You are on page 1of 17

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Sistem Pengadaan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam usaha pembuatan kerupuk ikan milik H.

Marikan ini adalah ikan kuniran segar. Ikan kuniran hidup di laut dan banyak tersebar di laut Jawa. Ikan kuniran yang digunakan didapat dari Batang, Jawa Tengah. Pemilik telah berlangganan dengan salah satu nelayan di Batang sejak tahun 1978. Pemilik mendatangkan langsung ikan kuniran dari Jawa Tengah dengan pemesanan 1-2 ton yang dikirim setiap 3-4 hari sekali dengan harga Rp.9000,-/kg. Namun pengiriman bahan baku dari supplier juga tergantung dengan cuaca pada saat melaut. 5.2 Proses Pembuatan Kerupuk Ikan Kuniran Proses pembuatan kerupuk ikan kuniran di unit usaha milik H. Marikan cukup sederhana. Pembuatan kerupuk di unit usaha milik H. Marikan ini hanya dilakukan apabila ada pesanan dari customer serta persediaan bahan baku masih ada. Proses pembuatan kerupuk ikan kuniran adalah sebagai berikut : 5.2.1 Penerimaan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan adalah ikan segar. Ikan yang segar adalah ikan yang layak digunakan sehingga didapatkan produk akhir yang memiliki kualitas yang baik dan layak untuk dipasarkan serta dikonsumsi seperti pernyataan Hadiwiyoto pada bab tinjauan pustaka. Penerimaan bahan baku terjadi setiap 3-4 hari sekali dengan berat sebanyak 1-2 ton ikan. 5.2.2 Penyiangan Bahan baku yang telah diterima kemudian disiangi. Ikan dibersihkan sisiknya dan dibuang organ dalamnya dan dicuci bersih. Pencucian tidak menggunakan air yang mengalir. Air ditampung didalam bak besar yang kemudian digunakan untuk mencuci ikan. Tidak digunakan desinfektan pada air

42

untuk mencuci sehingga tidak memenuhi persyaratan sanitasi higiene. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Murniyati dan Sunarman pada bab tinjauan pustaka. Setelah itu bagian kepala dan ekor dipotong dan hanya disisakan bagian tubuhnya saja. Setelah itu ikan didiamkan di dalam drum berwarna biru selama 2-3 hari dengan diberi es secara rutin. Pendiaman ini bertujuan untuk melunakkan daging ikan yang akan dilumatkan. Apabila daging ikan masih sangat segar maka daging yang sudah lumat akan sulit untuk dijadikan sebagai adonan karena sukar untuk menyatu dengan tepung tapioka. 5.2.3 Penggilingan Daging Ikan Tahap selanjutnya adalah penggilingan daging ikan. Setelah ikan dibuang sisik, kepala serta ekornya, kemudian ikan digiling menggunakan mesin penggiling daging buatan sendiri. Ikan masuk melalui corong, kemudian digiling didalam mesin. Lalu ikan yang sudah digiling akan keluar melalui pipa pengeluaran dalam bentuk pasta. Pasta ikan kemudian ditampung didalam ember berukuran sedang.

Gambar 20. Pasta Ikan yang Ditampung Didalam Ember Sumber : Data Primer, 2013 Duri dan tulang yang terdapat pada ikan tidak dikeluarkan karena ukuran ikan yang terlalu kecil sehingga terdapat potongan-potongan kecil tulang dan duri

43

didalam pasta ikan. Pasta ikan yang ditampung didalam ember kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu. 5.2.4 Pencampuran Bumbu Pencampuran bumbu dilakukan secara terpisah sebelum ikan diaduk di dalam molen. Bumbu-bumbu yang digunakan adalah telur, gula pasir, penyedap rasa, garam serta baking soda. Telur digunakan untuk melembutkan serta mengembangkan adonan. Sedangkan gula pasir, penyedap rasa dan garam digunakan sebagai pemberi rasa pada kerupuk. Baking soda digunakan untuk membantu membuat adonan lebih mengembang. Bumbu-bumbu tersebut dicampur di dalam bak besar. Tidak ditambahkan rempah-rempah untuk menghilangkan amis pada ikan karena H. Marikan ingin mendapatkan bau amis khas kerupuk ikan pada produknya. Hal ini sesuai dengan standar mutu produk akhir kerupuk ikan menurut SNI pada bab tinjauan pustaka. Pencampuran bumbu masih menggunakan cara manual yaitu diaduk menggunakan tangan.

