dilaporkan bervariasi antara 1,5-4 jam.
12

3). Gentamisin Gentamisin merupakan antibiotik bakterisidal golongan aminoglikosida yang aktif terhadap mikroorganisme gram negatif aerob dan gram positif. Beberapa bakteri gram negatif antara lain Brucella, Calymmatobacterium, Campylobacter, Citrobacter, Escherichia,

Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus, Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, dan Yersinia. Sedangkan bakteri gram positif yang masih sangat sensitif terhadap gentamisin yaitu Staphylococcus aureus. Gentamisin menghambat sintesa protein dengan berikatan secara ireversible pada ribosom bakteri 30S. Gentamisin diindikasikan untuk infeksi tulang, kulit, saluran urin, pencernaan serta sepsis neonatus dan meningitis. Gentamisin dikombinasi dengan antibiotik lain untuk infeksi gram negatif yang berat. Absorbsi gentamisin sangat buruk pada saluran gastrointestinal tetapi sangat cepat setelah pemberian intramuskular kemudian didistribusikan ke dalam cairan ekstraselular. Kadar puncak pada pemberian intramuskular adalah 30-90 menit, intravena setelah 30 menit. Waktu paruh pada anak-anak umur 1 minggu hingga 6 bulan adalah 3-3,5 jam. Sebanyak 50-93 % dieksresikan dalam bentuk asli melalui urine. Waspadai penggunaan pada individu dengan gagal ginjal, hipokalsemia, hipomagnesemia, hipokalemia, dehidrasi, miastemia gravis, depresi transmisi neuromuskular dan kerusakan syaraf kranial.

METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lebih kurang 6 bulan dari bulan Juni sampai bulan Desember 2011 di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. 3.2. Metodologi Penelitian

3.2.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan analisa efektifitas biaya yang dikerjakan secara prospektif terhadap suatu populasi terbatas. Analisa dilakukan secara deskriptif. 3.2.2. Sumber Data

13

Sumber data meliputi catatan rekam medik pasien, kunjungan

kefarmasian dan

catatan pembayaran rawat inap pasien di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. 3.2.3 Kriteria Inklusi a) Pasien pneumonia komuniti yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang pada periode bulan Juni - Desember 2011. b) Pasien pneumonia komuniti tanpa penyakit penyerta c) Pasien pneumonia komuniti yang diberi terapi antibiotik 3.2.4 Kriteria Ekslusi a) Pasien pneumoia nosokomial dan pneumonia spirasi b) Pasien pnumonia dengan penyakit penyerta. c) Pasien pneumonia yang tidak diberi antibiotik. d) Pasien yang rekam medik tidak lengkap, hilang dan tidak jelas e) Pasien pneumonia yang tidak kooperatif, pulang paksa dan meninggal dunia. 3.2.5 Batasan Operasional a) Pneumonia komuniti adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. Pneumonia komuniti adalah suatu penyakit yang didapat di luar rumah sakit atau didiagnosis dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit pada pasien yang tidak tinggal dalam fasilitas perawatan selama 14 hari atau lebih. b) Antibiotik adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme, beberapa hewan dan tanaman tinggi dan dapat dibuat secara sintetik yang diindikasikan menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. c) Analisa efektifitas biaya adalah suatu analisa untuk membandingkan biaya total yang dikeluarkan oleh pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang terhadap hasil terapi.

14

3.2.6 Prosedur Penelitian 3.2.6.1 Pengambilan Data I. Pengambilan data dilakukan dengan penelurusan data rekam medik dan instalasi farmasi RSUP DR. M. Djamil Padang. Data yang diambil meliputi : a) Data karakteristik pasien meliputi nomor rekam medik, jenis kelamin, umur, status gizi dan kejadian anemia. b) Data klinis pasien meliputi diagnosa utama, lama rawat inap dan follow up pasien. c) Data penggunaan obat meliputi jenis, dosis, interval, pemberian dan cara pemberian d) Data mengenai biaya secara keseluruhan meliputi biaya antibiotik, obat lain, tindakan, rawat inap, penunjang dan administrasi II. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara statistik hingga didapat hasil analisa efektifitas biaya penggunaan antibiotik dan total biaya perawatan. III. Hasil pengolahan data kemudian dibahas secara farmakoekonomi. IV. Pengambilan kesimpulan dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data 3.2.6.2 Analisa Data 3.2.6.2.1 Mengklasifikasian Karakteristik Subyek Penelitian a) Persentase Jenis Kelamin b) Persentase Usia c) Status Gizi dan Kejadian Anemia d) Lama rawat inap Efektifitas ditentukan berdasarkan lamanya hari rawat inap. Hasil pemantauan dikelompokkan menjadi 2 kategori : efektif dan tidak efektif. Lama rawatan kategori efektif adalah 9 hari dan tidak efektif adalah 10 hari (Menendez, 2003) 3.2.6.2.2 Mengidentifikasian Gambaran Penggunaan Antibiotik Parameter yang diamati dalam pengidentifikasian gambaran penggunaan antibiotik antara lain : a. Jenis antibiotik yang diberikan b. Dosis dan interval pemberian
15

c. Cara pemberian d. Efek samping yang muncul 3.2.6.2.3 Perhitungan Biaya Semua biaya yang tercatat pada lembar pembayaran rawat inap pasien dicacat kemudian dihitung jumlah keseluruhannya. Biaya-biaya tersebut meliputi : a) Biaya antibitok b) Biaya tindakan c) Biaya penunjang d) Biaya rawat inap e) Biaya administrasi f) Total biaya perawatan

3.2.6.2.4 Perhitungan Efektifitas Biaya Penggunaan Antibiotik Efektifitas biaya dianalisis dengan menggunakan rumus Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) yang dihitung berdasarkan jumlah biaya penggunaan antibiotik yang dikeluarkan pasien pneumonia terhadap efektifitas penggunaan antibiotik dengan rumus sebagai berikut: ACER = Biaya Penggunaan Antibiotik Efektifitas Penggunaan Antibiotik

Kemudian jenis kombinasi antibiotik dibandingkan dengan antibiotik standar dengan menggunakan ICER (Intremental Cost Effectivenees Ratio) dengan rumus sebagai berikut : ICER = C1 - C0 E1 E0

Keterangan : C0 = Biaya penggunaan antibiotik standar (Amoksisilin-kloramfenikol) C1 = Biaya penggunaan antibiotik 1 (Amoksisilin-gentamisin) E0 = Efektifitas penggunaan antibiotik standar Amoksisilin-kloramfenikol) E1 = Efektifitas penggunaan antibiotik 1 (Amoksisilin-gentamisin)

Selain terhadap biaya penggunaan antibiotik, ACER dan ICER juga dilakukan terhadap total biaya perawatan.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN


3.3. Hasil Pengumpulan data dilakukan secara prospektif selama lebih kurang 6 bulan dari Juni sampai Desember 2011 di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang. Pada pengolahan data selanjutnya, hanya sebanyak 29 pasien pediaktrik dengan diagnosa pneumonia komuniti yang termasuk kriteria inklusi. Data hasil penelitian ini kemudian diolah dengan analisa efektifitas biaya sehingga didapatkan kelompok antibiotik yang paling Cost-effective. Adapun hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut : 4.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian 1. Data Kelompok Kombinasi Antibiotik Dari data yang diperoleh dari data rekam medik pasien, terdapat dua jenis kombinasi yaitu kombinasi antara amoksisilin-kloramfenikol serta kombinasi amoksisilin-gentamisin.

