You are on page 1of 5

PENGENALAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING TANAMAN KAKAO

Materi Diskusi Pada Mata Kuliah Teknik Pengolahan Hasil Perkebunan di Program Studi Agroteknologi Semester V, Universitas Halmahera. Oleh: E. Tingginehe

I.

PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya kakao terbesar di dunia dan termasuk negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah Ivory Coast dan Ghana (Prawoto dkk., 2008). Meski demikian, kakao bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara, disebut-sebut sebagai daerah asal kakao. Tanaman ini masuk ke Indonesia dibawa oleh bangsa Spanyol sekitar tahun 1560 tepatnya di daerah Minahasa, Sulawesi Utara. Pada awalnya penduduk asli dikawasan Amerika Tengah mengolah kakao menjadi semacam kue/dodol dengan cara tradisional, dan ketika hendak dijadikan minuman, kue/dodol tersebut kemudian diambil sedikit kemudian dilarutkan dalam air. Campuran ini selanjutnya disebut chocolatl. Di Indonesia terjadi perkembangan pengusahaan tanaman kakao yang cukup pesat. Pada tahun 1969-1970, produksi kakao Indonesia hanya sekitar 1 ton yang menempatkan Indonesia di rangking ke-29 dunia dalam hal produktivitas kakao, kemudian terjadi peningkatan produksi kakao Indonesia hingga mencapai 16 ton pada tahun 1980-1981 dan membawa Indonesia ke rangking 16 dunia (Prawoto, dkk. 2008). Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Tanaman Kopi dan Kakao Indonesia (PPTKKI), Pengusahaan kakao di
1

Indonesia hingga kini masih didominasi oleh perkebunan rakyat. Pada tahun 2000, dari total luas lahan kakao yang ada, perkebunan rakyat memiliki jumlah areal terbesar yakni sekitar 86%, 7% milik perkebunan besar negara, dan perkebunan besar swasta memiliki luas lahan sebesar 7% lainnya (PPTKKI, 2008). Meskipun Indonesia menjadi salah satu negara dengan areal pengusahaan kakao terbesar di dunia, tetapi kakao Indonesia yang pada umumnya dihasilkan oleh perkebunan rakyat hingga kini dihargai paling rendah di pasar internasional. Biji kakao yang kotor, tercemar serangga, jamur atau kerusakan lainnya, membuat citra kakao Indonesia menjadi kurang baik di pasar internasional. Produktivitas juga menjadi masalah pengusahaan kakao dalam negeri. Produktivitas kakao nasional hingga kini hanya sekitar 897 kg/ha/tahun, yang sebenarnya potensi produktivitas dapat mencapai 2000 kg/ha/tahun (Prawoto, dkk. 2008). Serangan hama dan penyakit berperan penting terhadap turunnya produktivitas diantara faktor-faktor penting yang membatasi produktivitas kakao Indonesia. Prawoto, dkk. (2008) menyatakan, Serangan hama dan/atau penyakit dapat menurunkan produktivitas kakao hingga mencapai 5-80%. Atas alasan ini, maka

pengenalan hama dan penyakit tanaman kakao menjadi penting untuk diketahui. II. HAMA TANAMAN KAKAO Dalam setiap kegiatan budidaya, aspek penting yang perlu mendapat perhatian adalah serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). OPT dapat berbentuk Hama, Penyakit dan Gulma. Kakao termasuk tanaman perkebunan yang biasanya dibudidayakan di areal yang luas. Dengan demikian pembudidayaan kakao dapat menciptakan keadaan iklim mikro yang relatif stabil, baik dari sisi pencahayaan matahari, kelembaban, dan sebagainya. Akibat negatif dari kondisi iklim yang stabil ini adalah berkembagnya hama dan penyakit dengan lebih baik, karena makanannya selalu tersedia. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tanaman kakao perlu dimulai dengan pengamatan yang teliti. A. Penggerek Buah Kakao (PBK) Hama PBK adalah hama yang paling merugikan bisnis kakao di Indonesia. Pada tahun 2000 luas serangan PBK 60.007 ha, dan pada tahun 2004 mencapai luas 348.000 ha dengan kerugian miliaran rupiah (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 2000. dalam PPTKKI, 2008). Serangga dewasa PBK berupa ngengat, dengan ukuran panjang 7 cm. Ngengat aktif pada malam hari dan beristirahat di siang hari. Stadium yang merusak adalah stadium larva. Setelah ngengat betina meletakan telur sebanyak 100-200 butir di buah kakao muda, 7 hari setelahnya larva dengan ukuran panjang sekitar 1 mm ke luar, dan langsung
2

