Professional Documents
Culture Documents
Proses penemuan obat baru merupakan langkah yang sangat panjang dan melibatkan berbagai disiplin ilmu. Secara garis besar, penelitian dan pengembangan suatu obat dibagi menjadi beberapa tahapan sbb: 1. Sintesis dan screening molekul 2. Studi pada hewan percobaan
Uji farmnakologi Uji ketoksikan akut&subkronis Uji teratogenik 3. Studi pada manusia yang sehat (healthy volunteers) 4. Studi pada manusia yang sakit (pasien) 5. Studi pada manusia yang sakit dengan populasi diperbesar 6. Studi lanjutan (post marketing surveillance)
Sintesis dan screening molekul, merupakan tahap awal dari rangkaian penemuan suatu obat. Di tahap ini berbagai molekul atau senyawa yang berpotensi sebagai obat disintesis, dimodifikasi atau bahkan direkayasa untuk mendapatkan senyawa atau molekul obat yang diinginkan. penelitian obat biasanya ditargetkan untuk suatu daerah tertapetik yang khas, potensi relatif pada produk saingan dan bentuk sediaan untuk manusia bisa diketahui. Serupa dengan hal tersebut, ahli kimia medisinal mungkin mendalami kelemahan molekul tersebut sebagai hasil usaha untuk mensintesis senyawa tersebut.
Dua paradigma teknologi baru yang berpengaruh radikal terhadap industri farmasi yaitu
teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technologies/ICT) bioteknologi. Dalam hal R&D, ICTmemungkinkan mekanisasi dan automatisasi penemuan obat dan proses pengembangannya. Dengan Combinatorial Chemistry dapat dilakuakn sintesis molekul yang lebih masal yang dikontrol oleh robot komputer. Dengan menggunakan teknologi ini permutasi dan kombinasi building block kimia dapat dilakukan secra cepat, mencapai ratusan ribu senyawa tiap minggu.
Dengan metode yang lama hanya mengasilkan beberapa ratus senyawa kimiaKombinasi dariCombinatorial Chemsitry dan High Throuhput Screening (HTS) dapat meningkatakan 7 kali lipat dalam pengujian (test) senyawa kimia untuk dikembankan lebih lanjut sebagai obat penemuan baru.
Saat ini juga telah dikembangkan program komputer yang dapat menunjukkan (display) tiga dimensi images of molecule ketika dirotasi dan juga memberikan representasi dinamik dari potensi reaksi antara obat dengan enzim tertent Komputer juga dapat menunjukkan manipulasi dari sites of biochemical action dan prediksi tentang toksisitas dan khasiat (efficacy) dari struktur kimia termaskud serta efek biologisnya (baca: Bionformatika Docking).
penelusuran literatur juga harus dilakukan untuk memberikan pengertian tentang mekanisme pelapukan yang mungkin terjadi dan kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan peruraian obat. Informasi ini dapat menyarankan suatu cara stabilisasi, kunci uji stabilitas atau senyawa acuan stabilitas. Informasi tentang cara atau metode yang diusulkan dari pemberian obat, seperti juga melihat kembali literatur tentang formulasi, bioavaibilitas, dan farmakokinetika dari obat-obat yang serupa, seringkali berguna bila menentukan bagaimana mengoptimumkan bioavaibilitas suatu kandidat obat baru. Jika suatu senyawa atau molekul aktif telah dibuktikan secara farmakologis, maka senyawa tersebut selanjutnya memasuki tahap pengembangan dalam bentuk molekul optimumnya
Setelah disintesis, suatu senyawa melalui proses screening, yang melibatkan pengujian awal obat pada sejumlah kecil hewan dari jenis yang berbeda (biasanya 3 jenis hewan) ditambah uji mikrobiologi untuk menemukan adanya efek senyawa kimia yang menguntungkan. Meskipun ada faktor lucky (kebetulan) dalam upaya ini, umumnya pendekatannya cukup terkontrol berdasarkan struktur senyawa yang telah diketahui. Pada tahap ini sering kali dilakukan pengujian yang melibatkan teratogenitas, mutagenesis dan karsinogenitas, di samping pemeriksaan LD50, toksisitas akut dan kronik.