Gambar 21. Proses Pengadukan Bumbu-Bumbu Sumber : Data Primer, 2013 Tahap pertama pada pencampuran bumbu adalah pengocokan telur. Telur dikocok menggunakan spiral egg beater didalam bak besar.

44

Gambar 22. Spiral Egg Beater Sumber : Data Sekunder, 2013 Kemudian telur yang sudah dikocok dicampur dengan gula pasir, garam, penyedap rasa serta baking soda dan diaduk rata. Bumbu-bumbu yang sudah diaduk rata kemudian dituangkan sebanyak 1 L untuk 1 ember pasta ikan. Kemudian bumbu dan pasta diaduk rata. 5.2.5 Pengadukan Tahap selanjutnya adalah pengadukan. Pasta ikan dan bumbu yang sudah diaduk rata kemudian dituangkan ke dalam molen (pengaduk). Lalu ditambahkan tepung tapioka. Untuk 2,5 kg campuran pasta ikan, ditambahkan 6 kg tepung tapioka. Campuran pasta ikan dan tepung tapioka kemudian diaduk didalam molen.

45

Gambar 23. Molen Pengaduk Sumber : Data Primer, 2013 Setelah campuran pasta ikan dan tepung tercampur rata, kemudian adonan diuleni hingga kalis diatas meja yang sudah ditaburi tepung.

Gambar 24. Proses Pengulenan Adonan Sumber : Data Primer, 2013 Dalam satu hari produksi dapat dihasilkan sekitar 90 kwintal adonan kerupuk siap kukus. 5.2.6 Pencetakan Tahap selanjutnya adalah pencetakan. Adonan yang sudah kalis kemudian dicetak menggunakan cetakan yang terbuat dari alumunium.

46

Ada dua macam kerupuk yang diproduksi di unit usaha milik H. Marikan. Adonan kerupuk berwarna putih yang dicetak menggunakan cetakan besar, dan adonan berwarna jingga yang dicetak menggunakan cetakan kecil. Adonanadonan yang sudah dicetak kemudian disusun di atas para-para dan siap untuk dikukus. Untuk adonan besar pengukusan berlangsung selama 2-2,5 jam, sedangkan untuk adonan kecil pengukusan berlangsung selama 1-1,5 jam

Gambar 25. Adonan yang Siap Dikukus Sumber : Data Primer, 2013 5.2.7 Pengukusan Tahap selanjutnya adalah pengukusan. Pengukusan menggunakan lemari pengukus yang dibuat sendiri oleh H. Marikan. Lemari pengukus ini berkapasitas sekitar 650kg. Dalam satu hari dapat dilakukan sekitar 4x pengukusan.

47

Gambar 26. Lemari Pengukus Sumber : Data Primer, 2013 Pengukusan adonan besar membutuhkan waktu sekitar 2-2,5 jam. Sedangkan pengukusan adonan kecil membutuhkan waktu sekitar 1-1,5 jam. Lemari pengukus ini menggunakan tungku sebagai pembuat panas dan kayu sebagai bahan bakarnya. Semakin banyak kayu yang dibakar, maka akan semakin tinggi suhu yang dihasilkan. Tidak ada ukuran suhu yang pasti dalam pengukusan ini karena tidak ada thermometer sebagai pengukur suhu. 5.2.8 Penirisan Setelah adonan kerupuk selesai dikukus, tahap selanjutnya adalah penirisan. Adonan ditiriskan di dalam bak besar berukuran 2x3 m. Tujuan dari penirisan ini adalah untuk membuang sisa-sisa uap air yang ada di permukaan adonan kerupuk. Penirisan dilakukan selama 30 menit.

48

Gambar 27. Proses Penirisan Sumber : Data Primer, 2013 5.2.9 Pendinginan Setelah ditiriskan, adonan kemudian didinginkan. Proses pendinginan ini memakan waktu yang lama, sekitar 16 jam. Pendinginan dilakukan di udara terbuka dengan cara adonan ditata diatas rak bambu dan didiamkan. Adonan harus benar-benar dingin sebelum dipotong karena apabila adonan belum dingin sempurna maka adonan tidak akan memadat dan masih basah pada bagian tengah. Hal ini akan menyebabkan adonan hancur ketika dipotong.