menggerek masuk ke dalam buah dan memakan isinya hingga lapisan plasenta biji. Lama stadium larva 14-18 hari, setelah itu larva keluar dari dalam buah untuk menjadi kepompong. Selain kakao, tanaman yang dapat menjadi inang PBK adalah rambutan dan langsat. Gejala serangan PBK baru terlihat dari luar setelah buah dewasa. Ditandai dengan memudarnya warna dan muncul belang kuning-hijau atau merah-jingga. Jika buah dikocok, tidak menimbulkan bunyi. Gejala lain yang sangat nyata akan terlihat ketika buah dibelah. Daging buah akan tampak berwarna hitam, biji melekat satu dan lainnya, bobotnya sangat ringan. B. Kepik Pengisap Buah Hama dewasa berbentuk seperti walang sangit dengan panjang 10 mm. Serangga muda dan dewasa menyerang tanaman kakao dengan cara menusukan alat mulutnya kedalam jaringan tanaman untuk mengisap sel-sel didalamnya. Serangan hama ini memunculkan bercakbercak berwarna coklat muda dan lamakelamaan menjadi kehitaman. Sasaran utama hama ini adalah buah kakao. Kepik Pengisap Buah dapat menimbulkan penurunan produksi buah sebesar 5060%. C. Penggerek Batang atau Cabang Serangga dewasa berbentuk kupukupu dengan sayap depan berbintik hitam dan bagian atasnya transparan. Stadium yang merusak adalah stadium larva. Hama ini biasanya menggerek batang dengan diameter 3-5 cm, akibatnya batang menjadi berlubang-lubang. Di mulut lubang biasanya terdapat kotoran larva dan ampas bekas gerekan. Akibat gerekan, bagian tanaman yang berada

diatasnya menjadi layu dan bahkan mati karena jaringan-jaringan dibawahnya telah terputus. D. Ulat Jengkal Imago hama ini berupa kupu-kupu berwarna coklat keabuan dan aktif pada malam hari. Betina mampu bertelur sebanyak 500-700 butir di permukaan batang (cabang) kakao. Ketika telur menetas munculah ulat. Stadium ulat adalah stadium yang merusak tanaman kakao. Sasaran hama ini adalah daundaun muda. Selain kakao, tanaman yang menjadi inang ulat jengkal adalah kopi, teh, jambu biji, rambutan, lamtoro, dll. III. PENYAKIT TANAMAN KAKAO Seluruh bagian tanaman kakao dapat terserang penyakit. Jika lingkungan mendukung, penyakit dapat berkembang dengan baik dan dapat sangat merugikan usaha budidya. Suatu tanaman diketahui terkena penyakit hanya pada saat telah menampakan gejala-gejala atau kerusakan tertentu. Tindakan diagnosis sangat penting segera dilakukan ketika tanaman memunculkan kelainan-kelainan yang adalah akibat dari penyakit. Diagnosis bertujuan agar didapatkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai ketika hendak menanggulangi suatu penyakit tertentu. Di Indonesia, penyakit-penyakit tanaman kakao meliputi ; penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora), kanker batang (Phytophthora palmivora), antraknose colletotrochum (Colletotrochum gloeosporioides), dan vascular streak dieback (Oncobasidium theobromae).

Busuk buah kakao disebabkan oleh jamur P. palmivora Butl. (Butl) yang mampu bertahan hidup hingga bertahuntahun dalam tanah. Busuk buah biasanya terjadi mulai dari bagian ujung atau pangkal buah karena dipangkal atau ujung buah adalah tempat tergenangnya air yang menjadi media tumbuh jamur penyebab penyakit ini. Bagian yang busuk biasanya berwarna cokelat-kehitaman. Jika selalu pada kondisi lembab, dari bagian kulit buah akan muncul spora dari P. palmivora. Penyakit kanker batang kakao dapat terlihat jika batang kakao (kulit batangnya) terdapat bercak berwarna kehitaman dan pada bercak ini sering dijumpai cairan kemerahan. Bila kulit batang ini dikelupas, maka akan terlihat adanya pembusukan didalam batang atau cabang tersebut. Penyebab kanker batang tanaman kakao adalah jamur P. palmivora. Gejala tanaman kakao terkena penyakit antraknose colletotrichum dapat terlihat pada daun kakao karena penyakit ini menyerang daun. Jika menyerang daun muda, maka daun akan mudah rontok, dan jika serangan sering terjadi maka tidak akan terlihat daun pada rantingranting kakao. Jika serangan berat, maka ranting-ranting piun dapat mati. Tanaman kakao yang terkena penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) memiliki daun yang menguning tetapi ada bercak-bercak hijau di daun tersebut. Jika pangkal daun bila disayat, akan terlihat tiga titik hitam di bekas dudukan pangkal daun. Jika ranting tempat daun itu dibelah membujur, akan terlihat garis cokelat