Uji praklinik merupakan persyaratan uji untuk calon obat. Dari uji ini diperoleh informasi tentang:
efikasi (efek farmakologi), profil farmakokinetik dan toksisitas calon obat. Pada mulanya yang dilakukan pada uji praklinik adalah pengujian ikatan obat pada reseptor dengan kultur sel terisolasi atau organ terisolasi, selanjutnya dipandang perlu menguji pada hewan utuh. Hewan yang baku digunakan adalah galur tertentu dari mencit, tikus, kelinci, marmot, hamster, anjing atau beberapa uji menggunakan primata. Dengan menggunakan hewan utuh dapat diketahui apakah obat menimbulkan efek toksik pada dosis pengobatan atau tidak.
Penelitian toksistas merupakan cara potesial untuk mengevaluasi: a. Toksisitas yang berhubungan dengan pemberian obat akut atau kronis b. Kerusakan genetik (genotoksisitas atau mutagensis) c. Pertumbuhan tumor (onkogenesis atau karsinogenesis) d. Kejadian cacat waktu lahir (teratogenik)
Di samping uji pada hewan untuk mengurangi penggunaan hewan percobaan telah dikembangkan pula berbagai uji in vitro untuk menentukan khasiat obat contohnya:
uji aktivitas enzim, uji antikanker menggunakan cell line, uji antimikroba pada pembenihan mikroba, uji antioksidan dengan DPPH, uji antiinflamasi, dll untuk menggantikan uji khasiat pada hewan. Belum semua uji dapat dilakukan secara in vitro. Uji toksistas sampai saat ini masih tetap dilakukan pada hewan percobaan, belum ada metode lain yang menjamin hasil yang dapat menggambarkan toksisitas pada manusia.
Uji pada hewan percobaan ini juga dirancang dengan perhatian khusus pada kemungkinan pengujian obat itu lebih lanjut pada manusia atau uji klinis. Oleh karenanya, pada uji pra-klnis ini dirancang dengan pertimbangan:
a. Lamanya pemberian obat itu menurut dugaan lepada manusia b. Kelompok umur dan kondisi fisik manusia yang dituju dengan pertimbangan khusus untuk anak-anak, wanita hamil atau orang usia lanjut. c. Efek obat menurut dugaan pada manusia.
Setelah melewati uji pra klinis, maka senyawa atau molekul kandidat calon obat tersebut menjadi IND (Investigasional New Drug) atau obat baru dalam penelitian. Setelah calon obat dinaytakan mempunyai kemanfaatan dan aman pada hewan percobaan maka selanjutnya diji pada manusia (uji klinik). Uji pada manusia Uji klinis pada manusia harus diteliti dulu kelayakannya oleh komite etik mengikuti Deklarasi Helsinki.
Uji klinik
Fase I, calon obat diuji pada sukarelawan sehat untuk mengetahui apakah sifat yang diamati pada hewan percobaan juga terlihat pada manusia. Pada fase ini ditentukan hubungan dosis dengan efek yang ditimbulkannya dan profil farmakokinetik obat pada manusia.
Fase II, calon obat diuji pada pasien tertentu diamati efikasi pada penyakit yang diobati. Yang diharapkan dari obat adalah mempunyai efek yang potensial dengan efek samping rendah atau tidak toksik. Pada fase ini mulai dilakukan pengembangan dan uji stabilitas bentuk sediaan obat.
Fase III, melibatkan kelompok besar pasien. Di sini obat baru dibandingkan efek dan keamanannya terhadap obat pembanding yang sudah diketahui. Semula uji klinik banyak senyawa calon obat dinyatakan tidak dapat digunakan. Akhirnya obat baru hanya lolos satu atau lebih kurang 10.000 seyawa yang disintesis karena risikonya lebih besar dari manfaatnya atau kemanfaatnnya lebih kecil dari obat yang sudah ada. Keputusan untuk mengakui obat baru dilakukan oleh badan pengatur nasional di Indonesia oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), di AS adalah FDA (Food and Drug Administration), di Kanada oleh Health Canada, di Inggris oleh MHRA (Medicine and Healthcare Product Regulatory Agency), di negara Eropa lain oleh EMEA (European Agency for the Evaluation of Medicinal Product) dan di Australia oleh TGA (Therapeutics Good Administration).
