You are on page 1of 10

X-1

BAB X Faktor Daktilitas Akibat pengaruh gempa rencana, setiap struktur gedung menurut standar SNI 03-1726-2003 direncanakan untuk tetap masih berdiri, tetapi sudah mencapai kondisi diambang keruntuhan. Bagaimana riwayat beban-simpangan suatu struktur gedung sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan ini, bergantung pada tingkat daktilitas struktur gedung tersebut. Tetapi, berapapun tingkat daktilitasnya, simpangan maksimum yang dicapai struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan, menurut SNI diasumsikan tetap (sama) besarnya. Konsep ini dikenal dengan simpangan maksimum yang tetap (constant maximum displacement concept), suatu gejala yang ditunjukkan oleh banyak sistem elasto-plastis (Veletsos, Newmark, 1960). Diagram beban-simpangan suatu struktur gedung yang direncanakan untuk tidak diberi daktilitas sama sekali (struktur elastis) dan yang direncanakan untuk diberi suatu daktilitas tertentu (struktur daktail), berdasarkan konsep simpangan maksimum m = tetap, dapat divisualisasikan seperti ditunjukkan dalam Gambar X.1.

Gambar X.1. Diagram Beban-Simpangan (diagram V- ) Struktur Gedung

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-2

Pada gambar di atas, beban gempa direpresentasikan oleh beban geser dasar V yang dipikul oleh struktur, dan simpangan oleh simpangan struktur di puncaknya . Selanjutnya, tingkat daktilitas suatu struktur menurut SNI dinyatakan dengan suatu faktor yang disebut faktor daktilitas , yang merupakan rasio antara simpangan maksimum m dan simpangan pada saat terjadi pelelehan pertama y (pada saat terbentuk sendi plastis pertama) :

1 =

m m (X-1) y

dimana : = 1 : nilai faktor daktilitas untuk struktur gedung yang direncanakan untuk tetap berperilaku elastik penuh sampai di ambang keruntuhan (=m) m : nilai faktor daktilitas yang maksimum dapat dicapai oleh struktur gedung tersebut. Nilai faktor daktilitas suatu bangunan gedung di dalam perencanaan struktur bangunan gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari nilai faktor daktilitas maksimum m yang dapat dikerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur bangunan gedung. Pada Tabel X.1 ditetapkan nilai m yang dapat dikerahkan oleh berbagai nilai struktur bangunan gedung berikut dengan faktor reduksi maksimum Rm yang bersangkutan. Untuk berbagai sistem strukur gedung, nilai m ditetapkan dalam standar SNI. Nilai m terbesar dimiliki oleh struktur gedung yang daktail penuh, yaitu m = 5.3. Makin tinggi nilai yang dimiliki struktur gedung (makin daktail sruktur), makin rendah pula nilai beban gempa yang menyebabkan pelelehan pertama Vy, dan makin rendah pula nilai beban gempa maksimum pada saat struktur berada di ambang keruntuhan Vm akibat pengaryh gempa rencana. Dalam menjalani lengkung V- di antara beban gempa Vy dan Vm, di dalam struktur terus terbentuk sendi-sendi plastis sambil terus terjadi redistribusi momen akibat kehiperstatikan struktur, sampai tercapai kondisi struktur di ambang keruntuhan. Makin tinggi nilai makin panjang lengkung V- tersebut, berarti makin daktail strukturnya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-3

Tabel X.1. Faktor daktilitas Maksimum, Faktor Reduksi Gempa Maksimum dan Faktor Tahanan Lebih Total Beberapa Jenis Sistem dan Subsistem Struktur Bangunan Gedung

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-4

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-5

Bila beban elastik Ve suatu struktur gedung elastik penuh diketahui, misalnya dari hasil analisis respons dinamik spektrum respons, kemudian struktur tersebut akan direncanakan untuk memiliki suatu faktor daktilitas , yang menurut SNI dapat dipilih sendiri oleh perencana atau pemilik gedung, maka dari gambar X.1 terlihat bahwa beban gempa yang menyebabkan pelehan pertama adalah :
Vy = Ve

(X-2)