Gambar 1. Persentase pola penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

2.

Hasil Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Dari hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah pasien pneumonia di instalasi rawat

inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juni sampai Desember 2011 ditinjau dari jenis kelamin hampir sama yaitu 48,27 % pasien laki-laki dan 51,71 % pasien perempuan.

Gambar 2. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang berdasarkan jenis kelamin

3.

Hasil Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur Pasien pediatrik dikelompokkan menjadi 8 kelompok umur. Dari gambar diketahui

bahwa kelompok umur dengan jumlah pasien terbanyak yaitu umur 1 3 tahun dengan persentase sebesar 37,93 %.

Gambar 3. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang berdasarkan umur

4.

Hasil Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Gizi dan Kejadian Anemia Terdapat 3 kategori status pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak

RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juni sampai Desember 2011 yaitu baik, kurang dan buruk.

Gambar 4. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang berdasarkan status gizi

Selain dari status gizi, kejadian anemia ditemukan cukup tinggi pada pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang yaitu sebesar 28 % dari total seluruh pasien (Lampiran 6, Tabel 25 ).

Gambar 5. Persentase pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang berdasarkan kejadian anemia

2.2.2.1.1.

Hasil Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Rawat Inap Lama rawat inap pasien pediatrik pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap

IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kategori efektif yaitu dengan lama rawat inap 9 hari dan kategori tidak efektif dengan lama rawat inap 10 hari (Menendez, 2003). Data distribusi lama rawat inap ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 4. Data distribusi lama rawat inap pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
4

Lama Rawat Pasien (hari)

Jumlah Pasien AmoksisilinKloramfenikol 15 AmoksisilinGentamisin 12 2

Persentase Total (%)

9 hari 10 hari

93,10 6,89

Tabel diatas memperlihatkan bahwa antibiotik yang digunakan menunjukkan efektifitas yang tinggi yaitu 93,10 %. Hanya terdapat 6,89 % penggunaan antibiotik yang tidak efektif, dimana semua kasus terjadi pada pasien yang menggunakan kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin.

4.1.2. Gambaran Penggunaan Antibiotik Pada bagian ini dijelaskan tentang aspek-aspek farmakoterapi antibiotik yang digunakan seperti jenis antibiotik, dosis dan interval pemberian, cara pemerian, kejadian efek samping serta interaksi obat. 4.1.2.1. Jenis Antibiotik (Bindler, 2007; Sweetman, 2007; Martin, 2009) 2) Amoksisilin Amoksisilin adalah antibiotik golongan penisilin dan merupakan analog 4 hidroksi ampisilin yang digunakan pada terapi bronkitis, profilaksis endokarditis, gastroenteritis, infeksi mulut, otitis media, pneumonia, tiphoid, infeksi telinga serta infeksi saluran urin, kulit dan jaringan lunak. Seperti yang terlihat pada tabel 4, kedua kombinasi antibiotik menggunakan amoksisilin. Hal ini sesuai dengan standar pengobatan pneumonia pasien pediatrik yang menyatakan amoksisilin merupakan antibiotik pilihan terapi utama. Penggunaan obat pada neonatus dan bayi prematur harus diwaspadai karena ginjal yang masih immatur. 2). Kloramfenikol Mekanisme kerja kloramfenikol adalah menghambat sintesa protein ribosom dengan mengikat pada 50S subunit ribosom sehingga menghambat pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol digunakan pada anak untuk indikasi infeksi berat yang melibatkan Haemophilus
5

influenzae, Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, Chlamydia dan Salmonella Typhi (Sweetman, 2007). Mikroorganisme diatas diketahui merupakan penyebab pneumonia pada pediatrik, yang dapat dilihat pada tabel 2. Pada penelitian ini kloramfenikol yan digunakan adalah sediaan injeksi yang

mengandung bentuk natrium suksinat yang akan dihidrolisis di hati, paru, ginjal dan plasma. Kemudian didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh. Sekitas 60 % kloramfenikol terikat dengan protein plasma. Waktu paruh dilaporkan bervariasi antara 1,5-4 jam. 3). Gentamisin Gentamisin merupakan antibiotik bakterisidal golongan aminoglikosida yang aktif terhadap mikroorganisme gram negatif aerob dan gram positif. Beberapa bakteri gram negatif antara lain Brucella, Calymmatobacterium, Campylobacter, Citrobacter, Escherichia,

Enterobacter, Francisella, Klebsiella, Proteus, Providencia, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, dan Yersinia. Sedangkan bakteri gram positif yang masih sangat sensitif terhadap gentamisin yaitu Staphylococcus aureus. Gentamisin dikombinasi dengan antibiotik lain untuk infeksi gram negatif yang berat. Absorbsi gentamisin sangat buruk pada saluran gastrointestinal tetapi sangat cepat setelah pemberian intramuskular kemudian didistribusikan ke dalam cairan ekstraselular. Kadar puncak pada pemberian intramuskular adalah 30-90 menit, intravena setelah 30 menit. Waktu paruh pada anak-anak umur 1 minggu hingga 6 bulan adalah 3-3,5 jam. Sebanyak 50-93 % dieksresikan dalam bentuk asli melalui urine. Waspadai penggunaan pada individu dengan gagal ginjal, hipokalsemia, hipomagnesemia, hipokalemia, dehidrasi, miastemia gravis, depresi transmisi neuromuskular dan kerusakan syaraf kranial. 4.1.2.2. Dosis dan Interval Pemberian Data distribusi dosis dan interval pemberian serta dosis lazim antibiotik kombinasi amoksisilin-kloramfenikol dan amoksisilin-gentamisin pasien pneumonia yang dirawat di

instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dapat dilihat pada Lampiran 7 Tabel 26 dan Tabel 27. Dari tabel tersebut diketahui bahwa dosis dan interval pemberian antibiotik amoksisilin dan kloramfenikol telah sesuai dengan literatur. Jika diperlukan dosis lazim yang terdapat pada tabel dapat diberikan dua kali lipat misalnya untuk infeksi yang lebih serius.
6