Untuk dapat dinilai oleh badan tersebut, industri pengusul harus menyerahkan data dokumen uji praklinik dan klinik yang sesuai dengan indikasi yang diajukan, efikasi dan keamanannya harus sudah ditentukan dari bentuk produknya (tablet, kapsul, dll) yang telah memenuhi persyaratan produk melalui kontrol kualitas. Pengembangan obat tidak terbatas pada pembuatan produk dengan zat baru, tetapi dapat juga dengan memodifikasi bentuk sediaan yang sudah ada atau meneliti indikasi baru sebagai tambahan dari indikasi yang suda ada.
Baik bentuk sediaan baru maupun tambahan indikasi atau perubahan dosis dalam sediaan harus didaftarkan ke Badan POM dan dinilai oleh Komisi Nasional Penilai Obat Jadi. Pengembangan ilmu teknologi farmai dan biofarmasi melahirkan new drug delivery system terutama bentuk sediaan seperti tablet lepas lambat, sediaan liposom, tablet salut enterik,mikro-enkapsulasi, dll. Kemajuan dalam teknik rekombinasi DNA, kultur sel dan kultur jaringan telah memicu kemajuan dalam produksi bahan baku obat seperti produksi insulin dll. (Baca lebih lengkap : Perkembangan Produk Bioteknologi di Dunia) Setelah calon dapat dibuktikan berkhasiat sekurang-kurangnya sama dengan obat yang sudah ada dan menunjukkan keamanan bagi si pemakai maka obat baru diizinkan untuk diproduksi oleh industri sebagai legal drug dan dipasarkan dengan nama dagang tertentu serta dapat diresepkan oleh dokter.
Fase IV, setelah obat dipasarkan masih dilakukan studi pasca pemasaran (post marketing surveillance) yang diamati pada pasien dengan berbagai kondisi, berbagai usia dan ras. Studi ini dilakukan dalam jangka panjang untuk melihat terapetik dan pengalaman jangka panjang dalam menggunakan obat. Setelah hasil studi IV dievaluasi masih memungkinkan obat ditarik dari perdagangan jika membahayakan. Sebagai contoh cerivastatin (suatu antihiperkolesterolemia yag dapat merusak ginjal), entero-vioform (kliokuinol suatu anti-disentri amuba yang pada orang Jepang bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot mata/SMON disesase), fenil pranol amin/PPA yang sering terdapat pada obat flu harus diturunkan dosisnya dari 25 mg menjadi tidak lebih dari 15 mg karena dapat meningkatkan tekanan darah dan kontraksi jantung, triglitazon (antidiabetes yang bisa merusak hati), dan Viox (rofecoxib) yang bisa merusak jantung.
Acetyldigoxin
Adoniside Aescin Aesculetin Agrimophol Ajmalicine Allantoin Allyl isothiocyanate Anabesine Andrographolide Anisodamine
Cardiotonic
Cardiotonic Anti-inflammatory Anti-dysentery Anthelmintic Circulatory Disorders Vulnerary Rubefacient Skeletal muscle relaxant Baccillary dysentery Anticholinergic
Dept. of Pharmaceutics
Digitalis lanata
Adonis vernalis Aesculus hippocastanum Frazinus rhychophylla Agrimonia supatoria Rauvolfia sepentina Several plants Brassica nigra Anabasis sphylla Andrographis paniculata Anisodus tanguticus
20
Arecoline
Asiaticoside Atropine Benzyl benzoate Berberine Bergenin Betulinic acid
Anthelmintic
Vulnerary Anticholinergic Scabicide Bacillary dysentery Antitussive Anticancerous
Areca catechu
Centella asiatica Atropa belladonna Several plants Berberis vulgaris Ardisia japonica Betula alba
Borneol
Bromelain Caffeine 09/07/2007
Several plants
Ananas comosus Camellia sinensis
21
Cocaine
Codeine Colchiceine amide Colchicine Convallatoxin
09/07/2007 Curcumin
Local anaesthetic
Analgesic, antitussive Antitumor agent Antitumor agent, antigout Cardiotonic
Dept. of Pharmaceutics Choleretic
Erythroxylum coca
Papaver somniferum Colchicum autumnale Colchicum autumnale Convallaria majalis Curcuma longa
22
Demecolcine
Deserpidine Deslanoside L-Dopa Digitalin Digitoxin
Antitumor agent
Antihypertensive, tranquillizer Cardiotonic Anti-parkinsonism Cardiotonic Cardiotonic
Colchicum autumnale