Gambar 28. Proses Pendinginan Sumber : Data Primer, 2013

49

5.2.10 Pemotongan Setelah adonan didinginkan selama 16 jam, kemudian adonan dipotong. Pemotongan dilakukan menggunakan mesin pemotong dengan pisau berbentuk lingkaran. Adonan kerupuk dipotong tipis-tipis sebelum kemudian di tata di atas para-para dan dijemur.

Gambar 29. Proses Pemotongan Adonan Kerupuk Sumber : Data Primer, 2013 5.2.11 Penjemuran Tahapan selanjutnya adalah penjemuran. Adonan kerupuk yang telah dipotong kemudian di tata di atas para-para yang berbentuk anyaman dari bambu. Penjemuran dilakukan selama sekitar 21 jam. Penjemuran dilakukan di lapangan sekolah terdekat dengan menggunakan mobil pick-up untuk membawa tumpukan para-para dengan kerupuk yang siap dijemur.

Gambar 30. Proses Penyusunan Adonan Kerupuk Sumber : Data Primer, 2013

50

5.2.12 Pengemasan Setelah kerupuk yang dijemur mengering, kemudian kerupuk dikemas menggunakan plastik berukuran 50x80 cm. Plastik yang digunakan adalah plastik yang bersih, kering dan tidak mudah sobek. Plastik kemasan bersifat tidak mencemari isi, melindungi produk dari kontaminasi dari luar. Satu kemasan plastik diisi sebanyak 5 kg kerupuk kering. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada bab tinjauan pustaka. Untuk kerupuk berwarna putih pengemasan dilakukan dengan cara disusun rapi sedangkan untuk kerupuk berwarna jingga hanya dimasukkan begitu saja. Hal ini didasari oleh permintaan konsumen. Ukuran plastik yang digunakan untuk kedua produk adalah sama namun dengan label yang berbeda. Pengemasan masih menggunakan timbangan manual yang menggunakan pemberat. Penyegelan belum menggunakan sealer dan dengan cara ujung plastik dilipat sebanyak 5 kali dan kemudian di stapler.

Gambar 31. Proses Pengemasan Kerupuk Sumber : Data Primer, 2013

51

Gambar 32. Kemasan Kerupuk Berwarna Putih Sumber : Data Primer, 2013

Gambar 33. Kemasan Kerupuk Berwarna Jingga Sumber : Data Primer, 2013 5.2.13 Pendistribusian Setelah kerupuk selesai dikemas maka kerupuk siap untuk dipasarkan. Kerupuk dipasarkan di restoran-restoran di daerah Malang, Surabaya dan Kalimantan. Untuk daerah Malang dan Surabaya pengiriman dilakukan dengan menggunakan mobil pick-up yang biasa digunakan untuk mengantar kerupuk yang akan dijemur ke tempat penjemuran. Untuk daerah Kalimantan pengiriman

52

dilakukan dengan menggunakan jasa pengiriman menggunakan kapal kargo. Pengiriman dilakukan setiap dua minggu sekali dengan berat 350 kg untuk 1x pengiriman. Kerupuk dijual dengan harga Rp. 65.000/bal dan dijual dengan harga Rp.70.000/kg untuk penjualan eceran. 5.3 Penerapan Sanitasi Higiene Sanitasi hygiene sangatlah penting untuk diterapkan pada unit pengolahan karena produk akhir yang dihasilkan harus bermutu baik tanpa ada bakteri pathogen yang dapat menyebabkan kerugian bagi konsumen. Tidak hanya pada tempat pengolahan, tetapi juga pada peralatan, tenaga kerja serta bahan baku. Untuk mendapakan produk akhir dengan mutu yang baik maka seluruh proses harus saniter dan para pekerjanya harus hygiene. 5.3.1 Tempat Pengolahan Tempat pengolahan kerupuk yang digunakan H. Marikan adalah rumah miliknya sendiri. Produksi dilaksanakan pada dapur rumah. Pendinginan dilakukan pada teras belakang samping rumah. Proses pemotongan serta penjemuran dilakukan di teras depan samping rumah. Pada tempat-tempat pengolahan tersebut tidak dilakukan pembersihan pada ruangan dan lantai setelah akhir proses serta tidak dilakukan pembersihan bangunan secara periodik seperti yang dinyatakan oleh Purnawijayanto tentang sanitasi hygiene pada bab tinjauan pustaka. 5.3.1.1 Dapur Keadaan dapur rumah milik H. Marikan sangat tidak saniter. Terdapat banyak barang yang tidak seharusnya ada di dapur seperti sepatu boots usang, patahan kayu serta ember yang sudah tidak digunakan. Dapur sangat jarang dibersihkan setelah proses produksi selesai. Banyak sudut-sudut ruangan yang sangat kotor dan berlumut. Terdapat banyak debu serta serbuk tepung pada barang-barang yang ada di dapur. Terdapat banyak sarang laba-laba di langit-