Pengurangan interval dosis antibiotik terjadi pada perhitungan gentamisin yaitu interval dikurang dari 3 kali sehari menjadi 2 kali sehari. Dosis lazim yang dicantumkan pada tabel ditujukan untuk anak-anak dengan range umur yang cukup luas yaitu 1 bulan hingga 12 tahun (Bindler, 2007; Sweetman 2007). 4.1.2.3. Cara Pemberian Amoksisilin, kloramfenikol dan gentamisin pada seluruh pasien diberikan secara parenteral. Hal ini bertujuan agar obat dapat cepat bekerja dan berefek sehingga dibutuhkan pemberian obat yang mempunyai onset cepat menuju sistem sistemik. Kekurangan rute ini adalah suntikan dari beberapa obat menyebabkan homolisis atau reaksi yang tidak diinginkan pada daerah sekitar tempat suntikan. 4.1.2.4. Efek Samping Pada penelitian ini pengamatan dilakukan pada efek yang dapat dinilai langsung, bukan terhadap efek samping yang pengamatannya harus mengunakan alat atau pemeriksaan laboratorium seperti kejadian hipersensitifitas, diare, mual dan muntah. Hasil yang didapat yaitu tidak terdapat kejadian efek samping tersebut. 4.1.3. Perhitungan Biaya 4.1.3.1. Biaya Antibiotik Biaya pengunaan antibiotik didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang untuk pembelian antibiotik. Biaya antibiotik didapat dari catatan penggunaan antibiotik pada rekam medik pasien kemudian dihitung biaya totalnya sesuai dengan harga antibiotik yang tercantum dalam buku tarif pelayanan tahun 2011. Rata-rata biaya penggunaan antibiotik per hari didapatkan dari biaya total penggunaan antibotik masing-masing pasien dibagi lama hari rawatan. Kemudian seluruh biaya dijumlahkan kemudian dibagi jumlah pasien berdasarkan kelompok kombinasi antibiotik. Biaya pengunaan antibiotik tidak sesuai tarif dihitung sesuai kelas perawatan masingmasing pasien. Gambaran distribusi biaya penggunaan antibiotik tidak sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Distribusi rata-rata biaya penggunaan antibiotik pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
7

No.

Kelompok Terapi Antibiotik

Jumlah

Rata-rata biaya penggunaan antibiotik per hari (Rp)

1. 2.

Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin

15 14

18782 5451 10543 5938

Untuk keseragaman harga satuan antibiotik maka dihitung pula biaya penggunaan antibiotik sesuai tarif dan harga yang digunakan sesuai untuk kelas perawatan III. Gambaran distribusi biaya penggunaan antibiotik sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6. Distribusi rata-rata biaya penggunaan antibiotik pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Sesuai tarif)

No.

Kelompok Terapi Antibiotik

Jumlah

Rata-rata biaya penggunaan antibiotik per hari (Rp)

1. 2.

Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin

15 14

17669 5058 9448 5869

Biaya pengunaan antibiotik tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari kombinasi amoksisilin-gentamisin disebabkan harga satuan gentamisin jauh lebih murah dari kloramfenikol. 4.1.3.2. Biaya Tindakan Biaya tindakan mencakup seluruh biaya tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien sejak dirawat di rumah sakit antara lain penyuntikan, pemasangan infus, NGT (Nasogastric tubes) dan urine bag, pemberian oksigen, tindakan oral higience dan kumbah (suction). Rata-rata biaya tindakan per hari didapat dari biaya total tindakan masing-masing pasien dibagi lama hari rawatannya. Kemudian seluruh biaya dijumlahkan kemudian dibagi jumlah pasien berdasarkan kelompok kombinasi antibiotik. Gambaran distribusi biaya tindakan pasien pneumonia yang tidak sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7. Distribusi rata-rata biaya tindakan pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
8

No.

Kelompok Terapi Antibiotik

Jumlah

Rata-rata biaya tindakan per hari (Rp)

1. 2.

Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin

15 14

79711 66690 46341 16705

Biaya tindakan tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari kombinasi amoksisilin-gentamisin. Gambaran distribusi biaya tindakan pasien pneumonia yang sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Distribusi rata-rata biaya tindakan pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Sesuai tarif) No. Kelompok Terapi Antibiotik Jumlah Rata-rata biaya tindakan per hari (Rp) 1. 2. Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin 15 14 55480 31505 37334 18080

4.1.3.3. Biaya Penunjang Biaya penunjang adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien untuk pemeriksaan laboratorium baik saat menegakkan diagnosa, pemantau efek samping, kemajuan terapi ataupun menentukan hasil akhir terapi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang antara lain pemeriksaan fases rutin dan urine lengkap, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan gas darah, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan glukosa darah serta pemeriksaan thorax. Pemeriksaan mikrobiologi juga dihitung seperti gambaran darah tepi, kultur darah dan uji resistensi. Rata-rata biaya penunjang per hari didapat dari biaya total penunjang masing-masing pasien dibagi lama hari rawatannya. Kemudian seluruh biaya dijumlahkan dibagi jumlah pasien berdasarkan kelompok kombinasi antibiotik. Gambaran distribusi biaya penunjang pasien

pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang yang tidak sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 9. Distribusi rata-rata biaya penunjang pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif)
9

No.

Kelompok Terapi Antibiotik

Jumlah

Rata-rata biaya penunjang per hari (Rp)

1. 2.

Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin

15 14

105540 77926 81796 29447

Biaya penunjang tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari kombinasi amoksisilin-gentamisin. Gambaran distribusi biaya tindakan pasien pneumonia yang sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10. Distribusi rata-rata biaya penunjang pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Sesuai tarif) No. Kelompok Terapi Antibiotik Jumlah Rata-rata biaya penunjang per hari (Rp) 1. 2. Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin 15 14 104896 77322 60180 16321

4.1.3.4.

Biaya Rawat Inap Biaya rawat inap adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien untuk mendapatkan

fasilitas perawatan berupa kamar perawatan dan kunjungan dokter serta asupan makanan. Setiap pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang awalnya akan dirawat di ruangan HCU (High Care Unit) selama beberapa hari. Pemantauan pasien di rungan HCU lebih intensif hingga kondisi pasien stabil kemudian dipindahkan ke ruangan rawat akut. Biaya kelas rawatan HCU lebih mahal dari ruang rawat akut. Biaya rawat inap dihitung dengan menjumlahkan biaya yang dikeluarkan masing-masing pasien per hari sesuai kelas terapi dibagi dengan jumlah pasien. Tabel 11. Distribusi rata-rata biaya rawat inap pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif) No. Kelompok Terapi Antibiotik Lama rawat HCU Akut Rata-rata biaya rawat inap per hari (Rp)

10

1. 2.

Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin

1,93 2,64

2,93 3,50

173119 141468 149440 38164

Rata-rata biaya rawat inap tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari kombinasi amoksisilin-gentamisin. Gambaran distribusi rata-rata biaya rawat inap pasien pneumonia yang sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 12. Distribusi rata-rata biaya rawat inap pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Sesuai tarif) No. Kelompok Terapi Antibiotik Lama rawat HCU 1,93 2,64 Akut 2,93 3,50 Rata-rata biaya rawat inap per hari (Rp)

1. 2.

Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin

126349 31051 146147 42111

4.1.3.5. Biaya Administrasi Biaya administrasi adalah biaya yang dikeluarkan pasien untuk membayar biaya pendaftaran kamar rawat HCU dan ruan rawat akut serta keperluan administrasi pasien selama pengobatan. Dari billing pembayaran pasien didapat keseraganan biaya adminstrasi yaitu Rp 5.000,-. 4.1.3.6. Biaya Total Perawatan Biaya total perawatan adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh pasien mulai sejak pasien pneunomina masuk ke ruang rawat HCU instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang kemudian pindah ke ruang rawat akut hingga keluar dari rumah sakit dalam keadaan sembuh. Biaya-biaya itu meliputi biaya tindakan, biaya penunjang, biaya rawat inap, biaya penggunaan antibiotik serta biaya obat lain. Biaya obat lain ini meliputi pembelian obat simtomatik terhadap gejala-gejala pneumonia seperti ambroksol dan bromheksin sebagai obat yang saluran nafas yang disertai sekret bronkial abnormal, deksametason sebagai obat kortokosteroid, parasetamol sebaai obat antipiretik serta beberapa sediaan nutrisi parenteral. Sediaan nutrisi parenteral yang paling
11

banyak digunakan adalah KA-EN 1B. Selain itu juga pernah digunakan infus dekstrosa, KA-EN 2A, dan Aminofusin. Rata-rata biaya total perawatan per hari didapatkan dengan menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan masing-masing pasien per hari selama di rumah sakit berdasarkan kelompok kombinasi antibiotiknya, kemudian seluruh biaya rawatan dijumlahkan kemudian dibagi jumlah pasien. Gambaran distribusi biaya total perawatan tabel berikut :

Tabel 13. Distribusi rata-rata biaya total perawatan pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Tidak sesuai tarif) No. Kelompok Terapi Antibiotik Jumlah Rata-rata lama rawat (hari) 1. 2. Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin 15 14 4,73 6,43 Rata-rata biaya total perawatan per hari (Rp) 384886 212365 295393 49754

Gambaran distribusi rata-rata biaya total perawatan pasien pneumonia yang sesuai tarif dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 14. Distribusi rata-rata biaya total perawatan pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang (Sesuai tarif) No. Kelompok Terapi Antibiotik Jumlah Rata-rata lama rawat (hari) 1. 2. Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin 15 14 4,73 6,43 Rata-rata biaya total perawatan per hari (Rp) 309455 116664 256787 53586

4.1.4. Perhitungan Efektifitas Penggunaan Antibiotik Efektifitas ditentukan berdasarkan lama hari perawatan pasien di rumah sakit. Efektifitas dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori efektif dan tidak efektif. Kategori efektif adalah yang lama hari perawatannya 9 hari sedangkan kategori tidak efektif adalah yang lama
12

hari perawatannya 10 hari. Kemudian jumlah pasien dimasing-masing kategori ditentukan persentasenya terhadap jumlah seluruh pasien sesuai kelompok kombinasi antibiotiknya. Lama perawatan pasien pneunomia berkisar antara 2-11 hari dengan rincian rata-rata lama rawat 4,73 hari untuk pasien yang mendapat terapi kombinasi antibiotik amoksisilinkloramfenikol dan 6,43 hari untuk pasien yang mendapat terapi kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin (Tabel 14). Data hasil evaluasi efektifitas antibiotik dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 15. Distribusi hasil efektifitas pengunaan antibiotik pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang No. Evaluasi Efektivitas AmoksisilinKloramfenikol Jumlah 1 Efektif 2 Tidak Efektif 15 0 15 % 100,00 0 100 AmoksisilinGentamisin Jumlah 12 2 14 % 85,71 14,29 100 Total Jumlah 27 2 29 % 93,10 6,90 100

Efektifitas yang paling tinggi adalah kombinasi amoksisilin-kloramfenikol yaitu sebesar 100 %. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan kombinasi amoksisilin-gentamisin yaitu sebesar 85,71 %. Gambaran perbandingan hasil evaluasi efektifitas pengunaan antibiotik sesuai kelompok kombinasi antibiotik dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Gambar 6. Grafik perbandingan persentase efektifitas pengunaan antibiotik pada pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
13

Selama periode penelitin ini yaitu bulan Juni hingga Desember 2011 evektifitas pengunaan antibiotik secara keseluruhan cukup tinggi yaitu 93 %. Diagram efektifitas keseluruhan pengunaan antibiotik dapat dilihat pada diagram dibawah ini :

Gambar 7. Persentase efektifitas penggunaan antibiotik pada keseluruhan pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

4.1.5. Analisa Efektifitas Biaya Analisa efektifitas biaya dilakukan dengan cara membandingkan biaya pengunaan antibiotik per hari dengan nilai efektifitas atau outcomes klinis berdasarkan data yang terdapat dalam rekam medik pasien. Efektifitas biaya dianalisis dengan menggunakan rumus Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) yang dihitung berdasarkan jumlah biaya total yang dikeluarkan pasien pneumonia terhadap efektifitas penggunaan . ACER digunakan untuk mengetahui efektifitas secara total tidak hanya berdasarkan biaya yang dikeluarkan tetapi dihubungkan dengan outcome atau efektifitas. Pada penelitian ini ACER berguna menggambarkan total biaya terapi atau intervensi dibagi outcomes klinis. Semakin rendah nilai ACER, maka semakin cost effective karena dengan biaya perawatan kesehatan yang rendah mampu memberikan hasil terapi yang lebih tinggi (Dipiro et al, 2005). Nilai ACER tidak hanya dihitung terhadap biaya total perawatan tetapi juga terhadap biaya penggunaan antibiotik selama dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juni hingga Desember 2011. Hasil analisa Cost Effectiveness antibiotik terhadap biaya pengunaan antibiotik dapat dilihat pada tabel berikut :