Pada taraf beban gempa Vy pada penampang kritis terjadi sendi plastis pertama pada momen plastisnya atau momen lelehnya mulai termobilisasi. Untuk merencanakan kekuatan penampang kritis tersebut berdasarkan metoda Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor (Load and Resistance Factor Design atau LRFD) yang disyaratkan dalam SNI, beban gempa yang harus ditinjau, yang disebut beban gempa nominal Vn, harus lebih rendah dari Vy, untuk mengakomodasi margin kekuatan akibat beban lebih pada struktur dan kuat kurang dari bahan. Vn didapat dengan mereduksi Vy dengan suatu faktor reduksi yang disebut faktor kuat lebih f1. Jadi, persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

Vn =

Vy f1

Ve (X-3) R

dengan

R = f 1 (X-4)
dimana : R : faktor reduksi gempa rencana atau disingkat dengan faktor reduksi gempa (lihat gambar X.1). Secara teoritis nilai minimum f1 adalah perkalian faktor beban dan faktor bahan yang dipakai dalam Perencanaan Beban atau Kuat Terfaktor, yaitu f1 = 1.05 x

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-6

1.15 = 1.2. Dalam hal ini, faktor bahan adalah kebalikan dari faktor reduksi kapasitas (=1/). Dalam kenyataannya, selalu terjadi kekuatan unsur-unsur struktur yang berlebihan, karena jumlah tulangan atau profil terpasang yang lebih besar dari pada yang diperlukan, sehingga pada umumnya f 1 > 1.2. Menurut SNI, f1 ditetapkan bernilai tetap sebesar 1.6. Dengan demikian persamaan (X-3) dan (X-4) beralih menjadi

Vn =

Vy 1.6

Ve (X-5) R

dengan
1.6 R = 1.6 Rm (X-6)

dimana : Rm : nilai faktor reduksi gempa yang maksimum dapat dikerahkan oleh struktur gedung tersebut dan yang nilainya bersama-sama dengan nilai m yang bersangkutan ditetapkan SNI untuk berbagai sistem struktur gedung. Nilai Rm terbesar dengan sendirinya dimiliki oleh struktur gedung yang daktail penuh, yaitu Rm = 1.6 x 5.3 = 8.5 Rasio antara Vm dan Vy adalah suatu faktor yang disebut faktor kuat lebih f2, yang termobilisasi berkat kehiperstatikan struktur gedung. Jadi, persamaannya dapat dituliskan (lihat gambar X.1) :
Vm = f 2 V y (X-7)

Makin tinggi derajat kehiperstatikan struktur gedung, makin tinggi pula nilai f2 yang dapat dikerahkan oleh struktur gedung tersebut. Nilai f 2 terbesar dimiliki oleh struktur gedung yang daktail penuh (=5.3), yaitu = 1.75. Nilai f2 terkecil tentunya adalah untuk struktur gedung elastik penuh ( = 1.0), dimana sendi plastis tidak sempat terjadi hingga tidak ada redistribusi momen sama sekali, yaitu f2 = 1.00. Dengan menerapkan prinsip kesamaan sudut kemiringan, maka dengan syarat-syarat batas di atas, hubungan antara dan f2 dapat ditulis :

f 2 = 0.83 + 0.17 (X-8)


Hubungan antara Vm dan Vn sekarang dapat dinyatakan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-7

Vm = f Vn (X-9)

dimana :

f = f 1 f 2 = 1.6 f2 (X-10)
Untuk seluruh spektrum daktilitas struktur gedung, mulai dari untuk struktur yang elastik penuh ( = 1) sampai untuk yang daktail penuh ( = 5.3), di dalam Tabel X.2 dicantumkan nilai parameter-parameter R, f2 dan f yang bersangkutan. Tingkat daktilitas struktur gedung di antara elastik penuh dan daktail penuh disebut daktail parsial. Tabel X.2. Parameter-parameter Daktilitas Struktur Gedung Taraf Kinerja Struktur Gedung Elastik Penuh 1.0 1.5 2.0 2.5 Daktail Parsial 3.0 3.5 4.0 4.5 Daktail Penuh 5.0 5.3 R 1.6 2.4 3.2 4.0 4.8 5.6 6.4 7.2 8.0 8.5 f2 1.00 1.09 1.17 1.26 1.35 1.44 1.51 1.61 1.70 1.75 f 1.6 1.7 1.9 2.0 2.2 2.3 2.4 2.6 2.7 2.8