Rauvolfia canescens Digitalis lanata Mucuna sp Digitalis purpurea Digitalis purpurea
Digoxin
Emetine Ephedrine 09/07/2007
Cardiotonic
Amoebicide, emetic
Dept. of Pharmaceutics
Digitalis purpurea
Cephaelis ipecacuanha
23
Gitalin
Glaucarubin Glaucine Glasiovine
Cardiotonic
Amoebicide Antitussive Antidepressant
Digitalis purpurea
Simarouba glauca Glaucium flavum Octea glaziovii
Glycyrrhizin
Gossypol Hemsleyadin Hesperidin
09/07/2007
Glycyrrhiza glabra
Gossypium species Hemsleya amabilis Citrus species
24
a-Lobeline
Menthol Methyl salicylate
09/07/2007
Lobelia inflata
Mentha species Gaultheria procumbens
25
Ouabain
Pachycarpine Palmatine Papain
09/07/2007
Cardiotonic
Oxytocic Antipyretic, detoxicant Proteolytic, mucolytic
Dept. of Pharmaceutics
Strophanthus gratus
Sophora pschycarpa Coptis japonica Carica papaya
26
Phyllodulcin
Physostigmine Picrotoxin Pilocarpine
Sweetner
Cholinesterase Inhibitor Analeptic Parasympathomimetic
Hydrangea macrophylla
Physostigma venenosum Anamirta cocculus Pilocarpus jaborandi
Pinitol
Podophyllotoxin Protoveratrines A, B Pseudoephredrine* Pseudoephedrine, norQuinidine
09/07/2007
Expectorant
Antitumor anticancer agent Antihypertensives Sympathomimetic Sympathomimetic Antiarrhythmic
Dept. of Pharmaceutics
Several plants
Podophyllum peltatum Veratrum album Ephedra sinica Ephedra sinica Cinchona ledgeriana
27
Plant Source Quisqualis indica Rauvolfia serpentina Rauvolfia serpentina Rhododendron molle Rorippa indica Lonchocarpus nicou Stephania sinica Citrus species
28
Salicin
Sanguinarine Santonin Scillarin A Scopolamine Sennosides A, B Silymarin Sparteine Stevioside Strychnine
Analgesic
Dental plaque inhibitor Ascaricide Cardiotonic Sedative Laxative Antihepatotoxic Oxytocic Sweetner CNS stimulant
Dept. of Pharmaceutics
Salix alba
Sanguinaria canadensis Artemisia maritma Urginea maritima Datura species Cassia species Silybum marianum Cytisus scoparius Stevia rebaudiana Strychnos nux-vomica
29
RINGKASAN
Discovery
Development
Target
Drug Candidate
safety testing
Molecular Studies
Human Studies
Phases I,II, III
Animal Studies
- relevant species - t mice - agonists/antagonists - antibodies - antisense - RNAi
Lead optimization
-selectivity -efficacy in animal models -tolerability: AEs mechanismbased or structure-based? -pharmacokinetics -highly iterative process
Development
Pre-Clinical
Pharmacology Safety Assessment Toxicology Drug Metabolism (ADME) Pharmaceutical R&D Formulation Process R&D Chem Eng. R&D Manufacturing
Clinical
Statistics & Epidemiology Data Coordination Research Information Systems Information Services
Phase I
20 - 100 healthy volunteers take drug for about one month
Information Learned
1. Absorption and metabolism 2. Effects on organs and tissue 3. Side effects as dosage is increased
IND
Remote data entry
Clinical Trials
Phase II
Several hundred health-impaired patients Treatment Group Control Group
Information Learned
1. Effectiveness in treating disease 2. Short-term side effects in health -impaired patients 3. Dose range
Phase III
Hundreds or thousands of healthimpaired patients
Information Learned
1. Benefit/risk relationship of drug 2. Less common and longer term side effects 3. Labeling information
Compassionate Use
Advisory Committee
APPROVAL PROCESS
(Ex. FDA)
Synthetic Chemistry
Patent Law
Intellectual Property
Physiology Biochemistry
Structural Activity
Metabolism
Safety Assessment
Safety
Pharmacodynamics
In Vivo activity
Pharmacokinetic Properties
Behavior
Pharmacology
Pathology
Physiology
Enzymology
pustaka
Bambang Priyambodo, 2007, Dalam Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama Yogyakarta Sampurno, 2007, Peran aset nirwujud pada kinerja perusahaan: studi Industri farmasi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 6173