14

Tabel 16. Hasil analisa Cost Effectiveness antibiotik terhadap biaya pengunaan antibiotik per hari pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang No. 1. Jenis Antibiotik AmoksisilinKloramfenikol 2. AmoksisilinGentamisin 9.448 85,71 11023 17.669 100 17669 Biaya Antibiotik per hari (Rp) (C) % Total Outcome (E) ACER (C/E)

Gambar 8. Grafik batang ACER terhadap biaya pengunaan antibiotik pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

Kemudian suatu kombinasi antibiotik dibandingkan dengan antibiotik standar dengan menggunakan ICER (Intremental Cost Effectivenees Ratio). Pada penelitian ini antibiotik kombinasi amoksisilin-kloramfenikol yang merupakan antibiotik standar. Tabel 18. Hasil ICER terhadap biaya penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang No. Jenis Antibiotik Biaya pengunaan antibiotik per hari
15

% Total Outcome

ICER (C/ E)

(Rp) (C) 1. AmoksisilinKloramfenikol 2. AmoksisilinGentamisin

(E)

17669

100

17669

100

17669

9448

85,71

-8221 -14,29

575

Tabel 19. Hasil Analisa Cost Effectiveness antibiotik terhadap total biaya perawatan per hari pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang No. Jenis Antibiotik Biaya Total Perawatan per hari (Rp) (C) 1. 2. Amoksisilin-Kloramfenikol Amoksisilin-Gentamisin 309.445 256.787 100 85,71 309445 299.599 % Total Outcome (E) ACER (C/E)

Gambar 9. Grafik batang ACER terhadap total biaya perawatan pada pasien pneumonia yang dirawat di instalasi rawat inap Anak RSUP DR. M. Djamil Padang

16

Tabel 20. Hasil ICER terhadap total biaya perawatan pada pasien pneumonia yang dirawat di bangsal Ilmu Penyakit Anak RSUP DR. M. Djamil Padang No. Jenis Antibiotik Total biaya perawatan (Rp) (C) 1. AmoksisilinKloramfenikol AmoksisilinGentamisin 311303 % Total Outcome (E) 100 311303 100 311303 C E ICER (C/ E)

2.

259416

85,71

-52668

-14,29

3685

4.2. Pembahasan 4.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian Pada bagian ini dijelaskan tentang faktor-faktor resiko yang mempengaruhi terapi terutama pasien yang menjadi sampel adalah pasien pediatrik. Faktor-faktor itu antara lain : jenis kelamin, umur, status gizi dan kejadian amenia. Jumlah pasien laki-laki dan perempuan selama periode penelitian hampir sama hanya selisih satu orang pasien. Hal ini sesuai dengan literatur dimana dikatakan bahwa jumlah penderita laki laki lebih banyak dibanding perempuan walaupun perbedaannya tidak signifikan. Pada tahun 2007 hingga 2008, persentase pasien pneumonia anak menurut kelompok umur didapatkan sebagai berikut : bayi kurang dari 5 tahun lebih dari 20%, anak umur 1-5 tahun (balita) lebih dari 39% sedangkan anak umur lebih dari 5 tahun meningkat 2 kali lipat dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 40% (Anonim, 2009). Hasil survei tersebut sesuai dengan distribusi persentase umur pasien pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juli sampai November 2011. Umur balita merupakan persentase terbesar yaitu sebesar 51,71%. Status gizi ditentukan berdasarkan rekomendasi dari National Center for Health Statistics (NCHS) Chronic Disease Center (CDC). Cara ini digunakan untuk menentukan adanya kelebihan atau kekurangan berat badan dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). Sebagian besar status gizi pasien kurang yaitu sebesar 72 % dan 4 % dengan status gizi buruk.
17

Sedangkan status gizi pasien dengan kategori baik paling rendah yaitu hanya 24 %. Selain dari status gizi, kejadian anemia ditemukan cukup tinggi yaitu sebesar 28 % (Tabel 25). Anak- anak yang mengalami malnutrisi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya pneumonia, sedangkan anak yang terkena anemia cenderung lebih rentan terhadap infeksi dan bila telah terjadi infeksi kecendrungan prognosis penyakit akan buruk dan berulang. Pengurangan jumlah sel darah yang pengangkutan oksigen pada pasien pneumonia akan memperburuk prognosis penyakit (Doshi, 2011). Hal ini dikarenakan pasien sebagian besar berasan dari masyarakat ekonomi rendah yang ditunjukkan dengan besarnya jumlah pasien yang datang dengan jaminan pembayaran. Tabel 16 memperlihatkan bahwa antibiotik yang digunakan menunjukkan efektifitas yang tinggi yaitu 93,10 %. Hanya terdapat 6,89 % penggunaan antibiotik yang tidak efektif yaitu 10 dan 11 hari. Kombinasi antibiotik yang menunjukkan ketidakefektifan ini adalah amoksisilingentamisin. 4.2.2 Gambaran Pengunaan Antibiotik 4.2.2.1 Jenis Antibiotik Pemilihan kombinasi antibiotik pada pasien pneumonia selain berdasarkan hasil kultur yang biasanya ditentukan sesuai pola kuman yang terdapat di rumah sakit pada saat itu dan hasil kultur mikroorganisme patogen juga ditentukan oleh keamanan obat serta efektif dari segi farmakoekonomi. Pengobatan pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu

menggunakan antibiotik spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan langsung beberapa penyebab infeksi. Standar pengobatan pneumonia pasien pediatrik yang menyatakan amoksisilin merupakan antibiotik pilihan terapi utama, yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kloramfenikol merupakan antibiotik pilihan pertama standar terapi antibiotika pneumonia, terutama penyakit infeksi yang dicurigai disebabkan oleh Haemophilus influenzae (Anonim, 2005; Martin, 2009). Sedangkan pasien pneumonia komuniti umur < 6 bulan yang sulit diketahui etiologinya diterapi dengan kombinasi benzil penisilin dan gentamisin (Martin, 2009). Kloramfenikol sangat dibatasi pengunaannya pada anak-anak sehingga hanya digunakan pada penyakit infeksi serius dan bila obat-obatan pilihan lain yang kurang toksis
18