53

langit. Pada tempat pengulenan, terdapat beberapa cetakan kerupuk yang sangat berdebu dan sudah berkarat namun tetap dibiarkan menggantung di atas meja pengulenan. Hal ini dapat membuat proses pembuatan kerupuk menjadi tidak saniter dan dapat mentransfer banyak bakteri pathogen ke dalam adonan. Hal-hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan Purnawijayanto pada bab tinjauan pustaka tentang sanitasi hygiene.

Gambar 34. Keadaan Meja Pengulenan Sumber : Data Primer, 2013 5.3.1.2 Tempat Pendinginan Pendinginan dilakukan di rak yang terbuat dari bambu di samping dapur. Rak yang digunakan sangat kotor. Terdapat banyak debu serta sarang laba-laba. Terdapat banyak barang yang tidak terpakai yang diletakkan di rak bambu bagian paling atas dan sudah berdebu tebal. Hal ini dapat mengkontaminasi adonan yang sedang didinginkan. Rak yang digunakan pun sangat jarang dibersihkan sehingga terdapat banyak sarang laba-laba di bagian belakang rak. Rak ini ditempatkan bersandar pada tembok dan terdapat barang-barang yang tidak terpakai yang diletakkan begitu saja pada bagian atas rak. Barang-barang tersebut telah menjadi tempat akumulasi kotoran serta terdapat banyak sarang laba-laba. Pada bab tinjauan pustaka, telah dijelaskan oleh Purnawijayanto bahwa pada peralatan harus dihindari tempat yang sulit dibersihkan dan yang dapat menjadi tempat akumulasi kotoran sehingga penerapan sanitasi dan

54

hygiene pada unit usaha milik H. Marikan ini sangat bertentangan dengan persyaratan sanitasi hygiene seharusnya.

Gambar 35. Keadaan Rak Bambu Untuk Pendinginan Sumber : Data Primer, 2013 5.3.1.3 Tempat Pemotongan Pemotongan dilakukan di teras samping rumah. Adonan kerupuk yang telah dipotong kemudian dilemparkan kepada pekerja yang telah duduk di lantai dengan memangku para-para dari bambu yang digunakan untuk penjemuran. Lantai tempat adonan kerupuk dilemparkan sangat kotor. Lantai tersebut tidak pernah dibersihkan menggunakan obat pel dan hanya disapu saja setelah kegiatan selesai. Hal ini sangat tidak sesuai dengan pernyataan Purnawijayanto yang menyatakan bahwa pekerja harus membersihkan ruangan dan lantai setelah akhir proses serta membersihkan bangunan secara periodik. Teras ini merupakan tempat terbuka sehingga hewan seperti kucing dan ayam liar yang terdapat di kampung tersebut dapat bebas berjalan melintasi lantai ini. Selain itu, di samping teras ini merupakan tempat pembakaran sampah yang digunakan oleh warga sekitar. Keadaan ini sangat tidak menerapkan prinsip sanitasi hygiene pada tempat pengolahan. Lantai yang hanya disapu dan bebas dilewati hewan serta terletak di samping tempat pembakaran sampah sangat berpotensi untuk perpindahan bakteri pathogen dari lingkungan sekitar ke adonan kerupuk

55

yang akan dijemur. Hal ini sangat tidak sesuai dengan persyaratan sanitasi hygiene untuk tempat pengolahan.

Gambar 36. Adonan Kerupuk yang Telah Dipotong Sumber : Data Primer, 2013 5.3.2 Peralatan Menurut Purnawijayanto, semua permukaan peralatan yang kontak langsung dengan produk harus mudah diperiksa dan dibersihkan. Peralatan yang digunakan untuk pengolahan harus bersih dan steril serta harus dicuci setiap hari tiap selesai pemakaian untuk menghindari adanya sisa-sisa bahan yang menempel. Apabila ada sisa bahan yang diolah menempel di peralatan maka sisa bahan tersebut akan membusuk dan memicu munculnya bakteri pathogen pada alat. Hal ini dapat memicu timbulnya penyakit mulai dari diare ringan hingga kematian. Namun pada Unit Pengolah Ikan milik H. Marikan tidak diterapkan sanitasi hygiene pada peralatan sesuai dengan apa yang diyatakan oleh Purnawijayanto pada bab tinjauan pustaka. Ember yang digunakan untuk menampung pasta ikan tidak dicuci setelah proses selesai. Pada molen pengaduk terdapat sisa-sisa bahan yang tidak terambil yang dibiarkan begitu