Dalam implementasi perencanaan ketahanan gempa struktur gedung di dalam praktek, pada umumnya kita berawal dari analisis struktur terhadap beban gempa nominal Vn, misalnya dengan melakukan analisis respons dinamik spektrum dengan menggunakan spektrum respons Gempa Rencana yang dikalikan dengan faktor keutamaan I, kemudian direduksi dengan R berdasarkan nilai yang telah dipilih. Seluruh hasil analisis, dengan demikian langsung dapat dipakai untuk merencanakan kekuatan struktur berdasarkan metoda Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor. Simpangan struktur gedung akibat beban gempa nominal n juga dapat dipakai untuk menghitung simpangansimpangan lain akibat pengaruh Gempa Rencana, seperti simpangan pada saat terjadi pelelehan pertama : y = f1 n = 1.6 n f = f 1 f 2 = 1.6 f2 (X-11)

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-8

dan simpangan pada saat struktur gedung mencapai kondisi di ambang keruntuhan m = R n f = f 1 f 2 = 1.6 f2 (X-12) Simpangan pada saat terjadi pelelehan pertama y dipakai untuk mengkaji kinerja batas layan, yang berkaitan dengan pencegahan pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, kerusakan non struktur yang berlebihan dan ketidaknyamanan penghunian. Simpangan ini sering dinyatakan seperti terjadi oleh gempa ringan sampai sedang yang terjadi satu kali dalam kurun waktu umur gedung, jadi dengan probabilitas terjadinya sekitar 60% dalam kurun waktu umur gedung tersebut menurut teori probabilitas. Simpangan pada saat struktur gedung mencapai kondisi diambang keruntuhan m dipakai untuk mengkaji kinerja batas ultimit, yang berkaitan dengan pembatasan kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur yang dipisah dengan sela dilatasi. Apabila dalam arah pembebanan gempa akibat pengaruh Gempa Rencana sistem strutur bangunan gedung terdiri dari beberapa jenis subsistem atau struktur bangunan yang berbeda, faktor reduksi gempa representatif dari struktur bangunan gedung itu untuk arah pembebanan gempa tersebut, dapat dihitung sebagai nilai rerata dengan gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis subsistem sebagai besaran pembobotnya menurut persamaan sebagai berikut :

R=

V V R
s s

(X-13)
s

dimana : Rs : nilai faktor reduksi gempa masing-masing jenis subsistem struktur bangunan gedung Vs : gaya geser dasar yang dipikul oleh masing-masing jenis subsistem struktur bangunan gedung tersebut, dengan penjumlahan meliputi seluruh jenis struktur bangunan gedung yang ada

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-9

Apabila untuk suatu arah sumbu koordinat nilai R untuk sistem struktur yang dihadapi belum diketahui, maka nilainya harus dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dari nilai R semua subsistem struktur yang ada dalam arah itu, dengan gaya geser dasar akibat beban gempa yang dipikul masing-masing subsistem Vs dipakai sebagai besaran pembobotnya. Dalam hal ini, tentunya nilai R dari masing-masing subsistem tersebut harus diketahui, misalnya untuk portal terbuka R = 8.5 dan untuk dinding geser kantilever R = 5.3, yaitu nilai-nilai maksimumnya menurut standar SNI 03-1726-2003. Untuk arah sumbu x, perhitungan nilai R rata-rata berbobot dapat ditulis sebagai :

Rx =

V V R
xs xs

=
xs

V x0 (X-14) Vxs R xs

Dan untuk arah sumbu y :

Ry =

V V R
ys ys

=
ys

V y0
ys

R ys

(X-15)

Untuk dapat menerapkan persamaan X-14 dan X-15, untuk masing-masing arah sumbu koordinat harus dilakukan analisis struktur pendahuluan terhadap beban gempa statik ekuivalen untuk mengetahui VS. Strukturnya harus dalam keadaan tidak berotasi (2D) dengan beban gempa statik ekuivalen yang dapat diambil sembarang, tetapi dapat juga akibat penuh Gempa Rencana (artinya dengan I=1 dan R = 1). Nilai terfaktor reduksi gempa yang representatif untuk struktur gedung 3D secara keselkuruhan R, kemudian dihitung sebagai nilai rata-rata
0 0 berbobot dari nilai Rx dan Ry, dengan gaya geser dasar V x dan V y diapakai

sebagai besaran pembobotnya :

R=

V x0 + V y0 V x0 R x +V y0 R y

(X-16)

Nilai R, menurut persamaan X-16 merupakan nilai maksimum yang boleh dipakai, sehingga dapat dipakai nilai yang lebih rendah bila dikehendaki, sesuai dengan nilai yang dipilih.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

X-10

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

Ria Catur Yulianti ST.MT REKAYASA GEMPA

You might also like