tidak efektif (Bindler, 2007). Salah satu efek kloramfenikol yang diketahui membahayakan hidup pasien adalah kejadian bone-marrow aplasia, sehingga dianjurkan untuk selalu memantau keadaan hematologi pasien. Sindrom bayi abu-abu atau Grey baby syndrom pada bulan-bulan awal kelahiran merupakan efek toksik kloramfenikol yang juga sangat serius walaupun kejadiaannya sangat jarang ditemukan (Sweetman, 2007). Pasien umur dibawah 6 bulan hanya mendapat antibiotik gentamisin dengan persentase sebesar 27, 58% dari seluruh jumlah pasien dan 57,14% dari pasien yang menerima kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin. Sedangkan semua pasien diatas umur 3 tahun hanya mendapat antibiotik kombinasi kloramfenikol yaitu sebesar 9,25%. Penggunaan kloramfenikol pada pasien anemia harus dihindari, sehingga pada penelitian ini 6 dari 8 pasien pnuemonnia yang anemia mendapat terapi pilihan lain yaitu gentamisin. Selain itu, dari kejadian resistensi disebutkan bahwa terakhir ini beberapa kelompok antibiotika mengalami peningkatan resistensi. Antibiotik yang kurang berpengaruh salah satunya yaitu kloramfenikol. Antibiotik beta laktam sangat dianjurkan dikombinasi dengan antibiotik lain seperti aminoglikosida karena mekanisme kerja betalaktam di dinding sel bakteri akan mempermudah penetrasi aminoglikosida dan kloramfenikol (Sweetman, 2007). 4.2.2.2 Dosis dan Interval Pemberian (Martin, 2009) Dosis penggunaan amoksisilin injeksi pada pasien pneumonia komuniti anak hingga umur 10 tahun adalah 30 mg setiap kg berat badan yang diberikan tiap 8 jam . Dosis

penggunaan kloramfenikol injeksi pada pasien pediatrik umur 1bulan hingga 18 tahun adalah 12,5 mg setiap kg berat badan yang diberikan tiap 6 jam. Terdapat pengurangan interval pemberian gentamisin yang diberikan pada pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang bila dibandingkan dengan literatur. Interval pemakaian gentamisin adalah tiap 8 jam atau 3 kali sehari, sedangkan di RSUP DR. M. Djamil Padang interval yang digunakan adalah tiap 12 jam atau 2 kali sehari. Dosis lazim yang dicantumkan pada tabel ditujukan untuk pasien pediatrik dengan range umur yang cukup luas yaitu 1 bulan hingga 12 tahun. Khusus pada bayi baru lahir dibutuhkan waktu
19

sekitar 6 bulan untuk mencapai kecepatan filtrasi glomerulus normal. Umumnya GFR (Glomerulus Filtation Rate) pada anak < 6 bulan adalah 30-40 % orang dewasa sehingga obat akan cenderung terakumulasi dalam tubuh. Agar efek toksik tidak terjadi maka dilakukan menyesuaian interval dosis (Anonim, 1987). Pada penelitian ini terdapat beberapa pemberian dosis yang kurang dari rentang dosis lazim. Kriteria dosis berlebih adalah pemakaian dosis diatas nilai batas dosis lazim dengan kriteria lebih dari 125 % dosis lazim sedangkan dosis kurang memilki kriteria kurang dari 80 % (Anonim, 2004). Bakteri yang terpapar antibiotika dalam dosis yang tidak tepat seperti dosis lebih atau dosis kurang akan menjadi resisten. Kesalahan terapi seperti ini pada akhirnya akan merugikan pasien terutama dari segi pembiayaan. Bila bakteri telah resisten maka pasien akan memerlukan antibiotik yang lebih baru dan lebih kuat efek terapinya sehingga akan meningkatkan biaya pengobatan ( Aslam et al.,2003). 4.2.2.3 Cara Pemerian Semua obat antibiotik diberikan secara parenteral sedangkan obat simtomatik lain diberikan secara oral kecuali pemberiaan kortikosteroid. Pasien pediatrik pneumonia secara klinis sangat sulit diberi obat oral. Banyak tindakan penolakan yang diberikan pasien pediatrik ketika minum obat sehingga sulit dicapai dosis yang diinginkan. Akibatnya efek terapi obat tidak tercapai sedangkan terhadap antibiotik juga akan menyebabkan resistensi bakteri patogen. Selain itu, hal yang sangat dihindari saat berada dirumah sakit adalah terjadinya aspirasi pneumonia sehingga pasien pediatrik cenderung dipuasakan terutama pada fase awal pengobatan (Anonim, 1987). Berdasarkan standar terapi Depkes RI, pneumonia komuniti pada kasus berat dan harus dirawat di rumah sakit dapat memperoleh antibiotik parenteral (Anonim, 2005). Sediaan gentamisin hanya terdapat dalam bentuk untuk pemakaian luar karena absorbsi gentamisin sangat buruk pada saluran gastrointestinal tetapi sangat cepat setelah pemberian parenteral (Sweetman, 2007).

20

4.2.2.4 Efek Samping Penilaian segi manfaat dan resiko perlu selalu dipertimbangkan saat memutuskan pemberian obat. Kemungkinan respon pasien pediatrik terhadap terapi sangat bervariasi tinggi sehingga ketika diagnosa telah ditegakkan dan keputusan terapi telah ditetapkan maka harus pula diwaspadai efek merugikan yang mungkin timbul. Pada penelitian ini tidak ditemukan kejadian efek samping obat karena dosis obat yang dipilih adalah dosis terapi rendah sehingga efek yang tidak diinginkan dapat ditiadakan. 4.2.3 Analisa Efektifitas Biaya 4.2.3.1 Efektifitas Antibiotik Lama perawatan pasien pneunomia berkisar antara 2-11 hari dengan rincian rata-rata lama rawat 4,73 hari untuk pasien yang mendapat terapi kombinasi antibiotik amoksisilinkloramfenikol dan 6,43 hari untuk pasien yang mendapat terapi kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin. Data tentan gpenjelasan hal ini dapat dilihat pada tabel 14. Keberhasilan pengobatan pneumonia dapat dinilai berdasarkan Pneumonia Severity Index. Setiap pasien yang diperbolehkan pulang merupakan pasien yang telah mencapai nilai kecepatan nadi, kecepatan nafas dan suhu tubuh anak normal sesuai umur. 4.2.3.2. Perhitungan Biaya Semua komponen biaya yang dikeluarkan pasien selama pengobatan dihitung. Hasil ditampilkan menjadi dua macam yaitu data tidak sesuai tarif dan data sesuai tarif. Biaya sesuai tarif disesuaikan dengan kelas perawatan masing-masing pasien, sedangkan biaya sesuai tarif ditampilkan untuk keseragaman harga dimana semua biaya disesuaikan dengan kelas perawatan III. Biaya pengunaan antibiotik kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari kombinasi amoksisilin-gentamisin disebabkan harga satuan gentamisin jauh lebih murah dari kloramfenikol. Rata-rata biaya antibiotik amoksisilin-kloramfenikol yaitu sebesar Rp 18.782,sedangkan amoksisilin-gentamisin sebesar Rp 12.770,-. Pada rata-rata biaya pengunaan antibiotik sesuai tarif juga didapat biaya amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 17.669,- lebih tinggi dibandingkan biaya amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 9.448,-.
21