pada jaringan xilem dan berakhir pada posisi pangkal daun yang terserang VSD. IV. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT KAKAO Berbagai teknik pengendalian dapat diaplikasikan ketika menangani masalah Hama, Penyakit, dan Gulma (OPT). Tetapi berdasarkan berbagai pertimbangan, maka kini dikenal secara umum dan berturut pengendalian OPT tanaman, yakni; (a) pengendalian secara mekanis, (b) pengendalian secara biologis, dan (c) pengendalian secara kimiawi. a) Pengendalian Hama dan Penyakit Kakao Secara Mekanis Karena hama dan penyakit tanaman kakao menghendaki kondisi lingkungan yang ideal bagi perkembangannya, maka tindakantindakan teknis perlu dilakukan agar lingkungan menjadi tidak nyaman bagi perkembangan hama dan penyakit tersebut. Pemangkasan merupakan tindakan sederhana yang dapat dilakukan dan efektif untuk meminimalkan tingkat serangan hama dan penyakit. Pemangkasan dilakukan dengan tujuan mengurangi kelembaban sekitar tanaman. Tidak saja pada tanaman pokok dilakukan pemangkasan, tetapi pemangkasan juga dilakukan pada tanaman pelindung (jika ada). Tindakan sanitasi atau menjaga kebersihan lingkungan sekitar kakao perlu dilakukan untuk meminimalkan perkembangan hama dan penyakit. Pada saat buah, daun, batang/cabang, dan bagian lainnya yang terserang penyakit dipangkas, maka bagian-bagian tersebut langsung dibersihkan dan dibenamkan ke
4

dalam tanah atau dibakar agar dapat membunuh hama dan penyakit tersebut. Terdapat berbagai cara untuk mengendalikan hama atau penyakit yang telah dikembangkan masyarakat sendiri. Misalnya teknik penyarungan buah kakao untuk mencegah hama PBK. Buah disarung dengan menggunakan plastik atau media lain, untuk menghalangi gerekan larva PBK yang biasanya menggerek kulit buah untuk masuk ke dalam buah kakao. b) Pengendalian Secara Biologi Pengendalian OPT secara biologi dikenal juga sebagai pengendalian hayati. Pengendalian dengan cara ini biasanya menggunakan media biologi atau mahluk hidup untuk mengendalikan hama atau penyakit tanaman. Banyak metode yang telah diterapkan khusus untuk tanaman kakao. Misalnya, untuk mengendalikan hama PBK, kepik pengisap buah, dan penyakit busuk buah, dapat digunakan sejenis semut hitam (Dolichoderus thoraxicus). Penggunaan semut hitam diawali dengan menyediakan sarang berupa lipatan daun kelapa atau bentuk lain yang memungkinkan semut berkembang-biak. Tanaman yang tidak disukai hama dan penyakit atau yang menjadi tempat tumbuh musuh alami hama juga dapat dimanfaatkan. Misalkan tanaman kelapa dikatakan baik jika ditumpangsari dengan kakao karena kelapa ideal bagi perkembangan semut hitam yang adalah musuh alami PBK, kepik pengisap buah, dan penyakit busuk buah. Tanaman lain yang dapat menanggulangi hama dan penyakit dapat ditumpangsari dengan

kakao dengan memperhatikan kriteriakriteria kedua tanaman tersebut. c) Pengendalian Secara Kimiawi Cara kimiawi direkomendasikan sebagai jalan akhir jika cara mekanis dan biologis tidak mampu menanggulangi serangan hama dan penyakit. Selain pertimbangan tersebut, pertimbangan tingkat serangan pun wajib diperhitungkan ketika hendak menggunakan cara kimia dalam mengendalikan hama dan penyakit. Berbagai penelitian akan jenis dan dosis pestisida untuk mengatasi masalah hama dan penyakit kakao telah dilakukan. Penggunaan pestisida untuk menanggulangi hama dan penyakit

dilakukan berdasarkan rekomendasi dari pihak-pihak yang berkompeten.

REFERENSI Pracaya., 2002. Hama dan Penyakit Tanaman (edisi revisi). Penebar Swadaya. Jakarta. Pracaya., 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Secara Organik. Kanisius. Yokyakarta. Pujiyanto, dkk., 2008. Panduan Lengkap Kakao. Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. Tjahjadi., 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

You might also like