56

saja di dalam molen. Peralatan juga tidak dicuci secara rutin sebelum dan sesudah proses. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Purnawijayanto dimana peralatan harus dicuci sebelum dan sesudah digunakan. 5.3.3 Tenaga Kerja Para pekerja yang bekerja di unit usaha milik H. Marikan masih kurang dalam menerapkan prinsip sanitasi hygiene pada saat bekerja. Para pekerja sudah mencuci tangan sebelum melakukan proses pengolahan namun masih belum menggunakan sabun ataupun desinfektan. Para pekerja sudah bekerja dengan baik dan disiplin dalam mengikuti prosedur yang berlaku. Namun para pekerja belum menerapkan hygiene sepenuhnya. Para pekerja tidak

menggunakan perlengkapan untuk mengolah seperti sarung tangan, masker ataupun apron. Hal ini bertentangan dengan pendapat Purnawijayanto pada bab tinjauan pustaka. 5.3.4 Bahan Pada bahan masih belum diterapkan sanitasi dan hygiene yang baik. Pencucian bahan baku tidak menggunakan air mengalir dan hanya

menggunakan air yang ditampung didalam bak besar. Air yang digunakan pun tidak diganti sebelum proses pencucian selesai. Hal ini bertentangan dengan prinsip sanitasi dan hygiene pada umumnya. Telah diketahui bahwa dalam pencucian bahan baku harus menggunakan air mengalir dan diberi es agar kesegaran ikan tetap terjaga dan tidak terkontaminasi bakteri. 5.3.5 Prosedur Kerja Pada prosedur kerja belum menerapkan prinsip sanitasi hygiene yang baik dan benar. Sebelum prosedur kerja dimulai dan setelah prosedur kerja selesai seharusnya peralatan serta tempat pengolahan dibersihkan seperti pernyataan Purnawijayato pada bab tinjauan pustaka. Namun pada unit usaha milik H. Marikan ini sebelum prosedur kerja dimulai tidak dilakukan pembersihan baik

57

pada alat maupun ruangan sehingga tindakan ini bertentangan dengan apa yang ada pada bab tinjauan pustaka. 5.4 Pemasaran Pemasaran dilakukan secara lokal di daerah Jawa dan Kalimantan. Untuk pemasaran produk di Jawa dipasarkan ke rumah makan di daerah Malang kota serta Surabaya kota. Pemasaran dilakukan menggunakan mobil pick-up inventaris milik H. Marikan. Produk yang dipasarkan adalah kerupuk yang berwarna jingga. Sedangkan untuk pemasaran di Kalimantan menggunakan shipping container yang dikirim melalui kapal pengirim. Produk yang dipasarkan adalah kerupuk yang berwarna putih. Kedua produk dijual dengan harga Rp.65.000,-/bal atau Rp.13.000,-/kg. Untuk kerupuk yang dijual secara eceran dihargai Rp.14.000,-/kg. Pemasaran dilakukan setiap 2-3 minggu sekali atau sesuai dengan pesanan konsumen. Untuk satu kali pemasaran dikirim sebanyak 300-350 kg kerupuk. 5.5 Mutu dan Daya Awet Kerupuk Ikan Menurut SNI Berdasarkan SNI pada bab tinjauan pustaka, mutu kerupuk ikan harus bagus dan daya awet harus lama. Semakin rendah kadar air pada kerupuk maka akan semakin lama daya awetnya. Daya awet dari kerupuk ikan milik H. Marikan ini termasuk lama yaitu sekitar 6 bulan karena kerupuk tersebut dijemur sehingga kadar air yang terdapat pada kerupuk milik H. Marikan sangat sedikit. Untuk uji organoleptik sesuai SNI, kerupuk milik H. Marikan sudah memenuhi standar, yaitu rasa dan aromanya khas kerupuk ikan, tidak terdapat serangga pada kerupuk, tidak ada kapang serta benda-benda asing, kandungan air kurang dari 11% serta penggunaan bahan tambahan makanan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sudah sesuai dengan standar mutu dan daya awet menurut SNI pada bab tinjauan pustaka.

You might also like