Hal ini disebabkan harga satuan gentamisin jauh lebih murah dari kloramfenikol. Selain itu, gentamisin diberikan kepada pasien yang lebih muda sehingga dosis yang dibutuhkan akan lebih kecil karena dihitung berdasarkan berat badan. Penggunaan injeksi antibiotik adalah berdasarkan pemakaian injeksi dosis berganda, dengan kata lain digunakan sampai habis asalkan masih memenuhi syarat obat untuk diinjeksikan. Pasien yang menggunakan kloramfenikol adalah pasien yang umurnya lebih besar sehingga jumlah antibiotik yang dibutuhkan juga banyak selain dari harga satuan kloranfenikol yang mahal. Biaya tindakan tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari kombinasi amoksisilin-gentamisin. Rata-rata biaya tindakan amoksisilin-kloramfenikol yaitu sebesar Rp 79.711,- sedangkan amoksisilin-gentamisin sebesar Rp 46.341,-. Pada rata-rata biaya tindakan sesuai tarif juga didapat amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 55.480,- lebih tinggi dibandingkan biaya amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 37.334,-. Biaya penunjang tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari kombinasi amoksisilin-gentamisin. Rata-rata biaya penunjang amoksisilin-kloramfenikol yaitu sebesar Rp 105.540,- sedangkan amoksisilin-gentamisin sebesar Rp 81.796,-. Pada ratarata biaya penunjang sesuai tarif juga didapat amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 104.896,lebih tinggi dibandingkan amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 60.180,-. Pasien pediatrik yang mendapat terapi antibiotik kombinasi amoksislin-gentamisin seperti yang telah disebutkan sebelummnya berada dalam batas umur 1-3 tahun yang relatif lebih muda dari pasien antibiotik kombinasi amoksislin-gentamisin. Pemberian tindakan dan pengambilan sampel untuk pemeriksaan penunjang sering menjadi kendala utama, selain hambatan dari kondisi tubuh pasien sendiri juga sering terjadi penolakan dari keluarga pasien terhadap tindakan yang direncanakan. Selain itu terdapat 2 kasus pada pasien kombinasi amoksislin-gentamisin yang juga menghambat proses terapi yaitu sampel darah yang diambil membeku dan kerusakan alat laboratorium. Dari tabel 11 diketahui bahwa rata-rata lama hari rawatan kombinasi amoksisilinkloramfenikol lebih lama daripada amoksisilin-gentamisin. Akan tetapi rata-rata biaya rawat inap tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi dari amoksisilin-gentamisin.
22

Hal ini disebabkan jumlah pasien kombinasi amoksisilin-kloramfenikol yang dirawat di kelas terapi dengan biaya rawat inap yang lebih mahal jumlahnya lebih banyak daripada amoksisilingentamisin. Hasil perhitungan yang lebih baik dapat dilihat pada rata-rata biaya rawat inap sesuai tarif yaitu kombinasi amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 126.349,- lebih rendah dibandingkan kombinasi amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 146.147,-. Rata-rata biaya total perawatan tidak sesuai tarif kombinasi amoksisilinkloramfenikol lebih tinggi dari amoksisilin-gentamisin. Rata-rata biaya total perawatan amoksisilin-kloramfenikol yaitu sebesar Rp 384.886,sebesar Rp 295.393,-. Pada rata-rata biaya total sedangkan amoksisilin-gentamisin

perawatan sesuai tarif juga didapat biaya

amoksisilin-kloramfenikol sebesar Rp 309.455,- lebih tinggi dibandingkan kombinasi amoksislin-gentamisin yaitu sebesar Rp 256.787,-. 4.2.4 Interpretasi ACER dan ICER ACER adalah metoda yang dikembangkan oleh ahli-ahli ekonomi yang dalam ilmu kesehatan berguna untuk mencari suatu terapi yang paling efektif baik dari segi biaya maupun efektifitasnya. Hasil perhitungan dimanfaatkan untuk membantu memilih beberapa intervensi kesehatan masyarakat (Mukti, 2000). Untuk memperjelas hasil penelitian maka dilakukan perhitungan ICER. ICER dapat digunakan untuk mendeterminasi biaya tambahan dan peningkatan efektifitas antara beberapa terapi. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka obat tersebut tidak baik untuk dipilih (Drummond, 1999; Schulman, 2000) Pada penelitian digunakan untuk membandingkan antara kelompok kombinasi antibiotik amoksisilin-kloramfenikol dan amoksisilin-gentamisin. Hasil ACER dan ICER

menunjukkan bahwa kelompok yang paling cost-effective adalah kombinasi amoksisilingentamisin sedangkan yang paling tidak cost-effective adalah amoksislin-kloramfenikol. Hasil ini berlaku terhadap biaya penggunaan antibiotik maupun total biaya perawatan.

23

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pasien pneumonia di instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang dari bulan Juli sampai Desember 2011 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Efektifitas pengunaan antibiotik kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih efektif

dibandingkan amoksisilin-gentamisin, dengan nilai efektifitas masing-masing 100% dan 93,1% 2. Rata-rata biaya penggunaan antibiotik amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi daripada amoksisilin-gentamisin, yaitu masing-masing sebesar Rp 18782,- /hari dan Rp 12770,/hari. 3. Rata-rata biaya tindakan kelompok kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi daripada amoksisilin-gentamisin, yaitu masing-masing sebesar Rp 79.711,- /hari dan Rp 46.341,- /hari. Sedangkan rata-rata biaya penunjang kelompok kombinasi amoksisilinkloramfenikol lebih tinggi daripada amoksisilin-gentamisin, yaitu masing-masing sebesar Rp 105.540,- /hari dan Rp 81.796,- /hari. 4. Rata-rata biaya rawat inap kelompok kombinasi amoksisilin-kloramfenikol lebih tinggi daripada amoksisilin-gentamisin, yaitu masing-masing sebesar Rp 173.119,- /hari dan Rp 149.440,- /hari. Sedankan rata-rata total biaya perawatan kelompok kombinasi amoksisilinkloramfenikol lebih tinggi daripada amoksisilin-gentamisin, yaitu masing-masing sebesar Rp 384.886,- /hari dan Rp 295.393,- /hari. 5. Kelompok kombinasi antibiotik amoksisilin-gentamisin lebih Cost-effective daripada amoksisilin-kloramfenikol baik dibandingkan terhadap biaya penggunaan antibiotik, yaitu masing-masing sebesar Rp 9.448,-/hari dan 17.669,-/hari, maupun bila dibandingkan terhadap total biaya perawatan, yaitu masing-masing sebesar Rp 256.787,-/hari dan Rp 309.445,-/hari.

24

5.2. Saran 1. Setelah mengetahui hasil penelitian ini diharapkan kombinasi antibiotik amoksisilan dan gentamisin menjadi terapi pilihan utama karena telah terbukti secara farmakoekonomi 2. Diharapkan untuk pelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap pengaruh kejadian drug related problem terhadap pembiayaan perawatan pasien rawat inap pneumonia.

25

DAFTAR PUSTAKA

Abramowicz , M. M. D. 2005. Handbook of Antimicrobial Therapy. The Medical Letter, Inc. New Rochelle. New York. Anonim, 1987. Farmakoterapi pada Neonatus, Masa Laktasi dan Anak. Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Anomim. 2003. Pneumonia Komuniti : Pedomaan Diagnosa dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Anonim, 2004. Food Drug and Administration Advisory Commite for Pharmaceutical Science, http://www.fda.gof/ohrms/dockets/ac/04/transcripts/4034T2.pdf, 18 August 2006. Anonim. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Nafas. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Anonim. 2006. Pneumonia: The Forgotten Killer of Children. The United Nations Childrens Fund (UNICEF)/World Health Organisation (WHO). New York Anonim, 2009. Pusat Data dan Informasi (2001-2008) Departemen Kesehatan: Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2000-2008, Jakarta. Aslam, M., Tan, C.K, and Prayitno, A. 2003. Farmasi Klinik, Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 18,192,321,322,325, Elex Media Komputindo, Jakarta. Bartlett, J. G. et al. 2000. Practice Guidlines for the Management of Community-acquired Pneumonia in Adult. Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 32:347Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C. 2007.Pharmaceutical Care Practice, The Clinicians Guide. Second Edition. The McHill Companies. Minnesota, USA. Bindler, R. M. and Howry, L. B. 2007. Pedoman Obat Pediatrik dan Implikasi Keperawatan. Edisi 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Doshi. M. S., Rueda. A. M., Corrales-Medina. V. F., and Musher. D. M. 2011. Anemia And Community-Acquared Pneumococcal Pneumonia, Correspondence in Springer-Verlag. Drummond, M. F. 1999. An Intriduction to Health ecomonics. Brookwood Medical Publications: 46.
26

Gelone and Jaresko. 2001. Respiratory Tract Infections. Applied Therapeutics. Lippincot Williams Philadelphia. Goldman, M.P. dan Nair, R. 2007. Antibacterial treatment strategies in hospitalized patients : What role for pharmacoeconomics? Cleveland Clinic Journal of Medicine; 74(Suppl 4):s38-s47. Hisyam, B. 2003. Pneumonia Nosokomial Aspek Terapi. Dalam Pertemuan Ilmiah Nasional I Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 21-33 Kerr, J.R., Barr, J.G., Smyth, E.T.M., OHare, J., Bell ,P.M., and Callender M.E. 1993. Antibiotic pharmacoeconomics : an attempt to find the real cost of hospital antibiotic prescribing. The Ulster Medical Journal ;62:50-57. Martin, J. 2009. British National Formulary for Children. British national formulary publications. London. Misba, Buraerah, H. Abd. Hakim, dan Rasdi Nawi. 2009. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mattirobulu, Kabupaten Pinrang. Dalam: Medika 2009, no.08 Tahun ke XXXV. Jakarta. halaman 516-519 Menendez, R., Cremandes, M. J., Martinez-Moragon, E. et al. 2003. Duration Of Lenght Of Stay In Pneumonia: Influence Of Clinical Factors And Hospital Type. ERS Journals Ltd. Mukti, A. G. 2000. Evaluasi Ekonomi dalam Intervensi Klinik dan Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta. Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat : Buku Ajar Farmakologi dan Toksikolog, Ed ke-5, diterjemahkan oleh M. B. Widiantodan A. S. Ranti. Penerbit ITB. Bandung. 634-647. Nelson, W. E. and Behrman, R. E, et. al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 edisi 15. Buku Kedokteran EGC Price, S.A. and Lorraine, M. Wilson, 2006. Pathophysiology : Clinical Concept of Disease Processes, Edition 6. Editor alih bahasa : Huriawati Hartanto, Natalia Susi, Pita Wulansari dan Dewi Asih Mahanani. ECG. Jakarta.

27

Rascati, K.I., Drmmond, M.F., Annemans, I. and Davey, P.G. 2004. Education in Pharmacoeconomies : an Internasional Multidiciplinary View (Review). Pharmaco-Economics 2004; 22: 139-47. Said, Mardjanis. Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., dan Setyanto, D.B. (editor). 2008. Buku Ajar Respirologi Anak, edisi I. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. halaman 350364. Schulman, K. A., Glick, H., Polsky, D. et al. 2000. Pharmacoecomonics: Ecomonics evaluation of pharmaceuticals. 573-601. In Strom BL (eds). Pharmacoepidemiology. John Wileuy. Siregar, C. J. P. 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 87 94. Sulistia. G. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi IV. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. 514 587. Sweetman, S. C. 2007. Martindale The Complete Drug Reference. Volume II. The Pharmaceutical Press. London Tierney , L. M., S. J. McPhee and M.A. Papadakis. 2002. Diagnosa dan Terapi (Penyakit Dalam). Salemba Medika. Jakarta Tjiptoherijanto P., dan Soesetyo, B. 1994. Ekonomi Kesehatan. Penerbit Renika Cipta. Jakarta. Vogenberg, F. R. 2001. Introduction to Applied Pharmacoeconomics. McGraw Hill Medical Publishing Division, USA. Walley, T., and Alan Haycox. 2004. Pharmacoeconomics. Churchill Livingstone. Spain. Watimena, J. R., N. C. Sugiarso dan M. B., Widianto. 1991. Farmakodinamika dan Terapi Antibiotik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 20-50. Wells, B. G., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L. 2006. Pharmacotherapy Handbook, 6th edition. McGraw-Hill. Widjojo, Parno dan Khairuddin. 2008. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Penumonia yang Dirawat Pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP DR. Kariadi Semarang Tahun 2008. Semarang.
28

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada Bapal Almahdi A. dan Ibu Deswinar Darwin selaku pembimbing yang dengan sepenuh hati membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini. Kepada Ibu Yeni Suki sebagai kepala ruangan instalasi rawat inap IRNA Anak RSUP DR. M. Djamil Padang yang telah membantu selama penelitian ini. Ucapan terimakasih diberikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi memberikan sumbangan baik material maupun spiritual sehingga artikel ini dapat terwujud.

29

You might also like